Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sebagaimana kira semua ketahui, tujuan kahir kita dari pengajaran Bahasa Indonesia
adalah siswa terampil berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan berbahasa tercermin
dalam 4 aspek keterampilan membaca, yaitu Berbicara, membaca dan menulis. Pemerolehan
keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya.
Keterampilan membaca itu sendiri adalah suatu cara untuk  mendapatkan informasi
dari suatu yang ditulis. Keterampilan membaca dan menulis ini diperoleh seseeorang setelah
setelah mereka memasuki usia sekolah. Oleh karena itu, kedua jenis keterampilan berbahasa
inimerupakan sajian pembelajaran yang utama bagi para mjurid-murid sekolah dasar di kelas
awal. Kedua materi keterampilan ini dikemas dalam satu paket pembelajaran yang dikenal
dengan paket pembelajaran Membaca Menulis Permulaan.
Membaca menulis permulaan merupakan tahapan proses belajar bagi siswa sekolah
dasar kelas awal.siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik
membaca dan menulisserta menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu
merangcang pembelajaran membaca menulis permulaan dengan baik sehingga mampu
menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai sesuatu yang menyenangkan.
B.       Rumusan Masalah
1. Apa hakikat Membaca Menulis Permulaan?
2. Apa ciri- ciri kesiapan anak MMP ?
3. Apa saja metode pembelajaran MMP?
4. Apa proses Menulis di Kelas Rendah?
C.      Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat Membaca Menulis Permulaan
2. Untuk mengetahui apa ciri- ciri kesiapan anak MMP
3. Untuk mengetahui apa saja metode pembelajaran MMP
4. Untuk mengetahui bagaimana proses Menulis di Kelas Rendah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Membaca dan Menulis Permulaan (MMP)


Membaca Menulis Permulaan merupakan kependekan dari Membaca Menulis
Permulaan. Sesuai dengan kepanjangannya itu, membaca menulis permulaan
merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca
dan menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat anak-anak mulai memasuki
bangku sekolah. Pada tahap awal anak memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah
dasar, MMP merupakan menu utama.
Membaca permulaan menurut Slamet (Hasanudin, 2016) mempunyai kedudukan
yang sangat penting, keterampilan membaca permulaan akan sangat berpengaruh
terhadap keterampilan membaca selanjutnya. Sebagai keterampilan yang mendasari
keterampilan berikutnya maka keterampilan membaca permulaan benar-benar
memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca
permulaan anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki keterampilan
membaca permulaan yang memadai.

Peralihan dari masa bermain di TK (bagi anak-anak yang mengalaminya) atau


dari lingkungan rumah (bagi anak yang tidak menjalani masa di TK) ke dunia sekolah
merupakan hal baru bagi anak.Hal pertama yang diajarkan kepada anak pada awal-
awal masa persekolahan itu adalah kemampuan membaca dan menulis. Kedua
kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu
lainnya di sekolah.
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan
membaca tingkat dasar, yakni kemampuanmelek huruf.Maksudnya, anak-anak dapat
mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi
bermakna.Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-
lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang
bunyi-bunyi lambang tersebut.
Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju
pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana.Yang dimaksud
dengan melekwacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni

2
kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna
disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut.
Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan
membaca permulaan. Pada tingkat dasar/permulaan, pembelajaran menulis lebih
diorientasikan padakemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat
menuliskan (miripdengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang -lambang
tulis yang jikadirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi
bermakna. Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-
anak digiring pada kemampuanmenuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam
bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah dikuasainya.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa membaca dan menulis permulaan di kelas
rendah adalah tahapan proses belajar membaca dan menulis bagi siswa sekolah dasar
di kelas awal sebagai dasar pelajaran selanjutnya.

B. Ciri- Ciri Kesiapan anak membaca dan menulis permulaan


Tanda -tanda kesiapan membaca :
1. Anak sudah dapat memahami bahasa lisan
2. Anak sudah dapat mengingat kata-kata
3. Anak sudah dapat mengujarkan kata-kata dengan jelas
4. Anak sudah dapat mengujarkan bunyi huruf
5. Anak sudah menunjukkan minat membaca
6. Anak sudah dapat membedakan bunyi dengan baik

C. Metode Membaca dan Menulis Permulaan


Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat
dipergunakan , antara lain (1) metode eja abjad (2) metode eja bunyi rangkai suku (3)
metode kata lembaga (4) metode global dan (5) metode Struktual Analitik Sinteksis
(SAS).(Alhkadiah,1992: 32-34).

1. Metode Eja Abjad


Metode eja abjad (Spell Method) adalah metode membaca permulaan tertua.
Metode ini sudah jarang digunakan. Yang dimaksud dengan metode eja abjad atau

3
alfabet ialah metode pengajaran dengan memperkenalkan huruf yang harus dihafalkan
dengan dilafalkan menurut bunyinya dalam abjad. Pembelajaran membaca dan
menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan
memperkenalkan huruf-huruf alpabetis. Huruf yang telah dilafalkan itu kemudian
dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata akhirnya menjadi
kalimat. Pelafalan tidak dilakukan dengan cara fonetis.
Misalnya :
Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan peserta didik sesuai dengan
bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh:  A a, B b, C c, D d.
Dilafalkan sebagai: a, be, ce, de, dan seterusnya.
huruf /a/ dilafalkan /a/
huruf /b/ dilafalkan /be/ ,
huruf /c/ dilafalkan /ce /,
huruf /d/ dilafalkan /de/ dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata
dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya. 
Contoh:

b, a, j , u menjadi :

b-a ba (dibaca atau dieja/be-a/ (ba)

j-u ju (dibaca atau dieja/je-u/ (ju)

ba-ju dilafalkan baju

Proses ini seiring dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menulis
huruf-huruf lepas. Setelah itu dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf
yang berupa suku kata. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-
kalimat sederhana, misalnya huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan
kata menjadi kalimat yang diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral,
pendekatan komunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya pemilihan
bahan ajar untuk pembelajaran membaca menulis permulaan hendaknya dimulai dari
hal-hal yang konkret menuju pada hal yang abstrak, yaitu dari hal-hal yang mudah,
akrab, familiar dengan kehidupan peserta didik menuju hal-hal yang sulit, dan
mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi peserta didik.

4
Kelebihan metode eja abjad :

a. Siswa diharuskan untuk mengetahui setiap lambang huruf jadi siswa lebih cepat
dan hafal fonem.
b. Siswa langsung mengetahui bunyi dari setiap bentuk huruf.

Kelemahan metode eja abjad :

1) Siswa mengalami kesulitan apabila menghadapi huruf yang baru karena terbiasa
menghafal.
2) Siswa mengalami kesulitan dalam membunyikan diftong dan fonem–fonem
rangkap, seperti ng, ny, kh, au, oi, dan sebagainya, karena kedua bunyi itu tidak
terdapat dalam abjad.
3) Metode ini bertentangan dengan metode inkuiri yang justru sangat ditekankan
dalam pembelajaran.

2. Metode Bunyi (Klank Method)


Metode bunyi adalah metode pembelajaran membaca permulaan dengan
menyuarakan huruf konsonan, dengan bantuan bunyi vokal tengah (pepet) [ə] atau
vokal depan sedang [e]. Dalam bentuk grafem kedua bunyi bahasa ini dilambangkan
sama yakni huruf /e/. Bunyi ini diletakkan di depan atau dibelakangnya. Dalam tata
bahasa tradisional huruf konsonan disebut huruf mati. Misalnya huruf konsonan /b/
diucapkan /eb/ atau /be/, /ed/ atau /de/, /es/, /ek/, dll. Karena proses pengejaan ini
metode bunyi disebut juga metode eja.
Dalam metode bunyi pembelajaran membaca berfokus pada fonik atau suara
untuk menerjemahkan simbol tertulis menjadi suara. Berdasarkan pendekatan bunyi
ini, guru menggunakan metode suara atau metode bunyi, yaitu siswa mengucapkan
huruf sesuai dengan bunyinya, misalnya huruf “b” tidak dilafal “be”, tetapi “beh”, “t”
tidak dilafal “te”, tetapi “teh".
Kemudian bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia digabungkan, misalnya k-a (keh
dan a) sama dengan ka;k-i (keh dan i) sama dengan ki. Pendekatan fonik menekankan
pembelajaran membaca berfokus pada fonik atau suara untuk menerjemahkan
simbol tertulis menjadi suara. Pembelajaran membaca pada tahap awal harus
melibatkan materi yang sederhana. Setelah mereka mempelajari aturan

5
yangmenghubungkan fonem terucap dengan huruf alfabet yang mewakilinya, barulah
anak diberi materi bacaan yang kompleks, seperti buku dan puisi. (Phajane, 2014).

Proses pembelajaran membaca permulaan pada sistem pelafalan abjad atau huruf
dengan metode bunyi adalah: 
b dilafalkan /eb/ 
d dilaflakan /ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada kata; benar,
keras, pedas, lemah dan sebagainya. 
c dilafalkan /ec/ 
g dilafalkan /eg/ 
p dilafalkan /ep/ dan sebagainya. 

Contoh:
kata “nani” dieja menjadi:
na dibaca en,a
ni dibaca en,i
Dari penjelasan metode di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
membaca menulis permulaan melalui metode bunyi adalah bagian dari metode eja.
Prinsip dasar dan proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad di
atas. Demikian juga dengan kelemahan-kelemahannya, perbedaannya terletak hanya
pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad.
Kelebihan metode ini adalah :
1) siswa mengenal tingkatan bentuk bahasa yang paling sederhana.
2) Siswa dapat menghafal bunyi huruf yang ada dalam abjad bahasa yang dipelajari.

Kelemahan metode ini sebagai berikut :


a) Siswa mengalami kesulitan dalam mengeja
b) Siswa kesulitan dalam membunyikan secara spontan.

3. Metode lembaga
Pembelajaran membaca permulaan menggunakan metode kata lembaga, yaitu
anak langsung diperkenalkan dengan kata-kata. Berdasarkan metode ini,
pembelajaran dimulai dengan pengenalan beberapa kata yang dikenal oleh siswa.
Kata tersebut diuraikan menjadi suku kata ; suku kata diuraikan menjadi huruf.

6
Setelah siswa mengenal huruf-huruf itu, guru merangkaikannya kembali menjadi
suku kata, dan akhirnya menjadi kata, misalnya : sapi – sa-pi, sa-pi – s-a-p-i.
Kemudian dirangkaikan kembali menjadi katasapi.
Menurut Slamet (2014) metode kata lembaga, kepada siswa disajikan kata-
kata : salah satu diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal
oleh siswa. Kata tersebut diuraikan menjadi satu suku, suku kata diuraikan menjadi
huruf, setelah itu dirangkai lagi menjadi suku kata, dan suku kata dirangkaikan lagi
menjadi kata, misalnya: Baju--b-a-j-u--ba-ju--baju, dst.
Metode ini didasarkan pada pendekatan kata yaitu cara memulai mengajarkan
membaca dan menulis permulaan dengan menampilkan kata- kata. Pertama dengan
mengenalkan kata, menguraikan menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf,
kemudian menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata,
kemuadianmemvariasikan huruf menjadi suku kata dan kata lain.

4. Metode Global
Metode ini didasarkan pada pendekatan kalimat, yaitu cara memulai
mengajarkan pelajaran membaca dan menulis permulaan dengan menampilkan
kalimat dibawah gambar, membaca kalimat tanpa bantuan gambar, mengurai kalimat
menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf.Metode global
memulai pengajaran dengan membaca kalimat secara keseluruhan.

5. Metode SAS
Dalam metode SAS ini, pembelajaran menulis permulaan diawali dengan
cerita yang disertai sebuah gambar. Kemudian guru menguraikan kalimat yang
diambil dari sebuah cerita menjadi kata-kata, sukukata, maupun huruf kemudian
disusun kembali dari huruf menjadi suku kata, kata-kata, kembali menjadi kalimat.
Berkaitan dengan pendekatan struktural, Slamet (2014) mengatakan pendekatan
struktural yakni pendekatan yang berasumsi bahasa seperangkat kaidah. Oleh karena
itu, pembelajaranbahasa perlu menitikberatkan struktur bahasa. Dalam hal ini pola
kalimat, kata, dan suku kata menjadi sangat penting.
Tujuan metode SAS ini adalah agar anak berusaha menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik. Hal inidimaksudkan untuk membangun konsep-konsep
“kebermaknaan” pada diri anak (Halimah, 2014)

7
Dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni
menggunakan buku dan tidak menggunaka buku. Mengenai hai itu Momo (1997)
mengemukakan beberapa cara sebagai berikut :
Tahap tanpa buku, Membaca tanpa buku diberikan dengan pertimbangan agar
siswa yang bar,u masuk sekolah tidak lansung terbebani, karena itu siswa hanya
dilibat dala kegiatan, menyimak cerita guru, tanya jawab dengan guru,
memperhatikan gambar yang diberikan , membicarakan gambar, menemukan tanda
kalimat, membaca kalimat, melihat bagian kalimat, menemukan bagian-bagian
kalimat.
a. Merekam Bahasa siswa : Bahasa yang digunakan di dalam percakapan
mereka, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan mereka. Karena
Bahasa yang digunakan sebagai bahan bacaan adalah Bahasa siswa itu
sendiri maka siswa tidak akan mengalami kesulitan.
b. Menampilkan gambar sambil bercerita : guru memperlihatkan gambar
kepada siswa sambil bercerita. Kalimat yang digunakan guru dalam
bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan membaca. Kalimat
tersebut ditulis guru dipapan tulis sebagai bahan bacaan.
c. Membaca gambar : guru memperlihatkan gambar sambil mengucapkan
kalimat, siswa melanjutkan membaca gambar dengan bimbingan guru.
d. Membaca gambar dengan kartu kalimat : setelah siswa dapat membaca
gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat dibawah gambar.
Untuk mempermudahkan pelaksanaannya dapat digunakan media berupa
papan selip atau papan flannel, kartu kalimat, kartu kata.
e. Membaca kalimat secara structural (S): setelah siswa mampu membaca
tulisan dibawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga
akhirnya mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Seperti kalimat :
ini bola, ini bola adi, ini bola tuti dan seterusnya.
f. Proses analitik (A) : sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah
menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata menjadi suku, suku menjadi
huruf.
g. Proses sintetik (S) : setelah siswa mengenal huruf dalam kalimat yang
diuraikan, huruf itu dirangkaikan lagi menjadi suku kata, suku menjadi
kata, kata menjadi kalimat.

8
D. Pembelajaran Membaca Permulaan
Pembelajaran permulaan memiliki beberapa langkah sebagai berikut:
1. Langkah 1 : Menetukan tujuan pokok bahasan yang akan diberikan
2. Langkah 2 :Mengembangkan bahan pengajaran
3. Langkah 3 :Memikirkan bagaimana cara menyampaikan, bagaimana urutan
pemberian bahan-bahan dan bagaimana cara mengaktifkan siswa
4. Langkah 4 : Guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata, maupun susku
kata dengan huruf
5. Langkah 5 : Guru membuat formatif

Dalam pembelajaran membaca, guru dapat memilih wacana-wacana yang


memudahkan penanaman nilai-nilai keindonesiaan pada anak didik, misalnya wacana
yang berkaitan dengan tokoh nasional, kepahlawanan, kenusantaraan, dan
kepariwisataan. Selain itu melalui pembelajaran membaca, guru dapat
mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.
Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang
mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permualaan benar-
benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap
membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan
membaca yang memadai.

E. Proses Menulis di Kelas Rendah


Langkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok,
yakni :

1. Pengenalan Huruf

Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran membaca


permulaan.Fungsi pegenalan ini dimaksudkan untuk melatih indera siswa dalam
mengenal dan membeda-bedakan bentuk dan lambang-lambang tulisan.Misalnya guru
hendak mengenalkan huruf a, i, dan n. Langkah-langkah yang ditempuh adalah
sebagai berikut:

9
a. Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-
laki. Dua anak tersebut diberi nama "nana" dan "nani".
b. Guru mengenalkan nama kedua anak itu sambil menunjuk tulisan "nani" dan
"nana" yang tertera di bawah masing-masing gambar.
c. Melalui proses tanya-jawab secara berulang-ulang, anak diminta menunjukkan
mana "nani" dan mana "nana" sambil diminta menunjuk bentuk tulisannya.
d. Selanjutnya, guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut
di papan tulis, dan anak diminta untuk memerhatikannya. Guru hendaknya
menulis secara perlahan-lahan, dan anak diminta untuk memperhatikan
gerakan-gerakan tangan, serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang
sedang ditulis guru.
e. Setiap tulisan itu kemudian dianalisis dan disintesiskan kembali.

2. Latihan

Ada beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan, antara
lain berikut ini.

a. Latihan memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar.
Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis,
agar tidak mudah bergeser. Pensil diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk.
Ujung jari telunjuk, dan jari tengah menekan pensil dengan luwes dan tidak
kaku. Posisi badan ketika duduk hendaknya tegak, dada tidak menempel pada
meja, jarak antara mata dengan buku kira-kira 25-30cm.
b. Latihan gerakan tangan. Mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan
telunjuk sendiri, atau dengan bantuan alat seperti pensil. Kemudian
dilanjutkan dengan latihan dalam buku latihan. Agar kegiatan ini menarik,
sebaiknya disertai dengan kegiatan bercerita. Misalnya, untuk melatih
membuat garis lurus, guru dapat bercerita yang ada kaitannya dengan pagar,
bulatan dengan telur, dan sebagainya.
c. Latihan mengeblat, yakni menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan
menindas tulisan yang sudah ada. Ada beberapa cara mengeblat yang bisa
dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan karbon, menggunakan
kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Sebelum anak melakukan
kegiatan ini, guru hendaknya memberi contoh cara menulis dengan benar di

10
papan tulis, kemudian anak menirukan gerakan tersebut dengan telunjuknya
di udara. Setelah itu, barulah kegiatan mengeblat dimulai. Pengawasan dan
bimbingan harus dilakukan secara individual sampai seluruh anak
terperhatikan.
d. Latihan menghubung-hubungkan tanda titik yang membentuk tulisan.
Latihan dapat dilakukan pada buku-buku yang secara khusus menyajikan
latihan semacam ini.
e. Latihan menatap bentuk tulisan. Latihan ini dimaksudkan untuk melatih
koordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak ketika menulis, sehingga
anak dapat mengingat bentuk kata/huruf dalam benaknya, dan
memindahkannya ke jemari tangannya. Dengan demikian, gambaran kata
yang hendak ditulis tergores dalam ingatan dan pikiran siswa pada saat dia
menuliskannya.
f. Latihan menyalin, baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada
papan tulis. Latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan bahwa
semua anak telah mengenal huruf dengan baik. Ada beragam model variasi
latihan menyalin. Di antaranya menyalin tulisan apa adanya sesuai dengan
sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara berbeda, misalnya dari huruf
cetak ke huruf tegak sambung. Atau sebaliknya dari huruf bersambung ke
huruf cetak.
g. Latihan menulis halus/indah. Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan
buku bergaris untuk latihan menulis atau buku otak. Ada petunjuk berharga
yang dapat anda ikuti, jika murid-murid anda tidak memiliki fasilitas seperti
itu. Perhatikan petunjuk berikut denga cermat.
i. Untuk tulisan/huruf cetak, bagilah setiap baris halaman buku menjadi
dua.
ii. Untuk tulisan tegak bersambung, bagilah setiap baris halaman menjadi
tiga.
h. Latihan dikte/imla. Latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa dalam
mengoordinasikan ucapan, pendengaran, igatan, dan jari-jarinya (ketika
menulis), sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar, diingat, dan
dipindahkan.
i. Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku kata, atau kata) yang
secara sengaja dihilangkan. Melengkapi tulisan dapat berupa :

11
1) Melengkapi huruf

2) Melengkapi suku kata

3) Melengkapi kata

j. Menuliskan nama benda yang terdapat dalam gambar.


k. Mengarang sederhana dengan bantuan gambar. Dengan langkahsebagai
berikut.
1) Guru menunjukkan suatu susunan gambar berseri.
2) Guru bercerita dan bertanya-jawab tentang tema, isi, dan maksud
gambar.
3) Siswa diberi tugas untuk menulis karangan sederhana, sesuai dengan
penafsirannya mengenai gambar tadi, atau sesuai dengan cerita
gurunya dengan menggunakan kata-kata sendiri.

12
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang di tulis.
Membaca merupakan kegiatan yang membutuhkan keseimbangan yang baik, dimulai dari
mulai gerakan mata dan pemantapan pemikiran serta kemampuan untuk menerima informasi
dan menelaah informasi tersebut.
MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan
membaca dan menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat anak-anakmulai memasuki
bangku sekolah.Pada tahap awal anak memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar,
MMP merupakan menu utama.
Menurut (Alhkadiah,1992 : 32-34), metode membaca dan menulis permulaan
diuraikan sebagai berikut : (1) metode eja abjad (2) metode eja bunyi rangkai suku (3)
metode kata lembaga (4) metode global dan (5) metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS).

B.  Saran
Dalam makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi
bentuk maupun dari segi isi. Kami menyarankan pembaca agar ikut peduli mengetahui sejauh
mana pembaca mempelajari tentang “Membaca, Menulis Permulaan”. Makalah ini dapat
membantu pembaca dalam meningkatkan pengetahuan tentang Membaca, Menulis
Permulaan.

13
DAFTAR RUJUKAN

Halimah, Andi. 2014. Metode Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan di


SD/MI. Jurnal Aladuna, 1 (2), 190-200.

Hasanudin, Cahyo. 2016. Pembelajaran Membaca Permulaan Dengan Menggunakan


Media Aplikasi Bamboo Media GM Games APPS Pintar Membaca Sebagai
Upaya Pembentukan Karakter Siswa SD Menghadapi MEA. Jurnal Pedagogia, 5
(1), 1-12.

Phajane, Hellen Masello. 2014. Introducing Beginning Reading Using


Phonics Approach. Mediterranean. Journal of Social Sciences, 5 (10), 477-483.

Slamet, St. Y. 2014. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diKelas Rendah dan


Kelas Tinggi. Surakarta : UNS Press.

Zuchdi, Darmiati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
diKelas Rendah. Jakarta : Depdikbud.

14

Anda mungkin juga menyukai