Konflik antar agama merupakan konflik yang dapat ditimbulkan akibat dari perbedaan
keyakinan, yang tidak bisa disiasati dengan sikap saling menghormati dan menghargai
perbedaan.Kasus mengenai kekerasan dan konflik berbasis agama tetap membuat
kekhawatiran dan menjadi isu yang tidak boleh dianggap remeh. Beberapa tahun lalu
terjadi konflik di Poso dan di ambon antara umat Islam dan Kristen yang menelan korban
hingga ribuan orang yang kini telah berhasil dipadamkan. Kekerasan umat beragama juga
dialami oleh aliran tertentu yang terjadi di Madura 2011 yakni antara warga Syiah dan
Sunni dengan turut pula membakar rumah dan pesantren.
Namun tidak demikian halnya yang terjadi di Bali. Walaupun masyarakat bersikap
multietnik seperti perbedaan agama, suku dan sosial budaya, namun kenyataannya orang-
orang yang berasal dari luar Bali mampu menjalin hubungan yang rukun dan
menciptakan keharmonisan dengan penduduk asli Bali yang didominasi dengan agama
Hindu. Hak tersebut dapat dilihat dengan hubungan umat islam dan hindu.
Sistem nilai sosial yang terkenal digunakan pada masyarakat Bali Hindu adalah menyama
braya yang berarti suatu ikatan persaudaran yang menganggap orang lain itu adalah
saudara. Dengan konsep inilah diharapkan mampu menjaga keharmonisan umat
beragama tidak hanya di Bali, tetapi juga wilayah-wilayah indonesia lain yang memiliki
pluralitas agama dapat mengadopsi nilai ini. Karena dengan konsep ini kemungkinan
timbulnya konflik sangat kecil sebab konsep ini lebih menekankan terhadap perlakuan
terhadap orang lain, dan rasa persaudaraan yang tinggi. Apabial menyakiti dan
merendahkan orang lain sama aja dengan merendahkan diri sendiri.Salah satu daerah
yang identik dengan meyama braya yang merupakan hubungan harmonis antara umat
Hindu dan Islam yakni Desa Pegayamanan yang terletak di Kebupaten Buleleng.
Di dalam permukiman, ini seluruh tatanan kehidupan sosial dan keagamaan dilandasi
dengan semangat dan ajaran Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik jagat
Bali sebagaimana yang selama ini dikenal telah hilang di Pegayaman. Akan tetapi, di
dalam permukiman ini terdapat unsur-unsur budaya Bali yang terlihat pada perayaan
hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi, perayaan subak, sistem penamaan, dan
penggunaan bahasa.
Berdasarkan latar belakang seperti apa yang diuraikan diatas maka terdapat beberapa
permasalahan yang layak dikedepankan, yaitu: 1). Bagaimana pandangan masyarakat
Hindu dan Islam di Desa Pegayaman tentang menyama braya.2)Bagaimanakah bentuk
hubungan menyama braya dalam kehidupan sosial di Desa Pegayaman di desa.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan
dengan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi
obyek penelitian. Informasi tersebut dapat dari data sekunder yang diperoleh dari buku-
buku, karya ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber lain .
Penelitian ini memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan
dengan penelitiannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nyama braya
dan bentuk alkulturasi budaya yang ada di desa pegayaman bali.
PEMBAHASAN
3
Ibid.hlm 8.
4
Ibid hlm 8.
5
Ibid hlm 9.
keagamaan seperti Idul Fitri, Maulid Nabi, Idul Adha dan beberapa perayaan besar lain.
Dimana dalam setiap perayaan hari besar tersebut umat islam tetap melestarikan budaya
leluhur yakni Ngejot atau memberikan berbagai jenis makanan kepada Nyama Hindu.
Hal tersebut juga dilakukan oleh umat Hindu di daerah itu. Tentu pemberian dari umat
Hindu disepakati merupakan berbagai makanan yang tidak mengandung daging babi.
Selain itu ada tradisi membuat orang-orangan semacam ogoh-ogoh di Bali setiap
perayaan Idul Fitri, penggunaan nama khas bali di depan nama seseorang (Wayan,
Kadek, Made, Komang dan Ketut), tradisi Sokok Sada Maulid Basa dan Jero Lingga
berbasis musyawarah antaragama. Tradisi-tradisi tersebut merupakan bagian dari budaya
Nyama dalam merekatkan kebersamaan dalam masyarakat muslim desa pegayaman
menuju islam yang moderat, mengakui suatu perbedaan dan merajut persatuan bangsa
guna menangkal radikalisme yang berkembang saat ini di indonesia ini.
Interaksi Nyama Bali yang telah berlangsung beberapa abad- abad lamanya mendorong
mereka untuk saling mempengaruhi baik dari segi sosial maupun budaya. Hal tersebut
dilihat dengan berbagai pengunaan bahasa bali identitas etnik di kampung muslim di desa
Pegayaman seperti Wayan, Putu, Made, Nengah, Komang, Nyoman, Ketut. saling
kunjungi dalam acara adat, ritual, dan acara penting dalam kehidupan sehari-hari dapat
memperkuat integrasi, di kalangan umat muslim di daerah-daerah seperti Saren Jawa,
Desa Gelgel, Kepaon (Denpasar) dengan ciri menu masakan ala Bali seperti lawar
dengan tidak memakai darah dan daging babi, sate lilit, komoh, tum, urab dan pembuatan
Bebangkit Selam di Angantiga.
interaksi tersebut menjadi modal sosial masyarakat dalam mendorong terciptanya
integrasi sosial seperti adanya tradisi ngejot pada waktu umat Hindu mengadakan upacara
keagamaan seperti hari raya Galungan dan Nyepi, pada waktu yang baik tersebut umat
muslim memberikan buah atau jajanan, begitu juga sebaliknya pada waktu Idul Fitri
masyarakat Hindu ngejot buah ke saudara islamnya.
Adapun Bentuk hubungan sosial dan budaya yang dilakukan antara masyarakat Hindu
dan Islam dapat dijelaskan dalam 5 bentuk sebagai berikut :
1. Ngejot
Ngejot sebagai salah satu upaya untuk menjalin hubungan harmonis antar umat
beragama. Ngejot ini diartikan sebagai bentuk hubungan harmonis masyarakat Hindu dan
Islam, sebagai salah satu contoh hari raya Idul Adha masyarakat Islam membagikan
sebagian makanan itu kepada tetangga didekat rumah termasuk juga masyarakat umat
Hindu. Begitu juga sebaliknya apabila masyarakat umat Hindu memiliki acara agama
seperti Galungan membagikan sebagian buah-buahan kepada masyarakat Islam.
2. Borda
Dibidang budaya, bentuk hubungan harmonis salah satunya adalah kesenian Borda.Borda
merupakan kesenian musik masyarakat Islam dalam bidang tabuh yang memiliki
kemiripan dengan tabuh-tabuh masyarakat Hindu pada umumnya.Hubungan dengan
Hindu terletak pada alat music yang digunakan yakni tabuh juga terletak pada pakaian
yang digunakan yakni menggunakan udeng yang merupakan ciri khas masyarakat
Hindu.Seliain itu kesenian ini memiliki kesamaan pada nada dan irama seperti mekidung
di pura.Borda biasanya dilaksanakan pada hari raya Maulid Nabi, dan Sunatan warga.
3. Gontong royong
bentuk gotong royong terwujud dari masyarakat Hindu dan Islam secara bersama-sama
dalam bantu membantu kegiatan yang dilakukan bersifat suka rela agaer kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan dengan lancer, mudah dan ringan. Kegiatan Gotong royong
tersebut dilakukan pada kegiatan Galungan, Kuningan, Idul Fitri dan lain sebagainya.
Sebagai salah satu bukti yakni kegiatan Maulid Nabi pihak dari panitia mengundang
tokoh-tokoh dan masyarakat Hindu untuk melaksanakan gotong royong bersama.
4. Sokok Base dan taluh
Kebudayaan merupakan salah satu akulturasi budaya antara masyarakat Hindu dan Islam.
Apabila masyarakat Hindu mempunyai pajegan yaitu sarana upacara berupa buah-buahan
yang ditusukkan pada batang pohon pisang, buah-buahan yang dimaksud adalah buahan-
buahan yang sesuai dengan adat dan tradisi yang ada seperti buah pisang, apel, salak,
jeruk, mangga dan lain sebagainya. Tetapi berbeda dengan masyarakat Islam yang ada
didesa Pegayaman yakni adanya Sokok Base yaitu sarana upacara yang memiliki
kemiripan dengan pajegan. Kata sokok diduga berasal dari Bahasa Jawa, soko, yang
berarti tiang sendangkan base dalam bahasa bali yang berarti sirih dan taluh yang berarti
telur. Memang rangkaian ini terdiri dari tiang utama yang terbuat dari batang pisang yang
didirikan di atas sebuah dulang. Pada tiang tersebut ditancapkan beberapa batang bilah
bambu. Pada bilah bambu itulah sirih, kembang, dan buah-buahan dirangkai. Sokok ini
biasanya dibuat pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
5. Sistem Pengaturan Desa
Desa Pegayaman yang didominasi oleh masyarakat Islam tetapi tetap menggunakan
beberapa istilah masyarakat Bali misalnya dalam sistem pengaturan desa seperti yang
dipaparkan pada gambaran umum Desa Pegayaman yang disebutkan bahwa desa
Pegayaman terdiri dari lima banjar yakni 1). Banjar Dinas Barat Jalan, 2). Banjar Dinas
Timur Jalan, 3). Banjar Dinas Kubu, 4). Banjar Dinas Amertasari, 5). Banjar Dinas Kubu
Lebah.
KESIMPULAN
Bali merupakan kepulauan yang ada di Indonesia yang mampu menjalin
hubungan yang rukun dan menciptakan keharmonisan antar agama. Hal tersebut dapat
dilihat dengan hubungan umat islam dan hindu. Kerukunan umat beragama di bali sudah
terjaga sejak kedatangan islam hingga sekarang. Beberapa bukti yang ada diantaranya
adalah kerukunan dan toleransi kehidupan bermasayarakat didesa Pegayaman yang
hingga saat ini tidak pernah terjadi konflik yang bernuansa agama melalui konsep
Menyama Braya .
Menyama braya menyama braya adalah suatu cara hidup yang memahami dan memaknai
bahwa semua manusia adalah bersaudara atau cara hidup yang memperlakukan orang lain
seperti saudara sendiri.menyama braya ini hampir sama dengan konsep islam yakni
“Ukhuwah Islamiyahdan Rahmatan Lil Alamin”. Sendangkan menyama braya menurut
umat Hindu di Desa Pegayaman adalah suatu cara hidup yang memahami bahwa semua
manusia adalah bersaudara atau cara hidup yang memperlakukan orang lain seperti
saudara sendiri, selanjutnya dimaknai sebagai toleransi atau kebersamaan masyarakat
yang multi budaya, multi etnis dan multi agama yang dalam hal ini dapat terwujud dalam
bentuk Tat Tvam Asi dan Tri Hita Karana.
Menyama beryama sendiri diharapkan mampu menjaga keharmonisan dan toleransi umat
beragama tidak hanya di Bali, tetapi juga wilayah-wilayah indonesia lain yang memiliki
pluralitas agama dapat mengadopsi nilai ini. Karena dengan konsep ini kemungkinan
timbulnya konflik sangat kecil sebab konsep ini lebih menekankan terhadap perlakuan
terhadap orang lain, dan rasa persaudaraan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
https://royteguhmusa.wordpress.com/2012/12/13/sejarah-desa-pegayaman/
http://www.jalan-jalan-bali.com/2009/06/maulid-nabi-di-pegayaman-ekspresi-bali.html
Skolimowski, Henryk. 2004. Filsafat Lingkungan terj. dari Eco-Philosophy: Designing New
Tactics for Living. Terj. Saut Pasaribu. Yogyakarta: Bentang.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/view/22024/0
http://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/almada/article/view/220