Individualization)
TAI (Team Assisted Individualization) adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif
(cooperative learning). Frase Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai
Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDaK). Model pembelajaran kooperatif TAI ini
sering pula dimaknai sebagai Team Accelerated Instruction.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team
Accelerated Instruction) merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan
LKS (lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk
menemukan atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan
satu persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran
kooperatif Team Assisted Individualization lebih menekankan pada penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil
bagi setiap anggota kelompok.
Robert Slavin mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini di Johns Hopkins
University bersama Nancy Madden dengan beberapa alasan, yaitu : (1) Model ini
mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual; (2) Model ini
memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif; (3) TAI disusun untuk
memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa
secara individual.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin untuk mata pelajaran
matematika, khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan berhitung (computation
skills).
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team
Accelerated Instruction) yang diprakarsai oleh Robert Slavin ini merupakan perpaduan antara
pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Metode ini memperhatikan perbedaan
pengetahuan awal tiap siswa untuk mencapai prestasi belajar. Pembelajaran individual
dipandang perlu diaplikasikan karena siswa memasuki kelas dengan pengetahuan,
kemampuan, dan motivasi yang berbeda-beda. Saat guru mempresentasikan materi
pembelajaran, tentunya ada sebagian siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat untuk
mempelajari materi tersebut. Ini tentu dapat menyebabkan siswa-siswa yang tidak memiliki
pengetahuan prasyarat itu akan gagal mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan guru.
Bagi siswa-siswa lain, mungkin sudah menguasai materi pembelajaran itu, atau mungkin
karena bakat yang dimilikinya dapat mempelajari dengan sangat cepat sehingga waktu yang
digunakan oleh guru untuk mengajar menjadi mubazir.
Dengan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan invidual dapat diperoleh dua
keuntungan sekaligus, yaitu :
Pembelajaran individual mendidik siswa untuk belajar secara mandiri, tidak menerima
pelajaran secara mentah dari guru. Melalui pembelajaran individual ini, siswa akan dapat
mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran,
sehingga ia mengalami pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) sesuai faham
konstruktivisme.
Kelompok heterogen digunakan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI
(Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) karena beberapa alasan,
yaitu :
Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu yang lemah dalam
kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya.
Tidak ada persaingan antar siswa karena siswa saling bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara berpikir yang berbeda
Siswa tidak hanya mengharap bantuan dari guru, tetapi siswa juga termotivasi untuk
belajar cepat dan akurat pada seluruh materi
Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu : (1)
Placement Test; (2) Teams; (3) Teaching Group; (4) Student Creative; (5) Team Study; (6)
Fact Test;(7) Team Score dan Team Recognition; dan (8) Whole-Class Unit. Berikut
penjelasannya satu per satu:
Placement Test
Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan
dengan mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh
siswa sehingga guru dapat mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
Teams
merupakan langkah yang cukup penting dalam penerapan model pembelajaran kooperatif
TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang
terdiri dari 4 - 5 siswa.
Teaching Group
Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.
Student Creative
Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan
setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
Team Study
Pada tahapan team study siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS
yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara
individual kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki
kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring
(tutor sebaya).
Fact test
Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan
memberikan kuis, dsb..
Selanjutnya guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan gelar
penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka
sebagai kelompok OK, kelompok LUAR BIASA, dan sebagainya.
Whole-Class Units
Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi oleh guru kembali diakhir bab dengan
strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.
Referensi
Dimyati dan Mudjiono (2002). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari (2000). Pengajaran Berpusat kepada
Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Fase Penjelasan
Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
memotivasi yang hendak dicapai dan memotivasi siswa
agar lebih giat dalam pembelajaran.
Fase 2 : Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi dengan cara
ceramah tentang pokok bahasan materi.
Fase 3 : Mengorganisasikan siswa kedalam Guru membentuk kelompok, dimana
kelompok kelompok belajar kelompok tersebut terdiri dari siswa siswa
yang kemampuannya heterogen. Dasar
penegelompokan adalah dengan melakukan
placement test atau menggunakan data yang
sudah ada sebelumnya.
Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja Guru memberikan bimbingan seperlunya
dan belajar kepada masing masing kelompok dan
mengawasi jalannya diskusi.
Fase 5 : Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari siswa.
Fase 6 : Memberikan penghargaan Guru mencari upaya yang berkaitan dengan
penghargaan atas keberhasilan belajar siswa.
A. Pengertian
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau
model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT)
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
B. Langkah-langkah Pelaksanaan
Secara umum ada 5 komponen utama dalam penerapan model TGT, yaitu:
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas atau
sering juga disebut dengan presentasi kelas (class presentations). Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada
kelompok. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan
ceramah yang dipimpin oleh guru.
Pada saat penyajian kelas ini peserta didik harus benar-benar memperhatikan dan
memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu peserta didik bekerja lebih
baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game atau permainan karena skor game atau
permainan akan menentukan skor kelompok.
3. Permainan (Games)
Game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi,
dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas
dan belajar kelompok. Kebanyakan game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
sederhana bernomor. Game atau permainan ini dimainkan pada meja turnamen atau lomba
oleh 3 orang peserta didik yang mewakili tim atau kelompoknya masing-masing. Peserta
didik memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor
itu. Peserta didik yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang
nantinya dikumpulkan peserta didik untuk turnamen atau lomba mingguan.
2. Dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling
menghargai sesama anggota kelompoknya.
3. Dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih bersemangat dalam
mengikuti pelajaran. Karena dalam pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah
penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik.
4. Dalam pembelajaran peserta didik ini membuat peserta didik menjadi lebih senang
dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa tournamen dalam
model ini.
Kelemahan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:
1. Dalam model pembelajaran ini, harus menggunakan waktu yang sangat lama.
2. Dalam model pembelajaran ini, guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran
yang cocok untuk model ini.
3. Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya
membuat soal untuk setiap meja turnamen atau lomba, dan guru harus tahu urutan
akademis peserta didik dari yang tertinggi hingga terendah.
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa
yang mewakili kelompoknya, masing masing ditempatkan dalam meja meja turnamen.
Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada
peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan
setiap peserta homogen.
Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan
dimulai dengan membagikan kartu kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh
terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja
turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja
menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian
pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan
kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian
yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan
penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,
dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu
meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang.
c) Penghargaan Kelompok
Top Scorer 40
Low Scorer 10
Top scorer 60
Middle scorer 40
Low scorer 20
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa tahapan/fase yang
perlu ditempuh, yaitu:
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing masing kelompok yang
berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota
kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan pertanyaan yang diberikan
berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
Dalam satu putaran se arah jarum jam. Ketika sudah selesai, maka pembaca 1 menjadi
pembaca 2, pembaca 2 menjadi penantang keempat, penantang keempat menjadi penantang
ketiga, penantang ketiga menjadi penantang kedua, penantang kedua menjadi penantang
kesatu, dan penantang kesatu menjadi pembaca 1, demikian seterusnya.
Pemain yang memberikan jawaban yang benar menyimpan kartu tersebut. Apabila ada
penantang memberikan jawaban yang salah, ia harus mengembalikan kartu yang ia
menangkan sebelumnya (jika ada) ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satu pun jawaban
benar, kartu tersebut dikembalikan ke tumpukan.
Ketika permainan tersebut selesai, para pemain mencatat banyak kartu yang mereka
menangkan pada lembar skor permainan pada kolom yang ditandai permainan 1. Apabila
ada waktu, siswa mengocok kembali tumpukan kartu tersebut dan memainkan permainan
kedua sampai akhir pelajaran, mencatat banyaknya kartu yang dimenangkan pada kolom
permainan 2
Meja 1
Arman Galileo 5 7 12 20
Bambang Einstein 14 10 24 60
Chealse Newton 11 12 23 40
Sumber: Slavin, 1994 dalam Nur, 2008
Secara umum, guru meminta siswa memberikan poin 60 untuk siswa yang mencapai skor
tertinggi, poin 40 untuk skor lebih rendah, dan poin 20 untuk skor paling rendah.
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh
kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana
penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai
berikut. Untuk melakukan ini, pertama kali periksalah poin turnamen pada lembar skor
permainan. Langkah berikutnya pindahkan tiap poin turnamen siswa ke lembar rangkuman
tim untuk timnya, jumlahkan seluruh skor anggota tim, dan bagilah dengan banyaknya
anggota tim yang ikut bertanding.
Anggota 1 2 3 4 5 6
Arman 60 20 20 40
Bayu 40 40 20 60
Cimon 50 20 40 60
Delta 60 60 20 40
Erma 40 40 60 20
Skor tim total 250 180 160 220
Rata-rata Tim 50 36 32 44
ada beberapa tabel yang saya hapus karena format yang rusak, untuk lebih lengkap bisa di
download di pdf:
http://www.4shared.com/office/MiARgeNm/Pertemuan_7.html
Sumber:
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam model pembelajaran STAD adalah
persiapan pembelajaran stad. Pertama penyiapan materi yang akan diajarkan
dan lembar kerja diskusi. Selanjutnya pembentukan kelompok, menentukan
rangking siswa berdasarkan berbagai hal, menentukan jumlah kelompok,
menentukan lembar kerja kelompok, mementukan skor dan membuat jadwal
pembelajaran. Langkah selanjutnya adalah proses belajar mengajar. Dalam
langkah ini guru menerangkan apa yang akan dicapai dengan proses
pembelajaran ini dan menyuruh siswa untuk mulai menyelesaikan soal yang
diberikan.
Fase 1:
1 Instruksi/PengajaranKeterampilan Mengembangkan pemahaman
dijelaskan dan dimodelkan di dalam siswa tentang keahlian
lingkungan kelompok utuh
Member siswa latihan untuk
menggunakan keterampilan
5. Tugas utama : siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk
menuntaskan materi belajarnya.
Sementara menurut pendapat ahli salah satunya Sudrajat (2008:1) mengartikan Pembelajaran
Model Jigsaw sebagai sebuah tipe pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, dimana
dalam kelompok tersebut terdiri dari beberapa siswa yang bertanggung jawab untuk
menguasai bagian dari materi ajar dan selanjutnya harus mengajarkan materi yang telah
dikuasai tersebut kepada teman satu kelompoknya.
Model pembelajaran Jigsaw akan menjadi sebuah solusi yang efektif apabila diterapkan
dalam pengajaran terhadap materi ajar yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
ajar tersebut tidak harus urut dalam penyampaiannya
Simak juga Model pembelajaran PBL
Bagi anda yang ingin menerapkan model pembelajaran jigsaw dalam kelas anda, maka anda
dapat mengikuti langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan model jigsaw yang
disampaikan oleh Stepen, Sikes and Snapp berikut ini :
1. Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok dengan anggota maksimal 5 siswa tiap
kelompok.
2. Masing-masing siswa dalam setiap kelompok diberi bagian materi yang berlainan
4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bagian yang sama berkumpul
dalam kelompok baru yang disini disebut sebagai kelompok ahli untuk mendiskusiksn
sub bab mereka.
5. Setelah anggota dari kelompok ahli selesai mendiskusikan sub bab bagian mereka,
maka selanjutnya masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali kedalam
kelompok asli dan secara bergantian mengajar teman dalam 1 kelompok mengenai
sub bab yang telah dikusai sedangkan anggota lainnya mendengarkan penjelasan
dengan seksama.
8. Penutup
Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut. Dan memotifasi siswa untuk belajar.
Fase 2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jelas menyuguhkan ber-bagai
fakta, pengalaman, fenomena fisis yang berkaitan langsung dengan materi.
Fase3. Kelompok Dasar/Asal atau Base Group.
Siswa dikelompokkan menjadi kelompok asal/dasar dengan anggota 5 sampai 6
orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setiap anggota kelompok
diberikan sub pokok bahasan/topik yang berbeda untuk mereka pelajari.
Fase 4. Kelompok Ahli atau Expert Group.
Siswa yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli.
Fase 5. Tim ahli kembali ke kelompok dasar.
Siswa kembali ke kelompok dasar/asal untuk menjelaskan apa yang mereka
dapatkan dalam kelompok ahli.
Fase 6. Evaluasi
Semua siswa diberikan tes meliputi semua topik.
Fase 7. Memberikan Penghargaan
Guru memberikan penghargaan baik secara individual maupun kelompok.
B. KARAKTERISTIK
Pembelajaran kooperatif dengan model Jigsaw mempunyai karakteristik atau ciri
sebagai berikut :
1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dengan
memperhatikan keheterogenan.
Model Pembelajaran Think Pair and Share menggtnakan metode diskusi berpasangan yang
dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana
mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap
mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think
Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi
dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk
didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga
dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-
satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat
menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).
(1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua
kelompok,
(4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai
kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58).
Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi
dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru
saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya
guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
3) Melaksanakan investigasi
a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis
semua gagasan.
4) Menyiapkan laporan akhir
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi.
c) Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5) Mempresentasikan laporan akhir
a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara
aktif.
c) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasn dan penampilan presentasu
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota
kelas.
6) Evaluasi
a) Para siswa saling memberikan umpan balik menganai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka.
b) Guru dan muris berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling
Kedua tugas yang disebut di atas urutannya dapat bervariasi, sesuai dengan situasi. Guru dapat
terlebih dahulu mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kooperatif sebelum
mengidentifikasi topik pembelajaran, atau sebaliknya terlebih dahulu mengidentifikasi topik, baru
kemudian mengorganisasikan siswa ke kelompok-kelompok. Bergantung pada topik yang dipilih
pada fase 1, maka adalah sangat penting untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
membangun kekompakan tim (kelompok), sehingga terbentuk solidaritas dan kohesi antar
anggotanya. Perlu dicatat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation ini
merupakan sebuah model pembelajaran yang kompleks, yang berbeda sama sekali dengan
model pembelajaran kooperatif lainnya, di mana tingkat kooperasi antar anggota kelompok harus
benar-benar baik dan efektif. Agar apa-apa yang dilakukan oleh kelompok bermanfaat dan
efektif, maka setiap anggota kelompok harus produktif dan mempunyai hubungan kooperasi
yang baik satu sama lain.
Fase 2: Perencanaan KelompokSelama fase perencanaan kelompok, siswa harus menentukan
batasan/cakupan penyelidikan mereka, mengevaluasi sumber daya yang mereka miliki,
merencanakan suatu aksi/tindakan, dan menugaskan /memberikan tanggung jawab yang
berbeda kepada setiap anggota kelompok. Pada model pembelajaran kooperatif yang lain,
perencanaan kelompok jauh lebih mudah dibanding perencanaan kelompok pada group
investigation. Bila semua anggota kelompok menyelidiki topik yang sama, tugas utama mereka
pada fase ini adalah menentukan bagaimana cara membagi informasi dasar yang telah mereka
miliki masing-masing. Jika anggota-anggota kelompok bertugas sendiri-sendiri untuk menyelidiki
sub-sub topik, maka keputusan penting pada fase perencanaan ini adalah bagaimana mereka
seharusnya berkoordinasi, dan membagi tugas siapa yang akan bertanggungjawab terhadap
informasi dasar, siapa yang mengumpulkan data, siapa yang menganalisis, siapa yang
mengkombinasikan sub-sub proyek menjadi suatu keutuhan, serta siapa yang akan menulis
laporan. Tugas-tugas demikian tentu amat rumit dan tidak dapat dibagi secara tegas.
Kelompok-kelompok yang telah terorganisasi dengan baik pada fase 2, dan topik yang telah
diidentifikasi pada fase 1, serta telah mempunyai rencana pemecahan masalah selanjutnya siap
memasuki fase 3. Pada fase ini setiap kelompok akan mengimplementasikan
penyelidikan/inkuiri. Biasanya fase 3 ini memerlukan waktu lebih panjang dari fase lainnya.
Setiap kelompok memerlukan banyak waktu untuk mendesain prosedur pengambilan data,
mengambil data, menganalisis, dan mengevaluasi data, dan mengambil kesimpulan. Menjaga
agar setiap kelompok dan anggota-anggotanya bekerja secara efektif dan produktif, dapat saja
sulit dilakukan karena kadang-kadang setiap sub-proyek/proyek penyelidikan berbeda
kebutuhan waktunya. Laporan-laporan kemajuan setiap kelompok terhadap sub proyek/proyek
penyelidikan mereka sangat penting pada fase iniagar guru dapat mengkoordinasikan usaha-
usaha setiap kelompok dalam memecahkan masalah melalui penyelidikan mereka masing-
masing.
Saat siswa mengumpulkan informasi, maka informasi tersebut perlu dianalisis dan dievaluasi.
Guru dapat membantu proses ini dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan secara
kontinyu memfokuskan perhatian setiap kelompok pada pertanyaan atau masalah yang sedang
diselidiki. Pada penyelidikan-penyelidikan yang panjang, siswa dapat saja kehilangan arah
terhadap fokus pembelajaran/studi mereka. Cara lain untuk membantu siswa adalah dengan
membantu mereka menganalisis hasil dengan meminta mereka agar selalu membagi
penemuan-penemuan mereka terhadap anggota-anggota kelompoknya. Atau, guru dapat pula
meminta siswa bereksperimen dengan berbagai cara dalam memberikan display data, bentuk
diagram, dan tabel-tabel, sehingga setiap anggota dapat memahami hubungan antar data yang
telah mereka kumpulkan.
Pada fase kelima ini ada dua tujuan yang harus dilakukan. Pertama adalah mendesiminasikan
informasi; yang kedua mengajarkan kepada siswa bagaimana mempresentasikan informasi
dengan jelas dan dengan cara yang menarik. Format fase terakhir ini dapat sangat bervariasi,
misalnya: presentasi untuk seluruh kelas; presentasi untuk sebagian kelas saja; presentasi
dalam bentuk poster; demonstrasi; presentasi melalui rekaman video; atau satasiun pusat
belajar. Tugas siswa pada fase kelima ini amat bergantung pada jenis informasi itu sendiri, jenis
audiens, dan pembuatan presentasi informasi secara menarik. Tugas-tugas pada fase kelima ini
sangat berguna bagi hidup mereka kelak ketika terjun langsung ke masyarakat, dan sering tidak
dipelajari pada kelas-kelas konvensional/tradisional.
Menurut Bannet (1991) dan Jacobs (1996) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
4. Ketrampilan-ketrampilan Kolaboratif
Ketrampilan-keterampilan kolaboratif sangat penting dimiliki oleh siswa tidak hanya untuk
memperoleh kesuksesan mencapai prestasi maksimal di sekolah, tetapi juga untuk mencapai
sukses dalam karir di lusr sekolah bersama teman dan keluarga mereka maupun dengan orang
lain.
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. Dua tinggal dua
tamu yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama
dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada
kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan
karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa
yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja
manusia saling bergantung satu sama lainnya.