Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN PKN

“Cooperative Learning”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran PKn

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si.Prof. Dr.

Kokom Komalasari, M.Pd.

Disusun Oleh:

Assyifa Lutfiah Firdaus (2006942)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang
individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan
sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa
depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling
mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling
menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik
dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia
terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh
(saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal
banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-
lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat
memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain?
Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga siswa akan
berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa
benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru dapat
memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu besar di dalam kelas untuk
kegiatan-kegiatan pembelajaran roduktif? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas
sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama
lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau
ketidakmampuan karena cacat?
Model pembelajaran kooperatif nampaknya merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok yang terkelola dan terorganisasikan
sedemikian sehingga peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan-
tujuan akademik, effektif dan sosial (Johnson dan Johnson,1989). Dalam model pembelajaran
kooperatif terdapat lima prinsip yang harus tercermin didalamnya.. lima prinsip tersebut adalah
: 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4)
komunikasi antar anggota; dan 5)evaluasi proses kelompok (Lie, 2000). Dalam menyelesaikan

2
tugasnya, peserta didik yang satu membutuhkak peserta didik yang lain, karena mereka bekerja
dalam satu team. Masing-masing peserta didik memiliki tanggung jawab untuk memberikan
kontribusi pada kelompoknya. Peserta didik yang paham terhadap salah satu tugas harus
membantu peserta didik lain yang belum memahami tugas tersebut. Demikian pula peserta
didik yang belum paham harus meminta penjelasan kepada yang telah paham. Mereka juga
harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka dan komunikasi. Evaluasi dilakukan
baik secara individual maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran demikian akan
mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian seperti frustasi, kecemasan
yang berlebihan, dan rasa rendah diri yang berujubg pada motivasi belajar yang rendah. Dari
uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif dapat menjadi solusi alternatif
dalam mengurangi dampak krisis kepribadian sebagaiman yang dikemukakan oleh Erikson.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari model pembelajaran cooperative learning?
2. Apa saja unsur-unsur model cooperative learning?
3. Apa saja langkah – langkah pembelajaran cooperative learning?
4. Apa saja kelebihan dan kelemahan pembelajaran cooperative learning?
5. Apa saja model pembelajaran cooperative learning?
6. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran cooperative learning?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian pembelajaran cooperative learning
2. Mengetahui unsur-unsur yang mendukung model pembelajaran cooperative learning
3. Mengetahui Langkah – langkah pembelajaran cooperative learning
4. Mengetahui Kelebihan dan kelemahan pembelajaran cooperative learning
5. Mengetahui Model- model pembelajaran cooperative learning
6. Mengetahui peran guru dalam pembelajaran cooperative learning

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara
kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka
sebuah atau beberapa tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk
membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan
atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab
terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans
dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara
pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap
lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa

4
menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu
pada akhir tugas.
Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara
khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikannya dengan temannya.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong
royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran
langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah
peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke
pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru
(pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri
sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.

B. Unsur- Unsur Cooperative Learning


1. Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan
sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Tiap
siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda
atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan
karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas
kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
2. Tanggung Jawab Perseorangan
Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya
disampaikan guru kepada kelompok agar semua kelompok dapat mengetahui siapa anggota
kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan
bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut
harus mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap
5
anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan kemampuannya yang
dimiliki setiap individu.
3. Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka
sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat sa- ling menjadi sumber
belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih memudahkan siswa
dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang memiliki kemampuan harus
dibantu oleh siswa yang lebih mampu me- ngerjakan tugas individu dalam kelompok
tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
4. Komunikasi antar Anggota Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam
menjalin hubungan antar pribadi se- ngaja diajarkan dalam pembelajaran kooperatif ini.
Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali de- ngan berbagai keterampilan
berkomunikasi.Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan
cara-cara berkomunikasi, karena tidak semua siswa mempuanyai keahlian mendengarkan
dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya
untuk sa- ling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat
mereka. Adakalanya siswa perlu diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah
pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang lain.
5. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama
dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja
kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar terlibat
dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.

C. Langkah- langkah Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama


diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-
ciri:
untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja
sama
kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah

6
jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis
kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas
akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam latar belakang.
Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social
siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam
kelompok.

Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :


Fase Indikator Aktivitas Guru
1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
memotivasi siswa ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
dalam kelompok-kelompok membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja dan belajar pada saat mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

7
D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
1. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:
Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika belajar sendiri sering kali rasa
bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang
menarik perhatian atau pelajaran yang sulit.Dengan belajar bersama, orang punya teman
yang memaksa aktif dalam belajar.Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit
mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
Dapat merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika udah
menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai
lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin
mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.

Ada tempat bertanya


Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat
mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah
sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat
memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide teman dapat dicoba
dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima
kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat
membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori
kepada teman belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori
dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam
pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain
yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka
perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah

8
mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja.
Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang
turut campur dan tangan yang menulis.Semuanya sama-sama mengingat di kepala.Jika
membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang
kuat.

2. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam
(intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan
lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai;
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan
yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, dan
d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
yang lain menjadi pasif.
Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya
pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a. Free Rider
Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada
munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah
beberapa siswa yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas kelompoknya
mereka hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu
kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok
kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan
tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang
mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang
lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana.
b. Diffusion of responsibility

9
Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebarantanggung jawab) ini
adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yangdianggap tidak mampu cenderung
diabaikan oleh anggota-anggota lain yang“lebih mampu”. Misalnya, jika siswa
ditugaskan untuk mengerjakan tugasIPA, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak
mampu menghafal ataumemahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak
dihiraukan olehteman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik
punterkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yangkurang
mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu danenergi saja.
c. Learning a Part of Task Specialization
Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, GroupInvestigation, dan
metode-metode lain yang terkait, setiap kelompokditugaskan untuk mempelajari atau
mengerjakan bagian materi yang berbedaantarsatu sama lain. Pembagian semacam ini
sering kali membuat siswahanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh
kelompok lainhampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi tersebut
salingberkaitan satu sama lain.
Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala inibisa diatasi jika guru
mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut:

i. Mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswanya.


ii. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiapsiswanya dengan
mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerjakelompok, dan yang paling
penting
iii. Mengintegrasikan metode yang satudengan metode yang lain.

E. Model-model Pembelajaran Kooperatif


1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), tipe
ini dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkins dan merupakan model pembelajarankooperatif paling sederhana (Ibrahim
dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik yang

10
heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31), sehingga dalam satu kelompok akan
terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan sedang dan satu siswa
lagi berkemampuan rendah.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
 Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap anggota
mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis, maupun
kemampuan.
 Guru menyampaikan materi pelajaran.
 Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja
akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang
telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.
 Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab
pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu.
 Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
 Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi
pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi
tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
 Kesimpulan.
Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:

Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa


lain

Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif

Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72).
Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

Membutuhkan waktu yang lama

11
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai
apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila
digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu
akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).

Tes , Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa
harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada
kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan
kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja
sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

Penentuan Skor, Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh
siswa masukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat peningkatan
kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual merupakan
sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok.

Penghargaan terhadap kelompok, Berdasarkan skor peningkatan individu diperoleh


skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantung
dari sumbangan skor individu.

2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)


a. Pengertian
Menurut Slavin (2005) tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran
kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan
belajarsiswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebihbanyak
digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah
setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh
guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan
saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung
jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil
(5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang
mempunyai lebih dibandingkan anggotanya. Selain itu guru mempunyai fleksibilitas
untuk berpindah dari kelompok ke kelompok atau dari individu ke individu, kemudian

12
para siswa dapat saling memeriksa hasil kerja mereka, mengidentifikasi masalah-
masalah yang muncul dalam kelompok dapat ditangani sendiri maupun dengan bantuan
guru apabila diperlukan.
Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaranTAI, siswa
dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam.Masing-masing kelompok
terdiri dari 5 siswa dan ditugaskan untukmenyelesaikan materi pembelajaran atau PR.
Dalam model pembelajaranTAI, setiap kelompok diberikan serangkaian tugas tertentu
untuk dikerjakanbersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan
kepadasetiap anggota (misalnya, untuk materi IPA yang terdiri dari 8 soal, berartiempat
anggota dalam setiap kelompok harus saling bergantian menjawabsoal-soal tersebut).
Semua anggota harus saling mengecek jawaban temantemansatu kelompoknya dan
saling memberi bantuan jika memangdibutuhkan. Setiap kelompok harus memastikan
bahwa semua anggotanyapaham dengan materi yang telah didiskusikan.
Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggotayang lain.
Selama menjalani tes individu ini, guru harus memperhatikansetiap siswa. Skor tidak
hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampumenjalani tes itu, tetapi juga sejauh mana
mereka mampu bekerja secaramandiri (tidak mencontek).
Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampumenjawab soal-
soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikanPR dengan baik. Guru
memberikan poin tambahan (extra point) kepada siswayang mampu memperoleh nilai
rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final.Karena dalam model pembelajaran TAI
siswa harus saling mengecekpekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas
berdasarkan rangkaiansoal tertentu, guru sambil lalu bisa memberi penjelasan seputar
soal-soal yangkebanyakan dianggap rumit oleh siswa. Pada model pembelajaran TAI
ini,akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk sukses, dan
dinamikamotivasional menjadi unsur-unsur utama yang harus ditekankan oleh guru.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran
secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru;
2. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk
mendapatkan skor dasar atau skor awal;
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi,sedang
13
dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta kesetaraan jender;
4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi
kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu
kelompok;
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari;
6. Guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Pengertian
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas
dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam
anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk
teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang
diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul
dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim,
dkk. 2000 : 52).
c. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan, yaitu :
 Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal,
buku teks, atau bentuk lain
 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
 Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di empat duduk
masing-masing
 Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
 Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Nurhadi dan
Agus Gerrard, 2003 : 40)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa :


 Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, Beberapa aspek dari tujuan
dan motivasi siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru yang
berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan mereka
14
dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu
terkait dengan pelajaran sebelumnya.
 Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal,
buku teks atau bentuk-bentuk lain, Menyajikaninformasi verbal secara jelas kepada
siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya. Petunjuk itu tidak akan
diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk menggarisbawahi suatu perhatian
singkat tentang penggunaan buku teks.
 Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu:

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa


lain
 Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
 Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya
 Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
 Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
 Membutuhkan waktu yang lama
 Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).

4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT )


a. Pengertian
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau
model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan
yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT)

15
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries
dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins.
Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3
sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok
kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD
dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT
menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding
mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang
lalu. Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT
telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk
mengajar tujuan pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar,
seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.
b. Langkah-langkah pembelajaran TGT
Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan ceramah,
diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi yang sedang
disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan. Pada kesempatan ini
guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena
informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada
fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.

Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)


Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang
siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi kelompok disini
adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji materi yang
disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan akademiknya
kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan

16
kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa
percaya diri, dan keakraban antar siswa.

Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)


Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan.Materinya terdiri dari sejumlah
pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru pada fase
sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah memperoleh informasi
secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja
turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin dalam Purwati, 2010).

Siswa dari suatu kelompok ditempatkan pada meja tournament berdasarkan tingkat
kemampuan mereka. Pada meja 1 ditempatkan wakil-wakil siswa yang
berkemampuan akademik tinggi, pada meja 2 dan 3 ditempatkan siswa yang
berkemampuan rata-rata, sedangkan pada meja 4 ditempatkan oleh para siswa yang
berkemampuan rendah. Selanjutnya, para siswa akan mengalami perubahan posisi
dari satu meja ke meja yang lain tergantung dari kemampuan mereka dalam
mengikuti lomba atau tournament. Pemenang pertama pada suatu meja bisa
berpindah meja yang berkualifikasi lebih tinggi, pemenang kedua tetap tinggal di
meja semula, sedangkan siswa yang memperoleh skor terendah akan bergeser ke
meja yang ditempati oleh siswa yang berkualifikasi lebih rendah. Dengan cara ini
maka penempatan siswa pada saat awal akan dapat bergeser naik atau turun sampai
menempati posisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang sesungguhnya
mereka miliki.
Peraturan permainan
Permainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan kepada siswa.Setelah itu
dilanjutkan dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci
ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).Permainan pada tiap
meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut Slavin, 1995 (dalam
Kurniawan, 2008).

1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal dari kelompok yang
berbeda/heterogen.

17
2. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih dahulu pembaca soal dan
pemain pertama dengan cara undian. Pemain yang menang undian mengambil
kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca
soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh
pemain.

3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan pemain sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai,
maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh
penantang.

4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada
pemain yang menjawab benar atau penantang yang memberikan jawaban benar.
Jika semua jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.

5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, dan posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam
satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang.

6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka
kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban kepada
peserta yang lain.

7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung
jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh
berdasarkan tabel yang telah disediakan.

8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang
diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang
diperoleh oleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian
menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.

Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

18
Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota setiap kelompok,
kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan diperoleh
gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru dapat memberikan
penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut.

Kriteria Penghargaan untuk Kelompok


No Kriteria (Rata-rata Kelompok) Predikat
1 X<15 -
2 15≤X<20 Kelompok Cukup
3 20≤X<25 Kelompok Baik
4 25≤X Kelompok Sangat Baik

Skor rata-rata kelompok yang lebih kecil dari 15 sengaja tidak diberikan predikat untuk
memacu kelompok agar lebih giat belajar pada topik-topik berikutnya.

Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber dari
guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri
bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar
konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar
terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif


Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut
Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari
pembelajaran TGT antara lain:

Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas


Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain

19
Motivasi belajar lebih tinggi
Hasil belajar lebih baik
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Sedangkan kelemahan TGT adalah:


Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari
segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak
sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu
yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati
waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu
menguasai kelas secara menyeluruh.
Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan
penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru
adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik
tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang
lain.

5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif


Terpadu Membaca dan Menulis)
a. Pengertian
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara
koperatif–kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif
Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran
Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran
atau,tema sebuah wacana/kliping.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab
terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk
memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman

20
yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami
perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses
pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan
UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui
(learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri
(learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together),
(Depdiknas,2002).
b. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.

Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu
konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk
mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan
menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini
menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan
pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya,
tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan
konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang
kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri
dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi

21
sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk
diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas.
Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan
hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-
gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima
kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.

Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:


1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak;
2. kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan
anak;
3. seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar
anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
4. pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5. pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat)
sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6. pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar
yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7. menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8. membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam
mengajar (Saifulloh, 2003).
Kekurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang
menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti:
matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.

22
6. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
a. Pengertian
Dalam Nurhadi (2005: 120), Frank Lyman (1981) think pair share merupakan metode
pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa selama proses pembelajaran dan
memberikan kesempatan untuk bekeja sama antar siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen. Dikemukakan oleh Lie (2002:56) bahwa, “think pair share adalah pembelajaran
yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain.
Think pair share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak
untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara
ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi
perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model think
pair share siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk
menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani dan
mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat
bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah siswa dapat
berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat saling memberi informasi dan
bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu
layak untuk dipertahankan.
Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide
atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan ide-idenya dengan orang
lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan
untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang
terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk
berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.

23
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh kelas
karena siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain dalam
kelompok kecil sehingga membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan
segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa dapat mengembangkan
kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.
Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran yang menuntut
siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok
kecil dalam mengembangkan kemampuan sehingga 8 diperlukan interaksi yang baik dalam
membagi informasi untuk menyelesaikan permasalahan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)


Dalam Nurhadi (2005 :120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah I : thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa diberi
waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
Langkah II : pairing (berpasangan)
Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah
diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru
mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah III : sharing (berbagi)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja
sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan,
langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang
lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh
kesempatan untuk melapor.
Sedangkan menurut Huda (2011 : 136), prosedur pembelajaran think pair share adalah
sebagai berikut :

24
1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat
anggota/siswa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri
terlebih dahulu.
4. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan
hasil pengerjaan individunya.
5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk mebagikan
hasil diskusinya.

Dari langkah-langkah pembelajaran think pair share yang dikemukakan oleh kedua ahli,
belum dicantumkan sintaks pembelajaran kooperatif secara keseluruhan. Langkah-langkah
dalam pembelajaranpun menggunakan kegiatan awal, inti dan akhir. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan langkah-langkah pembelajaran think pair share dengan menggabungkannya
dengan sintaks pembelajaran kooperatif yakni sebagai berikut:
A. Kegiatan Awal
1. Membuka pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran.
3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan dan
direncanakan.
4. Guru membentuk kelompok

B. Kegiatan Inti
Tahap think:
5. guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri
terlebih dahulu.
Tahap pair :
7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

25
8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan membantu siswa mengarahkan
jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami.

Tahap share :
9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk
menshare hasil diskusinya.
10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas.
C. Kegiatan Penutup
11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil diskusi.
12. Guru mengadakan evaluasi.

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS


Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berempat
adalah sebagai berikut :
1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.
2. Lebih banyak muncul ide.
3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.
4. Guru mudah memonitor.

Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut :


1. Butuh banyak waktu.
2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.
3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.
4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya.
5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota sangat kurang.
7. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).
a. Pengertian
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya
NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau

26
mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
b. Langkah- langkah penerapan tipe NHT:
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar
atau skor awal.
3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa,
setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota
kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru
merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada akhir pembelajaran.
7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya (terkini).

F. Peran Guru dalam pembelajaran Cooperative Learning


Guru dalam cooperative learning mempunyai beberapa peran untuk melakukannya antara
lain:

1) Sebagai Fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator harus mempnyai beberapa sikap sebagai berikut:
a. Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
b. Membantu dan mendorong iswa untuk mengingkapkan dan menjelaskan keinginan
dan pembicaraannya.
c. Membantu kegiatan dan menyiapkan sumber atau alat.
d. Membina siswa agar setiap siswa, setiap orang menjadi sumber yang bermanfaat
bagi yang lainnya
e. Menjelaskan tujuan kegiatan pada keluarga dan mengatur jalannya dalam bertukar
pendapat.
2) Sebagai Mediator

27
Guru berperan untuk menjembati atau mengaitkan materi pelajaran yang sedang di
bahas melalui cooperative learning dengan permasalahan yang nyata di temukan di
lapangan.
3) Sebagai Director-Motivator
Guru beperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu
kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban.
4) Sebagai Evaluator
Guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.

BAB III
KESIMPULAN

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok


yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas
pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Peran guru dalam cooperative lerning
adalah sebagai fasilitator, mediator, director motivator dan evaluator.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a. Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky)
b. Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).
Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif
Fase Indikator Aktivitas Guru

28
1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
memotivasi siswa ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
dalam kelompok-kelompok membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja dan belajar pada saat mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

Model - model Pembelajaran Kooperatif


1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
4. MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENTS ( TGT )
5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-
CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis)
6. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
7. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).

29
DAFTAR PUSTAKA

Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan


Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo.

Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif


DanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muslich Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual.


Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarProses Pendidikan.


Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

30
. 2012. “Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Inkuiri”.
Online.(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.p
df diakses pada 20 November 2013).

.2012. “Model Pembelajaran Inquiri”.Online. (http://www.ras-


eko.com/2011/05/model-pembelajaran-inquiry.html diakses pada 20
November 2013

Wena, Made. 2010, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Bumi Aksara. Jakarta.

Uno B, Hamzah. 2007, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efetif. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Hamdani, dkk. 2011, Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia, Bandung.

31

Anda mungkin juga menyukai