Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif : Pengertian, Tujuan, Tipe, Langkah,Model- Upaya guru dalam


mengajar siswa adalah bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan
pembelajaran yang direncanakan. Oleh sebab itu pilihan berbagai metode, strategi, pendekatan
dan teknik pembelajaran adalah hal utama.

Apakah model pembelajaran kooperatif itu?

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan eksistensi


kelompok. Setiap siswa dalam kelompok memiliki tingkat kemampuan yang berbeda (tinggi,
sedang dan rendah) dan jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda dan memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kolaborasi dalam memecahkan masalah untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif  Menurut Ahli

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005), model pembelajaran merupakan
pedoman dalam bentuk program atau instruksi untuk strategi pengajaran yang dirancang agar
mencapai pembelajaran. Pedoman tersebut berisi tanggung jawab guru dalam merencanakan,
melaksanakan, serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan oleh guru ialah model pembelajaran kooperatif.

Menurut Nur (2000), Seluruh model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan
serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.

Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan model pembelajaran kooperatif ialah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa
dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

 Hasil belajar akademik

Dalam pembelajaran kooperatif walaupun mencakup berbagai tujuan sosial, itu juga
meningkatkan prestasi siswa atau tugas akademik penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat
bahwa model ini lebih unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur hadiah kooperatif telah mampu
meningkatkan nilai siswa dalam pembelajaran akademik dan perubahan norma yang terkait
dengan hasil pembelajaran.

 Penerimaan perbedaan individu

Tujuan lain dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan luas orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan kecacatan. Pembelajaran kooperatif
memberikan kesempatan bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling ketergantungan pada tugas akademik dan melalui struktur hadiah kooperatif akan
belajar untuk saling menghormati.

 Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan keterampilan
kolaborasi dan kolaborasi siswa. Keterampilan sosial penting bagi siswa karena saat ini banyak
orang muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) memiliki bertanggung jawab atas semua yang
dilakukan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus tahu bahwa semua anggota kelompok memiliki
tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompok.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses pembelajaran.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta bertanggung jawab secara individual atas
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

 Siswa dalam kelompok secara kooperatif melengkapi materi pembelajaran sesuai dengan
kompetensi dasar yang ingin dicapai.
 Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan berbeda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika memungkinkan anggota kelompok berasal
dari berbagai ras, budaya, suku dan memperhatikan kesetaraan gender.
 Penghargaan lebih ditekankan dalam kelompok daripada masing-masing individu.

Dalam pembelajaran kooperatif diskusi dan komunikasi dikembangkan dengan tujuan agar siswa
berbagi kemampuan, belajar satu sama lain untuk berpikir kritis, berbagi pendapat, saling
memberikan kesempatan untuk menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, menilai
kemampuan dan peran mereka sendiri dan teman-teman teman lain.

Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah dalam model pembelajaran kooperatif.

1. Menyampaikan tujuan serta memotivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran


dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang ingin dicapai dan memotivasi siswa.
2. Penyajian informasi. Guru memberikan informasi kepada siswa.
3. Atur siswa menjadi kelompok belajar. Guru memberi tahu pengelompokan siswa.
4. Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi dan memfasilitasi pekerjaan siswa
dalam kelompok belajar kelompok.
5. Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
diterapkan.
6. Berikan penghargaan. Guru menghargai hasil belajar individu dan kelompok.

Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994)  :

1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
2. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam
kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh
terhadap evaluasi kelompok.
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja
sama selama belajar.
7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Thompson, et al. (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam
kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud
kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku.
Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang
berbeda latar belakangnya.

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja


sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi
lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

Elemen-Elemen Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan pembelajaran
kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun terkadang hanya
merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak
mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan
pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif
sebagai berikut (Jonson and Smith,1991; Anita Lie, 2004):

 Saling ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari
dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja
sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat kabar.
Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat
kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa
mencapai tujuan mereka. Dalam metode Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota
kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan mem-
baca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul don bertukar informasi.
Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini,
mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar
yang lain bisa berhasil.

Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai
kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota. Untuk menjaga keadilan,
setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-rata si A
adalah 65 don kali ini dia mendapat 72, dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok
mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan
sumbangan nilai kelompok. Selain itu beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa
minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan.

 Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian
dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok
adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksana-
kan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
Dalam teknik Jigsaw yang dikembangkan Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi
empat bagian dan masing-masing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara
demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas clan mudah.
Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak
menghambat yang lainnya.

 Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan
interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari
satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil
masing-masing anggota.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman,
keluarga, don sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan
menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak
didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup ponjang.
Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama
lain dalam kegiatan tatap muka don interaksi pribadi.

 Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-
cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan don berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaon para anggotanya untuk saling
mendengarkan don kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi
secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus
menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang
bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa
ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus.

Sebagai contoh, ungkapan “Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi
alasan Anda,” akan lebih bijaksana daripada mengatakan, “Pendapat Ando itu aneh don tidak
masuk akal.” Contoh lain, tanggapan “Hm… menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu.
Tapi jawabanku agak berbeda….” akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti,
“Jawabanmu itu solah. Harusnya begini.” Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini jugs
merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator
yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat
dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta membina perkembangan mental
emosional para siswa.

 Evaluasi

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan
selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan pembelajaran
Cooperative Learning.

Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari
model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001). Di sini akan
diuraikan secara ringkas masing-masing pendekatan tersebut.

 Student Teams Achievement Division (STAD)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan
merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang
menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa
dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap
kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk
memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi.
Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan
tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor
mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu.

Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim
dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang
mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria
tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

 Investigasi Kelompok

Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks
dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda
dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun
bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas
yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.

Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk
dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu.
Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas
topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada
seluruh kelas.

1. Pendekatan Struktural

Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki
banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada
penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh
kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang
dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok
kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur
yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua
macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat
digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa
terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur
yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.

 Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001). Untuk melihat dengan jelas perbandingan antara keempat pendekatan
pembelajaran kooperatif atau yang lebih sering disebut sebagai tipe pembelajaran kooperatif.

Anda mungkin juga menyukai