Anda di halaman 1dari 7

Pengertian model pembelajaran kooperatif

Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.

Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa “pengertian model
pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok
kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan
mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.

Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) “pembelajaran kooperatif


merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena
mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir
rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif merupakan sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa
dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan


dari istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai
satu kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.

Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar
kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas
yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada
pengalaman individual dan kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan saling
mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama”.

Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling
bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.

Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong royong)


dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk
sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di
samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik,
model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Unsur-Unsur dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif


A. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
a. Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama
siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Tiap siswa
tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas
yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada
siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat
diselesaikan.

b. Tanggung Jawab Perseorangan


Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru
kepada kelompok agar semua kelompok dapat mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Karena tiap
siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung
jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas
yang berbeda sesuai dengan  kemampuannya yang dimiliki setiap individu.

c. Interaksi Tatap Muka


Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat sa- ling menjadi sumber belajar sehingga
sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih memudahkan siswa dalam belajar.
Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa
yang lebih mampu me- ngerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas
kelompoknya dapat terselesaikan.

d. Komunikasi antar Anggota Kelompok


Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap
teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin
hubungan antar pribadi se- ngaja diajarkan dalam pembelajaran kooperatif ini.

Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi, karena tidak semua siswa mempuanyai keahlian mendengarkan dan berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk sa- ling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya
siswa perlu diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus
menyinggung perasaan orang lain.
e. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan
selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran cooperative learning.
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
1. Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan”.
2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki
tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya.
5. Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap
evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
di dalam kelompoknya.

https://restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/pembelajaran-kooperatif/

https://www.academia.edu/5934158/MAKALAH_MODEL_PEMBELAJARAN_KOOPERATIF

Model Evaluasi Cooperative Learning

Pandangan ini menganut falsafah homo homini socius yang menekankan saling
ketergantungan antar mahluk hidup. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting
artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tak akan ada individu, keluarga, organisasi,
atau masyarakat. Tanpa kerjasama, keseimbangan lingkungan hidup akan terancam punah.
Namun demikian, tidak semua kerja kelompok bisa diangap cooperative learning. Ada beberapa
prosedur dan unsur yang harus diterapkan dalam sistem pengajaran Cooperative Learning.
Diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan saling ketergantungan yang positif.

Dalam penilian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama
dengan metode cooperative learning. Mereka saling membantu dalam memersiapkan diri untuk
tes. Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Nilai
kelompok bisa dibentuk dengan beberapa cara. Pertama, nilai kelompok bisa diambil dari nilai
terendah yang didapat siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok yang bisa diambil dari
rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari “sumbangan” setiap anggota. Kelebihan kedua cara
ini adalah semangat gotong royong yang ditanamkan. Dengan cara ini kelompok bisa berusaha
lebih keras untuk membantu semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun,
kekurangannya adalah perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa
dirugikan oleh nilai rekannya yang rendah, sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa merasa
bersalah karena sumbangan nilainya paling rendah. Untuk menjaga rasa keadilan ada cara lain
yang bisa dipilih. Setiap anggota menyumbangkan poin diatas milai rata-rata mereka sendiri.
Misalnya, nilai rata-rata si A adalah 60 dan kali ini dia mendapat 65, dia akan menyumbangkan 5
poin untuk kelompok. Ini berarti setiap siswa, pandai ataupun lamban, mempunyai kesempatan
untuk memberikan kontribusi. Siswa lamban tak merasa minder terhadap rekan-rekan mereka
karena mereka juga bisa memberikan sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk
meningkatkan kontribusi mereka dan dengan demikian menaikan nilai pribadi mereka sendiri.
Untuk memperjelas gambaran ketiga model paradigma evaluasi pembelajaran di atas, berikut ini
diperlihatkan cara penilaian dalam kelas sebagaimana diilustrasikan oleh Anita Lie (2005: 90):
Instrumen Evaluasi Pembelajaran Cooperative Learning

Pada tabel contoh penilaian di atas terlihat instrumen atau alat evaluasi yang digunakan
dalam pembelajaran cooperative learning adalah tes. Namun demikian, tidak semua proses
evaluasi dalam pembelajaran ini menggunakan tes sebagai instrumennya. Banyak jenis
instrumen evaluasi lain yang lebih mendukung dari penyelenggaraan pembelajaran coperative
learning, diantaranya adalah lembar observasi (baik untuk individu maupun untuk kelompok
siswa), angket komunikasi kelompok, maupun berkas hasil pekerjaan siswa yang dikumpulkan
dalam satu bendel portofolio. Apapun instrumen evaluasi yang digunakan tentunya harus sesuai
berdasarkan teknik pembelajaran cooperative learning yang telah di laksanakan. Sebagaimana
telah dijelaskan oleh pemakalah lain dari forum ini, teknik-teknik pembelajaran yan digunakan
dalam cooperative learning diantaranya: teknik mencari pasangan, bertukar pasangan, berpikir
pasangan berempat, berkirim salam dan soal, kepala bernomor,dua tinggal dua tamu, kancing
gemerincing, tari bambu, jigsaw, bercerita berpasangan, lingkaran kecil dan lingkaran besar.
Masing-masing dari teknik tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga evaluasi yang
dilaksanakan idealnya juga harus dapat disesuaikan.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132313279/pengabdian/model-evaluasi-belajar-
cooperative-learning.pdf

Anda mungkin juga menyukai