Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ILMU PENDIDIKAN SOSIAL MI I


“Implementasi Pembelajaran Kooperatif”

Disusun Oleh Kelompok 05:


Riza Nudin Kholid
Lisa Puji Andini
Yeni Oktariza
Silvia Ulandari

Dosen Pengampu: Umar Dani, S.Pd, M.Pd

SEMESTER V A

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA’ARIF SAROLANGUN
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial
MI I dengan tepat waktu, terwujud dalam makalah kami “Implementasi
Pembelajaran Kooperatif”.

Besar harapan saya semoga hasil makalah ini dapat memberikan manfaat
yang besar baik untuk saya ataupun orang lain.
Penulis juga menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kesalahan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik maupun sarannya dari
pembaca makalah ini. Sehingga di kemudian hari dapat menyusun lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat digunakan dengan baik dan bermanfaat bagi kita
semua. Amin

Pelawan, 26 November 2023

Penyusun

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................I
DAFTAR ISI..........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif............................................................3
B. Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif......................................................5
C. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif..............................................14
D. Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif.............................15
BAB III PENUTUP.............................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan
pembelajaran, lingkungan dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru
dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara
berfikir dan mengekpresikan ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan pembelajaran cooperative telah memiliki sejarah
yang panjang sejak zaman dahulu kala, para guru telah mendorong siswa-siswa
mereka untuk bekerja sama dalam tugas-tugas kelompok tertentu dalam
diskusi, debat, atau pelajaaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa
cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami
konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan berfikir
kritis.
Jadi, cooperative learning adalah konsep yang lebih luas yang meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
guru atau diarahkan oleh guru. Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses
pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa,
diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-
lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya
adalah model pembelajaran.

III
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pembelajaran kooperatif?
2. Apa saja Apa saja tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif?
3. Apa Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
4. Apa kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui tentang pengertian dari pembelajaran kooperatif.
2. Mengetahui tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif.
3. Mengetahui Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
4. Mengerti kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran kooperatif.

IV
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah


suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa
“pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di
dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama
lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam (2009) “pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif
merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
merupakan terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative
learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif mengandung pengertian
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif,
siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh
anggota kelompoknya.

V
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari
sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif
ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat
interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang
bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan
kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi
untuk memperoleh pemahaman bersama”.
Menurut Wikipedia (2011) “pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang
dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-
kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran
dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran
gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran
kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.1
1
Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 67.
VI
B. Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif

1. Tipe NHT (Numbered Heads Together)


Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala
bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban
yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor
yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor
mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan
mereka dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham
konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat
dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok
agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan
informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak
terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena
semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab
pertanyaan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
me- ngerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
VII
TGT yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa
yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang
berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat
memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan
lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi
pelajaran. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok
mereka. Model pembelajaran TGT adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.2

Menurut Trianto (2011:83), Teams Games Tournament merupakan


salah satu teknik pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif
(cooperatif learning). Teknik ini dikembangkan pertama kali oleh David de
Vries dan Keath Edward pada tahun 1995. Pada model ini siswa memainkan
permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan
poin untuk skor tim mereka. Model pembelajaran kooperatif yang satu ini
memiliki tujuan untuk melatih siswa agar dapat bekerja sama sekaligus
memiliki rasa kompetitif yang positif. Kerja sama di sini akan tampak dalam
kelompok kecil mereka, sedangkan kompetisinya akan trelihat dalam
kelompok besar yaitu ketika mereka berkompetisi dengan kelompok lain.

Menurut Ahmadi (dalam Jurnal I Kd. Handayana, dkk), Teams Games


Tournament merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan, melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan teman sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar siswa.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model


pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) adalah
2
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Prenada Media Grup, 2013), hlm. 77.
VIII
model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok yang
berbeda kemampuan yang menggunakan sistem turnamen akademik yang
diikuti oleh seluruh siswa dan efektif untuk memudahkan siswa berpikir
positif dalam pelajaran.
3. Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-
temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok
digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. 3
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai
berikut:
a. Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan
menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru
dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
b. Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan
kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang
dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi.
Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling
membantu dalam memahami materi pelajaran.
c. Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa
diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak
diperkenankan saling membantu.
d. Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan
mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor
tertinggi, diberikan penghargaan.
4. Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)

3
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), hlm. 123.
IX
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan
Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan
sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu
bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya
menjadi bagian-bagian yang penting.

Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-


kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam
kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-
masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini
tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa.
Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan
pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.
Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama
dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, siswa
juga dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi,
mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain,
dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
1. Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang
materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan
pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.

2. Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan
memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan
tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan
mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama
proses pembelajaran berlangsung.
3. Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang
mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa

X
didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau
media lainnya.
4. Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya,
membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam
kelompok maupun di depan kelas.
5. Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan
materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun
memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya
siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi
hasil pembelajarannya.
5. Tipe JIGSAW
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode jigsaw. Istilah metode
berasal dari bahasa Yunani "Metodos". Kata ini terdiri dari dua suku kata
yaitu "Metha" yang berarti melalui atau melewati dan "hodos" jalan atau
cara. Jadi metode adalah suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Pengertian Kata jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang berarti
“gergaji atau memotong”. Dalam metode pembelajaran teknik jigsaw
termasuk dalam jenis metode pembelajaran kooperatif.4
Metode jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa,
bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan
pembelajaran. Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa
digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab
pribadi yang tinggi. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja
tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara
mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk
mempelajari semua materi sendirian.
Pengertian jigsaw learning adalah sebuah teknik yang dipakai secara
luas yang memiliki kesamaan dengan teknis "pertukaran dari kelompok ke

4
Daryanto, Model Pembelajaran Inovatif, (Yogyakarta: Gava Media, 2012), hlm. 55.
XI
kolompok lain." (group to group exchange) dengan suatu perbedaan
penting: setiap peserta didik mengajarkan sesuatu. Sedangkan menurut
Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut
kepada kelompok yang lain.
1. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Jigsaw

Dalam pembelajaran kooperatif jigsaw langkah-langkah yang harus


dilakukan antara lain :
a) Pembelajaran jigsaw diawali dengan pengenalan topik. Guru
menuliskan topik tersebut di papan tulis dan menanyakan kepada
peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur
kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran
yang baru.
b) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah topik
yang akan dibahas yang memiliki kemampuan akademik yang
heterogen. Kelompok ini dinamakan kelompok asal.
c) Masing-masing anggota kelompok asal mengambil undian untuk
menentukan topik yang akan dibahas.
d) Dari undian yang telah mereka ambil, peserta didik yang mendapat
undian pertama maka akan membahas topik pertama, sedangkan yang
mendapat undian kedua maka akan membahas topik kedua, demikian
seterusnya. Kelompok ini dinamakan kelompok ahli yang bertanggung
jawab untuk mengkaji secara mendalam topik yang mereka dapatkan.
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendiskusikannya
e) Setelah selesai, peserta didik dari masing-masing kelompok ahli
kembali kekelompok asal untuk membagikan pengetahuan yang
XII
mereka dapatkan dari kelompok ahli. Guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk berdiskusi.
f) Sebelum pembelajaran diakhiri, diadakan diskusi dengan seluruh
kelas. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan
review terhadap topik yang telah dipelajari.
Fasilitator dapat mengatur strategi jigsaw dengan dua cara:
1. Pengelompokkan Homogen
Instruksi : Kelompokkan para peserta yang memiliki kartu
nomor yang sama. Misalnya, para peserta akan diorganisir ke dalam
kelompok diskusi berdasarkan apa yang mereka baca. Oleh karena itu,
semua peserta yang membaca Bab 1, Bab 2, dst, akan ditempatkan di
kelompok yang sama.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi
dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di
atas meja.
Kelebihan : Pengelompokan semacam ini memungkinkan
peserta berbagi perspektif yang berbeda tantang bacaan yang sama,
yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih
mendalam terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk
memunculkan proses analisis daripada hanya sekedar narasi
sederhana.
Kelemahan: fokusnya sempit (satu bab) dan kemungkinan akan
berlebihan.5
2. Pengelompokkan Hiterogen
Instruksi : Tempatkan para peserta yang memiliki nomor yang
berbeda-beda untuk duduk bersama. Misalnya, setiap kelompok
diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah
membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb.

5
Sugiyanto, Model-model pembelajaran inovatif (Surabaya: Mata Padi Presindo, 2009), hlm.
97.
XIII
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi
dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di
setiap meja. Biarkan para peserta mencari tempatnya sendiri sesuai
bab yang telah mereka baca berdasarkan “siapa cepat ia dapat”.
Kelebihan: Memungkinkan “peer instruction” dan pengumpulan
pengetahuan, memberikan peserta informasi dari bab-bab yang tidak
mereka baca.
Kelemahan: Apabila satu peserta tidak membaca tugasnya,
informasi tersebut tidak dapat dibagi/ didiskusikan. Potensi untuk
pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi infor-
masi.
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
Model Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted
Individualization) ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005)
tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan
belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya
lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model
pembelajaran TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi
pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual
dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh
anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas
keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam


kelompok kecil (5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang
ketua kelompok yang mempunyai lebih dibandingkan anggotanya. Selain itu
guru mempunyai fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok
atau dari individu ke individu, kemudian para siswa dapat saling memeriksa
hasil kerja mereka, mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam
kelompok dapat ditangani sendiri maupun dengan bantuan guru apabila
diperlukan.
XIV
Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran
TAI, siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam.
Masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa dan ditugaskan untuk
menyelesaikan materi pembelajaran atau PR. Dalam model pembelajaran
TAI, setiap kelompok diberikan serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan
bersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada
setiap anggota (misalnya, untuk materi IPA yang terdiri dari 8 soal, berarti
empat anggota dalam setiap kelompok harus saling bergantian menjawab
soal-soal tersebut). Semua anggota harus saling mengecek jawaban
temanteman satu kelompoknya dan saling memberi bantuan jika memang
dibutuhkan. Setiap kelompok harus memastikan bahwa semua anggotanya
paham dengan materi yang telah didiskusikan.

Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggota


yang lain. Selama menjalani tes individu ini, guru harus memperhatikan
setiap siswa. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampu
menjalani tes itu, tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secara
mandiri (tidak mencontek).

Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampu


menjawab soal-soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikan
PR dengan baik. Guru memberikan poin tambahan (extra point) kepada
siswa yang mampu memperoleh nilai rata-rata yang melebihi KKM pada
ujian final. Karena dalam model pembelajaran TAI siswa harus saling
mengecek pekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas berdasarkan
rangkaian soal tertentu, guru sambil lalu bisa memberi penjelasan seputar
soal-soal yang kebanyakan dianggap rumit oleh siswa. Pada model
pembelajaran TAI ini, akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk
sukses, dan dinamika motivasional menjadi unsur-unsur utama yang harus
ditekankan oleh guru.

C. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif

XV
Peran guru dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah
sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.
Sebagai fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai barikut:
1) Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
2) Membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan
keinginan dan pembicaraannya baik secara individual dan kelompok
3) Membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan
serta membantu kelancaran belajar
4) Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber belajar yang
bermanfaat bagi yang lainnya
5) Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran
dalam pertukaran pendapat
Sebagai mediator guru berperan sebagai penghubung dalam menjebatani
mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pembelajaran
kooperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peran ini
sangat penting dalam menciptakan pembelajaran bermakna (meaningful
learning), yaitu istilah yang dikemukakan Ausubel untuk menunjukkan bahan
yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah
dimiliki siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik siswa
Sebagai director-motivator guru berperan dalam membimbing serta
mengerahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak
memberikan jawaban. Selain itu juga menjadi pemberi semangat pada siswa
untuk aktif berpartisipasi. Peran ini sangat penting dalam rangka memberikan
semangat dan mendorong belajar kepada siswa dalam mengembangkan
keberanian siswa baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama
yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati,
maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau
menyampaikan permasalahannya.
Sebagai evaluator guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar
yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi lebih
ditekankan pada proses pembelajarannya. Penilaian dilakukan baik secara
XVI
perorangan maupun kelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain
bentuk tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru
untuk melihat kegiatan siswa di kelas.
D. Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

1. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif


Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di
antaranya:
a. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi
dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.
b. SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan
ide-ide orang lain.
c. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari
akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
e. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan
prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif
dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan
sikap positif terhadap sekolah.
f. Melalaui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji
ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat
berparktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena
keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g. SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi
dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses
pendidikan jangka panjang.
XVII
2. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Disamping keunggulan, SPK juga memiliki kelemahan, diantranya:
1) Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu.
Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa
dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa
yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, meraka akan merasa
terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.
Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklm kerja sama
dalam kelompok.
2) Ciri utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh
karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan
dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang
demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah
dicapai oleh siswa.
3) Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja
kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya
hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
4) Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran
berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini
tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali
penerapan strategi ini.
5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam
kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual. Oleh
karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa
juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk
mencapai kedua hal itu dalam SPK memang bukan pekerjaan yang
mudah.

XVIII
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

XIX
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan
cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama,
berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan
positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi
antar anggota kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik pembelajaran
kooperatif yaitu siswa harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong,
saling bertukar pikiran, saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara kolompok.
kooperatif yaitu: siswa tidak ber- gantung kepada guru, mampu
mengekplorasikan ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling
bertukar pendapat, meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif.
Kelemahan model pembela- jaran kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang
lebih dari guru untuk mengatur siswadan menyiapkan materi, dapat terjadi
perdebatan kecil, siswa lebih cenderung bergurau dengan temannya,
membutuhkan fasili- tas yang memadai, terjadi perluasan masalah sehingga
waktu terbuang sia-sia, terkadang diskusi didominasi seseorang saja sehingga
siswa lain menjadi pasif.

DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2005

Daryanto, Model Pembelajaran Inovatif, Yogyakarta: Gava Media, 2012


XX
Sugiyanto, Model-model pembelajaran inovatif (Surabaya: Mata Padi
Presindo, 2009

Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, Bandung : CV Wacana Prima,


2009

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Grup, 2013

XXI

Anda mungkin juga menyukai