Anda di halaman 1dari 9

Model Pembelajaran

Kooperatif (Cooperative
Learning) Teknik Jigsaw
Posted on 31 Juli 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 107 Komentar

Oleh : Novi Emildadiany*))


A. Bab I Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai
peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks
penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan
berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada
kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu
masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan
kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan
metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan
kaku dan didominasi oleh sang guru.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target
materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat
dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi,
biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa
yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran
menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam
hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh
peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga
pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif
dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di
dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia
karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Teknik Jigsaw”.
Bab II Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Teknik Jigsaw
A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam
pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai
model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran
yang matang oleh guru.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran
kontekstual. Sistem pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang
terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu
saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses
kelompok.

Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah
“homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota
kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.

Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama
dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran
gotong royong yaitu :
1.Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok
kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2.Tanggung jawab perseorangan.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota
kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa
dilaksanakan.

3.Tatap muka.

Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan,
dan mengisi kekurangan.

4. Komunikasi antar anggota.

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena
keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok
juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu
ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para
siswa.

5. Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan
hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends
(1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini:

FASE TINGKAH LAKU GURU

Fase 1:
Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran
pembelajaran dan memotivasi yang ingin dicapai pada mata pelajaran tersebut dan
siswa memotivasi belajar siswa

Fase 2: Guru menyampaikan informasi kepada siswa


Menyajikan infornasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacan

Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
dalam kelompok – kelompok membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
dab belajar siswa pada saat mereka mengerjakan tugas

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang


Fase 5: telah dipelajari atau masing-masing kelompok
Evaluasi mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai siswa,


Fase 6: baik dalam proses maupun hasil secara individual
Memberi penghargaan atau kelompok

Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif

B. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi,
di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran
penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:

1. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif
memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.

3. Pengembangan keterampilan sosial


Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak
muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

C. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Teknik Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas
Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning). Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,
ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi
dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa
saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi
yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling
membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa
itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang
telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal
yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga
yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa
yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami
topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :

Kelompok Asal
Kelompok Ahli

Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :


1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa
dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok
asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu
bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama
dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa
mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana
menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut
kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang
akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari
40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari
5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah
diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada
kelompok ahli maupun kelompok asal.
2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi
masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang
telah didiskusikan.
3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
6. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan
suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah
dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran kooperatif.


2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran
relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai
penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses
pembelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :

1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas dan
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung
proses pembelajaran.
Bab III Penutup
A.Kesimpulan

Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan
tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi
lebih hidup. Teknik pembelajaran kooperatif dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan
dapat meningkatkan kreativitas siswa.

Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran kooperatif. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran
kooperatif ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.

Sampai saat ini pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan
walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

B.Saran

Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik.
Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di
sekolah, model pembelajaran kooperatif perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah/guru. Selain itu, siswa akan
merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.

DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten
Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Ekonomi Secara Kontekstual Untuk Guru
SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru
SMP. Jawa Barat: Depdiknas.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – model Pembelajaran. Bandung: SMP Kartika XI.
Lynne Hill. 2008. Pembelajaran Yang Baik. Bulettin PGRI Kuningan (Edisi ke-23 / Juni 2008).
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

*)) Novi Emildadiany adalah mahasiswa tingkat IV pada Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP-
Universitas Kuningan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah seminar Ilmu Manajemen, yang
disampaikan oleh Bapak Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd. dan Bapak Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai