Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Belajar

Setiap manusia tentunya mengalami proses belajar dalam hidupnya, baik

yang disajikan secara formal disekolah-sekolah maupun non formal diluar

sekolah. Tugas utama seorang siswa adalah belajar. Menurut Slameto (2010:2)

menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sabagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku

siswa, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya, menurut Slameto

(2010:54) faktor yang mempengaruhi belajar dapa digolongkan menjadi dua

golongan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor

faktor yang ada dalam diri subjek belajar diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu

faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor

yang ada dari luar subjek belajar diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu faktor

keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Menurut Dimyati (2006:17-18) belajar adalah hal yang kompleks.

Kompleksitas hal tersebut dapat dipandang dari dua aspek, yaitu dari siswa dan

dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami

proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru proses belajar

tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal.

15
16

Belajar menurut Yatim Riyanto (2010:6) adalah suatu proses untuk

mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetap juga meliputi

fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berfikir, sehingga dapat

menghasilkan perbaikan formasi.

Berdasarkan pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan dan kepribadian

manusia yang terjadi secara terus menerus yang dapat ditunjukkan dalam bentuk

pengetahuan, sikap, kemampuan, dan pemahaman yang diperoleh dari lingkungan

sekitar.

2.2 Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan

sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pemahaman

hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha

sadar dari seorang guru dalam mengajari siswanya (mengarahkan interaksi siswa

dengan sumber belajar lainnya). Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran

merupakan saling interaksi antara dua arah dari seorang guru dan siswa, dimana

antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah pada suatu target yang

telah ditetapkan sebelumnya (Trianto 2010:17).

Menurut Natuna (2006:127) pembelajaran adalah upaya pendidik untuk

membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran sebagai proses

belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang
17

dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan

kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan

penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran. Jadi belajar dan

pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan

menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri,

tetapi dikontruksikan dalam diri individu siswa.

Konsep pembelajaran menurut Corey (Hamalik, 2003:127) adalah suatu

proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi

khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran

merupakan subset khusus dari pendidikan.

Jadi proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan

siswa untuk menguasai berbagai dan mengolah informasi agar dapat

mengembangkan kreatifitas berpikir, meningkatkan penguasaan yang baik

terhadap materi pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para-para

perancangan pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas

belajar mengajar (Soekanto dalam Trianto, 2009:22). Selanjutnya menurut

Arends (dalam Suprijono, 2009:46) “model pembelajaran mengacu pada


18

pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”.

Menurut Sanjaya (2013:242) pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu

antara empat sampai 6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan

akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Setiap

kelompok akan memperoleh penghargaan (reward). Sedangkan menurut Hamdani

(2011:30) model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa

dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif sebagai mana

dikemukakan oleh Slavin dalam Hamdani (2011:32) yaitu :

1. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok menggunakan tujuan

kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan

diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan.

Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai

anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antara personal yang

saling mendukung, membantu, dan peduli.

2. Pertanggung jawaban individu, keberhasilan setiap kelompok bergantung

pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggung

jawaban tersebut menitik beratkan aktivitas anggota kelompok yang saling

membantu dalam belajar. Adanya pertanggung jawaban secara individu juga

menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas

lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.


19

3. Kesempatan yang sama untuk keberhasilan, pembelajaran kooperatif

menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan

berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.

Dengan menggunakan metode skorsing ini siswa yang berprestasi rendah,

sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan

melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Menurut Trianto (2011:58), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa dan

memfasilitasi siswa. Pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

dalam kelompok,serta memberikan kesempatan para siswa untuk memberikan

interaksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakang. Ibrahim

dalam Trianto (2011), mengemukakan bahwa belajar kooperatif dapat

mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar

siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Oleh karena itu,

model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk

memperbaiki proses pembelajaran yang telah berlangsung selama ini karena

didalam pembelajaran kooperatif terdapat unsur-unsur yang diperlukan dalam

upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran sehingga diharapkan

akan terjadi pula peningkatan hasil belajar siswa.


20

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted

Individualization)

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini merupakan strategi

pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada dasarnya siswa memasuki kelas

dengan berbekal pengetahuan,keterampilan-keterampilan dan motivasi yang

berbeda, sehingga ketika guru menyampaikan satu materi pelajaran dalam kelas

yang beraga, pengetahuannya, kemungkinan beberapa siswa tidak mempunyai

keterampilan-keterampilan persyaratan untuk mempelajari materi tersebut.

Sedangkan siswa yang lain mungkin telah mengetahui materi tersebut dengan

cepat dan waktu yang tersisa akan terbuang percuma. Menurut Anita Lie

(2002:29) menyatakan bahwa pelaksanaan prosedur model cooperatif learning

dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki dasar pemikiran yaitu

untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan

dengan kemapuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa,TAI (team assisted

individualization) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam Model

pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assisted individualization) siswa

ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4-6 siswa) yang heterogen dan

selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang

memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para siswa dapat

meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi

(Suyitno, 2007:10).
21

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Robert E

Slavin dalam karyanya cooperatif learning, theory, and practice. Slavin

(2009:187) memberikan penjelasan bahwa dasar pemikiran dibalik individualisasi

pembelajaran adalah bahwa para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan,

kemampuan dan motivasi yang beragam. Pembelajaran kooperatif tipe TAI juga

melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik, sehingga ditemukan pengaruh

positif pada hubungan dan sikap terhadap siswa yang terlambat secara akademis.

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikombinasikan keunggulan model

pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran individual. Model pembelajaran

ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual, oleh

karena itu kegiatan pembelajaran lebih banyak digunakan untuk pemecahan

masalah. Ciri khas dari pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah: setiap siswa

secara individual belajar model pembelajaran yang sudah disiapkan oleh guru.

Hasil belajar individual dibawa kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan

saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung

jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assisted individualization)

ini memiliki delapan komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Teams

Tiap siswa ditempatkan dalam kelompok secara heterogen yang beranggota

5-6 orang siswa. Kelompok dibagikan berdasarkan nilai siswa. Fungsi kelompok

adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok ikut belajar, dapat

bekerja sama dengan teman yang lain saling membantu dan memberi motivasi
22

terhadap teman kelompoknya yang kurang memahami materi yang telah

dipelajari, bahkan mengajarkan siswa untuk saling mengenal satu sama lain dan

tidak pada kelompok yang itu-itu saja. Kelompok mempersiapkan anggotanya

untuk mengerjakan tes dengan baik.

2. Placement Test

Para siswa diberi pretes pada permulaan pelajaran, soal yang diberikan

berkenaan dengan materi yang telah diajarkan. Hal ini dianggap perlu untuk

mengetahui kemampuan awal siswa yang bertujuan melihat kesiapan dan

kelemahan siswa pada bidang tertentu dan memudahkan guru dalam memberikan

bantuan jika dieprlukan. Pretes ini dilakukan sebelum pembentukan kelompok,

sehingga pretes yang diberikan secara individu dapat melihat kemampuan dari

masing-masing siswa, sebelum menerima bantuan dari kelompoknya.

3. Teaching Group

Pada saat guru memulai materi baru, guru menjelaskan materi secara garis

besar nya saja selama 10-15 menit secara klasifikal kepada siswa. Maksudnya

dengan tahapan ini adalah untuk memperkenalkan konsep-konsep pembelajaran

utama kepada siswa.

4. Team Study

Setelah pembentukan kelompok semua siswa berdiskusi sesuai dengan

materi pelajaran dan kelompoknya masing-masing, kemudian guru membantu

siswa diluar bantuan kelompoknya secara individual jika diperlukan. Setelah itu

siswa mempresentasikan hasil diskusi bersama kelompoknya dan kelompok lain

ikut berpartisipasi atau dapat memberikan tanggapan selama berlangsungnya


23

diskusi. Setelah diskusi selesai siswa bersama guru membuat kesimpulan atas

materi pelajaran yang telah dipelajari dan didiskusikan.

5. Fast Test

Guru mengadakan tes fakta secara lisan kepada siswa yang ditunjuk guru.

Hal ini bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajarnya selama dalam

kelompoknya.

6. Team Scorest

Guru memberikan skor terhadap kinerja kelompok dan memberikan

penghargaan terhadap kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam

menyelesaikan tugas.

7. Whole class unit

Setelah suatu pokok bahasan selesai, guru menghentikan program individual

dan guru menjelaskan materi pelajaran yang tidak dipahami siswa. Kemudian

guru menjelaskan apa materi secara singkat yang tidak dipahami oleh siswa untuk

membaca materi yang akan dipelajari untuk pertemuan selanjutnya.

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (team assisted

individualization)

Fase Tingkah Laku Guru


Fase1:Menyampaikan Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang
tujuan dan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
memotivasi siswa siswa belajar.
Fase 2: Menyajikan Guru menyajikan materi pembelajaran atau memberikan
informasi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi
pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan
oleh guru.
24

Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa


untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
Fase 3 Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa dengan
Pembentukan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang,
kelompok dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari
ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap
mengutamakan kesetaraan jender
Fase 4 Guru memberi tugas kepada siswa untuk diselesaikan
Membimbing secara individu. Siswa bekerja secara individual, namun
kelompok bekerja dan tetap dalam kelompoknya. (langkah 1 pada tipe TAI)
belajar Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam
kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota
kelompok saling memeriksa jawaban teman satu
kelompok (langkah 2 pada tipe TAI).
Guru memfasilitasi siswa dalam mebuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi
pembelajaran yang telah dipelajari.
Fase 5 Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual
Evaluasi (langkah 3 pada tipe TAI)

Fase 6 Guru memberikan penghargaan pada kelompok


Memberikan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
penghargaan individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini) .

Menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assisted

individualization) memiliki kelebihan dan kelemahan yaitu sebagai berikut:

A. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (team assisted

individualization)

1. Guru terlibat minimal dalam pengaturan dan pengecekan siswa


25

2. Siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain

3. Mengurangi konflik antar pribadi

4. Sangat membantu siswa yang berkemampuan lemah

5. Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa

6. Meningkatkan hasil belajar

B. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (team assisted

individualization)

1. Pada awal menerapkan metode ini dalam membentuk kelompok

mengalami kesulitan dalam mengatur siswa untuk duduk sesuai

kelompok.

2. Siswa yang tergolong cepat dalam menerima pelajaran menjadi terlambat

untuk meneruskan materi pelajaran selanjutnya, karena membantu siswa

yang berkemampuan lemah dalam kelompoknya.

3. Guru sulit dalam menyelesaikan bahan pelajaran, karena tingkat

kemampuan siswa yang berbeda-beda.

Cara mengatasi kelemahan dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI (team

assisted individualization) yaitu dengan memberikan tanggung jawab dan

kepercayaan kepada siswa yang tergolong pandai dalam kelompoknya untuk

memberikan bantuan kepada siswa yang kemampuannya lemah pada materi

pelajaran tersebut.
26

2.5 Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament)

Menurut Slavin (2010:163) “pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah

model pembelajaran yang terdiri dari permainan berupa pertandingan akademik,

dimana para murid-muridnya bersaing sebagai perwakilan dari tim mereka dengan

anggota-anggota dari tim lainnya dimana pada penampilan akademik

sebelumnya”. Pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams games tournament) dapat

meningkatkan partisipasi dan keaktifan dalam kelas. Dalam pembelajaran

kooperatif tipe TGT (teams games tournament) merupakan salah satu alternatif

tepat yang dapat diterapkan kepada siswa pada suatu kelompok dalam memahami

materi pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams games tournament) pada

mata pelajaran akuntansi lebih baik diterapkan karena dengan adanya turnamen

atau game dalam pembelajaraan kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan

semangat dan keaktifan siswa.

Menurut Slavin (2010:166) dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT,

terdapat lima komponen yaitu: presentase dikelas, tim, game, turnamen dan

rekognisi tim.

1. Presentasi di kelas

Bahan atau materi dalam TGT pada awal pembelajaran diperkenalkan dalam

presentasi kelas dengan pembelajaran langsung. Presentasi di kelas yang bertujuan

untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari

dengan cara menyajikan materi pokok melalui demontrasi, tanya jawab dengan

alat peraga bila diperlukan yang dipimpin oleh guru. Presentasi dikelas berbeda
27

dari mengajar biasanya yang hanya fokus pada unit TGT. Setiap anggota

kelompok menyadari mereka harus memperhatikan dengan seksama selama

presentasi dikelas, karena dengan memperhatikan akan dapat membantu mereka

dalam menjawab soal secara baik dan nilai mereka menentukan nilai kelompok

mereka.

2. Tim

Pada pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams games tournament), kelas

dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang anggota tim

dengan kelompok yang berbeda (heterogen). Anggota tim menggunakan lembar

kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi

pembelajarannya dan belajar lebih khusus lagi dalam kelompoknya untuk

menyiapkan anggotanya supaya dapat mempelajari modul dan mengerjakan soal

dalam pertandingan dengan baik dan melakukan yang terbaik untuk tim mereka

melalui meja pertandingan.

3. Game

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang

dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi

dikelas dan pelaksnaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas meja dengan

beberapa orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda.

Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada

lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus

menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah
28

aturan menjelaskan bahwa para pemain dapat saling menentang jawaban masing-

masing.

4. Turnamen

Turnamen adalah struktur yang permainannya menggunakan tempat

biasanya dilakukan diakhrir minggu atau akhir sub bab, setelah guru membuat

presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar

kegiatan. Di awal pertandingan, diumumkan penempatan meja bagi setiap siswa.

Pada setiap meja diberi kode huruf sebagai kode meja sehingga siswa tidah tahu

mana meja yang “tinggi” dan mana yang “rendah” tingkatannya. Beberapa siswa

diminta untuk mengatur meja pertandingan dan membagikan kelengkapan

pertandingan yaitu satu lembar pertanyaan bernomor, satu lembar kunci jawaban

bernomor, satu set kertu bernomor sesuai dengan jumlah siswa dan satu lembar

pencatatan skor. Setelah kelengkapan dibagikan pertandingan dapat dimulai.

Pertandingan ini yaitu kompetensi pada meja turnamen pertandingan yang mana

dapat dilihat digambar.


29

Gambar 2.1
Penempatan Siswa Dalam Kelompok di Meja Pertandingan

Team A

1-A 1-B 1-C 1-D

Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen A Turnamen B Turnamen C Turnamen D

2-A 2-B 2-C 2-D 3-A 3-B 3-C 3-D

Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

Team B Team C

Dari gambar di atas dapat diperoleh gambaran bahwa meja turnamen A diisi

oleh wakil-wakil kelompok dengan kemampuan tinggi, kemudian diikuti oleh

meja turnamen B, meja turnamen C, dan meja turnamen D yang rendah tingkat

akademiknya.

Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan

pembaca yang pertama,yaitu siswa yang menarik nomor tertinggi. Permainan

berlangsung sesuai waktu di mulai dari pembaca pertama.

Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Lalu

membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada
30

kartu, termasuk pilihan jawabannya diperbolehkan menebak tanpa dikenai sanksi.

Jika konten dari permainan tersebut melibatkan permasalahan, semua siswa

(bukan hanya si pembaca) harus mengerjakan permasalahan tersebut supaya

mereka siap untuk ditantang. Setelah si pembaca memberikan jawaban, siswa

yang ada disebelah kanan atau kirinya (penantang I) punya opsi untuk menantang

dan memberikan jawaban yang berbeda. Jika dia ingin melewatinya, atau bila

penantang kedua punya jawaban yang berbeda dengan dua peserta pertama, maka

penantang kedua boleh menantang. Akan tetapi, penantang harus hati-hati karena

mereka harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya kedalam

kotak (jika ada) apabila jawaban yang mereka barikan salah. Apabila semua

peserta punya jawaban, ditantang atau melewati pertanyaanya, penantang kedua

(atau peserta yang ada disebelah kanan pembaca) memeriksa jawaban dan

membacakan jawaban yang benar dengan keras. Si pemain yang memberikan

jawaban yang benar akan menyimpan kartunya. Jika kedua penantang

memberikan jawaban salah, dia harus mengembalikan kartu yang telah

dimenangkan (jika ada) kedalam boks.

Untuk ronde berikutnya semua pindah keposisi sebelah kiri, penantang

pertama menjadi penantang kedua, penantang kedua menjadi pembaca, dan

pembaca menjadi penantang pertama. Permainan dilanjutkan terus dan berakhir

apabila siswa telah mendapatkan giliran sebagai penantang I,penatang II, dan

pembaca. Ketika permainan berakhir, pemain mencatat nomor kartu-kartu yang

mereka menangkan dari lembar nilai permainan dikolom untuk permainan

(games1).
31

Semua siswa akan bermain dipermainan diwaktu yang sama. Ketika mereka

sedang bermain, guru berkeliling dari tim ke tim untuk menjawab pertanyaan dan

menyakinkan para siswa mengerti peraturan permainan. Sepuluh menit sebelum

periode berakhir, bacakan waktu habis dan biarkan siswa-siswa untuk mengerti

dan menghitung kartu mereka. Mereka akan memasukkan nama-nama mereka,

tim dan nilai dalam lembar permainan.

5. Penghargaan Kelompok (Rekognisi Tim)

Setelah turnamen selesai, tentukanlah skor tim dan persiapkan sertifikat atau

bentuk penghargaan lain seperti pemberian hadiah berupa benda kepada tim

peraih skor tertinggi. Untuk melakukan hal ini, pertama-tama periksalah poin-poin

turnamen yang ada pada lembar skor permainan. Lalu pindahkan poin-poin

turnamen dari tiap siswa tersebut kelembar rangkuman kelompok masing-masing.

Semua model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan,

salah satunya pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki beberapa kelebihan dan

kelemahan sebagai berikut (kurniatirahmah,2009)

1. Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TGT

a. Semua anggota kelompok memperoleh tugas

b. Siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan sosial

c. Ada interaksi langsung antara siswa dengan siswa lain dan guru

d. Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain

e. Meningkatkan kemampuan akademik siswa

f. Melatih siswa berani berbicara didepan kelas

g. Meningkatkan rasa persaudaraan


32

h. Merangsang siswa lebih percaya diri dalam proses belajar mengajar

i. Siswa mampu bekerjasama dalam belajar sehingga siswa lebih aktif

dalam proses belajar mengajar

2. Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe TGT

a. Jika ditinjau dari sarana kelas, untuk membentuk kelompok akan

kesulitan dalam mengangkat dan mengatur tempat duduk.

b. Guru dituntut untuk bekerja lebih cepat dalam menyelesaikan tugas

yang dilakukan antara lain mengoreksi pekerjaan siswa, menentukan

nilai perkembangan dan menentukan pembahasan kelompok.

c. Memerlukan waktu dan biaya yang banyak untuk mempersiapkan dan

kemudian melaksanakan pembelajaran kooperatif tersebut.

3. Cara mengatasi kelemahan dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT

a. Untuk mengatur tempat duduk bisa dilakukan dengan cara

menyampaikan kepada siswa diakhir pembelajaran bahwa untuk

pertemuan berikutnya diadakan turnamen, sebelum belajar siswa sudah

duduk berdasarkan kelompoknya masing-masing.

b. Pemberian penghargaan dapat berupa sertifikat atau barang yang

bermanfaat untuk siswa dan terjangkau harganya.

c. Perhitungan skor dapat dilakukan secara bersama-sama dengan siswa.


33

2.6 Penggunaan Modul

2.6.1 Pengertian Modul

Menurut Hamid Darmadi (2010:162) menjelaskan bahwa modul merupakan

paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang

direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik

dalam belajar. Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan

bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk

digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para

guru.

Menurut Nasution (2008:205) menyatakan bahwa modul adalah suatu unit

yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar

yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan

secara khusus dan jelas. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Roma Donal

(2015) “modul adalah suatu unit program pengajaran yang disusun dalam bentuk

tertentu untuk keperluan mengajar”.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa modul adalah suatu

paket pembelajaran yang berisi rangkaian materi pelajaran yang disusun secara

lengkap dan sistematis. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa mendapatkan

modul yang digunakan sebagai media pembelajaran agar siswa dapat belajar

secara lebih terarah dan lebih bermakna. Modul dibuat agar siswa dapat

menggunakan secara mandiri, belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing

agar efektif dan efisien.


34

Unsur-unsur modul pembelajaran menurut Made Wena (2009:230) adalah

sebagai berikut :

a. Modul merupakan seperangkat pengalaman belajar yang berdiri sendiri.

b. Modul dimaksudkan untuk mempermudah siswa mencapai seperangkat

tujuan yang ditetapkan.

c. Modul merupakan unit-unit yang berhubungan satu dengan yang lain

secara hierarkis.

Menurut Russel dalam Made Wena (2009: 230) Karakteristik modul antara

lain:

a. Self contain

Pengajaran modul menggunakan paket pelajaran yang memuat satu konsep

bahan pelajaran. Pendekatan yang digunakan adalah pengalaman belajar siswa

melalui berbagai macam penginderaan, melalui pengalaman mana siswa terlibat

secara aktif belajar.

b. Berstandar pada perbedaan individu

Pembelajaran modul sesuai untuk menanggapi perbedaan individual siswa,

karena modul disusun untuk diselesaikan oleh siswa secara perorangan.

c. Adanya asosiasi

Proses asosiasi terjadi karena dengan modul siswa dapat membaca teks dan

melihat diagram-diagram dari buku modulnya.


35

d. Pemakaian bermacam-macam media

Pembelajaran dengan modul memungkinkan digunakannya berbagai macam

media pembelajaran, karena karakteristik siswa berbeda-beda terhadap

kepekaannya terhadap media.

e. Partisipasi aktif siswa

Modul disusun sedemikian rupa sehingga materi pembelajaran dalam modul

tersebut bersifat self instructional, sehingga akan terjadi keaktifan belajar yang

tinggi.

f. Penguatan langsung

Penguatan diberikan kepada siswa yang mendapat jawaban benar, dan

mendapat koreksi langsung atas kesalahan jawaban yang dilakukan.

g. Pengawasan strategi evaluasi

Dengan hasil evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan siswa terhadap

materi yang telah dipelajarinya.

Beberapa keunggulan yang diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara

lain:

a. Motivasi siswa dipertinggi karena setiap kali siswa mengerjakan tugas

pelajaran dibatasi dengan jelas dang sesuai dengan kemampuannya.

b. Sesudah pelajaran selesai guru dan siswa mengetahui benar siswa yang

berhasil dengan baik dan mana yang kurang berhasil.


36

2.6.2 Kelemahan Pembelajaran dengan Modul

Belajar dengan menggunakan modul juga sering disebut dengan belajar

mandiri. Kegiatan belajar mandiri ini mempunyai kekurangan-kekurangan sebagai

berikut :

a. Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.

b. Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki

oleh siswa pada umumnya dan siswa yang belum matang pada

khususnya.

c. Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus

menerus memantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan

konsultasi secara individu setiap waktu siswa membutuhkan.

2.6.3 Kelebihan Pembelajaran dengan Modul

Belajar menggunakan modul sangat banyak manfaatnya, siswa dapat

bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran dengan

modul sangat menghargai perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai

dengan tingkat kemampuannya, pembelajaran semakin efektif dan efisien.

a. Motivasi siswa dipertinggi karena setiap kali siswa mengerjakan tugas

pelajaran dibatasi dengan jelas dan yang sesuai dengan kemampuannya.

b. Sesudah pelajaran selesai guru dan siswa mengetahui benar siswa yang

berhasil dengan baik dan mana yang kurang berhasil.

c. Siswa mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuannya.

d. Beban belajar terbagi merata sepanjang semester.


37

e. Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut

jenjang akademik.

2.7 Hasil Belajar

Keberhasilan belajar dapat dilihat dan diketahui berdasarkan perubahan

perilaku setelah diadakan kegiatan belajar. Berkaitan dengan proses belajar dan

pembelajaran, maka siswa akan memperoleh hasil belajar yang dapat dari

pengalaman melalui proses pembelajaran. Hasil belajar siswa adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya

(Sudjana, 2009:22). Hasil tersebut tergantung bagaimansa usaha yang

dilakukannya. Jika usaha yang telah dilakukan dengan baik maka hasil yang

didapat pasti akan baik. Begitu juga sebaliknya jika usaha yang dilakukan tidak

baik maka hasil yang didapat pasti kurang baik. Menurut Usman (2005:11)

dengan hasil belajar guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,

penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau efektif metode belajar.

Menurut Hamalik (2010:155) menyatakan bahwa “hasil belajar sebagai

terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur

dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan”. Hal ini senada

juga dengan pendapat Sanjaya (2013:111) tingkah laku sebagai hasil belajar itu

dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau

yang dapat ditampilkan melalui performance siswa. Istilah-istilah tingkah laku

yang dapat diukur sehingga menggambarkan indikator hasil belajar itu


38

diantaranya: mengidentifikasi, menyebutkan, menyusun, menjelaskan, mengatur

dan membedakan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:250), hasil belajar merupakan hasil

proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Hasil belajar juga

merupakan hasil proses belajar, atau proses pembelajaran. Pelaku aktif

pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan hal yang

dapat dipandang dari sisi. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar maka dapat

diartikan hasil belajar adalah kompetensi yang dicapai atau yang dimiliki siswa

dalam bentuk angka-angka atau skor dari hasil tes setelah melakukan kegiatan

belajar. Hasil belajar yang dicapai antara siswa yang satu dengan siswa yang

lainnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut dikarenakan faktor-faktor yang

melingkupi proses belajar tiap-tiap siswa berbeda pula. Keberhasilan belajar dapat

dilihat dari perubahan tingkah laku, pencapain tujuan, penguasaan siswa terhadap

materi, sikap dan keterampilan.

2.8 Hasil Penelitian Relevan

Hasil penelitian yang relevan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan

dijelaskan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Astuti (2015)

diketahui bahwa “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Team

Assisted Individualization (TAI) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar


39

Ekonomi Siswa Kelas XI IPS-A SMA NEGERI 1 Tapung Hulu” dengan

penelitian ini mencapai keberhasilan sebesar 93,75% sehingga

penerapan model ini dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan

siswa dengan kategori baik, sehingga metode ini dapat dikatakan sangat

efektif.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli Lasmini (2105)

diketahui bahwa “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (teams

games tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Ekonomi Di Kelas XI IPS2 SMA Serirama YLPI Pekanbaru” ,

hasil dari penelitian ini adalah persentase aktivitas siswa dan guru dan

siswa mengalami peningkatan. Untuk aktivitas siswa pada pertemuan

pertama 48,14%, pertemuan kedua 48,14%, pertemuan keempat 93,75%,

pertemuan kelima 100%, sedangkan untuk aktivitas guru pertemuan

pertama 70%, pertemuan kedua 70%, pertemuan keempat 84%,

pertemuan kelima 100%. Begitu juga hasil belajar siswa juga mengalami

peningkatan baik dari persentase ketuntasan belajar maupun dari daya

serap. Pada siklus-I persentase ketuntasan secara klasikal adalah 48,14%

dengan daya serap 77,15% sedangkan pada siklus-II persentase

ketuntasan belajar klasikalnya 92,59% dengan daya serap 84,00%.

3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roma Donal Fitrah

(2015) diketahui bahwa “Pengaruh Penggunaan Modul Pembelajaran

Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di

Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekanbaru”, pada hasil penelitian ini maka


40

dapat disimpulkan yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil

belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi di MAN 1 Pekanbaru pada

post test kelas kontrol dengan post test kelas eksperimen. Dengan to=-

7,730 berarti lebih besar dari pada tt tanda matematika (minus) dalam hal

ini diabaikan pada taraf signifikan 5% maupun pada taraf signifikan 1%

(2,07 < 7,730 > 2,81) yang berarti hipotesis nihil diterima. Maka dapat

disimpulkan bahwa antara skor post test kelas kontrol dan post test kelas

eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan.

4. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herlina Permatasari

(2012) diketahui bahwa “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

TAI (team assisted individualization) Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI AK 1 SMK Abdi Negara Muntilan

Tahun Ajaran 2012/2013”, pada hasil penelitian ini maka dapat

disimpulkan yaitu berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

diperoleh peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif, ranah efektif,

dan ranah psikomotor. Pada siklus 1, rata-rata hasil belajar siswa pada

ranah kognitif meningkat sebesar 21,2 dengan rata-rata nilai pretest

68,62 dan postest 89,82 serta diperoleh persentase ketuntasan klasikal

93,11%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assisted individualization) dapat

meningkatkan hasil belajar akuntansi siswa kelas XI AK 1 SMK Abdi

Negara Muntilan tahun ajaran 2012/2013.


41

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu sama-sama

menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk menunjang keberhasilan

belajar siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yakni pada

penelitian ini menggabungkan dua metode pembelajaran yaitu metode TGT

(teams games tournament) dalam TAI (team assisted individualization) dan

menggunakan media pembelajaran yaitu modul sebagai penunjang proses belajar

mengajar. Sedangkan penelitian terdahulu hanya menggunakan satu model

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar.

2.9 Penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe TGT (teams games

tournament) dalam Metode TAI (team assisted individualization) dengan

Modul serta Pengaruhnya terhadap hasil belajar.

Secara psikologis keadaan intelegensi atau kecerdasan setiap individu akan

berhasil apabila didukung oleh perkembangan intelektual yang baik dari setiap

siswa. Intelegensi dapat berkembang dengan baik apabila dalam proses belajar

mengajar benyak terjadi hubungan stimulus dan respon.

Salah satu faktor yang sangat penting untuk mengantarkan siswa mencapai

taraf penguasaan penuh dalam proses belajar mengajar adalah mutu mengajar

yang dilakukan guru. Jadi seorang guru harus berusaha menggunakan metode

belajar yang bervariasi, alat pengajaran dan sumber pengajaran yang khusus bagi

siswa sehingga perbedaan individual dapat disesuaikan dengan metode mengajar

atau kegiatan belajar. Oleh karena itu, guru dituntut agar perbedaan individual
42

tersebut harus dipertimbangkan dalam strategi mengajar tiap anak berkembang

sepenuhnya serta menguasai bahan ajar secara tuntas.

Kemp dalam Sanjaya (2008:294) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar

tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Menurut Sanjaya

(2013:293) metode merupakan upaya mengimplementasikan rencana yang sudah

disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara

optimal, ini berarti metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah

ditetapkan. Dengan demikian bisa terjadi satu strategi pembelajaran digunakan

beberapa metode.

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi hasil belajar siswa. Model pembelajaran adalah salah satu cara

yang dipergunakan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa dengan

maksud untuk mencapai tujuan belajar yang disepakati. Model pembelajaran juga

dapat memacu proses pembelajaran untuk selalu menerapkan pengajaran antara

guru dengan siswa secara dua arah. Dengan mengajak, merangsang, dan memberi

kesempatan kepada siswa untuk ikut serta mengemukakan pendapat, belajar

mengambil keputusan, bekerja dalam kelompok, membuat laporan, dan

sebagainya, berarti guru membawa siswa pada suasana belajar yang

sesungguhnya.

Menurut Djamarah dan Zain (2006:3), penggunaan metode gabungan

dimaksudkan untuk menggairahkan belajar anak didik. Dengan bergairahnya

belajar anak didik tidak sukar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karena bukan
43

hanya guru yang memaksa anak didik untuk mencapai tujuan, tetapi anak didiklah

dengan sadar untuk mencapai tujuan.

Dalam penelitian ini strategi yang digunakan adalah menggabungkan dua

metode pembelajaran yang berbeda yaitu model pembelajaraan kooperatif tipe

TGT (teams games tournament) dalam metode TAI (team assisted

individualization) dengan menggunakan modul. Ini adalah salah satu strategi

yang digunakan agar siswa aktif, termotivasi, saling menghargai, serta

menghormati sesama anggota, memberikan dorongan yang besar bagi para siswa

untuk belajar menghargai pendapat-pendapat dan kemampuan orang lain. Dengan

penggabungan metode ini siswa juga akan memiliki kesempatan berinteraksi

dengan kelompok lain, tidak hanya dengan kelompoknya sendiri namun dapat

membandingkan hasil kerja sama mereka sehingga proses pembelajaran dapat

berjalan dengan efektif. Selain itu dengan diterapkannya metode ini rasa tanggung

jawab siswa akan semakin besar terhadap diri sendiri dan anggota kelompoknya.

Pada awal pembelajaran proses belajar mengajar menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assisted individualization) dan

menggunakan metode TGT (team games tournament) sebagai tahap evaluasi.

Tahap evaluasi dilakukan diakhir pertemuan atau diakhir sub bab melalui

pelaksanaan turnamen. Menurut Zainal Arifin (2009:68) menyatakan bahwa

“evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan

pembelajaran hanya dapat diketahui melalui evaluasi”. Melalui evaluasi, seorang

guru dapat mengetahui tingkat kemampuan siswa, baik secara kelompok maupun

perorangan. Guru juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar siswa,
44

baik yang menyangkut domain kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada

akhirnya guru akan memperoleh gambaran tentang keektifan metode TGT (teams

games tournamen) dalam metode TAI (team assisted individualization) dalam

proses belajar mengajar.

2.10 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Metode TGT dalam Hasil Belajar siswa


TAI dengan Modul
(y)
(x)

Keterangan :

a. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams games tournament) dalam

metode TAI (team assisted individualization) dengan Modul sebagai

variabel (x) yaitu variabel bebas (independent).

b. Hasil belajar siswa sebagai variabel (y) yaitu variabel terikat (dependent).

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis berasal dari kata hypo yang artinya dibawah dan thesa yang

diartikan kebenaran. Menurut Arikunto (2002:64) Hipotesis dapat diartikan

sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

sampai terbukti melalui data yang terkumpul, setelah mendapatkan anggaran

dasar, maka membuat teori yang kebenarannya masih perlu diuji.


45

Berdasarkan kajian teori diatas dan kerangka berfikir tersebut diatas maka

hipotesis penelitian ini sebagai berikut, “terdapat pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (teams games tournament) dalam tipe TAI (team assisted

individualization) dengan Modul dan kelas kelas kontrol yang menggunakan

pembelajaran konvensional dengan Modul pada mata pelajaran Akuntansi dikelas

XI di SMK Perbankan Riau.

Anda mungkin juga menyukai