Anda di halaman 1dari 28

Pengertian Model pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted

Individualization)

TAI (Team Assisted Individualization) adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif
(cooperative learning). Frase Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai
Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDaK). Model pembelajaran kooperatif TAI ini
sering pula dimaknai sebagai Team Accelerated Instruction.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) merupakan


pembelajaran kooperatif yang pada pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-
kelompok kecil yang heterogen. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk
membentuk kelompok yang heterogen di sini adalah kemampuan akademik siswa. Masing-
masing kelompok dapat beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Sesama anggota kelompok berbagi
tanggung jawab.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team
Accelerated Instruction) merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan
LKS (lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk
menemukan atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan
satu persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran
kooperatif Team Assisted Individualization lebih menekankan pada penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil
bagi setiap anggota kelompok.

Alasan Slavin Mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Robert Slavin mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini di Johns Hopkins
University bersama Nancy Madden dengan beberapa alasan, yaitu : (1) Model ini
mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual; (2) Model ini
memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif; (3) TAI disusun untuk
memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa
secara individual.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin untuk mata pelajaran
matematika, khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan berhitung (computation
skills).

TAI adalah Kombinasi Pembelajaran kooperatif dengan Pembelajaran


Individual

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team
Accelerated Instruction) yang diprakarsai oleh Robert Slavin ini merupakan perpaduan antara
pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Metode ini memperhatikan perbedaan
pengetahuan awal tiap siswa untuk mencapai prestasi belajar. Pembelajaran individual
dipandang perlu diaplikasikan karena siswa memasuki kelas dengan pengetahuan,
kemampuan, dan motivasi yang berbeda-beda. Saat guru mempresentasikan materi
pembelajaran, tentunya ada sebagian siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat untuk
mempelajari materi tersebut. Ini tentu dapat menyebabkan siswa-siswa yang tidak memiliki
pengetahuan prasyarat itu akan gagal mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan guru.
Bagi siswa-siswa lain, mungkin sudah menguasai materi pembelajaran itu, atau mungkin
karena bakat yang dimilikinya dapat mempelajari dengan sangat cepat sehingga waktu yang
digunakan oleh guru untuk mengajar menjadi mubazir.

Dengan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan invidual dapat diperoleh dua
keuntungan sekaligus, yaitu :

Keuntungan dari pembelajaran kooperatif dalam TAI

Pembelajaran kooperatif merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan


interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam
kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak
setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa tidak merasa
terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah. Siswa bekerja dalam kelompok saling
membantu untuk menguasai bahan ajar

Keuntungan dari pembelajaran individual dalam TAI

Pembelajaran individual mendidik siswa untuk belajar secara mandiri, tidak menerima
pelajaran secara mentah dari guru. Melalui pembelajaran individual ini, siswa akan dapat
mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran,
sehingga ia mengalami pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) sesuai faham
konstruktivisme.

Penyusunan Kelompok pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Kelompok heterogen digunakan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI
(Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) karena beberapa alasan,
yaitu :

Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar melalui tutor


sebaya (peer tutoring) dan saling mendukung

Kelompok heterogen meningkatkan hubungan dan interaksi antar siswa walaupun


berbeda ras, agama, etnik, dan gender

Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena pada setiap kelompok


terdapat siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus, dengan demikian secara
tidak langsung guru mendapatkan asisten-asistem mengajar untuk siswa-siswa lain
yang berada di dalam kelompok yang sama. Kunci model pembelajaran kooperatif
yang menggunakan tipe Team Assisted Individualization adalah penerapan bimbingan
antar teman.

Keuntungan/Kelebihan Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted


Individualization
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization memberi keuntungan
baik pada guru, siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik, yaitu:

Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu yang lemah dalam
kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya.

Siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami materi pelajaran.

Tidak ada persaingan antar siswa karena siswa saling bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara berpikir yang berbeda

Siswa tidak hanya mengharap bantuan dari guru, tetapi siswa juga termotivasi untuk
belajar cepat dan akurat pada seluruh materi

Guru setidaknya hanya menggunakan setengah dari waktu mengajarnya sehingga


akan lebih mudah dalam pemberian bantuan secara individu.

Langkah-Langkah (Tahapan) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe TAI

Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu : (1)
Placement Test; (2) Teams; (3) Teaching Group; (4) Student Creative; (5) Team Study; (6)
Fact Test;(7) Team Score dan Team Recognition; dan (8) Whole-Class Unit. Berikut
penjelasannya satu per satu:

Placement Test

Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan
dengan mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh
siswa sehingga guru dapat mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

Teams

merupakan langkah yang cukup penting dalam penerapan model pembelajaran kooperatif
TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang
terdiri dari 4 - 5 siswa.
Teaching Group
Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.

Student Creative

Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan
setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.

Team Study
Pada tahapan team study siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS
yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara
individual kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki
kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring
(tutor sebaya).

Fact test

Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan
memberikan kuis, dsb..

Team Score dan Team Recognition

Selanjutnya guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan gelar
penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka
sebagai kelompok OK, kelompok LUAR BIASA, dan sebagainya.

Whole-Class Units

Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi oleh guru kembali diakhir bab dengan
strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.

Referensi

Dimyati dan Mudjiono (2002). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia.

Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas


Negeri Surabaya.

Lie, Anita. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo

Nasution, S. (2003). Berbagasi Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.


Bumi Aksara.

Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari (2000). Pengajaran Berpusat kepada
Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.

Slavin, Robert (1995). Cooperative Learning. Massachusets: Allyn and Bacon.

Suyitno, Amin. (2004). Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I.


Semarang: FMIPA UNNES.

Widdiharto, Rachmadi. (2006). Model-model Pembelajaran Matematika SMP.


Yogyakarta: PPPG Matematika

Fase Penjelasan
Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
memotivasi yang hendak dicapai dan memotivasi siswa
agar lebih giat dalam pembelajaran.
Fase 2 : Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi dengan cara
ceramah tentang pokok bahasan materi.
Fase 3 : Mengorganisasikan siswa kedalam Guru membentuk kelompok, dimana
kelompok kelompok belajar kelompok tersebut terdiri dari siswa siswa
yang kemampuannya heterogen. Dasar
penegelompokan adalah dengan melakukan
placement test atau menggunakan data yang
sudah ada sebelumnya.
Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja Guru memberikan bimbingan seperlunya
dan belajar kepada masing masing kelompok dan
mengawasi jalannya diskusi.
Fase 5 : Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari siswa.
Fase 6 : Memberikan penghargaan Guru mencari upaya yang berkaitan dengan
penghargaan atas keberhasilan belajar siswa.

1. Ciri khas model pembelaran Kooperatif tipe TAI adalah:


1) Setiap siswa secara individual mempelajari materi pembelajaran
yang sudah dipersiapkan oleh guru.
2) Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk
didiskusikan dan dibahas oleh anggota kelompok.
3) Semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan
jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
4) Menitikberatkan pada keaktifan siswa.
2. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI adalah:
Bantuan individual dalam kelompok (Bidak) dengan karakteristik
menurut (Driver, 1980) adalah:
1) Tanggung jawab belajar adalah ada pada siswa.
2) Siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi
dari guru.
3) Pola komunikasi guru adalah negoisasi dan bukan imposisi-intruksi.
Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)

A. Pengertian
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau
model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT)
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Secara umum ada 5 komponen utama dalam penerapan model TGT, yaitu:

1. Penyajian Kelas (Class Presentations)

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas atau
sering juga disebut dengan presentasi kelas (class presentations). Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada
kelompok. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan
ceramah yang dipimpin oleh guru.

Pada saat penyajian kelas ini peserta didik harus benar-benar memperhatikan dan
memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu peserta didik bekerja lebih
baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game atau permainan karena skor game atau
permainan akan menentukan skor kelompok.

2. Belajar dalam Kelompok (Teams)

Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan


(prestasi) peserta didik dari ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin, etnikdanras.
Kelompok biasanya terdiri dari 5 sampai 6 orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah
untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game atau
permainan. Setelah guru memberikan penyajian kelas, kelompok (tim atau kelompok belajar)
bertugas untuk mempelajari lembar kerja. Dalam belajar kelompok ini kegiatan peserta didik
adalah mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan jawaban, memeriksa, dan
memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep temannya jika teman satu kelompok melakukan
kesalahan.

3. Permainan (Games)

Game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi,
dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas
dan belajar kelompok. Kebanyakan game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
sederhana bernomor. Game atau permainan ini dimainkan pada meja turnamen atau lomba
oleh 3 orang peserta didik yang mewakili tim atau kelompoknya masing-masing. Peserta
didik memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor
itu. Peserta didik yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang
nantinya dikumpulkan peserta didik untuk turnamen atau lomba mingguan.

4. Pertandingan atau Lomba (Tournament)


Turnamen atau lomba adalah struktur belajar, dimana game atau permainan terjadi.
Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah
guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja peserta
didik (LKPD). Turnamen atau lomba pertama guru membagi peserta didik ke dalam beberapa
meja turnamen atau lomba. Tiga peserta didik tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja
I, tiga peserta didik selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)


Setelah turnamen atau lomba berakhir, guru kemudian mengumumkan kelompok
yang menang, masing-masing tim atau kelompok akan mendapat sertifikat atau hadiah
apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Tim atau kelompok mendapat
julukan Super Team jika rata-rata skor 50 atau lebih, Great Team apabila rata-rata
mencapai 50-40 dan Good Team apabila rata-ratanya 40 kebawah. Hal ini dapat
menyenangkan para peserta didik atas prestasi yang telah mereka buat.

C. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:
1. Model TGT tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan
akademis tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi peserta didik yang
berkemampuan akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan yang
penting dalam kelompoknya.

2. Dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling
menghargai sesama anggota kelompoknya.

3. Dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih bersemangat dalam
mengikuti pelajaran. Karena dalam pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah
penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik.

4. Dalam pembelajaran peserta didik ini membuat peserta didik menjadi lebih senang
dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa tournamen dalam
model ini.

Kelemahan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:

1. Dalam model pembelajaran ini, harus menggunakan waktu yang sangat lama.

2. Dalam model pembelajaran ini, guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran
yang cocok untuk model ini.

3. Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya
membuat soal untuk setiap meja turnamen atau lomba, dan guru harus tahu urutan
akademis peserta didik dari yang tertinggi hingga terendah.

ciriciri sebagai berikut.

a) Siswa Bekerja Dalam Kelompok Kelompok Kecil

Siswa ditempatkan dalam kelompok kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6


orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan
adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling
membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang
dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran
pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
b) Games Tournament

Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa
yang mewakili kelompoknya, masing masing ditempatkan dalam meja meja turnamen.
Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada
peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan
setiap peserta homogen.

Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan
dimulai dengan membagikan kartu kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh
terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja
turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja
menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian
pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan
kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian
yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan
penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal.

Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan


membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum
jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya
diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali
memberikan jawaban benar.

Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,
dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu
meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang.

Turnamen merupakan struktur bagaimana dilaksanakannya permainan tersebut. Turnamen


biasanya dilaksanakan akhir bulan atau semester. Untuk turnamen pertama, guru menetapkan
siapa yang akan bertanding pada meja permainan. Menetapkan siswa pada peringkat atas
dalam kinerja yang lalu pada meja 1, masing-masing siswa mewakili timnya. Siswa-siswa
berkemampuan rata-rata pada meja 2 dan seterusnya. Bertanding dengan lawan seimbang ini,
menyerupai sistem poin perbaikan individual pada STAD, yang memungkinkan bagi setiap
siswa dari seluruh tingkat kinerja yang lalu menyumbang secara maksimal kepada skor
timnya apabila mereka melakukan yang terbaik.

c) Penghargaan Kelompok

Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah


menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan
dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing masing anggota
kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian
penghargaan didasarkan atas rata rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut.
Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing masing anggota kelompok
didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh oleh seperti ditunjukkan pada tabel
berikut.

Tabel 7.1 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain


Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh

Top Scorer 40

High Middle Scorer 30

Low Middle Scorer 20

Low Scorer 10

Tabel 7.2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain

Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh

Top scorer 60

Middle scorer 40

Low scorer 20

(Sumber : Slavin,1994 dalam Nur, 2008)

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa tahapan/fase yang
perlu ditempuh, yaitu:

(1) Mengajar (teach)

Mempresentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas,


atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.

(2) Belajar Kelompok (team study)


Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 6 orang dengan
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah guru
menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengen
menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah
bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok
yang salah dalam menjawab.

(3) Permainan (game tournament)

Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing masing kelompok yang
berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota
kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan pertanyaan yang diberikan
berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.

Pada awal periode turnamen, informasikan perihal penempatan-penempatan meja


turnamen siswa dan menugasi siswa pindah ke meja-meja turnamen. Guru membagi satu
lembar permainan berisi soal, satu lembar kunci jawaban, satu tumpuk kartu bernomor, dan
satu lembar skor permainan kepada tiap meja turnamen.

Dalam satu putaran se arah jarum jam. Ketika sudah selesai, maka pembaca 1 menjadi
pembaca 2, pembaca 2 menjadi penantang keempat, penantang keempat menjadi penantang
ketiga, penantang ketiga menjadi penantang kedua, penantang kedua menjadi penantang
kesatu, dan penantang kesatu menjadi pembaca 1, demikian seterusnya.

Pemain yang memberikan jawaban yang benar menyimpan kartu tersebut. Apabila ada
penantang memberikan jawaban yang salah, ia harus mengembalikan kartu yang ia
menangkan sebelumnya (jika ada) ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satu pun jawaban
benar, kartu tersebut dikembalikan ke tumpukan.

Ketika permainan tersebut selesai, para pemain mencatat banyak kartu yang mereka
menangkan pada lembar skor permainan pada kolom yang ditandai permainan 1. Apabila
ada waktu, siswa mengocok kembali tumpukan kartu tersebut dan memainkan permainan
kedua sampai akhir pelajaran, mencatat banyaknya kartu yang dimenangkan pada kolom
permainan 2

Meja 1

Pemain Tim Permainan 1 Permainan 2 Permainan 3 Total skor Poin


Turnamen

Arman Galileo 5 7 12 20

Bambang Einstein 14 10 24 60

Chealse Newton 11 12 23 40
Sumber: Slavin, 1994 dalam Nur, 2008

Gambar. Lembar Skor Permainan

Secara umum, guru meminta siswa memberikan poin 60 untuk siswa yang mencapai skor
tertinggi, poin 40 untuk skor lebih rendah, dan poin 20 untuk skor paling rendah.

(4) Penghargaan kelompok (team recognition)

Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh
kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana
penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai
berikut. Untuk melakukan ini, pertama kali periksalah poin turnamen pada lembar skor
permainan. Langkah berikutnya pindahkan tiap poin turnamen siswa ke lembar rangkuman
tim untuk timnya, jumlahkan seluruh skor anggota tim, dan bagilah dengan banyaknya
anggota tim yang ikut bertanding.

Lembar Rangkuman Tim

Nama Tim: Newton

Anggota 1 2 3 4 5 6

Arman 60 20 20 40
Bayu 40 40 20 60
Cimon 50 20 40 60
Delta 60 60 20 40
Erma 40 40 60 20
Skor tim total 250 180 160 220
Rata-rata Tim 50 36 32 44

Gambar: Lembar Rangkuman Tim

Tabel. Kriteria Pengahrgaan Kelompok

Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat

30 sampai 39 Tim Cukup


40 sampai 44 Tim Baik

45 sampai 49 Tik Hebat

50 ke atas Tim Super

(Sumber Slavin, 1994 dalam Nur, 2008 )

ada beberapa tabel yang saya hapus karena format yang rusak, untuk lebih lengkap bisa di
download di pdf:

http://www.4shared.com/office/MiARgeNm/Pertemuan_7.html

Sumber:

Nur, M. 2008. Pembelajaran Kooperatif saduran buku: A Practical Guide to Cooperative


Learning oleh Robert E. Slavin. 1994. Allin and bacon.

http://ipotes.wordpress.com/ diakses tanggal 18 April 2013 di STKIP Surya pukul 14.00


WIB.

Joyce, Bruce. Weil, M. Calhoun, E. 2009. Model of Teaching: Model-model Pembelajaran


Edisi ke depalan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tentang iklan-iklan ini

Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe


pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam
tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran
menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka
tidak boleh saling membantu.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran STAD

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam model pembelajaran STAD adalah
persiapan pembelajaran stad. Pertama penyiapan materi yang akan diajarkan
dan lembar kerja diskusi. Selanjutnya pembentukan kelompok, menentukan
rangking siswa berdasarkan berbagai hal, menentukan jumlah kelompok,
menentukan lembar kerja kelompok, mementukan skor dan membuat jadwal
pembelajaran. Langkah selanjutnya adalah proses belajar mengajar. Dalam
langkah ini guru menerangkan apa yang akan dicapai dengan proses
pembelajaran ini dan menyuruh siswa untuk mulai menyelesaikan soal yang
diberikan.

Langkah ketiga dalam proses pembelajaran ini adalah dengan kegiatan


kelompok. Setelah siswa menyelesaikan soal secara individu, siswa diminta
untuk mulai menyelesaikan persoalan secara berkelompok. Dalam proses
diskusi dengan kelompok ini, guru
memberikan pengarahan kepada
siswa dan mengawasi proses
diskusi tersebut. Langkah
keempat yaitu kuis. Setelah siswa
selesai melakukan diskusi kelompok, siswa diberi kuis atau tes secara individu,
setiap siswa akan diberikan satu lembar kerja tes dan harus dikerjakan secara
individu. Hasil dari kuis ini akan dijadikan sebagai skor kelompok tersebut.
Langkah terakhir adalah pemberian penghargaan pada kelompok. Dari hasil test
individual ini akan diketahui mana kelompok yang melakukan diskusi dengan
baik. Oleh karena itu sangat penting dalam pembagian kelompok yang ideal.

Fase 1:
1 Instruksi/PengajaranKeterampilan Mengembangkan pemahaman
dijelaskan dan dimodelkan di dalam siswa tentang keahlian
lingkungan kelompok utuh
Member siswa latihan untuk
menggunakan keterampilan

Fase 2: Belajar dalam TimSiswa


2 berpindah dari pengajaran Membuat transisi dari pengajaran
kelompok utuh dan bersiap untuk kelompok utuh ke kerja kelompok
studi tim. Siswa dipandu LKS
untuk menuntaskan materi. Memberi siswa pengalaman
bekerja sama dengan teman
kelompok dari kemampuan dan
latar belakang berbeda.

Fase 3: KuisTim-tim siswa berlatih


3 melakukan keterampilan akademik Memberikan latihan keterampilan
akademis yang dikerjakan secara
individu.

Fase 4: Penghargaan TimNilai


4 perbaikan dan penghargaan tim Mengakui prestasi
diberikan
Meningkatkan motivasi siswa
untuk belajar

C. Karakteristik STAD menurut Arends (2001) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan kognitif :informasiakan demi kesederhana.

2. Tujuan sosial : kerja kelompok dan kerja sama.

3. Struktur tim : kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota.

4. Pemilihan topik pelajaran : biasanya oleh guru.

5. Tugas utama : siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk
menuntaskan materi belajarnya.

6. Penilaian : tes mingguan.

Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw


Berdasarkan etimologinya kata
Jigsaw merupakan kata yang berasal
dari bahasa ingris dengan terjemahan
dalam bahasa indonesiannya gergaji
ukir. Pola Pembelajaran model jigsaw menyerupai pola cara penggunaan sebuah gergaji ,
yaitu siswa melakukan aktivitas belajar dengan melakukan kerja sama dengan siswa lain
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bersama.

Sementara menurut pendapat ahli salah satunya Sudrajat (2008:1) mengartikan Pembelajaran
Model Jigsaw sebagai sebuah tipe pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, dimana
dalam kelompok tersebut terdiri dari beberapa siswa yang bertanggung jawab untuk
menguasai bagian dari materi ajar dan selanjutnya harus mengajarkan materi yang telah
dikuasai tersebut kepada teman satu kelompoknya.

Model pembelajaran Jigsaw akan menjadi sebuah solusi yang efektif apabila diterapkan
dalam pengajaran terhadap materi ajar yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
ajar tersebut tidak harus urut dalam penyampaiannya
Simak juga Model pembelajaran PBL

Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw

Bagi anda yang ingin menerapkan model pembelajaran jigsaw dalam kelas anda, maka anda
dapat mengikuti langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan model jigsaw yang
disampaikan oleh Stepen, Sikes and Snapp berikut ini :

1. Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok dengan anggota maksimal 5 siswa tiap
kelompok.

2. Masing-masing siswa dalam setiap kelompok diberi bagian materi yang berlainan

3. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang ditugaskan

4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bagian yang sama berkumpul
dalam kelompok baru yang disini disebut sebagai kelompok ahli untuk mendiskusiksn
sub bab mereka.

5. Setelah anggota dari kelompok ahli selesai mendiskusikan sub bab bagian mereka,
maka selanjutnya masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali kedalam
kelompok asli dan secara bergantian mengajar teman dalam 1 kelompok mengenai
sub bab yang telah dikusai sedangkan anggota lainnya mendengarkan penjelasan
dengan seksama.

6. Masing-masing kelompok ahli melakukan presentasi hasil diskusi yang telah


dilakukan.

7. Guru melaksanaan kegiatan evaluasi.

8. Penutup
Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut. Dan memotifasi siswa untuk belajar.
Fase 2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jelas menyuguhkan ber-bagai
fakta, pengalaman, fenomena fisis yang berkaitan langsung dengan materi.
Fase3. Kelompok Dasar/Asal atau Base Group.
Siswa dikelompokkan menjadi kelompok asal/dasar dengan anggota 5 sampai 6
orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setiap anggota kelompok
diberikan sub pokok bahasan/topik yang berbeda untuk mereka pelajari.
Fase 4. Kelompok Ahli atau Expert Group.
Siswa yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli.
Fase 5. Tim ahli kembali ke kelompok dasar.
Siswa kembali ke kelompok dasar/asal untuk menjelaskan apa yang mereka
dapatkan dalam kelompok ahli.
Fase 6. Evaluasi
Semua siswa diberikan tes meliputi semua topik.
Fase 7. Memberikan Penghargaan
Guru memberikan penghargaan baik secara individual maupun kelompok.

B. KARAKTERISTIK
Pembelajaran kooperatif dengan model Jigsaw mempunyai karakteristik atau ciri
sebagai berikut :

1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dengan
memperhatikan keheterogenan.

2. Bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari


masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut
kepada anggota kelompok yang lain.

3. Terdapat kelompok asal dan kelompok hasil yang saling bekerjasama.

pengertian model pembelajaran think pair share

Model Pembelajaran Think Pair and Share menggtnakan metode diskusi berpasangan yang
dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana
mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap
mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.

Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think
Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi
dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk
didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga
dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-
satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat
menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).

-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share adalah:

(1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua
kelompok,

(2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,

(3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok

dan berdiskusi dengan pasangannya,

(4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai
kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58).
Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi
dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru

saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya
guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.

. Karakteristik Think Pair Share (TPS)


Untuk mengetahui tentang model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) kita juga
perlu mengetahui karakteristiknya Menurut Atik (2007:5) menyatakan karakteristik model
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ada 3 langkah utama yang dilaksanakan dalam proses
pembelajaran, yaitu langkah Think (berpikir secara individu),pair (berpasangan)
dan share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas). Secara rinci
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Think ( berpikir)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pernyataan atau masalah yang dikaitkan
dengan pembelajaran, siswa ditugasi untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau
masalah yang diajukan. Dalam menentukan batasan waktu pada tahap ini guru harus
mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
Kelebihan dari tahap ini adalah adanya teknik time atau waktu berfikir yang memberikan
kesempatan pada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan
tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah adanya siswa
yang berbicara, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
2) Pair (berpasangan)
Langkah kedua ini guru menugasi siswa untuk berpasangan dan diskusikan mengenai
apa yang telah mereka pikirkan. Interaksi selama proses ini dapat menghasilkan jawaban
bersama. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka
sebelumnya sehingga hasil yang didapat menjadi lebih baik karena siswa mendapat tambahan
informasi dan pemecahan masalah yang lain.
3) Share (berbagi)
Pada langkah akhir ini guru menugasi pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil
pemikiran mereka dengan pasangan yang lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah ini
akan menjadi lebih efektif apabila guru berkeliling dari psangan satu kepasangan yang
lainnya. Langkah share (berbagi) merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah
sebelumny, dalam arti bahwa langkah ini menolong semua kelompok untuk menjadi lebih
memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok
lain.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa


Tingkah Laku Guru:
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa untuk belajar.

Fase-2 Menyajikan informasi


Tingkah Laku Guru:
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar


Tingkah Laku Guru:
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar


Tingkah Laku Guru:
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Model pembelajaran kooperatif GI merupakan metode pembelajaran dengan


siswa belajar secara kelompok, kelompok belajar terbentuk berdasarkan
topik yang dipilih siswa. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur
yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Dalam
pembelajaran koo[eratif GI siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan
anggota 2-6 orang siswa yang heterogen. Kelompok memilih topik untuk
diselidiki dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topic yang dipilih,
selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporan di depan kelas.

1) Mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok


a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran.
b) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
telah mereka pilih.
c)Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
heterogen.
d) Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2) Merencanakan tugas yang akan dipelajari
a) Para siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari (apa yang dipelajari?,
bagaimana mempelajarinya?, siapa melakukan apa?, untuk tujuan atau
kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut?)

3) Melaksanakan investigasi
a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis
semua gagasan.
4) Menyiapkan laporan akhir
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi.
c) Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5) Mempresentasikan laporan akhir
a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara
aktif.
c) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasn dan penampilan presentasu
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota
kelas.
6) Evaluasi
a) Para siswa saling memberikan umpan balik menganai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka.
b) Guru dan muris berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling

Fase 1: menggorganisasikan kelompok-kelompok kooperatif dan mengidentifikasi topik

Kedua tugas yang disebut di atas urutannya dapat bervariasi, sesuai dengan situasi. Guru dapat
terlebih dahulu mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kooperatif sebelum
mengidentifikasi topik pembelajaran, atau sebaliknya terlebih dahulu mengidentifikasi topik, baru
kemudian mengorganisasikan siswa ke kelompok-kelompok. Bergantung pada topik yang dipilih
pada fase 1, maka adalah sangat penting untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
membangun kekompakan tim (kelompok), sehingga terbentuk solidaritas dan kohesi antar
anggotanya. Perlu dicatat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation ini
merupakan sebuah model pembelajaran yang kompleks, yang berbeda sama sekali dengan
model pembelajaran kooperatif lainnya, di mana tingkat kooperasi antar anggota kelompok harus
benar-benar baik dan efektif. Agar apa-apa yang dilakukan oleh kelompok bermanfaat dan
efektif, maka setiap anggota kelompok harus produktif dan mempunyai hubungan kooperasi
yang baik satu sama lain.
Fase 2: Perencanaan KelompokSelama fase perencanaan kelompok, siswa harus menentukan
batasan/cakupan penyelidikan mereka, mengevaluasi sumber daya yang mereka miliki,
merencanakan suatu aksi/tindakan, dan menugaskan /memberikan tanggung jawab yang
berbeda kepada setiap anggota kelompok. Pada model pembelajaran kooperatif yang lain,
perencanaan kelompok jauh lebih mudah dibanding perencanaan kelompok pada group
investigation. Bila semua anggota kelompok menyelidiki topik yang sama, tugas utama mereka
pada fase ini adalah menentukan bagaimana cara membagi informasi dasar yang telah mereka
miliki masing-masing. Jika anggota-anggota kelompok bertugas sendiri-sendiri untuk menyelidiki
sub-sub topik, maka keputusan penting pada fase perencanaan ini adalah bagaimana mereka
seharusnya berkoordinasi, dan membagi tugas siapa yang akan bertanggungjawab terhadap
informasi dasar, siapa yang mengumpulkan data, siapa yang menganalisis, siapa yang
mengkombinasikan sub-sub proyek menjadi suatu keutuhan, serta siapa yang akan menulis
laporan. Tugas-tugas demikian tentu amat rumit dan tidak dapat dibagi secara tegas.

Fase 3: Mengimplementasikan penyelidikan (investigasi)

Kelompok-kelompok yang telah terorganisasi dengan baik pada fase 2, dan topik yang telah
diidentifikasi pada fase 1, serta telah mempunyai rencana pemecahan masalah selanjutnya siap
memasuki fase 3. Pada fase ini setiap kelompok akan mengimplementasikan
penyelidikan/inkuiri. Biasanya fase 3 ini memerlukan waktu lebih panjang dari fase lainnya.
Setiap kelompok memerlukan banyak waktu untuk mendesain prosedur pengambilan data,
mengambil data, menganalisis, dan mengevaluasi data, dan mengambil kesimpulan. Menjaga
agar setiap kelompok dan anggota-anggotanya bekerja secara efektif dan produktif, dapat saja
sulit dilakukan karena kadang-kadang setiap sub-proyek/proyek penyelidikan berbeda
kebutuhan waktunya. Laporan-laporan kemajuan setiap kelompok terhadap sub proyek/proyek
penyelidikan mereka sangat penting pada fase iniagar guru dapat mengkoordinasikan usaha-
usaha setiap kelompok dalam memecahkan masalah melalui penyelidikan mereka masing-
masing.

Fase 4: Mengalasis hasil penyelidikan dan menyiapkan laporan

Saat siswa mengumpulkan informasi, maka informasi tersebut perlu dianalisis dan dievaluasi.
Guru dapat membantu proses ini dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan secara
kontinyu memfokuskan perhatian setiap kelompok pada pertanyaan atau masalah yang sedang
diselidiki. Pada penyelidikan-penyelidikan yang panjang, siswa dapat saja kehilangan arah
terhadap fokus pembelajaran/studi mereka. Cara lain untuk membantu siswa adalah dengan
membantu mereka menganalisis hasil dengan meminta mereka agar selalu membagi
penemuan-penemuan mereka terhadap anggota-anggota kelompoknya. Atau, guru dapat pula
meminta siswa bereksperimen dengan berbagai cara dalam memberikan display data, bentuk
diagram, dan tabel-tabel, sehingga setiap anggota dapat memahami hubungan antar data yang
telah mereka kumpulkan.

Fase 5: Mempresentasikan hasil penyelidikan

Pada fase kelima ini ada dua tujuan yang harus dilakukan. Pertama adalah mendesiminasikan
informasi; yang kedua mengajarkan kepada siswa bagaimana mempresentasikan informasi
dengan jelas dan dengan cara yang menarik. Format fase terakhir ini dapat sangat bervariasi,
misalnya: presentasi untuk seluruh kelas; presentasi untuk sebagian kelas saja; presentasi
dalam bentuk poster; demonstrasi; presentasi melalui rekaman video; atau satasiun pusat
belajar. Tugas siswa pada fase kelima ini amat bergantung pada jenis informasi itu sendiri, jenis
audiens, dan pembuatan presentasi informasi secara menarik. Tugas-tugas pada fase kelima ini
sangat berguna bagi hidup mereka kelak ketika terjun langsung ke masyarakat, dan sering tidak
dipelajari pada kelas-kelas konvensional/tradisional.

Menurut Bannet (1991) dan Jacobs (1996) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :

1. Saling Ketergantungan secara Positif


Saling ketergantungan secara Positif adalah perasaaan antar kelompok siswa untuk membantu
setiap orang dalam kelompok tersebut. Saling ketergntungan secra positif berarti bahwa
anggota-anggota kelompok merasakan bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama
(Bennet, 1991; Jacob, 1999; Jacob, 1996). Cara-cara mempromosikan saling lketergantungan
secara positif dalam kelompok meliputi: tujuan, penghargaan, peranan, sumber, dan identitas.

2. Tanggung Jawab Individu


Satu hal yang sering terjadi pada saat siswa bekerja dalam kelompok alah adanya beberapa
anggota kelompok yang mengakhiri semua pekerjaannya, hal ini dapat terjadi karena
beberapa siswa mencoba menghindari bekerja atau karena yang lain ingin mengerjakan
semua pekerjaan kelompok. Jadi mendorong setiap orang dalam kelompok untuk
berpartisipasi dan belajar adalh suatu unsur yang sangat real dalam pembelajaran kooperatif

3. Pengelompokkan secara Heterogen


Beberapa pakar pembelajaran kooperatif merekomedasikan bahwa pengelompokkan para
siswa secara heterogen menurut prestasi, kecerdaasan, etnik, dan jenis kelamin dapat
dilakukan oleh guru. Mencampurkan siswa berdasarkan prestasii didorong untuk
mempromosikan sistem tutur teman sebaya, mengelompokkan siswa yang berprestasi rendah
dengan model kebiasaan yang baik, dan memperbaiki hubungan antar para siswa.

4. Ketrampilan-ketrampilan Kolaboratif
Ketrampilan-keterampilan kolaboratif sangat penting dimiliki oleh siswa tidak hanya untuk
memperoleh kesuksesan mencapai prestasi maksimal di sekolah, tetapi juga untuk mencapai
sukses dalam karir di lusr sekolah bersama teman dan keluarga mereka maupun dengan orang
lain.

5. Pemrosesan Interaksi Kelompok


Merupakan waktu yang diberikan sebagai kesempatan bagi siswa mendiskusikan bahgaimana
kelompok mereka bekerjasama. Pemrosesan innteraksi kelompok ini membantu kelompok
belajar untuk berkolaborasi dengan lebih efektif. Hal ini dapat ditetapkan selama atau di akhir
kegiatan,
Pemrosesan interaksi kelompok memiliki dua aspek (Jacob, 1996). Pertama, menjelaskan
tentang keberfundian kelompok. Kedua, kelompok akan mendiskusikan apakah interaksi
mereka perlu diperbaiki.

6. Interaksi Tatap Muka (face-to-face interaction)


Para siswa akan berinteraksi secara langsung antara satu dengan yang lain sementara mereka
bekerja. Mereka mungkin berkomunikasi secara verbal dan/ atau nonverbal. Interaksi akan
terjadi antar siswa. Ketika para siswa ditanyakan untuk bekerja secara independen untuk
seperangkat masalah, mereka secara real mencari dan menemukan jawaban sendiri-sendiri
dan kemudian berjumpa dalam kelompok untuk mendiskusikan jawaban-jaawaban tersebut.
Teknik ini mencirikan interaksi tatap muka, yang sekaligus membedakannya dengan iklim
pemnbelajaran individualistik.

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. Dua tinggal dua
tamu yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama
dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada
kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan
karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa
yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja
manusia saling bergantung satu sama lainnya.

Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray, yaitu

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi


belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray


Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa
yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung
siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok
yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan
menyimak materi pada siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak
untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model
pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam
berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi
yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran
Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap
anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi
kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa
yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak.
Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa
yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan
oleh temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke
kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang
dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari
kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan
oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun
tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi
kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan
kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara
menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan
penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga
akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang
lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang
disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah
pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi
guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan
penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam
meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray


Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie,
2002:60-61) adalah sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

Tahapan-tahapan Dalam Model Pembelajaran TSTS


Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan
sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa
menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap
anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan
menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-
tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah
menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok
kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota
kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah
yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-
masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain,
sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota
yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan
melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan
salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk
dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru
membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam
memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-
pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya
dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan
skor rata-rata tertinggi.

Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and


Compotition ( CIRC )
CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition,
termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya
merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan
Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan
lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah
dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa
tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.

Model pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu menurut pertama kali


dikembangkan oleh (Steven and Slavin, 1981), dengan langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan
tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru memberikan penguatan
6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
7. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
1. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep
atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa
didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
2. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk
mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan
fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan
terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan
berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk
membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap
kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa
belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang
masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang
eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
3. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-
temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat
bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa
dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-
teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat
argumen.

Karakteristik Pembelajaran Kooperatif


Pada hakekatnya model pembelajaran kooperatif sama dengan belajar kelompok,
tetapi terdapat ciri atau karakteristik yang membedakan antara cooperative learning dan
belajar kelompok. Karena tidak semua belajar kelompok dapat dikatakan sebagai
pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada
unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Lungdren yang dikutip Isjoni (2010:13)
mengungkapkan terdapat unsur-unsur dalam model pembelajaran kooperatif, antara lain:
a. Para peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang
bersama.
b. Para peserta didik harus memiliki rasa tanggung jawab tehadap peserta didik lain dalam
kelompoknya, selain bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mempelajari materi
yang dihadapi.
c. Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Para peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota
kelompok.
e. Para peserta didik diberikan evaluasi atau penghargaaan yang akan ikut berpengaruh
terhadap evaluasi kelompok.
f. Para peseta didik berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh keterampilan
bekerja sama selama pembelajaran.
g. Setiap peserta didika akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok cooperative.

Anda mungkin juga menyukai