Anda di halaman 1dari 27

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Prinsip Cooperative Learning & Scientific Learning dalam


Pembelajaran

Dosen Pembimbing :
Tri Sediyani

Disusun Oleh :
Wulan Ayu Novitasari ( 1404617015 )
Alyaa Dinda Aisyah ( 1404617021 )
Muhammad Andika ( 1404617045 )
Nabila Nurhayati ( 1404617058 )
Nurul Zakiyah ( 1404617079 )
Gladis Apni Rahayu ( 1404617080 )
Mohammad Rafly Prasetyo ( 1404617086 )

FAKULTAS ILMU SOSIAL


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
COOPERATIVE LEARNING

A. Definisi Pendekatan Belajar Kooperatif

Pendekatan belajar kooperatif sangat dikenal pada tahun 1990-an (Duffy &
Cunningham, 1996). Oxford Dictionary (1992) mendefinisikan kooperasi
(cooperation) sebagai ”bersedia untuk membantu” (to be of assistance or be willing
to assist ). Kooperatif juga berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien. Menurut Slavin (1987), belajar kooperatif dapat membantu siswa
dalam mendefinisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan
kemitraan yang bersifat kolaboratif (collaborative partnership).

B. Konsep Belajar Kooperatif


Pengelompokan siswa merupakan salah strategi yang dianjurkan sebagai cara
siswa untuk saling berbagi pendapat, berargumentasi & mengembangkan berbagai
alternatif pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan. Tiga konsep yang
melandasi metode kooperatif:
1. Team rewards:  Tim akan mendapat hadiah bila mereka mencapai
kriteria  tertentu yang ditetapkan.
2. Individual accountability: Keberhasilan tim bergantung dari hasil belajar
individual dari semua anggota tim. Pertanggung jawaban berpusat pada kegiatan
anggota tim dalam membantu belajar satu sama lain & memastikan bahwa
setiap anggota siap untuk kuis atau penilaian lainnya tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
3. Equal opportunities for success: Setiap siswa memberikan kontribusi kepada
timnya dengan cara memperbaiki hasil belajarnya sendiri yang terdahulu.
Kontribusi dari semua anggota kelompok dinilai.
C. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan belajar kooperatif menganut 4 prinsip utama yaitu:

1. Saling Ketergantungan Positif


Arti ketergantungan dalam hal ini adalah keberhasilan kelompok merupakan
hasil kerja keras seluruh anggotanya. Setiap anggota berperan aktif dan
mempunyai andil yang sama terhadap keberhasilan kelompok.
2. Tanggungjawab Perseorangan
Tanggung jawab perseorangan muncul ketika seorang anggota kelompok
bertugas untuk menyajikan yang terbaik di hadapan guru dan teman sekelas
lainnya. Anggota yang tidak bertugas, dapat melakukan pengamatan terhadap
situasi kelas, kemudian mencatat hasilnya agar dapat didiskusikan dalam
kelompoknya.
3. Interaksi Tatap Muka
Bertatap muka merupakan satu kesempatan yang baik bagi anggota kelompok
untuk berinteraksi memecahkan masalahbersama, disamping membahas materi
pelajaran. Anggota dilatih untuk menjelaskan masalah belajar masing-masing,
juga diberi kesempatan untuk mengajarkan apa yang dfikuasainya kepada teman
satu kelompok.
4. Komunikasi Antar Anggota
Model belajar kooperatif juga menghendaki agar para anggota dibekali
dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam
kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan
suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapatnya.   Setiap siswa memperoleh kesempatan berlatih mengenai cara-cara
berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana pendapat orang lain tanpa
menyinggung perasaan orang tersebut.
5. Evaluasi Proses secara Kelompok
Perlu dijadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama
dengan lebih efektif.

Isjoni (2009: 27) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif


yaitu sebagai berikut:

1. Setiap anggota memiliki peran;


2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;
3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-
teman sekelompoknya;
4. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok, dan
5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

D. Tujuan Pembelajaran Kooperatif


1. Meningkatkan hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
2. Penerimaan terhadap keragaman
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain.
3. Pengembangan ketrampilan social
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting
dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan
sosial.

E. Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu modelpembelajaran yang
menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana
kelas yang demokratis, yangsaling membelajarkan memberi kesempatan peluang
lebih besardalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Menurut Sunal dan
Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan
suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk
memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses
pembelajaran.
Menurut David W.Johnson (2010:4),pembelajaran kooperatif:
“Merupakan proses belajar mengajar yang melibatkanpenggunaan kelompok-
kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja bersama-sama didalamnya
guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain.
Pembelajaran cooperative menekankan kerja sama antar peserta didik dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar secara kelompok,
peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-
temannya.”Menurut Wina Sanjaya (2008:241)pembelajaran cooperative adalah
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi yang telah ditentukan. Selain itu pembelajaran kooperatif untuk
mempersiapkan siswa agar memiliki orientasi untuk bekerja dalam tim. Siswa tidak
hanya mempelajari materi ,tetapi harus mempelajari keterampilan khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran dimana sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang ditingkat
kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota
kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi
yang dipelajari, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompokmenguasai bahan pelajaran tersebut.
Menurut Hamid Hasan dalam Etin Soliatin, (2007:4) kooperatif mengandung
pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan
kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh
anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil
dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan
belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, pernyataan Slavin dalam Anita Lie
(2008:8) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran
yang berarti siswa belajar danbekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yanganggotanya terdiri dari dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen, model pembelajaran kooperatif biasa disebut
dengan model pembelajaran gotong royong, yang mendasari model pembelajaran
gotong royong dalam pendidikan adalah fasafah.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa berupa pemanfaatan
kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk
memaksimalkan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut melalui belajar
secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi
dengan teman-temannya. Dari uraian di atas model pembelajaran berkelompok
sangatsesuai untuk pembelajaran praktik. Ada tiga pilihan model pembelajaran, yaitu
kompetisi, individual, dan cooperative learning (Anita Lie, 2008:23). Menurut Slavin
dua alasan mengapa pembelajaran kooperatif dianjurkan untuk digunakan dalam
proses pembelajaran yaitu :

1. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran


cooperative dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial. Menumbuhkan sikap menerima
kekurangan diri dan orang lain , serta dapat meningkatkan harga diri.
2. Pembelajaran cooperative dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berfikir,mencegah masalah,dan menginteraksikan pengetahuan dan
ketermpilan, maka pembelajaran cooperative dapat memperbaiki sistem
pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan. (Wina Sanjaya,2007:240)

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar


berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif
menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur
tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas
yang diberikan dapat diorganisir dengan baik oleh peserta didik. Struktur tujuan dan
reward mengacu pada kerja sama dalam kelompok atau kompetisi yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan maupun reward.

Menurut Rumini dkk (1995:12) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa


variasi model yang dapat diterapkan, yaitu diantaranya :

1) Team Game Tournament (TGT)


Siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok untuk saling membantu dalam
memahami materi dan mengerjakan tugas sebagai sebuah kelompok dan dipadu
dengan kompetensi antaranggota dalam bentuk permainan.
2) Student Team Achievement Division (STAD)
Siswa berada dalam kelompok kecil dan mengguanakan lembaran kerja untuk
menguasai suatu materi pelajaran. Mereka saling membantu satu sama lain.
3) Jigsaw
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat heterogen.Bahan
pelajaran dibagi-bagi dalam setiap anggota kelompok dan mereka mempelajari
materi yang sama berkumpuluntuk berdiskusi materi yang sama,berkumpul untuk
berdiskusi dan kembali ke kelompok semula untuk mempelajari materi yang telah
mereka kuasai kepada anggota kelompoknya.
4) Group investigation (GI)
Siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam
proyek kelas. Setiap kelompok membagi topic menjadi sub topic- sub topic,
kemudian setiap anggota kelompok menggunakan kegiatan meneliti untuk
mencapai tujuan kelompoknya.

Sedangkan menurut Isjoni (2009:74-88), membagi pembelajaran kooperatif yakni:

1) STAD
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe
kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya,
pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui 5 tahapan meliputi:

 Tahap penyajian materi


 Kerja kelompok
 Tes individu
 Penghitungan skor pengembangan individu
 Pemberian penghargaan kelompok

2) Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran dengan jigsaw yakni adanya kelompok asal dan kelompok ahli
dalam kegiatan belajara mengajar. Setiap siswa dari masing-masing kelompok
yang memegang materi yang sama berkumpul dalam satu kelompok baru yakni
kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli bertanggung jawab untuk sebuah
materi atau pokok bahasan . setelah kelompok ahli selesai mempelajari satu topik
materi keahliannya, masing-masing siswa kembali ke kelompokasal mereka untuk
mengajarkan materi keahliannya kepada temantemannya dalam satu kelompok
diskusi.
3) TGT
Team Game Tournament (TGT) adalah tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswanya dalam kelompok-kelompok belajar dengan adanya
permainan pada setiap meja turnamen. Dalam permainan ini digunakan kartu
yang berisi soal dan kunci jawabannya. Setiap siswa yang bersaing merupakan
wakil dari kelompoknya, dan masing-masing ditempatkan ada meja turnamen.
Cara memainkannya dengan membagikan kartu-kartu soal, pemain mengambil
kartu dan memberikannya kepada pembaca soal. Kemudian soal dikerjakan secara
mandiri oleh pemain dan penantang hingga dapat menyelesaikan permainnnya.
4) GI
Group investigation (GI) merupakan model pembelajaran kooperatif yang
kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan
pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi.
Keterlinatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai
akhir pembelajaran akan memberi peluang siswa untuk lebih mempertajam
gagasan. Dalam pelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam
member kebebasan kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis,
kreatif, reflektif dan produktif.
5) Rotating Trio Exchange
Pada model pembelajaran ini, jumlah siswa dalam kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang. Pada setiap trio tersebut diberi
pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setiap anggota trio diberi nomor,
kemudian berpindah searah jarum jam dan berlawanan jarum jam. Dan setiap trio
baru diberi pertanyaan baru untuk didiskusikan.
6) Group Resume
Model ini menjadikan interaksi antar siswa lebih baik, dengan member
penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, dalam bakat dan
kemampuannya di kelas. Setiap kelompok membuat kesimpulan dan
mempresentasikan data-data setiap siswa dalam kelompok.

Model pembelajaran kooperatif sebenarnya bukan model pembelajaran yang


baru ditemui oleh para pendidik atau guru, karena sudah banyak guru yang sering
menugaskan para siswa untuk belajar.

F. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif – Pembelajaran


kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan
kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif,
siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.

Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan kelebihan model pembelajaran


kooperatif, yaitu:

1. Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan,


sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat
terbuka dan demokratis.
2. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki
oleh siswa.
3. Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-
keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
4. siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek
belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
5. siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari
tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi
kesuksesan kelompoknya.
6. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami
pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya
lebih bermakna bagi dirinya.

Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah,


memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya
kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif
melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran.
Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki
kelemahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (1999: 29) yaitu:
Siswa yang dibagi dalam kelompok kemudian diberikan tugas. Akibatnya siswa
merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung
dan tidak tahu bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut sehingga
menimbulkan kekacauan dan kegaduhan.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, jelas bahwa di samping kelebihan atau
manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa dalam model pembelajaran kooperatif, juga
terdapat kelemahan di mana hal tersebut menuntut kemampuan guru dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan mengawasi proses kerjasama
dalam belajar yang dilakukan oleh siswa.

Thabrany (1993: 94) mengemukakan kelebihan atau keuntungan dan kekurangan


kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Keuntungan kerja kelompok
 Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
 Dapat merangsang motivasi belajar.
 Ada tempat bertanya
 Kesempatan melakukan resitasi oral
 Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah
diingat.
2) Kekurangan kerja kelompok
 Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip.
 Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan
kelompok.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif di atas, berikut diuraikan satu-per


satu:

1) Kelebihan pembelajaran kooperatif


Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:
a) Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun
datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian
atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang
memaksa aktif dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda
gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
b) Dapat merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan.
Jika sudah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada
teman yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika
sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak akan
dikalahkan teman-temannya.
c) Ada tempat bertanya
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain
yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering
terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam
belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya
tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan
soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala
yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada
saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling
melengkapi.
d) Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan
menjelaskan suatu teori kepada teman belajar. Inilah saat yang baik untuk
resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar
mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam
bentuk kata-kata yang diucapkan.
e) Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah
diingat
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi
di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah
perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan
dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini,
ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur
dan tangan yang menulis. Semuanya sama-sama mengingat di kepala. Jika
membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini
dapat kurang kuat.

2) Kelemahan model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok 


Kelemahan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu
pembelajaran di sekolah yaitu:
a) Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah dapat
menjadi  tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak
mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol
atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk
belajar menjadi sia-sia.
b) Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele ini sering
berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar
kelompok harus dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit  mendiskusikan
bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara
ini, maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal
sepele.
c) Bisa terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan yang lain
percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu salah, maka semua
anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap anggota
kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru
dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku
untuk pendalaman.

Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga


mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok  tidak  menyadari
makna kerjasama dalam kelompok. Oleh karena itu, Thabrany (1993: 96)
menyarankan bahwa “agar kelompok beranggotakan 3, 5 atau 7 orang, jangan lebih
dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling
mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya harus terbuka pada kawan”.

Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif


sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi
guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan
model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran
melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan
belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif,
kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.

SCIENTIFIC LEARNING

A. Hakikat Model Pembelajaran Scientific Learning


Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”
(Kurinasih, 2014:29) . Pendekatan saintifik dimaksudkan memberikan pemahaman
kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
bergantung pada infromasi searah guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu
dari berbagai sumber melalui observasi dan bukan hanya diberi tahu.
Menurut Nur (dalam Ibrahim, 2010: 3), model pembelajaran scientific
learning adalah model pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua
jalur, yaitu jalur akal atau nalar dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari
model pembelajaran scientific learning adalah adanya penyelidikan ilmiah.
Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan
jawaban atas masalah atau pertanyaan. Dengan demikian, ciri khas model
pembelajaran scientific learning adalah adanya pemecahan masalah melalui
penalaran dan pengamatan.  
Menurut Majid (2014: 195), kegiatan pembelajaran dapat dipadankan dengan
suatu proses ilmiah. Model pembelajaran ilmiah memiliki peran penting dalam
mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam proses
pembelajaran yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan
penalaran induktif (inductive reasoning) dari pada penalaran deduktif (deductive
reasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik
simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau
situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Pada dasarnya,
penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih
luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik
dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum (Majid, 2014: 196).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh definisi model
pembelajaran scientific learning yaitu model pembelajaran yang mengedepankan
proses pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah. Adapun proses pembelajaran
berbasis penyelidikan ilmiah diwujudkan dalam usaha sistematik untuk mendapatkan
jawaban atas suatu permasalahan melalui kegiatan mengamati, menanya,
mengasosiasi atau menalar, mencoba, dan mengomunikasikan.

B. Kriteria Model Pembelajaran Scientific Learning


Proses pembelajaran yang mengimplementasikan model pem-
belajaran scientific learning akan menyentuh tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang
demikian, maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang terintegrasi. Adapun penjelasan dari model pembelajaran scientific
learning dengan menyentuh ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Ranah pengetahuan (kognitif), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran
yang mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan
peserta didik  “tahu apa” akan materi pembelajaran.
b. Ranah sikap (afektif), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran yang
mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan
peserta didik “tahu mengapa” akan materi pem-belajaran.
c. Ranah keterampilan (psikomotor), menjelaskan bahwa dari proses pembelajaran
yang mengimplementasikan model pembelajaran scientific learning menjadikan
peserta didik   “tahu bagaimana” akan materi pembelajaran.
Menurut Sudarwan (dalam Majid, 2014: 194), model pembelajaran scientific
learning bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses
pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau
kriteria ilmiah. Menurut Majid (2014: 194), proses pembelajaran disebut ilmiah jika
memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik
terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran
yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, me-mecahkan masalah, dan
mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir berdasarkan
hipotesis dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
substansi atau materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif
dalam merespons substansi atau materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, akan tetapi
menggunakan sistem penyajian yang menarik.

Model pembelajaran scientific learning menekankan pada pentingnya


kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap
permasalahan pembelajaran. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menciptakan
pembelajaran yang mengedepankan kondisi peserta didik untuk berperilaku ilmiah
dengan sama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan,
menyimpulkan, dan mengkomunikasikan, sehingga peserta didik akan dapat dengan
benar menguasai materi yang dipelajari dengan baik.

C. Kelebihan dan Kekurangan Scientific Learning


Dalam pembelajaran saintifik, kita mengetahui ada 5 komponen di dalamnya.
Setiap komponen memiliki kelebihan dan kekurangannya. Berikut adalah kelebihan
dan kekurang pembelajaran saintifik :
1. Mengamati
KELEBIHAN
 Peserta didik senang dan tertantang,
 Memfasilitasis peserta didik bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik,
dan peserta didik dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek
yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
 Peserta didik diharapkan dapat menyajikan media obyek secara nyata,

KEKURANGAN

 Dalam prosesnya, peserta didik seringkali acuh tak acuh terhadap fenomena
alam.
 Motivasi peserta didik rendah,.
 Memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,
 biaya dan tenaga relatif banyak,
 Jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
2. Menanya
KELEBIHAN
 Bertanya, membuat peserta didik proaktif dalam mencari pembuktian atas
penalarannya. Hal ini memicu mereka untuk bertindak lebih jauh ke arah
positif seperti keinginan yang tinggi untuk membuktikan jawaban atas
pertanyaannya.
 Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang
suatu tema atau topik pembelajaran.
 Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
 Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
 Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
 Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
 Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
 Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
 Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
 Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.
KEKURANGAN

 Jenis pertanyaan kadang tidak relevan.


 Kualitas pertanyaan peserta didik masih rendah.
 Kemampuan awal menjadi tolak ukur peserta didik untuk bertanya sehingga
intensitas bertanya dalam kelas sangat bergantung pada kemampuan awal
yang didapat dari jenjang atau materi sebelumnya.
 Tidak semua peserta didik memiliki keberanian untuk bertanya.
 kadang peserta didik beranggapan bahwa bertanya berarti cenderung tidak
pintar
3. Menalar
KELEBIHAN
 Melatih siswa untuk mengkaitkan hubungan sebab-akibat
 Merangsang peserta didik untuk berfikir tentang kemungkinan kebenaran
dari sebuah teori.

KEKURANGAN

 Peserta didik terkadang malas untuk menalar sesuatu karena sudah terbiasa
mendapatkan informasi langsung oleh guru.
4. Mencoba
KELEBIHAN
 Peserta didik merasa lebih tertarik terhadap pelajaran dalam menemukan
atau melakukan sesuatu
 Peserta didik diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran atas
penalarannya
 Membuat ilmu yang didapatkan melekat dalam waktu yang lama
dibandingkan diberitau langsung oleh guru.
 Melatih peserta didik untuk bertindak teliti, bertanggungjawab, cermat dan
berhati-hati.

KEKURANGAN
 Percobaan yang dilakukan oleh peserta didik seringkali tidak diikuti oleh
rasa ketelitian dan kehati-hatian peserta didik.
 Memerlukan waktu yang lebih dalam menemukan jawaban atas percobaan
5. Mengkomunikasikan
KELEBIHAN
 Peserta didik dilatih untuk dapat bertanggung jawab atas hasil temuannya.
 Peserta didik diharuskan membuat/menyusun ide gagasannya secara
terstruktur agar mudah disampaikan

KEKURANGAN
 Tidak semua peserta didik berani menyampaikan ide gagasan atau hasil
penemuannya
 Tidak semua peserta didik pandai dalam menyampaikan Informasi

D. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Scientific Learning


a. Mengamati ( Observing)

Kegiatan pengamatan dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih indera-


indera pada tubuh manusia, yaitu penglihat, pendengar, pembau, pengecap, dan
peraba atau perasa. Informasi yang dikumpulkan dari pengamatan disebut bukti
atau data. Menurut Majid (2014: 214), prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran atau melakukan
kegiatan pengamatan adalah sebagai berikut.

1) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diamati untuk
kepentingan pembelajaran.
2) Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau
situasi yang diamati. Sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan, guru dan
peserta didik sebaiknya menetukan dan menyepakati cara dan prosedur
pengamatan terlebih dahulu.
3) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam,
dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas hasil pengamatan.

b. Menanya ( Questioning )

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada


peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, atau
dibaca. Peserta didik dibimbing untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil
pengamatan objek yang berkenaan dengan fakta, konsep, ataupun prosedur.
Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi lebih lanjut dan
beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik.

Kegiatan menanya dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan


dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 adalah mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Adapun
kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu dan mengembangkan kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat.

Adapun fungsi bertanya menurut Majid (2014: 216) adalah sebagai berikut :

1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang
suatu tema atau topik pembelajaran.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3) Mendiagnosis kesulitan belajar belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
rancangan untuk mencari solusinya.
4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan manarik kesimpulan.
7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat
atau gagasan, memperkaya kosakata, serta mengembangkan toleransi sosial
dalam hidup berkelompok.
8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.

c. Mengasosiasi atau Menalar ( Associating)

Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan (Majid,
2014: 223). Penalaran yang dimaksud merupakan penalaran ilmiah. Kegiatan
mengasosiasikan atau menalar dalam kegiatan pembelajaran adalah memproses
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan dan hasil dari kegiatan mengamati. Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber
yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada pendapat yang
bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi lainya serta menemukan pola dari keterkaitan
informasi.

d. Mencoba (Experimenting )

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terkait dengan materi atau substansi yang
sesuai. Menurut Majid (2014: 231), agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan
dengan lancar perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut.

1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan


peserta didik.
2) Guru bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang akan
dipergunakan.
3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu.
4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik.
5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen.
6) Guru membagi kertas kerja kepada peserta didik.
7) Peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru.
8) Guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan meng-evaluasinya, bila
dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

e. Mengomunikasikan

Kegiatan mengomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran adalah kegiatan


menyampaikan hasil pengamatan dan kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kegiatan mengomunikasikan dapat
dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam
kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil
tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta
didik atau kelompok peserta didik tersebut. Dalam kegiatan ini, guru dapat
mengklarifikasi agar peserta didik mengetahui secara benar apakah jawaban yang
telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.

E. Implementasi Model Pembelajaran Scientific Learning dalam Pem-belajaran


IPS di Sekolah Dasar
Berikut ini adalah salah satu contoh implementasi model pembelajaran
scientific learning dalam pembelajaran IPS di kelas IV Sekolah Dasar, terkait dengan
materi interaksi sosial. Langkah-langkah pembelajaran tersebut meliputi beberapa hal
sebagai berikut.

a. Mengamati
Peserta didik diminta untuk mengamati kegiatan interaksi sosial yang ada di
lingkungan sekolah, kemudian menuliskan hasil pengamatannya di lembar
pengamatan yang telah disediakan oleh guru. Adapun kegiatan interaksi sosial
dapat berupa transaksi jual beli, kegiatan bercakap-cakap yang dilakukakan dua
orang atau lebih, dan lain-lain.
b. Menanya
Peserta didik dapat menanyakan beberapa hal baru yang ditemukannya
ataupun beberapa hal yang belum dimengerti peserta didik kepada guru.
Sebaliknya, guru juga dapat mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan hal-
hal yang telah diamati oleh peserta didik. Adapun contoh pertanyaan yang akan
diajukan adalah sebagai berikut.
1) Apakah kalian selalu melakukan kegiatan interaksi sosial?
2) Apa yang akan terjadi apabila kalian tidak melakukan kegiatan interaksi
sosial?
c. Menalar
Pertanyaan seperti di atas memerlukan adanya solusi (jawaban) melalui suatu
penalaran. Dalam IPS permasalahan seperti ini dapat dijawab dengan mengaitkan
pendefinisian baru bagi peserta didik yang sudah dapat menerima kebenaran
logis. Jika di hadapkan dengan beberapa pertanyaan di atas, secara otomatis
peserta didik akan berfikir dan menjawab pertanyaan dari guru.
d. Mencoba
Peserta didik diminta untuk mencoba (praktik) untuk tidak melakukan
komunikasi dengan teman-teman di dalam kelas selama kurang lebih sepuluh
menit.
e. Mengomunikasikan
Setelah peserta didik tidak melakukan komunikasi dengan teman-teman di
dalam kelas selama kurang lebih sepuluh menit, peserta didik kemudian diminta
untuk mengomunikasikan atau mempresentasikan hal-hal yang dirasakan ketika
mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan komunikasi dengan teman-teman di
dalam kelas.

Adapun tujuan dari kegiatan pembelajaran di atas adalah sebagai upaya untuk
menyadarkan peserta didik akan pentingnya komunikasi, terutama dalam kegiatan
interaksi sosial karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat bertahan
hidup jika hanya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Dra. Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ghalia
Indonesia

https://www.duniapembelajaran.com/2014/09/ciri-ciri-pembelajaran-kooperatif.html
http://ilmudalammimpi.blogspot.com/2016/01/model-pembelajaran-scientific-
learning.html?m=1

https://rumahedukasiku.wordpress.com/2016/12/26/pendekatan-saintifik-pengertian-
tujuan-karakteristik-dan-prinsip/

http://ilmudalammimpi.blogspot.com/2016/01/model-pembelajaran-scientific-
learning.html

Anda mungkin juga menyukai