Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN TEORI

HASIL PENELITIAN RELEVAN DAN KERANGKA BERFIKIR

Dalam BAB II ini akan diuraikan tentang Kajian teori, temuan hasil penelitian yang
relevan, dan kerangka Berfikir sebagai acuan dan landasan untuk menunjukkan ketepatan
tentang tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam
penelitian.

A. Kajian Teori

1. Model Cooperative Learning

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 dinyatakan


bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami
hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran
yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran
yang matang oleh guru.

Isjoni (2010:11) dikemukakan bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan


oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.Tujuan pembelajaran
adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta
didik.

Istilah Cooperative Learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan


nama pembelajaran kooperatif.Menurut Johnson & Johnson ( Dalam Isjoni, 2010 )
dikemukakan cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke
dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan
maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.

13
13

14

Cooperative Learning berasal dari kata Cooperative yang artinya menngerjakan


sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu antara satu sama lain dalam satu
tim. ini sejalan dengan pengertian cooperative learning yang diungkapkan oleh Sadi
( 2009:10) dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu pembelajaran yang
dilaksanakan dalam suatu kelompok kecil dimana siswa bekerjasama untuk
mengoptimalkan dirinya dan anggota kelompoknya untuk belajar, sehingga terjadi
interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.

Anita Lie (2000) disebutkan Cooperative Learning; dengan istilah pembelajaran


gotong royong , yaitu system pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih
jauh di katakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu
kelompok atau suatu team yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai
tujuan yang sudah di tentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri
dari 4-6 orang saja.

Slavin (Dalam Isjoni, 2010) disebutkan Cooperative learning merupakan model


pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para
siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau
pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching).Dalam melakukan proses balajar mengajar
guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk
berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.

Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model


pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi
ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson ( Dalam Novi,2008) dikatakan bahwa
tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus
diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :

a). Saling ketergantungan positif,yaitu keberhasilan suatu karya sangat bergantung


pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif,
pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok
15

harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan
mereka.b). Tanggung jawab perseorangan.Jika tugas dan pola penilaian dibuat
menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif
dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok
bisa dilaksanakan.c). Tatap muka,dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap
kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan
interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.d). Komunikasi antar
anggota,unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung
pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka
untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok
juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan
pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa, e). Evaluasi proses
kelompok, Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya
bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran kooperatif


(Cooperative Learning) merupakan strategi yang menempatkan siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok yang beranggotakan 4 – 6 orang siswa dengan tingkat kemampuan
berbeda yang menekankan kerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.

Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning, berbeda dengan kelompok konvensional


yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada
kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga


tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu: a). Hasil
belajar akademik, dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial,
juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-
16

konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma
yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja
bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, b). Penerimaan terhadap perbedaan
individu,Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain, c). Pengembangan keterampilan social, Tujuan penting ketiga
pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat
ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

Ada banyak alasan mengapa Cooperative Lerning tersebut mampu memasuki


mainstream (Kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang
keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin
menyadari pentingnya para siswa berlatih berfikir, memecahkan masalah, serta
menggabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang pedekatan ini akan
berjalan baik di kelas yang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan
kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini. Karena dengan
mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang
kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang
lebih akan semakin terasah pemahamannya.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar
mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat
bekerjasama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli dengan orang
17

lain.Model pembelajaran ini telah terbukti digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan
berbagai usia.

2. Pembelajaran Discovery-Inquiry
a. Pengertian Pembelajaran Discovery-Inquiry
Metode Discovery-Inquiry sebenarnya merupakan dua metode yang masing-masing
berdiri sendiri, namun kalau dilihat dari fungsi pelaksanaannya kedua metode tersebut
saling mendukung. Schwab dalam bukunya yang dikutip Joyce, weil, dan Calhoun
(2000:163-163) dalam http://metodebelajar.com dikemukakan bahwa inti dari metode
Discovery-Inquiry adalah pencarian makna belajar. Individu yang belajar dimotivasi
untuk meningkatkan kompleksitas struktur intelektualnya agar dapat memproses suatu
informasi dan mencari secara kontinyu untuk membuat suatu perencanaan sehingga lebih
bermakna. Pembelajaran discovery (temuan) mengacu pada situasi pembelajaran, upaya
siswa mencapai tujuan pengajaran dengan bimbingan yang sangat terbatas atau tanpa
bimbingan sama sekali oleh guru.

Ditinjau dari arti katanya “ discover ” dapat diartikan menemukan dan “ discovery ”
adalah penemuan, sedangkan “ Inquire ” berarti menanyakan, meminta keterangan atau
menyelidiki dan “ Inquiry ” berarti penyelidikan.Jadi, metode Discovery-Inquiry disebut
sebagai metode penemuan.

Dalam hubungannya dengan metode discovery-inquiry, Robert B ( Dalam Ahmadi


dan Joko, 2005) dinyatakan bahwa discovery adalah proses mental, dimana anak didik
atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip. Pendapat itu sejalan dengan pendapat
Sund (Sudirman N, 1992 ),dinyatakan bahwa discovery adalah proses mental, dan dalam
proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.

Jadi, seorang siswa dikatakan melakukan “ discovery” bila anak terlihat


menggunakan proses mentalnya dalam usaha menemukan konsep-konsep atau prinsip-
prinsip.Proses-proses melalui mental yang dilakukan, misalnya mengamati,
menggolongkan, mengukur, menduga, dan mengambil kesimpulan.
18

Amin ( Dalam Sudirman N, 1992 ) dijelaskan bahwa pengajaran discovery harus


meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan
proses-proses discovery. Jadi berdasarkan penjelasan tersebut Inquiry dibentuk dan
meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu
perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara lebih dewasa. Sebagai
tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang
lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang
eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik
kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan
sebagainya.sehubungan dengan pengertian diatas tersebut maka pada pengajaran Inquiry ,
kegiatan belajar mengajarnya harus direncanakan agar siswa memperoleh pengalaman-
pengalaman sehingga berkesempatan untul mengalami proses-proses Inquiry.

Sund (dalam Trianto: 2007) menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari
inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih
mendalam. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari
atau memahami informasi. Gulo (dalam Trianto: 2007) menyatakan strategi inquiry
berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Menurut Thelen dalam Joyce, Weil, dan Calhoun (2000:46) bahwa metode inkuiri
berkonsentrasi pada upaya menilai dan mengamati proses pemberian perhatian pada suatu
obyek, berinteraksi dengan apa yang dirangsang oleh orang lain baik secara langsung
atau melalui tulisannya, merefleksi dan reorganisasi konsep dan sikap seperti yang
ditunjukkan dalam proses menarik kesimpulan, mengidentifikasi, pencarian baru,
mengambil tindakan, dan mengubahnya agar menghasilkan yang lebih baik. Jadi metode
inkuiri adalah suatu tindakan dalam mencari kebenaran, keterangan atau pengetahuan
tentang suatu hal untuk mendapatkan informasi atau pemahaman.

Menurut Sudjana(Dalam Sukadana, 2010:21), inquiry merupakan pendekatan


mengajar yang berusaha untuk meletakkan dasar dan mengembangkan cara Berfikir
19

ilmiah.Trowbidg dan Bybee (Dalam Fitriani,2008) dijelaskan bahwa pendekatan inquiri


adalah proses mendefinisikan masalah, menginventasikan masalah, memformulasikan
hipotesis, merancang experiment, megumpulkan data dan menggambarkan pemecahan
masalah.

Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan
pemahaman yang lebih baik dan akan lebih tertarik terhadap pelajaran jika mereka
dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” . Investigasi yang dilakukan oleh siswa
merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami
konsep-konsep dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini
bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut  (Blosser
dalam Sutrisno: 2008).

Metode discovery Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa
aktif, Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan
setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, Pengertian yang
ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan
atau ditransfer dalam situasi lain, Dengan menggunakan strategi penemuan, anak belajar
menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri, dengan
metode penemuan ini juga, anak belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan
probela yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.

Menurut Jones dalam bukunya yang dikutip oleh Soewarso( Dalam Fitriani, 2008:22)
dikatakan bahwa pendekatan inquiry adalah strategi mengajar yang memungkinkan
peserta didik mendapatkan jawabannya sendiri. Dari sini dapat dipetik suatu makna
bahwa kalau siswa telah belajar latihan inquiry maka dalam diri siswa itu terjadi suatu
keinginan untuk memecahkan masalah atau persoalan.Dalam system belajar mengajar ini,
guru tidak menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk final, melainkan anak didik diberi
peluang untuk mencari dan menemuakn sendiri dengan mempergunakan tehnik
pendekatan pemecahan masalah.Sistem belajar yang dikembangkan Bruner ini
menggunakan landasan pemikiran pendekatan belajar mengajar bahwa hasil belajar
20

dengan cara ini lebih mudah dihafal dan diingat, serta mudah ditransfer untuk
memecahkan masalah.Pengetahuan dan kecakapan siswa yang bersangkutan lebih jauh
dapat menumbuhkan motif intrinsic ( dorongan dari dalam) karena siswa merasa puas
atas pemikirannya sendiri.

Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-discovery


yang dapat diikuti sebagai berikut : 1) Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson yaitu,
Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan
bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa.2) Modified Discovery-
Inquiry yaitu, Guru hanya memberikan problema saja. Guru berperan sebagai
pendorong, nara sumber, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin
kelancaran proses belajar siswa. 3) Free Inquiry yaitu, dilakukan setelah siswa
mempelajarai dan mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah
memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta telah melakukan
modified discovery-inquiry. 4) Invitation Into Inquiry yaitu, Siswa dilibatkan dalam
proses pemecahan problema. 5) Inquiry Role Approach, merupakan kegiatan proses
belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri tas empat
anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. 6) Pictorial Riddle, pendekatan
dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk
mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok .7) Synectics
Lesson dimana pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pendekatan inquiry dan
discovery adalah untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan
fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah. Karena pada dasarnya secara intuitif
setiap individu cenderung melakukan kegiatan ilmiah (mencari tahu/memecahkan
masalah). Kemampuan tersebut dapat dilatih sehingga setiap individu kelak dapat
melakukan kegiatan ilmiahnya secara sadar (tidak intuitif lagi) dan dengan prosedur yang
benar.

Melaui pendekatan ini, guru dapat meyakinkan siswa bahwa ilmu bersifat tentatif dan
dinamis, karena ilmu berkembang terus menerus. Sesuatu yang saat ini diyakini benar,
kelak suatu saat belum tentu benar atau berubah. Disamping itu, siswa dilatih untuk dapat
menghargai alternatif-alternatif lain yang mungkin berbeda dengan yang telah ada
sebelumnya dan telah diyakini sebagai suatu kebenaran.  

Sehingga pada dasarnya Discovery –Inquiry dipandang perlu dikembangkan oleh


guru sekolah karena dalam kehidupan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
21

masyarakat kita banyak dihadapkan pada masalah yang harus dicarikan alternative
pemecahannya.Dengan demikian semenjak dini anak didik harus dilatih dalam
memecahkan masalah, menarik kesimpulan karena dengan demikian akan dapat
menumbuhkan rasa percaya diri siswa dan kemampuan berfikir siswa lebih diasah
sehingga dari sana akan dapat melatih dan menumbuhkan cara berfikir yang lebih
dewasa.

b. Prinsip dan Karakteristik Discocery-Inquiry

Dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran Discovery-inquiry sangat beragam,


tergantung pada situasi dan kondisi tiap-tiap sekolah, dibawah ini merupakan
karakteristik dari metode pembelajaran Discovery-inquiry :

1) Question.

Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing


rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Untuk
memudahkan proses ini, guru menanayakan kepada siswa mengenai hipotesis yang
memungkinkan. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan
dengan permasalahan yang diberi. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang
dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa.
Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus
dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai dengan Taxonomy
Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan
analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku
teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

2) Student Engangement.

Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan


sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan
jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah
buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan
22

pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah
investigasi.

3) Cooperative Interaction.

 Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan
mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi.
Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan
mungkin saja semua jawaban benar.

4) Performance Evaluation

Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah


produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang
sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster,
karangan, dan lain-lain.

5) Variety of Resources.

 Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks,


website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya untuk
memperluas referensi sehingga lebih banyak mempunyai informasi dan tidak hanya
terpaku pada satu buku panduan saja .

Jadi dapat ditarik suatu kesimpilan bahwa tujuan menggunakan metode inkuiri antara
lain untuk mengembangkan ketrampilan kognitif dalam penyelidikan dan memproses
data, mengembangkan logika untuk menyerap konsep-konsep yang berkualitas. Dan
Metode discovery adalah suatu prosedur pembelajaran yang menekankan pada belajar
mandiri, memanipulasi obyek, melakukan eksperimen atau penyelidikan dengan siswa-
siswa lain sebelum membuat generalisasi. Metode discovery memberikan kesempatan
secara luas kepada siswa dalam mencari, menemukan, dan merumuskan konsep-konsep
dari materi pembelajaran.
23

c. Keunggulan Discovery-Inquiry
Tidak semua metode pembelajaran cocok diterapkan pada setiap materi
pelajaran.Dalam setiap metode pembelajaran pasti selalu ada kelemahan dan
kekurangannya dibawah ini akan dijelaskan tentang kelemahan dan kekurangan dari
penerapan metode Discovery-inquiry:

1) Keunggulan metode penemuan/discovery-inquiry :

Keunggulan dalam metode discovery-inquiry adalah a) Strategi pengajaran


menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai
penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi
pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di mana siswa yang
aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses mentalnya lebih tinggi
atau lebih banyak;b) Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik; 3)
Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada siutuasi-
situasi proses belajar yang baru; 4) Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas
inisiatifnya sendiri; 5) Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar; 6)
Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga
retensinya 9tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.

d. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Discovery-Inquiry


Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran discovery-inquiry adalah sebagai
berikut: 1) Simulation yaitu Guru mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik
membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan; 2) Problem statement ,
yaitu anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan, sebagian
besar memilihnya yang di pandang paling menarik dan fleksibel untuk di pecahkan.
Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya harus di lurumuskan dalam bentuk pertanyaan
atau hipotesis, yakni jawaban sementara atas pertanyaan yang di ajukan; 3) Data
colletion. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipatesis ini.
Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai imformasi data yang relevan,
24

membaca literature,studi literal, mengamati obyak,melakukan wawancara,interview


dengan narasumber, melakukan uji coba eksperimen sendiri dan sebagainya; 4) Data
processing, semua infarmasi hasil bacaan, wawancara, observasi,disklasifikasi,
ditabulasi,bahkan bilaperlu dihitung dengan cara tertentu serta di tafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu; 5) Verificasion. Berdasarkan hasil pengolahan data tafsiran atau
informasi yang ada, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian di cek apakah terjawab atau tidak, terbukti atau tidak; 6) Generalization, tahap
selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tadi, siswa belajar kesimpulan atau generalisasi
tertentu.

3. Aktivitas belajar
a. Pengertian Aktivitas Belajar.
Sebelum meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu kita harus
mengetahui tentang pengertian dari aktivitas dan belajar. Menurut Mulyono (2001 : 26),
Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau
kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu
aktifitas.Dan menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik
secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan
salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Sedangkan pengertian belajar
menurut Oemar Hamalik (2001: 28), adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah:
pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Sardiman (2003 : 22) dinyatakan: “Belajar
merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang
mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.
Jadi Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang
dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan
adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti
yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31), belajar aktif
adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,
25

mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara
aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”.Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar
merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar.
Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering
bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru,
mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Menurut Nana (Dalam rediawan, 2010) dinyatakan bahwa aktivitas belajar adalah
peristiwa dimana siswa-siswa terlibat langsung secara intelektual dan emosional sehingga
betul-betul berperan siswa betul-betul berperan dan berpartisifasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran yang dilakukan selama proses belajar berlangsung.
Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa ” hal yang paling
mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru
dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana
kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan
kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan
mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah
pada peningkatan prestasi.Dengan demikian pengertian aktivitas belajar disini adalah
siswa terlibat langsung baik secara intektual maupun secara emosional sehingga siswa
betul-betul berperan dalam menemukan , mencari, menggunakan, dan memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran.

b. Aspek-aspek dan Indikator dalam aktivitas Belajar


Dibawah ini ada beberapa jenis aspek dan indikator dalam aktivitas belajar menurut
pengertian dari beberapa ahli, yaitu:
1) Mendengarkan
Menurut Burhan (dalam Sukadana 2010) dinyatakan bahwa mendengarkan adalah
suatu proses manangkap, memahami, dan mengingat sebaik-baiknya apa yang
didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.ini berarti dalam
konsep ini ada tiga tahapan proses mendengarkan yaitu: 1) mengankap sebaik-baiknya
apa yang didengarkan, 2) memahami dengan baik apa yang telah didengarkan, 3)
26

mengingat apa yang telah didengarkan.jadi dapat disimpulkan bahwa dalam tahap
menangkap apa yang didengarkan merupakan tahap awal dan tahap yang sangat penting
karena dalam tahap ini membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi sehingga mampu
memahami apa yang didengarkan dan mengingat apa yang didengarkan.
2) Menulis dan Mencatat
Menulis dan mencatat merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dalam aktivitas
belajar.Dalam proses pembelajaran kegiatan mencatat merupakan kegiatan yang sering
dilakukan apalagi dalam pendidikan tradisional yang cenderung memakai metode
konvensional tentu tidak bisa terlepas dari kegiatan mencatat walaupun dalam waktu
tertentu seseorang harus mendengarkan isi ceramah.Dalam pembelajaran Kooperatif
kegiatan mencatat juga tidak bisa terlepas begitu saja, karena catatan yang akurat dari
materi yang disampaikan oleh guru serta dari buku-buku akan mampu menuntun siswa
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam belajar kelompok.
3) Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan dalam proses
belajar. Membaca yang dimaksud disini tidak mesti hanya membaca buku pelajaran saja ,
tetapi juga membaca majalah, Koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian dan juga hasil
belajar lain yang berhubunangan dengan kebutuhan studi.Membaca buku merupakan
suatu proses dalam memperoleh pengetian sehingga memperoleh pengetahuan dengan
jalan membuat intisari dari bacaan atau menyimpulkan hasil bacaan.
4. Bertanya dan Menanggapi
Aktivitas bertanya merupakan suatu kemampuan anak untuk belajar berbicara dalam
konteks ketidak mengertiannya dalam materi maupun untuk melatih keberanian dalam
berbicara, sedangkan aktivitas menanggapi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki
siswa untuk menguji kemampuan belajarnya dan hal ini juga sebagai motivasi siswa
untuk bersaing dalam belajar.Sudirman(Dalam sukadana2010) diungkapkan bahwa
pengertian bertanya adalah pertanyaan yag dikeluarkan oleh seseorang untuk
mengemukakan sesuatu yang ingin diketahui. Dalam bertanya dapat dilakukan antar
siswa, siswa dengan guru, siswa dengan orang lain.Aktivitas bertanya adalah langkah
yang dilakukan dalam belajar karena dengan bertanya merupakan perangsang yang dapat
27

mendorong siswa dan guru untuk berpikir dan belajar dan dapat pula membangkitkan
pengertian baru.
Adapun maksud aktivitas bertanya dalam penelitian ini adalah siswa dalam
melaksanakan proses belajar maupun dalam proses evaluasi tidak mendapat kesulitan
dalam menjawab dan memecahkan masalah , sehingga apapun kendala yang dihadapi dan
ketidak mengertian terhadap materi dapat ditanyakan baik terhadap guru maupun
terhadap teman sebayanya.
2. Berpikir
Berpikir merupakan aktivitas belajar , karena dengan berpikir siswa dapat
menemukan konsep baru. Berpikir merupakan tingkah laku yang menggunakan ide untuk
membantu seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.Dalam proses pembelajaran siswa
dituntut untuk dapat berpikir terarah, kritis, dan kreatif sehingga lebih mudah menerima
pelajaran yang disampaikan oleh guru.

3. Latihan atau Praktek


Latihan merupakan jalan yang baik dalam memperkuat ingatan, dalam penelitian ini
latihan yang dimaksud adalah belajar kelompok, memecahkan suatu masalah dalam
kelompok sehingga dapat melatih untuk belajar bekerja sama, belajar bertanggung jawab
terhadap apa yang dikerjakan dan lewat kerja kelompok dapat melatih mental.

c. Cara mengukur aktivitas belajar


Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas.  Tanpa aktivitas, kegiatan belajar
tidak mungkin berlangsung dengan baik. Karena belajar adalah berbuat, jika tidak ada
perbuatan maka tidak akan bisa belajar kalau tidak melakukan aktivitas.Cara mengukur
aktivitas belajar adalah dengan cara observasi yang dilakukan kepada siswa pada saat
pembelajaran berlangsung.adapun aspek-aspek yang bisa diobservasi dalam akitivitas
siswa adalah: 1) Aktivitas siswa dikelas pada saat mengikuti pelajaran, 2) Aktivitas siswa
pada saat bertanya dan menjawab pertanyaan, 3) Aktivitas siswa pada saat
menjawab soal-soal ulangan, 4) Aktivitas siswa pada saat mengumpulakan tugas yang
telah diberikan oleh guru.maka setelah mengobservasi dari kegiatan siswa dikelas
28

maupun di luar kelas dapat diketahui bagaimana aktivitas siswa apakah meningkat
ataukah menurun.
Dalam mengukur aktivitas siswa haruslah ditentukan terlebih dahulu lembar
observasi yang akan digunakan sebagai patokan seperti aspek-aspek aktivitas yang telah
dijelaskan diatas. Sehingga dengan demikian dalam proses pengukuran aktivitas siswa
dapat berjalan dengan lancar.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar


Menurut Sumadi(Dalam Sukadana 2010) dinyatakan bahwa factor-faktor yang
mempengaruhi aktifitas belajar adalah faktor yang datang dari luar diri dan faktor yang
datang dari dalam diri.Faktor yang datang dari dalam diri yaitu berupa motivasi dalam
diri seseorang, minat, kemauan, dan perhatian serta dorongan siswa untuk belajar.
Sedangkan faktor yang datang dari luar diri siswa yaitu upaya-upaya yang dapat
dilakukan guru dalam suasana interaksi belajar mengajar untuk dapat meningkatkan
aktivitas siswa salah satu diantaranya adalah cara menyampaikan materi pelajaran,
metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.Hal yang serupa juga
disampaikan oleh Ahmadi & Prsetyo dalam bukunya yang berjudul strategi belajar
mengajar dinyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi Aktivitas belajar adalah faktor
yang berasal dari luar baik itu lingkungan fisik dan non fisik serta faktor yang berasal
dari dalam diri siswa.
Pendapat Tabrani dan Hamijaya ( Dalam Sukadana 2010) dinyatakan bahwa “
aktifitas belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor dala diri maupun diluar diri” faktor yang
datang dari dalam diri adalah yang berkaitan dengan dengan kecakapan, ada yang bukan
seperti minat dan dorongan belajar karena minat dan dorongan untuk belajar dapat
dipengaruhi melalui upaya dan situasi yang diciptakan oleh guru.dari pendapat-pendapat
tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
belajar adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar
diri siswa yaitu lingkungan /sosial.

4. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
29

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud
Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah
dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan
jalan keuletan kerja
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah
mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar juga
diartikan sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu  usaha yang
menghasilkan pengetahuan atau nilai – nilai kecakapan. Lebih lanjut Nurkancana dan
Sunartana (1992) mengatakan :Prestasi belajar bisa juga disebut kecakapan aktual (actual
ability) yang diperoleh seseorang setelah belajar, suatu kecakapan potensial (potensial
ability) yaitu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki oleh individu untuk
memcapai prestasi. Kecakapan aktual dan kecakapan potensial ini dapat dimasukkan
kedalam suatu istilah yang lebih umum yaitu kemampuan (ability).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dapat diartikan
sebagai hasil yang dicapai oleh siswa setelah siswa yang bersangkutan dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah kecakapan nyata (actual) bukan kecakapan potensial.
Menurut Nila Parta prestasi siswa pada mata pelajaran matematika dipengaruhi oleh
faktor dalam diri siswa yang belajar yang meliputi IQ, motivasi, minat, bakat, kesehatan
dan faktor luar siswa yang belajar yang meliputi guru pengajar, materi ajar, latihan,
sarana kelengkapan belajar siswa, tempat di sekolah atau di rumah serta di lingkungan
sosial siswa.Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah
mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar
merupakan suatu alat untuk mengukur aspek – aspek tertentu dari siswa misalnya
pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep.

b. Aspek-aspek dan Indikator dalam Prestasi Belajar


Dalam system pendidikan nasional Rumusan tujuan pendidikan baik kurekuler
maupun tujuan instruksional didasarkan pada klasifikasi hasil belajar.Menurut taksonomi
Bloom (Dalam Fitriani, 2008) yang dikemukakan bahwa Bloom membagi klasifikasi
hasil belajar terbagi dalam tiga ranah, yaitu: 1) ranah kognitif, 2) ranah afektif, 3) ranah
30

psikomotor.Ranah kognitif yaitu perubahan dimana siswa mengembangkan ketrampilan,


menurut Nasution(1989) di sebutkan bahwa ranah kognitif memiliki enam tingkatan dari
yang paling rendah ( fakta, informasi, pristiwa, istilah) sampai pada yang paling tinggi
yaitu evaluasi yang didasarkan pada pengetahuan dan pemikiran .Ranah Afektif yaitu
perubahan sikap oleh siswa terhadap pelajaran yang diberikan, hasil belajar afektif tidak
dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya pada ranah kognitif, karena guru tidak dapat
secara langsung mengetahui apa yang bergejolak dihati siswa, apa yang dirasakan dan
apa yang dipercayainya.maka dari itu dalam mencapai tujuan afektif lebih pelik dari pada
pencapai tujuan kognitif.Ranah psikomotor yaitu kemampuan dan ketrampilan yang
dimiliki oleh siswa yang sebelumnya tidak dimiliki oleh siswa.Terkait dengan hal
tersebut maka sudah merupakan suatu kewajaran pada setiap akhir proses belajar,
seseorang akan mengalami perubahan pada dirinya.perubahan itu terlihat dengan cara ia
berlingkah laku. Sejauh mana seseorang mampu mencapai tujuan belajar dapat diketahui
setelah dilakukannya penilaian.karena dengan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui
berhasil atau tidaknya seseorang dalam mencapai tujuan belajar, dan hasil belajar tersebut
lazim disebut dengan prestasi belajar.

c. Cara mengukur Prestasi Belajar


Prestasi belajar sangat penting dalam proses belajar mengajar Karena keberhasilan
belajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa.cara mengukur prestasi belajar adalah
dengan mengadakan evaluasi pendidikan. Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai
pengukuran atau penilaian hasil belajar-mengajar, padahal antara keduanya punya arti
yang berbeda meskipun saling berhubungan. mengukur adalah membandingkan sesuatu
dan satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi
meliputi keduanya.
Meskipun sekarang memiliki makna yang lebih luas, namun pada awalnya
pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. seperti
definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950) beliau mengatakan, bahwa
evaluasi merupakan proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal
apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang
31

belum ada dan apa sebabnya. Untuk definisi yang lebih luasdikemukakan oleh dua orang
ahli lain yaitu Cronbach dan Stufflebeam, definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi
bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat
keputusan.

Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan,


pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui
sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi
dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka akan memberikan dampak
berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada
kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha
memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus
positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi
dapat digunakan sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan
kualitas pendidikan.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar


Aktivitas belajar siswa tidak selamanya berlangsung wajar, kadangkadang lancar dan
kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-
kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat pun kadang-kadang tinggi dan
kadang-kadang sulit untuk bias berkosentrasi dalam belajar. Demikian kenyataan yang
sering kita jumpai pada setiap siswa dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas
belajar mengajar.

Setiap siswa memang tidak ada yang sama, perbedaan individual inilah yang
menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan siswa, sehingga menyebabkan
perbedaan dalam prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu proses yang
di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, tinggi rendahnya
prestasi belajar siswa tergantung pada faktor-faktor tersebut. M. Alisuf Sabri dan
Muhibbinsyah, mengenai belajar ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar siswa di sekolah, secara garis besarnya dapat dapat dibagi kepada dua
bagian, yaitu :1) Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), meliputi keadaan kondisi
32

jasmani (fisiologis), dan kondisi rohani (psikologis), dan 2) Faktor Eksternal (faktor dari
luar diri siswa), terdiri dari factor lingkungan, baik social dan non social dan faktor
instrumental.Sedangkan menurut Muhibbinsyah, faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :1) Faktor Internal (faktor dari
dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani siswa, 2) Faktor Eksternal
(faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa, 3) Faktor Pendekatan
Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan
metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi
pelajaran.

1) Faktor internal

Yang mempengaruhi prestasi belajar yang termasuk factor internal, yaitu a) Faktor
Fisiologis , yaitu keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan
memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan
berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya yang termasuk factor fisiologis adalah
keadaan jasmani, . Dan b) Faktor Psikologis, yaitu yang termasuk dalam faktor psikologis
adalah intelegensi, perhatian, minat, motivasi dan bakat yang ada dalam diri siswa.yang
masing-masing dijelaskan sebagai berikut:

(a) Faktor Jasmani

Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan
faktor cacat tubuh.Faktor kesehatan, yang mana kesehatan sangat berpengaruh terhadap
proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang
bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah
ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya. Cacat tubuh adalah sesuatu yang
menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat
ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain
(Slameto, 2003 : 55).Sehingga dapat kita ketahui bahwa keadaan jasmani seseorang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pembelajaran.
33

(b) Intelegensi

Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga
jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru
dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,
mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. faktor ini berkaitan dengan
Intellegency Question (IQ) seseorang. Ahmadi & Prasetyo (2005: 108) dijelaskan bahwa
berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara IQ dengan hasil belajar
disekolah, anka korelasi antara IQ dengan hasil belajar berkisar sekitar 0,50, ini berarti
25% hasil belajar disekolah dapat dijelaskan dari IQ.karena itu informasi dari taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memperkirakan
kemampuan belajar seseorang.secara kasar beberapa ahli menetapkan bahwa orang yang
normal tingkat kecerdasannya memiliki IQ sekitar 90-110.lebih lanjut dari itu sudah
termasuk sangat cerdas, sebaliknya dibawah IQ 90 termasuk kategori kurang atau tidak
normal.Dengan memahami IQ setiap anak seorang guru akan dapat memperkirakan
tindakan yang harus diberiakan kepada anak didiknya secara tepat.

( c) Perhatian,

Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa
yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau
sekumpulan obyek. Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak
menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan
bakatnya. Dengan perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan pemahaman
dan kemampuan yang mantap.

(d) Minat,

Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkancana (1996 : 214) bahwa minat adalah
menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar
pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat
memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan
34

bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian


prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa yang memiliki minat
terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya
tarik baginya.

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap


belajar
atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang
siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan
minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang
mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk
melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.

(e) Motivasi

Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan
yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau
tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi
penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau
pendorongnya.Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya
untuk berbuat sesuatu.Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal
tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar.
Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar
motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak
didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.Nasution (1995:73)
mengatakan motivasi adalah “segala daya yang mendorong seseoranguntuk melakukan
sesuatu.”Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa “motivasiadalah
menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.” Dalam
perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a)motivasi
instrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan denganmotivasi
35

yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk
melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan
dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan
siswatersebut melakukan kegiatan belajar.

Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan
yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya
dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni
pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan
kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif.

(f) Bakat

Menurut Hilgard dalam Slameto (2003 : 57) bahwa bakat adalah the capacity to learn.
Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan
terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian
menurut Muhibbin (2003 : 136) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat
merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yag akan datang.

2) Faktor eksternal

Yang termasuk faktor eksternal adalah kodisi lingkungan yang mana kondisi
lingkunagan yang dimaksud adalah lingkungan Fisik /alam dan juga lingkungan social.
Yang temasuk kedalam Faktor sosial adalah Lingkungan keluarga, Lingkungan sekolah,
Lingkungan masyarakat.

(a) Linkungan keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga
antara lain: cara orang tua mendidik, kita harus sadari betapa pentingnya peranan
keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang mendidik anaknya akan berpengaruh
terhadap belajarnya.  Relasi antara anggota keluarga, yang penting dalam keluarga
36

adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau
dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah
apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan
sebagainya.Keadaan keluarga, yang mana keadaan keluarga dapat mempengaruhi
prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak
untuk dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses
belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak
berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya. Pengertian orang tua,yaitu anak
belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan
diganggu dengan tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat,
orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk
mengatasi kesulitan yang dialaminya.Keadaan ekonomi keluarga, erat hubungannya
dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya,
misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan
fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan
sebagainya.Latar belakang kebudayaan dimana yang dimaksud adalah bahwa tingkat
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar .
Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar
mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal. dan suasana rumah dimana suasana
rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana
anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak
akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.

(b) Faktor Non Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non social adalah gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, cara guru dalam menyampaikan
pelajaran, metode yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran, alat-alat belajar,
kurikulum, waktu sekolah, interaksi antara guru dengan siswa, disiplin sekolah, keadaan
cuaca dan waktu belajar , serta media pendidikan yang digunakan yang digunakan siswa.
Faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
37

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolahnya
sifatnya relatif, artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena prestasi belajar
siswa sangat berhubungan dengan faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut
saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan
dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian, tinggi
rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa di sekolah didukung oleh factor internal
dan eksternal seperti tersebut di atas.

B. TEMUAN HASIL YANG RELEVAN

Temuan hasil penelitian yang relevan bertujuan untuk mengetahui aplikasi model
cooperative learning tipe discovery-inquiry untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar pendidikan agama hindu siswa kelas X SMA Negeri 3 Singaraja.Dari beberapa
kajian pustaka dan temuan hasil yang relevan, yang digunakan untuk mendukung variable
penelitian, diperkuat oleh hasil temuan Fitriani ( 2008) dinyatakan bahwa dengan
pengaruh metode Kooperatif dengan pendekatan Inquiry pada pembelajaran pendidikan
Agama Hindu siswa kelas X SMK PGRI 1 Singaraja tahun pelajaran 2007/2008 terjadi
peningkatan terhadap prestasi belajar dan aktivitas belajar siswa , oleh karena itu
pengaruh metode Kooperatif dengan pendekatan inquiri dalam pembelajaran pendidikan
Agama Hindu sangat efektif digunakan oleh guru dalam peningkatan prestasi dan
aktivitas belajar siswa khususnya dalam pembelajaran pendidikan Agama Hindu.

Temuan Sutarka (2008) dalam penelitiannya penerapan model pembelajaran berbasis


inquiri untuk meningkatkan prestasi belajar pendidikan Agama Hindu siswa kelas VII C
SMP Negeri 6 Singaraja tahun pelajaran 2007/2008 menunjukkan tingkat prestasi tinggi,
dengan criteria pencapaian target hasil tindakan siklus I yang menunjukakan rata-rata
7,31, daya serap 73 % dan ketuntasan belajar 77%, sedangkan pada siklus II
menunjukkan rata-rata 7,8 dan daya serap 78% serta ketuntasan belajar 83%.Tingkat
aktivitas belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran berbasis inquiri untuk
meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Hindu siswa kelas VII C SMP Negeri 6
Singaraja tahun ajaran 2007/2008, pada siklus I menunjukkan cukup aktif dan pada siklus
II menunjukakan aktivitas tinggi.
38

Hasil temuan Sadiana ( 2009) dinyatakan bahwa ada peningkatan prestasi belajar
pendidikan agama Hindu pada siswa kelas X.2 SMA Wirabhakti Singaraja tahun
pelajaran 2008/2009 melalui penerapan metode cooperative learning.hal ini dapat dilihat
dari prestasi belajar siswa yang mengalami peningkatan yaitu pada siklus I , dengan nilai
rata-rata secara klasikal mencapai 66,60%, dengan daya serap 66,60% dan ketuntasan
belajarnya mencapai 48,48%.kemudian pada siklus II nilai rata-rata secara klasikal
meningkat menjadi 82,98% dan ketuntasan belajarnya mencapai 93,62%.

Hasil temuan Sukadana(2010), berdasarkan penelitian yang ia lakukan dengan


menggunakan penerapan model inquiry yang dikombinasikan dengan pemberian tugas
terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan prestasi bejajar siswa kelas X tata Niaga A
SMK PGRI I Singaraja, yaitu pada Siklus I aktivitas belajar siswa secara klasikal sebesar
65,79% meningkat pada siklus II menjadi 77,00%.begitu juga pada peningkatan prestasi
siswa yang pada siklus I , nilai rata-rata secara klasikal mencapai 65,79 dengan daya
serap siswa 65,39 dan ketuntasan belajar mencapai 36,84%.Kemudian meningkat pada
siklus II yaitu nilai rata-rata secara klasikal meningkat menjadi 77,00, daya serap
meninkat menjadi 76,32% dan ketuntasan belajarnya mencapai 92,11%.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Budiarta( 2008) dinyatakan bahwa setelah


penerapan Model Pembelajaran Inquiri dikombinasikan dengan metode Diskusi untuk
meningkatkan Aktivitas dan Prestasi belajar Pendidikan Agama Hindu pada kelas V
semester I SD No.2 Sawan, kecamatan Sawan tahun pelajaran 2008/2009.Hal ini
dibuktikan pada siklus I ditemukan prestasi belajar siswa melalui test tertulis sebesar
142,5 nilai rata-rata 7,13 dan ketuntasan belajar 70%.Dari data hasil prestasi belajar siswa
belum mencapai target 7,5 .hasil nilai prestasi belajar berupa daya serap 71,3 % termasuk
kategori sedang berdasarkan kriteria PAP skala lima.dan pada Siklus II ditemuakn bahwa
prestasi belajar siswa memperoleh nilai sebesar 151, niali rata-rata secara klasikal sebesar
7,55 dan ketuntasan belajar 90% termasuk kategori tinggi berdasarkan kriteria PAP skala
lima.Peningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 42,5%.

Hal ini disebabkan karena penerapan Model pembelajaran Inquiry dengan metode
diskusi sangat praktis dalam menarik simpati sehingga siswa menjadi aktif belajar.adanya
mitivasi rasa ingin tahu mengenai pembahasan materi pembelajaran dan keharmonisan
39

antara linkungan, siswa, dan guru dalam pembelajaran dikelas menjadi bergairah dan
aktif.penemuan itu diperkuat oleh hasil temuan Indiasta ( 2009) bahwa berdasarkan hasil
yang diperoleh selama pelaksanaan tindakan kelas dengan menerapkan metode tanya
jawab dan model pembelajaran Inquiry pada kelas V SD No.1 Bengkel, pada siklus I
diperoleh prosentase aktivitas belajar siswa sebesar 57% meningkat pada siklus II
menjadi 80,62%, dengan demikian terjadi peningkatan aktivitas siswa yang signifikan.

Berdasarkan hasil temuan diatas ,maka dapat ditarik kesimpulan model cooperative
learning dan tipe Discovery-inquiry merupakan metode mengajar yang cocok untuk
diterapkan dalam penelitian ini guna meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
siswa.serta metode tersebut diatas dipandang perlu dikembangkan oleh guru di sekolah,
karena dalam kehidupan baik lingkungan keluarga maupun masyarakat, kita banyak
dihadapkan dengan berbagai masalah.

C. KERANGKA BERPIKIR DAN KONSTELASI PENELITIAN

1. Kerangka berpikir

Memperhatikan kajian teori dan temuan penelitian yang relevan, maka kerangka
Berfikir yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah hubungan
model pembelajaran cooperative Learning tipe Discovery-Inquiry untuk
meningkatkatkan aktivitas dan prestasi belajar Pendidikan Agama Hindu.

Metode sangat penting dalam proses pembelajaran karena metode yang digunakan
dalam pembelajaran sangat berpengaruh pada aktivitas dan prestasi belajar
siswa.Pemilihan metode yang baik dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan akan
dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.Pada penelitian ini metode yang
dipilih adalah cooperative learning yang mana dalam penerapannya yaitu siswa dibagi
dalam beberapa kelompok belajar secara heterogen yang terdiri dari 4-6 orang siswa
dalam satu kelompok, kemudian siswa diberikan masalah untuk dipecahkan bersama
anggota kelompoknya.Penerapan cooperative learning sangat membantu siswa dalam
melatih siswa untuk saling bekerjasama, karna prinsip dari pembelajaran cooperative
40

learning adalah gotong royong maka, dari sini siswa dilatih untuk saling bantu antar
sesama anggota kelompoknya, saling menghargai, dan pusat perhatian dalam pelajaran
adalah pada siswa itu sendiri bukan lagi pada guru.

Metode Discovery-inquiry yaitu sebuah metode yang mengajarkan siswa untuk


dapat menggali sendiri materi yang akan dipelajari sehingga nanti akan meningkatkan
pemahaman pada siswa itu sendiri dan pelajaran yang didapatkan lebih mudah untuk
diingat, jadi pada proses pembelajaran dengan mengaplikasikan metode cooperative
learning dengan metode discovery-inquiry yang dilaksanakan diharapkan nantinya dapat
untuk meningkatkan aktivitas siswa karena dengan bekerja kelompok dan mencari sendiri
materi ajar serta menggali dan menemukan sendiri tentu akan dapat menambah aktivitas
siswa dalam belajar.Dan karena tingkat pemahaman yang lebih dari siswa karena siswa
lebih mudah belajar sambil bekerja kelompok tentu saja akan menambah ingatan siswa
dalam materi yang dipelajari sehingga akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Konstelasi Penelitian

Dalam penelitian ini berdasarkan acuan dan uraian dalam kerangka berpikir maka
dapat dibuat konstelasi penelitiannya sebagai berikut:

Aktivitas Belajar

Model Cooperative Learning


tipe Discovery-Inquiry

Prestasi Belajar

Bagan 01: Konstelasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai