Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Kooperatif Tipe Jigsaw

1. Pengertian Model Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif banyak dikembangkan dalam

pembelajaran di sekolah karena mempunyai keunggulan yang dapat memberikan

motivasi kepada siswa. Menurut Lie (2004:28) model pembelajaran kooperatif

disebut model gotong royong. Falsafah yang mendasari model pembelajaran

gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Kerja sama

merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup.

Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah.

Pendapat lain tentang model kooperatif dikemukakan oleh Sanjaya (2006:240)

sebagai berikut.

Model kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan


sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang
yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan
positif.

Berdasarkan pendapat tersebut, ciri utama model kooperatif adalah

pengelompokkan siswa secara heterogen. Dengan anggota yang heterogen,

antaranggota kelompok saling mengetahui kelebihan dan kelemahan sehingga

terjadi proses saling melengkapi. Selain itu, aktivitas siswa dalam kelompok

merupakan tolak ukur untuk keberhasilan kelompok sehingga penilaian dilakukan

6
7

terhadap kelompok. Adapun Solihatin dan Raharjo (2008:4) mengemukakan

model kooperatif sebagai berikut.

Model kooperatif mangandung pengertian sebagai suatu sikap atau


perilaku dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari
setiap anggota kelompok itu sendiri. Model kooperatif dapat diartikan juga
sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana keberhasilan di antara
sesama anggota kelompok.

Inti dari pendapat di atas bahwa pengelompokkan siswa agar terjadi proses

tukar pikiran untuk saling membantu antaranggota sehingga menghasilkan sebuah

kesepakatan bersama. Dalam model kooperatif, keberhasilan kelompok

merupakan tujuan utama sehingga setiap anggota mempunyai peran untuk bekerja

sama.

Dalam pembelajaran model ini kesepakatan bersama merupakan tujuan

utama yang harus dicapai. Karena itu, semua anggota dalam kelompok itu harus

bekerja sama sehingga hasilnya adalah kesuksesan bersama. Jadi, dalam model ini

yang harus ditonjolkan adalah bagaimana menyamakan persepsi untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka bentuk

pengajaran kelompok bisa terjadi melalui kerja kelompok atau diskusi kelompok.

Dalam kerja kelompok, siswa diberi tugas untuk mengerjakan sesuatu secara

berkelompok dan guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan, minat, bakat, atau

pertimbangan lain yang relevan dengan jenis tugas.

2) Membagikan tugas kepada setiap kelompok sesuai dengan kemampuan,

minat, bakat, anggota kelompok di atas.


8

3) Mengawasi dan memberikan motivasi kepada setiap anggota kelompok untuk

bekerja sebaik-baiknya dan dituntut semuanya aktif.

4) Memberikan bantuan kepada kelompok yang memerlukan bantuan.

5) Memberikan balikan terhadap setiap pekerjaan siswa.

6) Memimpin kegiatan kulminasi dalam bentuk pertanggungjawaban setiap

kelompok.

Untuk diskusi kelompok para siswa diharapkan lebih aktif dalam

menemukan rumusan-rumusan sendiri. Diskusi kelompok kecil memiliki beberap

ciri antara lain:

1) Jumlah anggota kelompok diskusi terdiri dari empat sampai enam orang.

2) Membahas suatu topik atau permasalahan bersama.

3) Prosesnya mencakup pengantar, tukar pendapat, dan evaluasi rumusan ide-ide.

4) Mengarah kepada beberapa tujuan.

5) Interaksi secara verbal

Lie (2004: 48) mengatakan bahwa niat siswa bisa dibina dengan beberapa

kegiatan yang biasa membuat relasi masing-masing anggota kelompok lebih erat

seperti kesamaan kelompok, identitas kelompok, dan sapaan serta sorak

kelompok. Banyak manfaat yang dapat diambil dari model pembelajaran dengan

berkelompok.

2. Unsur Model Kooperatif


9

Roger dan David Johnson (Lie, 2004: 31) mengatakan tidak semua kerja

kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang

maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu

saling ketergantungan, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi

antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

a. Saling Ketergantungan Positif

Dalam model pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa saling membutuhkan. Hubungan yang saling

membutuhkan inilah yang dimaksud saling ketergantungan positif. Saling

ketergantungan positif menuntun adanya interaksi positif yang memungkinkan

sesama siswa saling memberikan motivasi hasil belajar yang optimal. Saling

ketergantungan positif tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling ketergantungan

pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan menyelesaikan tugas, (3) saling

ketergantungan bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran dan (5) saling

ketergantungan hadiah.

b. Tanggung Jawab Perseorangan

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang

terbaik. Oleh karena itu, guru harus membuat persiapan dan menyusun tugas

dengan baik sehingga setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung

jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

Siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah.
10

Rekan-rekan satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar

tidak menghambat yang lainnya.

c. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi. Kegiatan interkasi ini akan memberikan para pembelajar untuk

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil kerja sama akan

lebih baik daripada hasil masing-masing anggota. Lie (2004: 34) mengemukan

inti dari sinergi ini yaitu menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan

mengisi masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang

sosial ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan

menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya anggota kelompoknya.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka kegiatan tatap muka dalam model

kooperatif akan memberikan kesempatan untuk saling mengenal dan menerima

satu sama lain.

d. Komunikasi antar Anggota

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok merupakan proses panjang.

Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal

dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan

pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.


11

e. Evaluasi Proses Kelompok

Berhasil tidaknya suatu kegiatan dapat diketahui melalui evaluasi.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka proses kelompok perlu dievaluasi dengan

prosedur yang tepat. Menurut Lie (2004: 35), pengajar perlu menjadwalkan waktu

khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja

sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

3. Tipe Model Kooperatif

Tipe model kooperatif yang dibahas pada bagian ini adalah model Jigsaw.

Menurut Lie (2004: 49) model kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut.

Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dilakukan


dengan cara siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil dan
setiap siswa dalam kelompok tersebut dikelompokkan lagi dengan anggota
kelompok lain membentuk kelompok-kelompok ahli.

Berdasarkan beberapan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada

kegiatan diskusi dalam kelompok dengan cara membentuk kelompok asal dan

kelompok ahli. Pelaksanaan diskusi dimulai pada kelompok asal dan hasil dari

kelompok asal dibawa kepada kelompok ahli kemudian kembali lagi kepada

kelompok asal.

Langkah-langkah pembelajaran cooperative menurut Aronson, Blaney,

Stephen, Sikes, dan Snapp dalam Depdiknas (2004: 5) sebagai berikut.

1) Siswa dikelompokkan menjadi kelompok kecil dengan anggota


kelompok 5 – 6 siswa heterogen.
2) guru memberi tugas yang berbeda kepada setiap siswa dalam kelompok
dan mengerjakan tugas masing-masing.
3) Siswa dari kelompok lain yang mendapat tugas sama bertemu
membentuk kelompok-kelompok ahli untuk diskusi kelompok.
12

4) Siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan bergantian


mengajar teman satu kelompok tentang tugas mereka.
5) Setiap kelompok mempresentasekan hasil diskuinya.
6) Guru memberikan pertanyaan secara individu dan setiap jawaban siswa
diberi skor sebagai skor kelompok.
7) Di akhir kegiatan, guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman
materi pembelajaran dan memberikan penghargaan pada siswa atau
kelompok terbaik hari itu.
Senada dengan pendapat di atas, Lie (2004: 69) mengemukakan tahap-tahap

pelaksanaan model cooperative tipe Jigsaw sebagai berikut.

1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat


bagian.
2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas hari itu.
3) Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama,
sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.
5) Siswa disuruh membaca atau mengerjakan bagian masing-masing.
6) Setelah selesai siswa saling berbagi mengenai bagian yang
dibaca/dikerjakan masing-masing.
7) Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan
pelajaran hari itu.

Berdasarkan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menggunakan

model cooperative tipe Jigsaw, maka model ini mempunyai kelebihan

sebagaimana dikemukakan oleh Lie (2004: 69) sebagai berikut.

a. Meningkatkan minat baca siswa untuk mempersiapkan diri sebelum


melakukan diskusi.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam mengemukakan pendapat.
c. Meningkatkan keaktifan siswa dalam menyelesaikan masalah.
d. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Dapat mengurangi sifat egois yang mementingkan diri sendiri.
f. Meningkatkan rasa kesetiakawanan dalam menghargai pendapat yang
lain.
g. Meningkatkan kerja sama antara siswa dan guru.
h. Meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan materi
pembelajaran.
i. Meningkatkan kemampuan guru dalam pengelolaan kelas.
j. Meningkatkan kemampuan guru dalam kecermatan penggunaan waktu.
13

Selain mempunyai kelebihan, model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw

mempunyai kelemahan sebagaimana dikemukakan oleh Lie (2004: 69) sebagai

berikut.

a. Jika guru tidak menguasai pengelolaan kelas, maka akan timbul suasana
yang ribut.
b. Jika guru tidak menguasai materi pembelajaran, maka guru tidak bisa
mengarahkan sampai pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
c. Jika siswa kurang persiapan materi pembelajaran, maka diskusi
kelompok menjadi kaku dan tidak berkembang.
d. Jika kurang cermat dalam mengelola waktu, maka pembelajaran belum
selesai pada kesimpulan, bel akhir pelajaran sudah dibunyikan.
e. Pemilihan kelompok yang cenderung homogen dapat menyebabkan
aktivitas antar kelompok tidak seimbang sehingga kelompok yang
pandai cenderung lebih aktif, sedangkan kelompok yang kurang pandai
cenderung diam dan pasif.
f. Perlu adanya cara yang adil dalam pengundian nomor diri dan nama
kelompok.

B. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan individu dan bisa

diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti belajar olahraga, belajar menyanyi,

belajar membaca, dan belajar menulis. Melalui kegiatan belajar, maka akan terjadi

perubahan tingkah laku. Pengertian belajar dikemukakan oleh Ali (2008: 14)

yaitu, proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya.

Pendapat yang sama tentang belajar dikemukakan pula oleh Hamalik (2005: 37),

belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui

interaksi dengan lingkungan.

Berdasarkan pendapat tersebut, perubahan tingkah laku pada belajar

diperoleh karena ada hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan
14

sebagai sarana dan prasarana kegiatan belajar. Oleh karena itu, ciri khusus belajar

adalah adanya perubahan tingkah laku karena berinteraksi dengan lingkungan.

Dalam hal ini lingkungan sangat dominan dalam kegiatan belajar.

Belajar menurut Hilgard dalam Makmun (2007: 157) yaitu belajar yaitu

suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau

pengalaman tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, perubahan tingkah laku

individu terjadi karena praktik atau pengalaman tertentu. Senada dengan pendapat

tersebut, Gage dalam Yamin (2005: 99) mengatakan bahwa belajar merupakan

suatu proses di mana organisma berubah perilakunya diakibatkan pengalaman.

Pendapat lain tentang belajar dikemukakan oleh Slameto (2008: 2) yaitu

”Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Berdasarkan

pendapat tersebut, perubahan tingkah laku individu terjadi karena pengalaman dan

proses interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian, pengalaman, latihan, dan

lingkungan sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu.

Dua hal penting dalam beberapa definisi belajar yang dikemukakan di atas

yaitu perubahan perilaku dan interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian,

perubahan perilaku hasil belajar berbeda dengan perubahan karena pertumbuhan.

Perubahan perilaku hasil belajar lebih bersifat menetap seperti dikemukakan oleh

Kimble & Garmezy (Ali, 2008: 14) sebagai berikut.

Sifat perubahan dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian, hasil


belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu
secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama. Kita dapat
membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan yang terjadi
15

secara kebetulan, tentu tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil
yang sama. Sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar
dapat melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai perbedaan dengan

perubahan perilaku secara kebetulan. Perubahan perilaku dalam belajar sebagai

akibat adanya interaksi dengan lingkungan. Interaksi tersebut berlangsung secara

disengaja sehingga dalam proses belajar tercermin berbagai faktor yang

mendukung terjadi perubahan perilaku. Adapun perubahan perilaku secara

kebetulan sebagai dampak dari ketidaksengajaan. Mengenai kesengajaan ini

dikemukakan oleh Ali (2008: 15) sebagai berikut.

Kesengajaan itu sendiri tercermin dari adanya faktor-faktor berikut.


a. Kesiapan (readiness); yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk
melakukan sesuatu.
b. Motivasi; yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan
sesuatu.
c. Tujuan yang ingin dicapai.

Ketiga faktor tersebut mendorong seseorang untuk melakukan proses

belajar. Untuk melaksanakan proses belajar setidaknya terdapat tiga faktor utama

yaitu kesiapan, motivasi, dan adanya tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan

uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku

individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, dilakukan secara disengaja

dan ada faktor kesiapan, motivasi, dan tujuan yang akan dicapai.

Selanjutnya adalah hasil yang menurut Poerwadarminta (2006: 408) yaitu

sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan oleh usaha (pikiran). Apabila dikaitkan

dengan belajar, maka hasil belajar merupakan kemampuan yang dicapai setelah

belajar dan hal tersebut terlihat dari aplikasinya terhadap berbagai aktivitas atau

didemonstrasikan serta dapat diuji kebenarannya.


16

Menurut Dimyati (2010:48) bahwa hasil belajar merupakan hasil sesuatu

interaksi tindak belajar dan tindak mengajar dari sisi guru. Menurut pendapat

tersebut, hasil belajar tidak terlepas dari faktor siswa dan guru dalam proses

pembelajaran. Proses pembelajaran yaitu kegiatan interaksi antara guru dan siswa

dalam situasi pendidikan. Tidak akan muncul hasil belajar apabila tidak ada siswa

sebagai subjek belajar, dan guru sebagai pemberi fasilitas dan motivasi dalam

kegiatan belajar.

Hasil belajar erat kaitannya dengan prestasi belajar seperti dikemukakan

Makmun (2007: 44) yaitu prestasi belajar adalah kecakapan nyata atau aktual

yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji karena merupakan hasil usaha

belajar yang bersangkutan dengan cara bahan yang telah dijalankan.

Mengenai hasil belajar dikemukakan pula oleh Purwanto (2011: 46)

sebagai berikut.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan


perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan
yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia
mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam
aspekkognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan pendapat di atas, hasil belajar siswa merupakan pengaruh dari

kegiatan belajar. Perubahan tersebut tampak pada pengetahuan, sikap, dan

keterampilan mengenai materi yang dipelajari. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Hamalik (2005: 155) sebagai berikut.

Terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati
dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.
17

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa seseorang

mempunyai hasil belajar apabila yang bersangkutan melakukan kegiatan belajar.

Untuk mencapai hasil yang diinginkan tidak terlepas dari berbagai faktor yang

mempengaruhinya. Sehubungan dengan hal tersebut, agar memperoleh hasil

belajar yang baik, maka peserta didik harus belajar dengan sebaik-baiknya.

Hasil belajar merupakan tingkat atau nilai akhir yang mencerminkan

kemampuan peserta didik yang dicapai melalui kriteria atau kurun waktu tertentu.

Hasil belajar dapat ditinjau dari segi kognitif, apektif maupun psikomotor yang

dicapai oleh peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian dari kegiatan belajar yang

dibuktikan dalam bentuk nilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor karena itu

pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa setiap individu mempunyai

perbedaan. Menurut Munadi dalam Rusman (2012:124) faktor yang

mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan faktor eksternal:

a. Faktor internal
1) Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti
kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak
dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. 
2) Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada
dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya
hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor
psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif,
motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
b. Faktor eksternal
1) Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil
belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan
18

lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban


dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang
akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat
berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih
segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
2) Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil
belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat
berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar
yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa
kurikulum, sarana, dan guru.

Faktor internal merupakan faktor yang datang dari dalam diri peserta

didik, baik berupa kesehatan maupun minat, motivasi, bakat, dan dan daya nalar

yang dimiliki. Hal-hal tersebut menentukan terhadap tinggi rendahnya hasil

belajar siswa. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor

eksternal yakni faktor yang datang dari luar. Faktor tersebut adalah lingkungan

dan instrumental. Lingkungan berhubungan dengan lingkungan fisik dan sosial.

Menurut Hamalik (2005:103), lingkungan adalah segala sesuatu di sekitar yang

bermakna/memberikan pengaruh terhadap individu, baik positif atau negatif.

Lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan sosial, kultural dan alam dengan

berbagai aspeknya. Instrumental berhubungan kurikulum, sarana serta guru. Hal-

hal tersebut sangat menentukan terhadap hasil yang dicapai siswa dalam belajar.

Berbeda dengan pendapat di atas, Syah (2006: 144) membagi faktor yang

mempengaruhi belajar siswa menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut.

a. Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar


yang berasal dari siswa belajar. Faktor dari dalam (internal) meliputi
dua aspek, fisiologi dan psikologis. Fisiologi, faktor ini meliputi kondisi
jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Kondisi psikologis,
faktor ini meliputi kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan
kemampuan kognitif.
b. Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi
19

lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Lingkungan sosial yang


dimaksud adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada
(kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Dalam lingkungan sosial
yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu rumah, masyarakat, dan sekolah. Lingkungan non sosial meliputi
keadaan udara, waktu belajar, cuaca, lokasi gedung sekolah dan alat-
alat pembelajaran.
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis upaya
belajar yang meliputi strategi, model dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran

Inti dari pendapat tersebut bahwa ketiga faktor di atas, pada dasarnya

merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor diri merupakan faktor yang

datang dari dalam, sedangkan faktor luar dan pendekatan merupakan faktor

eksternal atau datang dari luar diri peserta didik. Berdasarkan dua pendapat di

atas, faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa secara umum dapat dibedakan

menjadi dua bagian jenis yakni faktor yang datang dari dalam diri dan faktor yang

datang dari luar. Kedua faktor tesebut mempunyai peranan penting dalam

kelangsungan belajar siswa sehingga semakin besar mempengaruhi, maka akan

semakin baik kegiatan belajar yang dilakukan sehingga dapat mencapai hasil

belajar yang lebih baik pula.

Anda mungkin juga menyukai