Anda di halaman 1dari 103

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan


Yang Maha Esa karena atas rahmatNya, penyusunan buku
yang berjudul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TPS (Think Pair Share).” ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Proses penyusunan buku ini tidak luput
dari hambatan, tantangan serta permasalahan yang
dihadapi. Berkat kerjasama, dorongan, arahan, bantuan,
saran, dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak,
sangat membantu penulis dalam menghadapi rintangan
dan hambatan tersebut.

Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dan hormat


melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
serta memberikan penghargaan yang setulus- tulusnya
kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar.
2. Teman-teman mahasiswa semester IV/A di
Jurusan Pendidikan Fisika yang telah memberikan
bantuan yang berguna dalam penyusunan buku ini.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dalam
iii
menyelesaikan buku ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa “tak ada
gading yang tak retak”. Buku ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan , karenanya penulis tetap mengharapkan
saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakannya. Tidak lupa , penulis mohon maaf
apabila ada kesalahan dalam buku ini.

Singaraja, 10 Juni 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................ i


Kata Pengantar ........................................................... ii
Daftar Isi .................................................................... iv
Daftar Lampiran ......................................................... v
A. Pendahuluan .................................................... 1
B. Pembahasan .................................................... 3
C. Pengertian Model koperatif ............................. 3
D. Karakteristik Model pembelajaran koperatif .... 5
E. Prinsip Pembelajaran Kooperatif ..................... 6
F. Langkah Pembelajaran Kooperatif................. 10
G. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif ... 14
H. Variasi Model Pembelajaran Kooperatif ........ 17
I. Model pembelajaran cooperative tipe TPS ....18
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01. RPP


Lampiran 02.Materi Ajar
Lampiran 03. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lampiran 04. Tes Evaluasi
Lampiran 05. Kunci Jawaban
Lampiran 06.Lembar Observasi Afektif, Psikomotor,
Format Penilaian LKS, Format Penilaian
Tes Evaluasi
Lampiran 07. Jurnal Internasional

v
A. PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki arti penting bagi kemajuan


suatu bangsa. Hal ini dikarenakan pengembangan
kompetensi dan sumber daya manusia mencangkup
berbagai aspek dilaksanakan melalui proses pendidikan
termasuk di dalamnya pendidikan sains.
Umumnya masyarakat mengenal pembelajaran
sains sebagai pola pembelajaran yang lebih banyak
memberikan informasi tentang konsep-konsep materi
sains berupa fenomena-fenomena alam atau lingkungan
sekitar, dan juga terkait dengan prinsip-prinsip dan
hukum-hukum dalam sains. Namun, jika pola
pembelajaran hanya dalam bentuk memberikan informasi
saja, maka siswa dapat terjebak dalam sistem
pembelajaran yang hanya mengandalkan hafalan,
sehingga siswa cenderung mudah bosan dengan sistem
pembelajaran seperti ini. Perbaikan pendidikan dimulai
dari upaya mengetahui bagaimana manusia belajar dan
bagaimana cara mengajarkannya. Kedua kegiatan tersebut
dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi
pengetahuannya terhadap objek-objek dan peristiwa-

1
peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia
akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan
yang dapat membantu memahami pengalamannya.
Demikian juga, manusia akan mengkonstruksi dan
membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan
seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Manusia
dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan
inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan
lingkungannya, misalnya dengan melihat, mendengar,
menjamah, mambau, atau merasakan, seseorang dapat
mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
sudah ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan.
Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan
lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan
objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih
rinci.

2
PEMBAHASAN
KAJIAN TEORI
C. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Kooperatif dilandasi oleh teori
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan
Vygotsky. Menurut Piaget, konstruktivisme ditekankan
pada kegiatan internal individu terhadap objek yang
dihadapi dan pengalaman yang dimiliki oleh orang
tersebut. Sedangkan konstruktivisme Vygotsky
menekankan pada interaksi sosial dan melakukan
konstruksi pengetahuan dari lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan kedua pandangan tersebut, konstruktivisme
menekankan pada pentingnya interaksi dengan teman
sebaya melalui pembentukan kelompok belajar. Melalui
kelompok belajar ini akan memberikan kesempatan
kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk
mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan siswa kepada
teman yang akan membantunya untuk melihat sesuatu
dengan lebih jelas bahkan melihat ketidaksesuaian
pandangan mereka sendiri (Rusman, 2010). Sehingga
pada model pembelajaran ini siswa memegang peran

3
penting di dalam proses pembelajaran dan memberi
landasan teoritis bagaimana siswa dapat sukses belajar
bersama orang lain.
Menurut Slavin dalam (Rusman, 2010)
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen. Heterogenitas anggota kelompok
ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi akademik,
maupun status sosial. Hal ini bermanfaat untuk melatih
siswa menerima perbedaan dan bekerjasama dengan
teman yang berbeda latar belakangnya. Setiap anggota
kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya.
Menurut Tom V. Savage mengemukakan bahwa
Cooperative Learning adalah suatu pendekatan yang
menekankan kerjasama dalam kelompok untuk saling
membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada gagasan atau

4
pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam
belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar
kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri.
Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam kelompok-kelompok agar bisa
saling bekerjasama untuk saling membantu antara yang
satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
D. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif berbeda dengan strategi
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat
dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
kerjasama di dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai
tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur
kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya
kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari model
pembelajaran kooperatif (Rusman, 2010).
Adapun karakteristik/ciri-ciri dari pembelajaran
kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.

5
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk
mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu
membuat setiap siswa untuk mau belajar dan juga setiap
tim harus bisa saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
b. Didasarkan kepada Manajemen Kooperatif
Manajemen yang dimaksudkan ini memiliki empat
fungsi, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi
pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
dilaksanakan sesuai dan melalui perencanaan langkah-
langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi
organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan dengan efektif. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui
langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan.
Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran

6
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik
melalui bentuk tes maupun non-tes.
c. Kemauan untuk Bekerjasama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan
oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya
prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang
baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil
yang optimal.
d. Keterampilan Bekerjasama
Kemampuan bekerjasama itu dipraktekan melaui
aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara
berkelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong
untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetpkan.
Sedangkan menurut Arends menyatakan bahwa ada
beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai
kemampuan tingkat tinggi, sedang, dan rendah.

7
3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal
dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam.
4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok
daripada individu.
E. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Lie dalam
Rusman, 2010) ada lima prinsip dasar dalam
Pembelajaran Kooperatif, yaitu sebagai berikut.
a. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive
Interdependence), yaitu dalam pembelajaran
kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas
tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok
tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan
oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh
karena itu, semua anggota dalam kelompok akan
merasakan saling ketergantungan.
b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual
Accountability), yaitu kebehasilan kelompok sangat
tergantung dari masing-masing anggota
kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota
kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

8
c. Interaksi Tatap Muka (Face to face Promotion
Interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi
dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
d. Partisipasi dan Komunikasi (Participation and
Communication), yaitu melatih siswa untuk dapat
berpatisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran. Misalnya bagaimana caranya
menyanggah pendapat orang lain tanpa menyinggung
perasaan lawan bicaranya.
e. Evaluasi Proses Kelompok (Group Process
Evaluation), yaitu seorang pendidik menjadwalkan
waktu khusus bagi setiap kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil
kerjasama mereka, supaya selanjutnya bisa
bekerjasama dengan lebih efektif.

9
F. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Secara umum terdapat enam langkah utama atau
tahapan yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran
yang menerapkan model pembelajaran kooperatif
(Rusman, 2010). Berikut disajikan tabel mengenai
langkah-langkah tersebut.

10
Tabel 2.4.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007).
TAHAP TINGKAH LAKU GURU
Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan belajar yang ingin
Menyampaikan tujuan dan dicapai pada proses pembelajaran dan memotivasi
memotivasi siswa siswa untuk belajar.
Tahap 2 Guru menyajikan informasi atau materi kepada
Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau bahan
bacaan.
Tahap 3 Guru menjelaskan kepada siswa tentang
Mengorganisasikan siswa ke bagaimana cara membentuk kelompok belajar
dalam kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
kooperatif transisi secara efisien.

11
Tahap 4 Guru memberikan bimbingan kepada setiap
Membimbing kelompok kelompok dalam mengerjakan tugas.
bekerja dan belajar
Tahap 5 Guru memberikan evaluasi terhadap hasil belajar
Evaluasi siswa atau setiap kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
Tahap 6 Guru menghargai upaya atau hasil belajar
Memberikan penghargaan individu maupun kelompok.

12
Berdasarkan tabel di atas, pelajaran dalam
pembelajaran kooperatif dimulai dengan pendidik atau
guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai kepada peserta didik atau siswa, selain itu guru
juga memberikan motivasi kepada siswa untuk mengikuti
proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh.
Kemudian langkah ini dilanjutkan dengan penyajian
materi atau informasi, yang biasanya pada tahap ini guru
mengarahkan siswa untuk membaca sendiri informasi
atau materi yang dipelajari (Rusman, 2010). Selanjutnya
peserta didik dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar
atau kelompok-kelompok kecil. Setelah langkah ini
dilaksanakan, selanjutnya guru memberikan bimbingan
kepada siswa, terutama pada saat siswa bekerja bersama
dalam menyelesaikan masalah atau tugas. Kemudian
langkah terakhir dalam pembelajaran kooperatif adalah
presentasi hasil akhir kerja kelompok atau memberikan
evaluasi/penilaian tentang apa yang telah dipelajari, selain
itu juga dilaksanakan pemberiaan penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok maupun individu.

13
G. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam
Proses Pembelajaran
Penerapan model pembelajaran kooperatif,
menempatkan pendidik atau guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran yang menghubungkan pemahaman
siswa ke pemahaman yang lebih tinggi (Rusman, 2010).
Guru disini tidak hanya memberikan pengetahuan kepada
siswa, tetapi juga membangun pengetahuan dalam pikiran
siswa. Sehingga siswa memiliki kesempatan untuk
memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan ide
atau gagasan yang dimiliki. Siswa dapat menemukan
sendiri informasi, mengolah, dan menerapkan dalam
kehidupannya. Proses pembelajaran yang menerapkan
model pembelajaran kooperatif mengharapkan terjadinya
interaksi yang seimbang antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Diharapkan
juga komunikasi dalam pembelajaran terjadi dari banyak
arah, sehingga terjadi aktivitas dan kreativitas yang
diharapkan (Rusman, 2010).
Efektivitas dari penerapan model pembelajaran
kooperatif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai
berikut.

14
a. Guru.
Meliputi kemapanan guru dalam berbagai aspek
seperti kualitas pendidikan, potensi dan kondisi,
kemampuan mengelola pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik model pembelajaran serta
kemampuan dalam mamanfaatkan sarana dan
prasarana belajar (Erliany, TT).
b. Siswa.
Meliputi karakteristik, potensi, minat, kemampuan
dan persepsinya terhadap pembelajaran kooperatif.
c. Sarana dan prasarana belajar.
Meliputi sumber belajar, media dan alat bantu belajar.
d. Ukuran, kondisi dan suasana kelas.
Ukuran berkaitan dengan luas dan pemanfaatan ruang
kelas, kondisi kelas berkaitan dengan penataan sarana
dan prasarana di kelas sehingga kondusif untuk
pembelajaran kooperatif, dan suasana kelas berkaitan
dengan iklim belajar dan kegiatan kerjasama dalam
pembelajaran (Erliany, TT).

15
e. Waktu.
Efektivitas implementasi model pembelajaran
kooperatif membutuhkan waktu yang memadai
dengan pemanfaatan yang optimal dan bermakna.
Penerapan model pembelajaran kooperatif memiliki
kelebihan dan juga kekurangan. Adapun kelebihan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
kemandirian siswa.
b. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa baik tanggung jawab dalam
kelompok maupun diri sendiri.
c. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
keterampilan sosial siswa.
d. Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari
model pembelajaran biasa karena para siswa banyak
melakukan variasi kegiatan dibandingkan dengan
pembelajaran biasa (Erliany, TT).
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut.
a. Guru atau pendidik harus mempersiapkan
pembelajaran dengan matang.

16
b. Dalam pelaksanaannya memerlukan banyak waktu
dan tenaga.
c. Sarana dan prasarana yang mendukung harus
memadai, agar proses pembelajaran di kelas bisa
berlangsung.
d. Materi yang dibahas cenderung meluas, sehingga
memerlukan banyak waktu.
e. Saat diskusi kelas ada kecenderungan didominasi oleh
seseorang, sehingga kemungkinan ada siswa yang
pasif.
f. Guru yang belum terbiasa melaksanakan model
pembelajaran kooperatif membutuhkan penyesuaian
atau latihan dalam pertemuan pertama (Erliany, TT).

H. Variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif


Pada hakikatnya, terdapat empat pendekatan yang
seharusnya merupakan bagian dari strategi guru dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif. Empat
pendekatan tersebut merupakan variasi dalam model
cooperative learning, yaitu Student Teams Achievement
Division (STAD), Tim Ahli (Jigsaw), Investigasi
Kelompok (Group Investigation/Team Games

17
Tournaments), dan Pendekatan Struktural yang meliputi:
Think Pair Share (TPS), dan Numbered Head Together
(NHT) (Trianto, 2007: 49).
I. Model pembelajaran cooperative tipe TPS (Think
Pair Share)
Think Pair Share (TPS)
Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi
adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu
tunggu. Dikembangkan oleh Frang Lyman di Universitas
Maryland.
Dalam tipe ini, guru lebih banyak
mempertimbangkan lebih banyak tentang apa yang
dijelaskan dan dialami. Guru menggunakan tipe ini untuk
membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
 Langkah-langkah TPS
Berpikir (Thinking), guru memberikan suatu
pertanyaan sebagai permasalahan sehingga mendorong
siswa untuk dapat berpikir kritis. Berpasangan (Pairing),
guru menginstruksikan siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi

18
yang terjadi akan mengkrucut ke arah satu kesepahaman
terhadap suatu materi. Berbagi (Sharing), guru meminta
setiap pasangan agar berbagi materi dengan keseluruhan
anggota kelas. Setiap pasangan wajib menyampaikan
hasil diskusi terhadap seluruh anggota kelas.
Salah satu elemen untuk tujuan pembelajaran
dapat yang dicapai adalah adanya kerjasama. Kerjasama
akan membuat seseorang mampu melakukan lebih dari
bekerja sendiri. Lie (dalam,Qurthubi.2018) menyatakan
bahwa kerjasama adalah salah satu elemen yang sangat
penting untuk hidup, karena tanpa kerjasama tidak ada
namanya kehidupan. Model pembelajaran kooperatif
adalah strategi kelompok belajar kecil tempat siswa
belajar dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Khususnya Nurwnawati (dalam,Qurthubi.2018)
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
think pair share berdampak pada kemampuan kerjasama
siswa.
Sejalan dengan penelitian Nurwanti di atas, Efendi
(dalam,Qurthubi.2018) menyimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif model tipe TPS memiliki

19
dampak yang lebih baik dibandingkan dengan model
konvensional, dan ada interaksi antara model
pembelajaran dengan tingkat kreativitas hingga
kemampuan berbicara.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Muslimin. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif.


Surabaya:UNESA.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Jakarta: PT


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Suastra, I W. 2017. Buku ajar belajar dan pembelajaran


sains. Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.

Wildan, Muhammad.2017. Journal Effect Of Cooperative


Learning Model Type Think Pair And Share
(Tps) On Student Cooperation. Jakarta:
University Of Indonesian Education.

21
Lampiran 01

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Negara


Kelas/Semester : X/2
Mata Pelajaran : Fisika
Mateti Pokok : Elastisitas dan Hukum Hooke
Alokasi Waktu : 1 × 2JP
========================================
A. Kompetensi Inti
KI. 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama
yang dianutnya.
KI. 2 Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta
damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.

22
KI. 3 Memahami dan menerapkan pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar
1.1 Bertambah keimanannya dengan menyadari
hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan
jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang
menciptakannya.
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa
ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun;

23
hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis;
kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
sikap dalam melakukan percobaan dan
berdiskusi.
2.1.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (rasa ingin tahu
dan tanggung jawab) pada saat proses
pembelajaran.
3.6 Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam
kehidupan sehari hari.
3.6.1 Mendefinisikan pengertian elastisitas.
3.6.2 Menyebutkan masing-masing 3 contoh
benda elastik dan benda plastik dalam
kehidupan sehari-hari.
3.6.3 Mengidentifikasi besaran-besaran fisis
pada elastisitas.
3.6.4 Menganalisis besaran-besaran fisis pada
Hukum Hooke.
4.1 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis
dengan menggunakan peralatan dan teknik yang
tepat untuk penyelidikan ilmiah.

24
4.1.1 Melakukan percobaan untuk menyelidiki
hubungan gaya dengan pertambahan
panjang pegas.

C. Indikator
1. Mendefinisikan pengertian elastisitas.
2. Menerapkan masing-masing 3 contoh benda
elastik dan benda plastik dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Mengidentifikasi besaran-besaran fisis pada
elastisitas.
4. Menerapkan besaran-besaran fisis pada Hukum
Hooke.
5. Menyelidiki hubungan gaya dengan pertambahan
panjang pegas.

D. Tujuan Pembelajaran
a. Kognitif
1. Melalui kegiatan mengamati dan tanya-jawab,
siswa dapat mendefinisikan pengertian
elastisitas.

25
2. Melalui kegiatan praktikum siswa mampu
menerpakan masing-masing 3 contoh benda
elastik dan benda plastik dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Melalui kegiatan pencarian informasi dan
diskusi, siswa dapat mengidentifikasi besaran-
besaran fisis pada elastisitas.
4. Melalui kegiatan praktikum, siswa dapat
menerapkan besaran- besaran fisis pada Hukum
Hooke.
b. Afektif
Melalui proses menggali informasi dan
penyelidikan, siswa dapat menunjukkan sikap rasa
ingin tahu dan tanggung jawab.
c. Psikomotor
1. Melalui proses diskusi dan presentasi, siswa
terampil dalam mengemukakan pendapat dan
bertanya.
2. Melalui kegiatan penyelidikan, siswa terampil
dalam melakukan percobaan untuk menyelidiki
hubungan gaya dengan pertambahan panjang
pegas.

26
E. Materi Pembelajaran
a. Elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk
kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya
luar yang diberikan kepada benda itu dihilangkan.
b. Contoh benda yang memiliki elastisitas (benda
elastik) yaitu: karet, baja, kayu. Sedangkan contoh
benda yang tidak elastis (plastik) yaitu: plastisin,
lumpur, dan tanah liat.
c. Besaran-besaran fisis yang dapat ditentukan untuk
mendeskripsikan elastisitas yaitu:
F
1) Tegangan ( ) 
A
L
2) Regangan (e) 
L

3) Modulus Elastik (Y) =


Tegangan  F/ A

Re gangan L / L

d. Hukum Hooke yaitu hukum yang menyangkut


pertambahan panjang suatu bahan berbading lurus
dengan gaya yang diberikan benda. Secara

27
matematis Hukum Hooke dapat dituliskan
dengan:
F=kx
e. Pada Hukum Hooke, dengan pertambahan panjang
yang semakin besar, maka gaya yang dikerjakan
juga semakin besar.
f. Pada dua buah pegas yang memiliki konstanta k1
dan k2 apabila dipasang seri, maka konstanta pegas
pengganti akan menjadi:
1 1 1
 
kT k1 k2
Sedangkan apabila dua buah pegas yang memiliki
konstanta k1 dan k2 dipasang paralel, maka
konstanta pegas pengganti akan menjadi:
kT = k1 + k2

F. Model Pembelajaran
Kooperatif tipe think pair share.

28
G. Media dan Sumber Belajar
Media
: video dan power point tentang
pembelajaran
elastisitas
Sumber
: buku siswa dan internet. Foster,
belajar
Bob. 2000. Fisika SMA Kelas 1B.
Jakarta: Erlangga

H. Langkah-langkah Pembelajaran
Kooperatif tipe think pair share.

Waktu
Kegiatan Pembelajaran
(menit)
(1) Menyampaikan salam pembuka. 5
(2) Melakukan absensi siswa.
Fase 1. Menyampaikan tujuan dan 15
memotivasi siswa
(3) Menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran
(4) Memberikan beberapa pertanyaan untuk
menggali pengetahuan awal siswa

29
(menanya). Pertanyaan yang diberikan,
sebagai berikut:
a. Cobalah kalian perhatikan suatu kawat
gelang yang kita rentangkan, jika kita
lepaskan akan kembali ke bentuknya
semula. Dapatkah kalian
mendeskripsikan bagaimana
elastisitas suatu bahan ?
Adapun jawaban yang diharapkan
dari siswa yaitu: Elastisitas adalah
kemampuan suatu benda untuk kembali
ke bentuk awalnya setelah adanya gaya
luar yang diberikan kepada benda itu
dihilangkan.
Selain itu, guru juga dapat
menampilkan sebuah video tentang
elastisitas, sehingga siswa menanggapi
demonstrasi dan video yang telah
ditampilkan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan maupun
memberikan pendapatnya (mengamati,

30
menanya).
(5) Memberikan motivasi pada siswa dengan
menyampaikan hal sebagai berikut.
Mempelajari elastisitas dan Hukum
Hooke bukan sesuatu yang sulit karena
elastisitas berkaitan erat dengan bahan-
bahan/benda yang ada pada kehidupan
sehari-hari. Jika kalian tekun
membelajari materi ini, mungkin kalian
akan bisa menyusun suatu alat yang
dapat memudahkan pekerjaan kalian.
Fase 2. Mengorganisasikan siswa ke dalam 10
kelompok-kelompok belajar
(6) Mengarahkan siswa untuk membentuk
kelompok asal yang memiliki anggota
heterogen dengan jumlah 4 orang.
(7) Mengarahkan siswa untuk membentuk
kelompok ahli dari masing-masing
anggota kelompok asal.
(8) Memberikan informasi kepada siswa
mengenai 4 sub materi yang akan

31
didiskusikan dalam kelompok ahli,
antara lain: tegangan, regangan, modulus
elastisitas, hukum Hooke (mengamati).
Fase 3. Mengintegrasikan topik dalam setiap 20
anggota kelompok
(9) Membagi 4 sub materi pembelajaran
sesuai dengan banyaknya kelompok ahli
sesuai konsep materi pembelajaran yang
ingin dicapai dan yang akan dipelajari
oleh siswa dalam kelompok ahli.
(10) Masing-masing anggota dari kelompok
ahli berkumpul dan mendiskusikan 1 sub
topik yang akan didiskusikan
(eksplorasi).
Fase 4. Formulasi 25
(11) Memandu dan membimbing diskusi yang
berlangsung (mengamati).
(12) Mengarahkan setiap anggota kelompok
ahli mampu memahami hasil diskusi yang
akan diinformasikan ke dalam
kelompok asal (mengamati).

32
(13) Memberikan kesempatan pada masing-
masing anggota kelompok ahli kembali ke
dalam kelompok asal untuk memberikan
informasi dari hasil diskusi
kelompok ahli (mengomunikasikan).
Fase 5. Penerapan Konsep 50
(14) Membagikan LKS yang akan dikerjakan
oleh masing-masing kelompok asal (LKS
terlampir).
(15) Memberikan kesempatan pada kelompok
asal untuk mempresentasikan hasil
diskusi yang berupa LKS dan
mendiskusikan jawaban LKS dengan
anggota kelompok lain
(mengomunikasikan).
(16) Selain LKS, untuk menguji pemahaman
siswa diberikan pula tes evaluasi
perseorangan (tes evaluasi terlampir)
(mengomunikasikan,
mengasosiasikan).

33
Fase 6. Evaluasi 10
(17) Memberikan penghargaan kepada
kelompok asal yang memperoleh nilai
tertinggi di dalam mempresentasikan
hasil diskusi LKS dan kepada peraih nilai
tertinggi tes evaluasi perseorangan.
(18) Menyimpulkan kegiatan pembelajaran
yang telah berlangsung.
(19) Memberikan motivasi kepada semua
siswa baik yang memperoleh nilai yang
terendah, sedang, dan tinggi agar dapat
meningkatkan prestasi belajar.
(20) Menyampaikan materi pembelajaran pada
pertenuan berikutnya. “Adapun materi
pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya yaitu tentang fluida statik.
Jadi, tolong lebih dipersiapkan dengan
baik agar nanti lebih mudah mengerti”.
(21) Mengakhiri pelajaran dan mengucapkan
salam penutup.

34
I. Instrument Evaluasi Hasil Belajar
a) Mekanisme dan prosedur evaluasi
Evaluasi dilakukan pada proses dan hasil
pembelajaran. Aspek yang dievaluasi mencakup
sikap (rasa ingin tahu, dan tanggung jawab),
pemahaman, dan keterampilan siswa
(mengungkapkan pendapat dan bertanya).
b) Aspek dan instrumen penilaian
Penilaian sikap dan keterampilan dilakukan
dengan menggunakan lembar observasi. Penilaian
pemahaman siswa dilakukan dengan memberikan
tes tulis berupa tugas dan kuis.
c) Instrumen penilaian dilampirkan

35
ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE

Petunjuk Belajar

Modul ini mendeskripsikan tentang pokok bahasan


elastisitas dan hukum hooke. Modul ini juga dilengkapi
dengan latihan-latihan soal. Untuk informasi lebih
lengkap, silakan kamu membaca pada buku fisika yang
relevan atau mengakses internet.
1. Pahamilah konsep yang disajikan dengan dukungan
fakta!
2. Lakukan latihan untuk mengembangkan
pemahaman kamu! Selamat belajar!

Kompetensi Dasar
3.6.1 Mendefinisikan pengertian elastisitas.
3.6.2 Menerapkan masing-masing 3 contoh benda
elastik dan benda plastik dalam kehidupan
sehari-hari.
3.6.3 Mengidentifikasi besaran-besaran fisis pada
elastisitas.

36
3.6.4 Menerapkan konsep Hukum Hooke.

A. Elastisitas
Semua benda yang ada di alam dapat digolongkan
sebagai benda elastis. Benda elastis adalah benda yang
mampu kembali ke bentuk semula setelah gaya yang
bekerja pada benda itu dihilangkan. Seperti karet dan
pegas. Semua benda elastic memiliki batas elastisitas, jika
batas elastisitas terlampaui maka benda elastis tidak akan
menjadi elastis lagi. Contoh benda yang memiliki
elastisitas (benda elastik) yaitu:
1) Karet
2) Baja
3) Kayu
Sedangkan contoh benda yang tidak elastis (plastik)
yaitu:
1) Plastisin
2) Lumpur
3) Tanah liat
Besaran-besaran fisis yang dapat ditentukan
untuk mendeskripsikan elastisitas yaitu:

37
1) Tegangan
Tegangan didefinisikan sebagai
perbandingan antara gaya tarik (F) yang
dikerjakan pada benda dengan luas
penampangnya (A). Secara matematis
F
dirumuskan dengan: ( ) 
A

2) Regangan
Didefinisikan sebagai perbandingan antara
pertambahan panjang dengan panjang
awalnya (L). Pertambahan panjang ini tidak
hanya terjadi pada ujungnya saja, tetapi pada
setiap bagian batang yang terentang dengan
perbandingan yang sama. Secara matematis
L
dirumuskan dengan: (e) 
L

3) Modulus Elastik Modulus Elastisitas


didefinisikan sebagai perbandingan antara
tegangan, dengan regangan suatu bahan
selama gaya yang bekerja tidak melampaui
batas elastisitasnya. Secara matematis

38
dirumuskan dengan: (Y) =
Tegangan  F / A

Re gangan L / L

Contoh soal:
Sebuah batang besi yang panjangnya 2 m,
penampangnya berukuran 4 mm x 2 mm. Modulus
elastisitas besi tersebut adalah 105 N/mm2. Jika pada ujung
batang ditarik dengan gaya 40 N. Berapa pertambahan
panjang besi tersebut?
Pembahasan
a. Diketahui
L = 2 m = 2.103 mm
A = 8 mm2
σ = 105 N/mm2
F = 40 N
b. Ditanyakan: L ?
c. Penyelesaian:

Dari rumus Y = F / A maka


L / L

39
F .L 40 N .2.10 3 m

L 
A.Y 8mm 2 .10 5 N / mm
2

 0,1mm

40
B. Hukum Hooke
Hubungan antara pertambahan panjang suatu
pegas dengan gaya penariknya pertama kali diamati oleh
Hooke dengan hukumnya yang berbunyi sebagi berikut:
“ Semakin dalam batas kelentingan, besar gaya
penarik F sebanding dengan pertambahan panjangnya”.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
F = k. Δx
Dimana :
F = gaya penarik ( N )
k = konstanta pegas ( N/m )
Δx= pertambahan panjang pegas ( m)

Δx

Gambar 1. Ilustrasi Hukum Hooke

41
Pada waktu pegas ditarik ke bawah, pegas
diberikan gaya yang besarnya sama dengan gaya
penariknya tetapi arahnya berlawanan. Ini berarti pegas
memiliki gaya. Gaya yang diberikan pegas ini disebut
gaya pemulih atau gaya pegas. Besar gaya pemulih atau
gaya pegas dapat ditentukan sebagai berikut :

Δx

Fp

Gambar 2. Ilustrasi Gaya Pemulih

Fp= -k.Δx
Dimana, Fp = gaya pegas (N). Tanda negative pada
persamaan disamping menunjukkan bahwa arah gaya
pegas berlawanan arah dengan gaya penarik.
42
Ada dua macam susunan dari pegas, yaitu :
susunan pegas seri dan susunan pegas paralel. Kedua
macam pegas ini akan menghasilkan harga tetapan yang
berbeda.
1. Susunan Pegas Seri
Jika ada pegas yang disusun seri diberi gaya tarik
sebesar F, maka gaya tarik itu akan dirasakan oleh semua
pegas yang disusun seri tersebut. Akibatnya, semua
pegas akan mengalami pertambahan panjang.

Gambar 3. Susunan Pegas Seri

43
Untuk menetapkan tetapan pegas totalnya
digunakan cara sebagai berikut :
x = x1 + x2 + x3 + ….
F F F
   ....

kT k1 k2
1 1 1
F( )  F( 
 ....)
kT k1 k2
1 1 1
 
kT k1 k2  ....

2. Susunan Pegas Paralel


Jika pada pegas yang disusun parlel diberi gaya
sebesar F, maka pertambahan panjang seluruh pegas
sama, hal ini disebabkan kerena ujung-ujung pegas yang
disusun paralel disatukan.

44
k2 k2
k1
k1
x

F1 F2

Gambar 4. Susunan Pegas Paralel

F = F1 + F2 +…..
kT . x = k1 . x + k2 .x + .....
kT = k1 + k2+ ....

Contoh soal:
Sebuah pegas yang panjangnya 20 cm tergantung
bebas. Ketika pegas tersebut diberi beban 20 N, ternyata
panjangnya menjadi 20,5 cm. Tentukan tetapan pegas
tersebut!
Penyelesaian:
a. Diketahui :
x0 = 20 cm = 0,2 m
xt = 20,5 cm = 0,205 m
45
F = 20 N
b. Ditanyakan : besarnya k ......... ?
c. Jawab :
F = k.x
20 = k.(0,205 – 0,2)
20 = k.0,005
k.0,005 = 20
k = 20 / 0,005
k = 4000 N/m

Latihan soal
1. Sebuah kawat baja (E = 2 x 1011 N/m2). Panjang
125 cm dan diameternya 0.5 cm mengalami gaya
tarik 1 N.Tentukan:
a. Tegangan.
b. Regangan.
c. Pertambahan panjang kawat.
2. Sebuah pegas yang panjangnya 30 cm tergantung
bebas. ketetapan pegas tersebut 800 N/m, ternyata
panjangnya menjadi 40,5 cm. Tentukan gaya
pegas tersebut!

46
3. Dua buah pegas disusun paralel. Masing-masing
pegas memiliki konstanta pegas sebesar 200 N/m.
Bila pegas digantungkan secara vertikal kemudian
di ujungnya dibebani benda bermassa
2 kg. Berapa pertambahan panjang pegas?
Bagaimana jika pegas disusun seri?

47
Lampiran 03

LKS

(Lembar Kerja Siswa)

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Negara


Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : X/2
Pokok Bahasan : Elastisitas dan Hukum
Hooke
Waktu : 25 menit
========================================
A. Tujuan
Mengamati Hubungan antara Gaya dan Pertambahan
Panjang pada Pegas

B. Alat dan Bahan


1. Batang penyangga
2. Pegas
3. Mistar
4. Beban(cincin besi)

48
C. Langkah Kerja
1. Gantung ujung bagian atas pegas pada batang
penyangga (statip) .
2. Lengkapi batang penyangga pegas dengan sebuah
mistar panjang. Sebagai beban penarik pegas,
dapat digunakan cincin-cincin besi yang berfungsi
sebagai gaya berat atau gaya penarik pegas.

Gambar 1. Set-up percobaan

3. Catat kedudukan ujung bawah pegas sebelum


diberi beban. Kedudukan ini dianggap sebagai y0
atau panjang pegas mula-mula.

49
4. Pada tahap awal, gantungkan sebuah cincin besi
yang memiliki berat w. Catat kedudukan ujung
bawah pegas dan beri tanda kedudukan ini sebagai
y1 sehingga dengan beban penarik seberat w, pegas
bertambah panjang sebesar  y = y1 - y0.
Cantumkan hasilnya dalam tabel berikut.

Tabel 1. Menentukan Sifat Elastisitas Pegas

Berat Kedudukan Pertambahan


No. Beban Ujung Pegas Panjang
(N) (cm) Pegas (cm)
1
2
3
4

5. Lanjutkan eksperimen ini dengan memberikan


beban pada pegas sampai beban pada pegas mampu
mengukur pertambahan panjang pegas. Catat
kembali hasil percobaan yang diperoleh pada Tabel
1. di atas.
6. Buatlah grafik pertambahan panjang pegas (  y ).
50
7. Apakah yang dapat disimpulkan dari bentuk grafik
hubungan antara  y dan F yang dibuat?

51
Lampiran 04
TES EVALUASI

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Negara


Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : X/2
Pokok Bahasan : Elastisitas dan Hukum
Hooke
Waktu : 20 menit

1. Jelaskan pengertian elastisitas.


2. Sebutkan masing-masing 3 contoh benda elastik
dan benda plastik dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sebuah beban sebesar 6,0 kg digantungkan pada
seutas kawat logam yang panjangnya 60 cm dan
diameternya 0,1 cm. Akibatnya, kawat memanjang
sejauh 0,025 cm. Hitunglah tegangan, regangan,
dan modulus elastik kawat tersebut.
4. Tiga pegas identik, masing-masing mempunyai
konstanta elastisitas 200 N/m tersusun seri- paralel
seperti pada gambar di bawah. Pada ujung

52
bawah susunan pegas digantungi beban seberat w
sehingga susunan pegas bertambah panjang 1 cm.
Berat beban w adalah…

53
Lampiran 05

KUNCI JAWABAN

No.
Penyelesesaian
Soal
1 Elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk
kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya
luar yang diberikan kepada benda itu
dihilangkan.
2 Contoh benda yang memiliki elastisitas (benda
elastik) yaitu: karet, baja, kayu. Sedangkan contoh
benda yang tidak elastis (plastik) yaitu:
plastisin, lumpur, tanah liat.
3 a. Diketahui
m = 6,0 kg
L = 60 cm = 0,6 m
d = 0,1 cm = 0,001 cm
L = 0,025 cm = 0,025  10-2 m
b. Ditanyakan:  , e,  ?
c. Jawaban:

54
Tegangan
F mg 6kg.9,8m / s 2
( )   
A 1/ 4d 2 1/ 4.3,14.(0,001)2
 7,49 107 N / m 2
Regangan
L 0,025cm
(e)    4,2 104
L 60cm
Modulus Elastik (Y) =
7,49  10 7
 1,8  10 11 N / m 2

4
4,2  10
4 Diketahui:
k1 = k2= k3 = 200 N/m
x = 1 cm = 0,01 meter
Ditanyakan: w ?
Jawab :
Terlebih dahulu hitung konstanta
pegas gabungan.
Pegas 1 dan pegas 2 tersusun secara paralel.
Konstanta pegas penggantinya adalah : kp = k1 +
k2 = 200 + 200 = 400 Newton/meter

55
Pegas pengganti susunan paralel (kp) dan pegas 3
(k3) tersusun secara seri. Konstanta pegas
penggantinya adalah :
1/k = 1/kp + 1/k3
= 1/400 + 1/200
= 1/400 + 2/400
= 3/400
k = 400/3 Newton/meter
Hitung berat beban menggunakan rumus hukum
Hooke.
F=w=kx
w = (400/3)(0,01) = 4/3 Newton
Gaya berat beban adalah 4/3 Newton

56
Lampiran 05

LEMBAR OBSERVASI KOMPETENSI


AFEKTIF SISWA SMA NEGERI 1
NEGARA

========================================
Mata Pelajaran : .......... Pokok Bahasan : ..........
Kelas : .......... Hari/Tanggal : .........
Semester : .......... Pertemuan ke- : ..........

Rasa Ingin Tanggung


Jumlah
No Nama Siswa Tahu *) Jawab *) Nilai
Skor
0 1 2 3 0 1 2 3
1
2
3
4
dst

Keterangan *) Item Penilaian:

57
(A) Rasa Ingin Tahu
Skor Kriteria
3 Siswa memperhatikan pelajaran dengan
seksama dan aktif dalam memecahkan
masalah.
2 Siswa memperhatikan pelajaran dengan
seksama, tetapi kurang aktif dalam
memecahkan masalah.
1 Siswa kurang memperhatikan pelajaran dengan
seksama dan tidak aktif dalam memecahkan
masalah.
0 Siswa tidak memperhatikan pelajaran dengan
seksama dan tidak aktif dalam memecahkan
masalah.

(B) Tanggung Jawab


Skor Kriteria
3 Saling bekerjasama dan dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan tepat waktu
2 Kurang bekerjasama dan dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan tepat waktu

58
1 Kurang bekerjasama dan tidak dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan tepat
waktu
0 Tidak mau bekerjasama dan tidak dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan tepat
Waktu

Nilai  Skor yang diperoleh 100

Skor maksimal

59
LEMBAR OBSERVASI
KOMPETENSI PSIKOMOTOR SISWA
SMA NEGERI 1 NEGARA

========================================

Mata Pelajaran : .......... Pokok Bahasan : ..........


Kelas : .......... Hari/Tanggal : .........
Semester : .......... Pertemuan ke- : ..........

Item Penilaian*)
No. Nama Siswa Bertanya Berpendapat Skor Nilai
0 1 2 3 0 1 2 3
1
2
3
4
dst

Keterangan *) Item Penilaian:

60
(1) Antusias siswa dalam bertanya
Skor Kriteria
3 Dapat mengajukan pertanyaan secara jelas,
lengkap, dan menarik untuk dipecahkan
2 Dapat mengajukan pertanyaan secara jelas dan
lengkap, tetapi kurang menarik untuk
dipecahkan
1 Dapat mengajukan pertanyaan secara jelas,
tetapi tidak lengkap dan tidak menarik untuk
dipecahkan
0 Tidak mampu mengajukan pertanyaan dengan
Jelas

(2) Antusias siswa dalam menjawab


pertanyaan/berpendapat
Skor Kriteria
3 Siswa menjawab pertanyaan yang disampaikan
oleh siswa lain/guru dengan baik, benar, dan
bahasanya lugas
2 Siswa berusaha menjawab pertanyaan yang
disampaikan oleh siswa lain/guru dengan baik

61
dan benar, tetapi bahasanya tidak lugas
1 Siswa berusaha menjawab pertanyaan yang
disampaikan oleh siswa lain/guru dengan baik
dan bahasanya lugas, tetapi salah atau
Miskonsepsi
0 Siswa tidak menjawab pertanyaan yang
disampaikan oleh siswa lain/guru

62
FORMAT PENILAIAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

SMA NEGERI 1 NEGARA

========================================

Mata Pelajaran : .......... Pokok Bahasan : ..........


Kelas : .......... Hari/Tanggal : .........
Semester : .......... Pertemuan ke- : ..........

Skor yang
Skor
Nama diperoleh pada
No. yang Nilai
siswa indikator no:
diperoleh
1 2 3 4 5
1
2
3
4

63
Kriteria Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS)

No. Indikator Skor Kriteria


1 Mempersiapkan alat 3 Mempersiapkan alat
dan bahan dan bahan praktikum
praktikum secara lengkap dan
sesuai dengan materi
yang dipraktikumkan
2 Mempersiapkan alat
dan bahan praktikum
sesuai dengan materi
yang dipraktikumkan
tetapi kurang
lengkap
1 Mempersiapkan alat
dan bahan praktikum
yang tidak sesuai
dengan materi yang
dipraktikumkan
0 Tidak
mempersiapkan alat
dan bahan praktikum

64
2 Menyusun alat dan 3 Menysun alat
melakukan langkah- dengan rapi dan
langkah percobaan melakukan langkah-
langkah pecobaan
secara lengkap,
tepat, dan
tersetruktur
2 Menyusun alat
dengan rapi dan
melakukan langkah-
langkah pecobaan
secara tepat tetapi
tidak tersetruktur
1 Tidak menyusun alat
dengan rapi dan
melakukan langkah-
langkah percobaan
yang tidak tepat
0 Tidak melakukan
langkah-langkah
percobaan

65
3 Menulis data hasil 3 Menuliskan data
pengamatan hasil pengamatan
secara lengkap dan
rapi
2 Menuliskan data
hasil pengamatan
secara lengkap tetapi
tidak rapi
1 Menuliskan data
hasil pengamatan
tidak lengkap dan
tidak rapi
0 Tidak menuliskan
data hasil
pengamatan
4 Menganalisis data, 3 Melakukan analisis
menginterpretasikan data dan
data, dan menarik menginterpretasikan
kesimpulan data hasil percobaan,
serta mampu
membuat

66
kesimpulan yang
tepat
2 Melakukan analisis
data dan
menginterpretasikan
data hasil percobaan,
tetapi tidak mampu
membuat
kesimpulan yang
tepat
1 Melakukan analisis
data tetapi tidak
mampu
menginterpretasikan
data hasil percobaan,
dan tidak mampu
membuat
kesimpulan yang
tepat
0 Tidak melakukan
analisis data dan

67
tidak membuat
kesimpulan
5 Melaporkan hasil 3 Menulis laporan hasil
praktikum praktikum secara
lengkap, rapi,
dan sistematis
2 Menulis laporan
praktikum secara
lengkap, rapi, tetapi
tidak sistematis
1 Menulis laporan
praktikum secara
tidak lengkap, tidak
rapi, dan tidak
sistematis
0 Tidak menulis
laporan hasil
praktikum

Skor yang diperoleh


100
Nilai 
15

68
FORMAT PENILAIAN TES EVALUASI
ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE
SMA NEGERI 1 NEGARA
========================================
Mata pelajaran : …………………….
Kelas : …………………….
Pokok bahasan : …………………….

Nama Nomor Soal Jumlah


No
Siswa 1 2 3 4 Nilai
1
2
3
4
dst

69
Kriteria Penilaian Tes Evaluasi untuk Setiap
Butir/Nomor Soal

Skor Kriteria
4 Jawaban benar, lengkap, disertai perhitungan
secara matematis dan argument
3 Jawaban benar, tidak lengkap, disertai
perhitungan secara matematis dan argument
2 Jawaban salah, disertai perhitungan secara
matematis dan argument
1 Jawaban salah, dan tidak disertai perhitungan
secara matematis dan argument
0 Tidak menjawab

Nilai  𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


100
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

70
Skenario Pembelajaran
Guru : Selamat pagi anak-anak.
Siswa : Selamat pagi pak.
Guru : Bagaimana kabar kalian hari ini?
Siswa : Baik pak.
Guru : Apakah kalian sudah siap mengikuti pelajaran hari ini?
Siswa : Sudah pak.
Guru : Ya bagus sekali kalau begitu, bapak jadi senang
mendengarnya. Baiklah sebelum bapak memulai pelajaran,
bapak ingin tahu apakah ada yang absen pada hari ini?
Siswa : Tidak pak.
Guru : Bagus kalau begitu. Baiklah kita akan langsung mulai saja
pelajaran kita pada hari ini. Namun sebelumnya bapak ingin
tahu apakah kalian masih ingat dengan pelajaran minggu lalu?
Siswa : ( Sebagian siswa menjawab) Masih pak!
Guru : Ya, ada yang menjawab masih ada juga yang tidak menjawab.
Mungkin karena lupa ya. Baiklah bapak akan membuka
ingatan kalian lagi tentang pelajaran minggu lalu. Siapa yang
masih ingat apa yang dikatakan Hooke dalam hukumnya?
Siswa : Saya pak! (Sutiawan mengangkat tangan)
Guru : Ya coba wati!
Siswa : “ Semakin dalam batas kelentingan, besar gaya penarik F
sebanding dengan pertambahan panjangnya”.

Guru : Betul sekali! Untuk meninjau lebih dalam saksikanlah


video yang telah bapak siapkan
Siswa : Mengamati
Guru : Bagaimana apakah sudah paham dengan materinya?

71
Siswa : Belum pak
Guru : Oleh karna itu marilah kalian membuat kelompok masing
masing 4 orang dan silahkan mengundi 4 materi yang tadi
divideo dan bagi pada setiap kelompok. Masing masing
kelompok diberikan waktu sebanyak 15 menit untuk
menggali materi dan mendiskusikannya.
Siswa : Siap pak
Guru : Jika sudah silahkan memaparkan materinya tiap
kelompok selama 5 menit perkelompok
Siswa : memaparkan materi
Guru : Jika sudah tidak ada yang didiskusikan lagi, silahkan
mgerjakan praktikum yang ada dilks ini. Dan selamat
mngerjakan.

72
Lampiran 07 Jurnal internasional
EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE
THINK PAIR AND SHARE (TPS) ON STUDENT
COOPERATION
(Quasi Experiments on Social Studies Learning Class VII in 1 Cikajang Junior High
School)

Wildan Muhammad Qurtubhi * Aim Abdulkarim,


wildan1116@gmail.com
Muha
mad Iqbal Indonesian University of Education

53
Abstract-This study aims to test how much influence the model of cooperative learning type think pair and share (tps) on
student cooperation (quasi experiment on social studies learning class VII in Cikajang Junior High School). The design used
in this research is non-equevalent controlgroup with "before" and "after" pattern and treatment done on class VII- A as
experiment class group. While VII-B as a control class group that made a comparison. Sampling used is purposive sample
technique. Student cooperation data collection using closed questionnaire. After data collection, quantitative analysis is
done through hypothesis or T-test. The results of differences between "before" and "after" in the experimental class
given treatment showed significant improvement. In control classes between "before" and "after" that are not given
treatment there is also a difference, but not an improvement but rather a decrease. So it can be concluded that there is
influence of model cooperative learning type think pair and share (tps) to student's cooperation in social studies learning.

Keywords: Student Cooperation, Cooperative Learning Type Think Pair and Share (TPS),Social Studies Learning

I. INTRODUCE
One of the elements for the purpose of learning can be achieved is the existence of
cooperation. Cooperation will make a person able to do more than work alone. Lie (in Huda,
2012, p. 73) cooperation is one of the elements that was very essential for living, because
without the cooperation, because As the only recognized recreational cooperation, but there
will be no individual so they can be , the family , the rest of the organization , or school do
not even there will be a the life of. Cooperative learning model is a small learning group
strategy where students learn and work together to achieve learning objectives. In particular
Nurwnawati, et al, (2012, p.5) states that cooperative learning type think pair and share
54
impact on the ability of student cooperation. In line with Nurwanti's research above, (Efendi,
et al., Pp 7) concluded that cooperative learning model of TPS type has better impact
compared to conventional model, and there is interaction between learning model with
creativity level to speech ability.
Law no. 20 of 2003; Goverment Rule number 19 of 2009 (in Asih, 2014, p.50) states that
'normatively, the curriculum

55
is defined as a set of plans and arrangements concerning objectives, content, lesson
materials and methods used as guidelines for the implementation of learning activities to
achieve specific educational goals'.
The findings of researchers in the field that the ability of cooperation among students look
low. This is seen from field observations and reinforced by the statement of Mrs. Ina
Komalasari's. M.Pd as a teacher of class VII in 1 Cikajang Junior High School stated that
Social Studies learning tend to be inactive, Teacher Center, and less of cooperation due to
still adjustment from high school to junior high school, often students do not understand the
material, too fast and less conducive class conditions. This is because by still using
conventional learning. Djamarah (in Susanti 2014, pp. 258) conventional learning is a
traditional method of learning or also called lecturing method, since this method has always
been used as an oral communication tool between teachers and students in the learning and
learning process. Especially in Social Studies.
Sapriya (2015, pp. 48) a comprehensive Social Studies education program is a four-
dimensional program covering as following.
1) Dimensions of Knowledge Everyone has insight into different social knowledge. Some argue that social
knowledge includes events occurring in a particular society. Others argue that social knowledge includes
students' learning beliefs and experiences. Conceptually, knowledge should include: (1) facts, (2) concepts, and
(3) generalizations understood by students.
2) Skills Dimension. Skill dimension is a dimension of one's skill withincompleting the task. The skills to process
and apply informationis a very important skill to prepare students to become citizens who are able to participate
intelligently in a democratic society. Skills required in Social Studies learning process is as follows.

56
a. Research Skills
These skills are needed to collect and processdata. In general, the activities of research
ability in social studies, (1) identify and reveal problems or issues, (2) collect and process
data, (3) interpret data, (4) analyze data, (5) assess the evidence found , (6) to conclude, (7)
apply the findings

57
in different contexts, (8) make value judgments, and(9) thinking skills.
b. Social Participation Skills
In Social Studies learning, students need to be taught how to interactand cooperate with
others. Some social participation skills that need to be taught in Social Studies are: (1)
identifying the consequences of deeds and the influence of speech on others, (2) showing
respect and concern for others, (3) sharing tasks and jobs with(4) acting effectively as a
member of the group, (5) accepting criticism and suggestions, (6) taking various roles of
the group, and
(7) adjusting ability with tasks to be completed.
c. Communication Skills
Learning is an effort to mature a person.One of the characteristics of an adult is that they are
in good communication with others. Therefore, the development of communication skills is
an important aspect of the Social Studies learning approach especially in social inquiry.
3) Value and Attitudes Dimensions
The value dimension is closely related to the affective domain because of its valueis the
embodiment of this realm. Values are a set of beliefsor behavioral principles that have
personified within a person orCertain groups of people are exposed when thinking orAct.
The values contained in the community vary widely accordinglywith a diversity of
community groups. Through learning Social Studies, students can express, reflect, and
articulatethe values it embraces.
58
Cooperative Learning can not only make students more active as spoken by Isjoni
(2007, p. 13) this Cooperative Learning can help student for understading the concept,
developing the critical thinking skill, the team work, and helping the others. According to
Hasan’s statement (in Komalasari, 2013, p. 62) describes that Cooperative Learning is
cooperation of small group (2-5) in learning that enables the student work together to
maximize their learning and learn the other board members in a group.
Cooperative Learning is a model of learning which is centered on students. This
model can be devided to any types. Think Pair and Share type is one of them. According to
Komalasari (2013, p. 62) The models of Cooperative Learning consist of Number Heads
Together type, Think Pair and Share, Jigsaw, Snowball Throwing, TGT team, and Two Stay
Two Stray. Think Pair and Share is one of the methods that was found in Cooperative
Learning developed by Frank Lenin would in 1981 at the University of Maryland.
Lyman (in Novita 2014, p. 132) Think Pair and Share is way to replace pattern
discussion class effectively. It was according the statement that all resitusi and discussion
need the setting for control class as a whole. Then the procedure employed in Think Pair and
Share can provide the opportunity for students thinking for more time, also respond to and
help each other.

59
Certainly, every model had steps or prosedure of the impelentation of the learning.
Model of Think Pair Share has the steps of implementation in the class. Lyman F (in Orlich
2013, p. 235) said that the steps of Think Pair Share model includes :
Step 1: Think. You ask a question to the whole class and allow them a short time to “think”
about the respons. Step 2: Pair. Designate partners (desk mates. Buddies) to pair up an
discuss the best answers, or even the most novel possibilities. In some cases youcould even
have them write their team responses.Step 3: share. You Now call on the pairs to share their
thinking with the class. Responses can be recorded on the chalkboard’.
Lie (in Yulian, 2015, p. 25) describes there 5 strength and 3 weakness of Think Pair and
Share model which following : 1) Students increase participation in learning. 2) Literally
used to simple task. 3) Giving more skill for each members. 4) interaction among the pair
more easier. 5) The formation groups it is much easier.
As for 3 weakness of Think Pair and Share which following : 1) monitoring group would be
take more time. 2) reduced the ide and 3) If there was a problem then there is no witness
belonging to their own.
From the above research, cooperative model of TPS has an effect on student cooperation
ability. Therefore it should be used as a consideration to be investigated in conferhensive.
The relationship between cooperative learning type think pair and share on the ability of
student cooperation in learning social studies. By taking the title about the effect of
cooperative learning model type think pair and share (TPS) on student cooperation (quasi
60
experiments on social studies learning class VII in 1 Cikajang Junior High School)
The formulation of problem in this research is, how big difference of ability of student
cooperation before and after experiment class that received treatment using cooperative
learning model of think pair and share (TPS) type? How big is the difference between
students' ability before and after the control class that did not receive treatment? Is there a
significant difference between the ability of student cooperation before and after the
experimental class receiving treatment using cooperative learning model type think pair and
share (TPS) with the ability of student cooperation before and after control class that did not
receive treatment.

II. METHODS
The research used is quantitative approach with quasi method of experiment. According to
Dantes (in Lestari, et al., 2014 p.4), "the quasi-experimental design is usually used not
because the researcher is less knowledgeable in researching, but forced, due to a reason a
real experiment can not be done". In this study, quasi experiments were formed in two
groups that would be the research samples, namely the experimental group and the control
group.
The design used in this research is non-equevalent controlgroup design. This design uses
two classes as two

61
groups of subjects namely the experimental group and the control group. The quasi
experiment uses non-equevalent control group design (Sugiyono, 2014, pp. 116).
Table. 1
Non-equevalent Control Group Design

0 X 0
1 2
0 0
3 4

Information :
O1 = Measurement of initial ability of experimental group
O2 = Final experimental group capability measurement X = Provision of treatment
O3 = Measurement of initial ability of control group O4 = Measurement of final ability of
the control group
After the implementation of the initial ability in the experimental class and control class, the
next meeting was held in the process of treetment in the form of learning by using
cooperative learning type (TPS) model for the experimental class. While in the control class
using conventional learning. After the experimental class is given treetment, then the final
62
capability measurement for the experimental class and control class.
According to Sugiyono (2013, p. 117) generalization areas which consists of: Objects /
subject with the quality and specific characteristics that was set by researcher to be studied
and then pulled in conclusion. The population in this research is all of students of class VII
SMP Negeri 1 Cikajang. The determination of samples to this research is using a technique
sample aimed at (purposive sample). Arikunto (2013, p. 183) said that purposive sample, it is
all done with way to the subject is not based on strata random or area but based on the a
particular purpose. Meanwhile the sample of the research were 2 class there were class VII A
and class VII-B.
The number of men in class VII-A 15 students, while female students amounted to 18
people, with a total of 33 students. Furthermore, in class VII-B male participants amounted
to 12 people, and female students amounted to 27 people, with a total of 32 students.
The main data collection in this research using questionnaires with Likert scale.
Questionnaire, is a list of questions given to others willing to respond (respondent) in
accordance with user requests Riduwan (2012 p.38). While supporting data and amplifier in
this research that is observation and documentation. After collecting the data, the researchers
then process the data quantitatively. First look at the questionnaire data with validity test and
reliability test. Second, process the data by using normality test technique, homogeneity test
and hypothesis test / t-test. Everything is processed with SPSS version 21 and Microsoft
excel.

63
III. RESULTS AND DISCUSSION

64
Researchers will describe the researchresults at 1 Cikajang Junior High Schoolin Garut.
Broadly speaking in
Frequency
I BPercent A Perce Q
n e nt u
t a
e
6 39,09% 1 3,03 L
1 % o
- w
7 269,70% 1 51,52 M
4 3 % e
- d
8 721,21% 1 45,45 H
6 % i
- g
T 33 33
o
t
a
this chapter will describe the results of research in looking at differences in student
cooperation before and after the implementation of research by applying the method of
learning Think pair and share (TPS) in Social Studis learning.

65
Results and discussion in this study to describe and see the difference of student cooperation
before and after the implementation of research by applying the model of thinking pair and
share (TPS) in the experimental class and control class using conventional learning in
Social Studies learning.
The results of normality test data analysis showed that the data before and after the
treatment is normally distributed with 95% confidence level. After looking at normalized
normality test, homogeneity test also showed homogenous data variance with 95%
confidence level.
Ability of Student Cooperation This experimental class is the result of measurement of
student cooperation ability before and after Treatment in Experiment class. To facilitate the
classification of quality, the researcher previously decided the class interval. The quality of
students' cooperation skills is low, medium and high. After calculation then the data can be
distributed as table below:
The table above shows the distribution of scores on quality assessment of students'
cooperation ability consisting of 33 students. In the measurement of the students'
experimental classroom capability before the treatment of the total students involved, 3
students included in the ability of student cooperation with low quality. The 23 students
included on medium quality cooperation ability. While the remaining 7 students have high
quality in the ability of student cooperation. Onthe unemployment ability of student
cooperation after treatment of total students involved, 1 student including on ability of
cooperation with low quality. While 17 included in the ability of student cooperation with
66
medium quality. While the remaining 15 students have a high quality in the ability of
student cooperation. When viewed from the difference of the overall percentage of quality
of student cooperation skills before treatment as much as 3 students included into low
quality level or approximately (9.09%).
If seen from the percentage after treatment as much as 1 student belonging to low quality or
(3.03%). As for the students who are included in the medium quality before treatment as
many as 23 students with percentage (69.70%) and after treatment the number of students
included into themedium quality as many as 17 people with percentage

67
(51.52%). Likewise with students who belong to the high quality with the category before
treatmentwith the number of students as many as 7 people with percentage (21.21%) while
the percentage of treatment already is 45.45% with the number of 15 students. The data
above also shows that the students of grade VII of 1 Cikajang Junior High School have
average quality in the ability of student cooperation.An overall picture of the collaborative
skills of experimental class students before and after Treatment can be seen in the figure
below.

This ability of Student Cooperation in Control Class is a result of the measurement of


student cooperation skills before and after treatment in the control class. To facilitate the
classification of quality, the researcher previously decided the class interval. The quality of
students' cooperation skills is low, medium and high. After the calculation then the data can
be distributed as the table below:
68
The table above shows the distribution of scores on quality assessment of students'
cooperation ability consisting of 32 students. In the measurement of the students' control
class ability before the treatment of the total students

Frequency

Percent age After Perecennt age

15,6% 1 43,75%
4
81,25% 1 50,00%
6
3,13% 2 6,25%
32
involved, 5 students included in the ability of student cooperation with the quality of
cooperation is low. The 26 students included on the ability of quality cooperation is. While
the remaining 1 students have a high quality in the ability of student cooperation. In
evaluating the ability of student cooperation after the treatment of the total students involved,
14 students included in the ability of cooperation with low quality. While 16 included on the
ability of student cooperation with medium quality. While the remaining 2 students have
high qualityin the ability of student cooperation.

69
If it is seen from the difference overall percentage of the quality of students' cooperation
skills before treatment as

70
many as 5 students belonging to the low quality level or approximately (15.63%) when
viewed from the percentage after the treatment of 26 students who belong to low quality or
(81.25% ). As for the students who were included in the high quality before treatment as
much as 1 student with percentage (3,13%) and after treatment the number of students
included into the low quality as many as 14 students with percentage (43,75%). Likewise
with students who are included in the quality of Medium with the category before treatment
with the number of students as many as 16 students with percentage (50%) cultivated
percentage of treatment is 6.25% with the number 2siswa. The data above also shows that
the students of grade VII of 1 Cikajang Junior High School have average quality in the
ability of student cooperation. The description of quality above can be explained in more
detail which is divided into 5 indicators of cooperation ability.An overall picture of the
ability of students in Control class before and after Treatment can be seen in the picture
below.

71
This can be concluded after normality and homogeneity tests, the data is normal and
homogeneous. As for after hypothesis testing, the data show the difference between before
and after experiment class given treatment and control class that accept conventional
learning. This data can be seen in table form below
Table 2. Influence Data of Student Cooperation Average
Exper Co
Avera
imen t ntrol
ge Classroo Classr
m oom
Befor 82 77
e (25 (2
,53 4,
%. 05
) %)
,
After 86 75
(26 (2
,93 3,
%) 49
%)
Looking at the table above, student cooperation in the experimental class has increased.
While in the control class showed the difference is the decrease between before and after
conventional learning. The above table is reinforced with the graph below which has been
72
classified between the experimental class and the control class.
Graph of Control Class and Experiment Class

73
After being viewed from the graph above in the experimental class and control class that
have been processed through t-test results on SPSS version 21. If averaged and classed
experimental class before the treatment has an average number (82) with a percentage of 25,
53%, while after treatment had an average increase (86) with a persistence of 26.93%.
While in the control class between before and after the conventional learning has average
decrease, that is before conventional learning (77) with 24.05% and after conventional
learning (75) with 23.49% persistence.
So, it can be said that the experimental class has an effect on the cooperation of the students
74
after being given treatment using cooperative learning type (TPS) model, compared to the
control class which in turn decreased the average and the percentage of student cooperation
before and after conventional learning. The difference of percentage between experimental
class after getting treatment using cooperative learning model type think pair and share and
after the control class is 3.44%.As if seen from the control class
The results of this increase are strengthened by field findings in the experimental class. With
the preparation of material on the dynamics of population of Indonesia, students look quite
good. Viewed from the way of communicating with friends and with teachers, students are
very participative when the group then menyum bangkan ideas and all students bersinergis
not mutually dominate each other in the group.
The results of this study also supported by previous research Nurwnawati, et al, (2012, pp.
5), stated that cooperative learning type think pair and share impact on student cooperation
ability. In line with Nurwanti's research, Efendi, et al. 2013 pp 7 concluded that cooperative
learning model of TPS type has better impact compared with conventional model, and there
is interaction between learning model with creativity level toward speech ability.
IV. CONCLUCION
First : The result of research which did before and after the giving a treatment with
implementation of learning method “Think Pair and Share” for experiment class shows

75
that there are differences of cooperation by students between before and after treatment.
From the uji-t, data shows sig ( 2- tailed ) 0.00 greater than the α = 0,05, it means H0
rejected. If H0 rejected means there are differences between the percentage the
measurement of prior to the treatment using Think Pair and Share 48,67 % at intervals of as
much as 82 are part medium category. The second measurment, after using Think Pair and
Share of Cooperative Learning there is 51, 33% interval with 86 that includes to high
categorya and it means there is increas of student cooperation skill which is 2,66%.
According to that conditiorn means there was a difference of skill cooperation student
which includes to high category, because there is a difference among before and after
treatment in Social Studies.
Second, the implementation of conventional learning in the class have not been able
to to develop the ability of co-operation students. It showed by the result of research that
describes there is a difference learning activities student among before and after
measurement on control class that does not achieve the treatment by learning conventional
method. From the result uji-t, data shows that sig (2-tailed) 0.67 more greater thani α = 0,05,
it means H0 was valid. If H0 was valid, then there is no difference between persentage of
measurment 50,59% (before) and 49,41% (after), there is a few decline of skill cooperation
f student 1,18%. This means that the cooperation of students before implementation is stable
with the quality of activity low since there is no distinction cooperation students from
measurement before and afterer learning of Social Studies.
Third, developing of cooperation in learning with the implementation of Think Pair
76
and Share can provide cooperation skill of student effectively. It showed by the result of
research that there was a diference student’s cooperation among before and after implication
of Think Pair and Share model. From the uji-t data showed value sig (2-tailed) 0.001 for
measurements variable cooperation before and after treatment that per and 0.000 for
measurements variable cooperation. Both data is indicated that sig ( 2-tailed ) smaller than
the α = 0,05 , it means h0 rejected. If H0 rejected means there are differences with the first
measurement before did treatment totaled 25.53 % for first measuring and 26.93 % for
second measuring. Then increased 1.4 %. To that class of control and 24,05 and 23,49, each
show as much as. So that it can be concluded that a method of Think Pair and Share had an
impact to learning activities of student in learning of Social Studies.
ACKNOWLEDGEMENTS
Social Studies Program, Faculty of Social Science Study that had published this literature in
the journal of Social Studies Program.
BIBLIOGRAPHY
Arikunto,S. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Asih FM, (2014).Implementasi kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPS di sekolah menengah pertama SMP
Negeri 1 Blado. Jurnal Pendidikan Ekonomi IKIP Veteran Semarang. Vol 2 No. 1 November 2014.

77
Efendi, (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share Terhadap Kemampuan
Berbicara Bahasa Inggris Ditinjau Dari Tingkat Kreativitas Siswa. E-Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha, Volume 2 2013.

Huda. (2012). Cooveratif Learning. Yogyakarta: Pustaka P elajar.


Isjoni.(2007). Cooperative earning. Pekanbaru:Alfabeta. Komlasari. (2013). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: P

T Refika Aditama.
Lestari, dkk. (2014). Pengaruh Model Pembelajan Student Facilitator And Explaining Terhadap Hasil Belajar
Ipa kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol: 3 No. 1 tahun: 2015.

Novita (2014) Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Pada Materi
Trigonometri Di Kelas Xi Ia1 Sma Negeri 8 Banda Aceh. Journal STKIP Bangsa Meulaboh, volume 5 No 1 (Januari
– Juni 2014).

Nurnawati, (2012). Peningkatan Kerjasama Siswa Smp Melalui PenerapanPembelajaran Kooperatif


Pendekatan Think Pair Share. Unnes Physics Education Journal1 (1) (2012).

78
Orlich, DC, etc (2013). Theaching Strategies: A Guide to Effective Instruction, Thenth Edition. USA :
Wadsworth cengage learning.

Riduwan, (2012). Pengantar Statistika sosial. Bandung: Alfabeta.

Sapriya. (2015). Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Ro sdakarya.

Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendididakn Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung.Bandung: Alfabeta

Susanti dkk (2014) Pengaruh Pembelajaran Cooperatif Tipe Make A Match Dan Pembelajaran Konvensional
Terhadap Hasil Belajar Pkn Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa Pada Mts N Di Kabupaten Kudus. Jurnal
FKIP Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran.Vol.2, No.2 , hal 257 – 272, Edisi April 2014.

Yulian, Denna, A. (2015) Peningkatan Ketersampilan Berbicarasiswa Melalui Penerapan Model Kooperative
Tipe Think Pair And Share Dalam Pemebeljaran IPS. Skripsi. Bandung : Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia.

79

Anda mungkin juga menyukai