Anda di halaman 1dari 10

TEORI BELAJAR PEMBELAJARAN

“JENIS BELAJAR MENURUT GAGNE DAN


BLOOM”

Disusun oleh:

KELOMPOK 3 (Pendidikan Agama Islam 2017)

Tiara Ayu Pangestika (1404617001)


Nurul Zakiah (1404617079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220


Telp. (021) 4893854
B. Jenis-jenis belajar menurut Gagne
Gagne mencatat ada delapan jenis belajar :
1. Belajar isyarat (signal learning). dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar
perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek
reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini
adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara
berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya timbulnya
dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai. Contoh: abahabah“Siap!” merupakan suatu
signal atau isyarat untuk mengambil sikaptertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa
senang. Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang itu. Melihat
ular atau ulat yang besar menimbulkan rasa jijik. Melihat ular itu merupakan isyaratyang
menimbulkan perasaan tertentu. Signal learning ini mirip denganconditioning menurut
Pavlov dan timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu.Respon yang timbul bersifat umum,
kabur, emosional, disamping timbuldengan tak sengaja dan tak dapat dikuasai.

2. Belajar Stimulus Respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus
yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan(reinforcement) sehingga terbentuk
perilaku tertentu(shaping). Contoh : Anjing dapat diajari “memberi salam” dengan
mengangkat kaki depannya bila kita katakan “kasih tangan” atau “salam”. Ucapan
“kasihtangan” merupakan stimulus yang menimbulkan respon “memberi salam” olehanjing
itu. Kemampuan ini tidak dioperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapimelalui latihan-latihan.
Respon itu dapat diatur dan dikuasai, jadi berlainan dengan belajar tipe 1. Respon bersifat
spesifik, jadi tidak umum dan kabur.Respon itu diperkuat atau direinforce dengan adanya
imbalan atau reward.Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respons
itu.Dengan belajar stimulus-respon ini seorang belajar mengucapkan kata-katadalam bahasa
asing. Demikian pula seorang bayi belajar mengatakan“Mama”.
3. Belajar merantaikan (chaining). Tingkah laku “chaining’ dapat merupakan salah satu dari
“motor skills”atau verbal association”. Melalui “chaining” berarti kesatuan
hubunganStimulus – Respons dalam satu rangkaian. Contoh: dalam bahasa kita banyak
contoh “chaining” seperti “ibubapak”,“kampung halaman”, “selamat tinggal” dan
sebagainya. Juga dalamperbuatan kia banyak terdapat “chaining” misalnya pulang dari
kantor, gantibaju, makan, chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R,oleh
sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan“contiguity”.
4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association). Tipe ini meruakan belajar menghubungkan
suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan
sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contoh Bentuk verbal association yang paling
sederahana ialah biladiperlihatkan suatu bentuk geometris, dan anak itu dapat mengatakan
“bujursangkar”, atau mengatakan “itu bola saya” bila dilihatnya bolanya.
Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal
“bujursangkar” sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal “bola”, “saya”,“itu”.
Hubungan itu terbentuk, bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutantertentu, yang satu segera
mengikuti yang satu lagi (Contiguity).
5. Belajar Membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda-
beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contoh: anak dapat mengenal berbagai merk
mobil beserta namanya,walaupun tampaknya mobil itu banyak bersamaan. Demikian pula ia
dapatmembedakan manusia yang satu dari yang lain, juga tanaman, binatang, danlain-lain.
Guru mengenal murid serta nama masing-masing karena mampumengadakan diskriminasi di
antara murid-murid itu. Diskriminasi didasarkanatas “chain”. Anak misalnya harus mengenal
mobil tertentu beserta namanya.Untuk mengenal model lain harus pula diadakannya “chain”
baru, dengankemungkinan yang satu akan mengganggu yang satu lagi. Makin banyak
yangharus dirangkai, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinangangguan
atau “interference”, dan kemungkinan suatu chain dilupakan.
6. Belajar Konsep (concept learning). Belajar mengklasifikasikan stimulus atau menempatkan
obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. Contoh: tahap
pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu
membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata.
Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui
belajar asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara
lingkaran dan objek lingkaran lain seperti dan lingkaran.
7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan kaidah
yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan beberapa konsep biasanya
dituangkan dalam bentuk kalimat. Contoh: kita ketahui bahwa 5 x  6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8
= 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x
a. Kebanyakan orang pertama belajar dan menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif
adalah tanpa dapat  menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan
menerapkan aturan tersebut. Untuk membahas aturan ini, harus diberikan verbal(dengan
kata-kata) atau    rumus seperti “ urutan dalam perkalian tidak memberikan jawaban yang
berbeda” atau “untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a.
8. Belajar Memacahkan Masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang
menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga berbentuk kaedah
yang lebih tinggi(higher order rule). Contoh: pemecahan masalah, siswa yang belum pernah
sebelumnya belajar rumus kuadrat, menurunkan rumusnya untuk menentukan penyelesaian
umum persamaan ax2+ bx + c = 0. Siswa akan memilih keterampilan melengkapkan kuadrat
tiga suku dan menerapkan keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus
kuadrat, dengan melaksanakan petunjuk dari guru.

Selain itu, Gagne juga membuat sistematika jenis belajar. Sistematika tersebut mengelompokan
hasil-hasil belajar yang mempunya ciri-ciri sama dalam satu kategori, yaitu:
1. Keterampilan Intelektual (kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkunganya
menggunakan simbol huruf, angka, kata, dan gambar);
2. Informasi Verbal (keadaan dimana seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu
fakta secara lisan atau tertulis, dan menggambar);
3. Strategi Kognitif (kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri,
mengingat dan berfikir);
4. Keterampilan Motorik (seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan
tertentu. Ciri khasnya adalah otomatis atau gerakan yang berlangsung secara teratur dan berjalan
dengan lancar; dan
5. Sikap (keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pemilihan-pemilihan
dalam mbertindak.

C. Jenis Belajar menurut Bloom


Benyamin Samuel Bloom yang lahir pada tanggal 21 Februari 1913, adalah seorang
psikologi pendidikan dari Amerika Serikat dengan kontribusi utamanya adalah dalam penyusunan
konsep taksonomi belajar yang dilahirkan pada tahun 1956. Taksonomi belajar adalah
pengelompokan tujuan belajar berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga
jenis belajar, yaitu :

1. Cognitive Domain ( kawasan kognitif )


Kognitif adalah segala upaya kegiatan yang menyangkut aktivitas otak. Tujuan aspek kognitif
berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yyang lebih
sederhana. Beberapa kemampuan kognitif tersebut dapat disebutkan antara lain:
a. Pengetahuan
Yaitu berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses
berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal
surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu
materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
b. Pemahaman
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta
didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
c. Aplikasi
Yaitu di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. Penerapan ini adalah merupakan
proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu
memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan
sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
d. Analisa
Yaitu kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-
bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari
kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-
tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
e. Sintesa
Yaitu kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru.
Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil
belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang
pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
f. Evaluasi
Yaitu jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa
pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-
patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin
dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang
yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan
penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam
sehari-hari.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan
masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide,
gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
evaluasi.
2. Affective Domain ( kawasan afektif )
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai yaitu mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom, dan
Masia (1964), meliputi tujuan belajar yang berkenaan dengan minat, sikap, dan nilai serta
pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Kawasan ini dibagi dalam lima jenjang
tujuan, yaitu :
a. Penerimaan (Receiving/Attending)
Kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini
misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan
menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting
juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau
suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam
nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang
receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di
siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
b. Tanggapan (Responding)
Mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi
daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-
ajaran Islam tentang kedisiplinan.
c. Penghargaan (Valuing)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap
suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih
tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar,
peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu
ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”,
maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di
camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam
peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan
yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
d. Pengorganisasian (Organization)
Artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang
membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan
satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh
nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin
nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
e. Karakterisasi (Characterization)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi
dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta
didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada
jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk
suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap,
konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-
Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan
kehidupan masyarakat.

3. Psychomotor Domain ( kawasan psikomotor )


Kawasan Psikomotorik yaitu perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia.
Psikomotorik juga berhubungan dengan aktivitas fisik manusia atau berkaitan dengan gerakan
tubuh, antara lain seperti berlari, melompat, melempar, berputar, memukul, dan lain-lain.
menurut Dave (1970), mengemukakan lima jenjang tujuan belajar pada ranah psikomotor, yaitu :
a. Meniru
Kemampuan mengamati perilaku dan gerakan setelah orang lain agar dapat merespon.
Contoh : seorang peserta didik meniru gerakan menendang bola gurunya.
b. Menerapkan
Kemampuan untuk melakukan tindakan tertentu dengan mengikuti intruksi. Contoh : setelah
meniru peserta didik melakukan gerakan menendang bola dengan gaya sendiri, tidak lagi
persis yang dicontohkan.
c. Memantapkan
Kemampuan untuk mengulangi pengalaman serupa agar menuju perubahan ke arah yang
lebih baik. Contoh : peserta didik menendang bola lebih terarah dan tepat sasaran.
d. Merangkai
Koordinasi serangkaian tindakan dengan membuat aturan yang tepat. Contoh : peserta didik
menendang bola indah dengan gerakan melengkung (gerakan pisang).
e. Naturalisasi
Serangkaian gerakan yang dilakukan secara rutin akan menjadi alami. Contoh : peserta didik
nampak sudah biasa menendang bola secara terarah, akurat dan indah sepeti layaknya
seorang pesepak bola bertarap professional.
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2007.Teori Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta
http://causik.blogspot.com/2016/05/jenis-jenis-belajar-menurut-gagne-dan.html
https://cecepkustandi.wordpress.com/2015/06/29/jenis-belajar-menurut-gagne-dan-bloom/
https://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotor/

Anda mungkin juga menyukai