Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MK.PSIKOLOGI
PENDIDIKAN

SKOR NILAI:

“ Pembelajaran cooperative Learning, Problem Based Learning, Contextual Teaching


Learning”

NAMA ANGGOTA NIM

CHRISTINA ALEXANDRIA HUTASOIT 3193122024

YOSIE MAGDALENA SIHOMBING 3193122028

Dosen Pengampu: Husna Parluhutan Tambunan, S.Pd., M.Pd


C REGULER 2019

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karna atas
bekat,rahmat dan anugrerah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul model
pembelajaran kooperatif dan problem base learning, contextual learning pada tepat
waktunya.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya
dalam menyelesaikan makalah ini.

Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna.Oleh sebab itu,saya mengharapkan kritik,saran dan ususlan demi perbaikan yang
akan saya buat dimasa yang akan datang,mengingat tidak ada yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih,semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah
ilmu pengetahuan bagi para pemabaca.

Medan, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................................................II
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
LATAR BELAKANG................................................................................................................1
RUMUSAN MASALAH............................................................................................................1
TUJUAN.....................................................................................................................................1
BAB 3..............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................5
MODEL PEMBELAJARAN..............................................................................................................5
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF.......................................................................................5
MODEL PROBLEM BASE LEARNING.............................................................................................8
MODEL CONTEXTUAL LEARNING.............................................................................................11

BAB 4............................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................16
IMPLIKASI TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN....................................................16
KESIMPULAN.........................................................................................................................16
SARAN......................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain
factor tersebut yaitu mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas. Dengan model pembelajaran siswa diharapkan akan mampu
“berselancar dalam kesemerawutan”, mendapatkan feedbackuntuk mendapatkan konsolidasi ke
dalam, yang ditujukan untuk mengambil keputusan darurat dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi berbagai kejadian yang begitu kompleks dan chaos di masa depan secara adaftif dan
inovatif. Model pembelajaran merupakan suatu metode untuk belajar mengajar yang dibentuk
supaya dapat mencapai dari tujuan pembelajaran tersebut.

RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diangkat dalam kajian ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran?

2. Seperti apakah model pembelajran kooperatif (Cooperative Learning)?

3.Seperti apakah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)?

4. Seperti apakah model pembelajaran kontekstual (Contektual Teaching Learning)?

berdasarkan masalah (Problem Based Learning)?

TUJUAN
Tujuan yang akan dicapai dalam kajian ini ialah:

Mengetahui pengertian dan konsep dari model pembelajarn serta serta tahapan dari model-
model pembalajran dalam pendidikan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

MODEL PEMBELAJARAN

Pengertian

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film,
computer, kurikulum, dan lain-lain (joyce, 1992; 4). Selanjutnya, joyce menyatakan bahwa setiap
model pembelajaran mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran untuk memebantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu


termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan system pengelolaannya.Istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur.
Model-model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi,
metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:

1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai);

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil; dan

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

A. Cooperative Learning

Cooperative learning yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil


peserta didik untuk bekerjasama dalam rangka mengoptimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

2
1. Ruang Lingkup Cooperative Learning

A.Landasan Pemikiran

Jika disusun dengan baik, belajar kompetitif dan individualistis akan efektif dan merupakan cara
memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik. Meskipun demikian, terdapat beberapa
kelemahan pada belajar kompetitif dan individualistis, yaitu:

1) Kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sebagai contoh jika seorang siswa menjawab pertanyaan
guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah;

2) Siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi;

3) Siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal;

4) Dapat membuat frustasi siswa lainnya.

Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain
untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran ini muncul dari
konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.Jadi, hakikat sosial dan
penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

B.Tujuan Cooperative Learning

Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara
individu maupun secara kelompok.Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan
sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latarbelakang etnis
dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan
masalah.

Zamroni (2000) mengemukakan bahwa menfaat penerapan belajar kooperatif adalah


dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual.
Disamping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa.

3
Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi
akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.

C. Unsur Penting dalam Cooperative Learning

Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992), terdapat lima unsur penting
dalam belajar kooperatif, yaitu:

1) Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa
merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan trikat satu sama lain.
Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan
merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap
suksesnya kelompok.

2) Interaksi antar siswa yang semakin meningkat. Hal ini terjadi dalam hal seorang siswa akan
membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini
akan berlangsung secara alamiah, karena kegagalan seseorang dalam kelompok memengaruhi
suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan
mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah
dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

3) Tanggung jawah individual. Tanggung jawab ini dapat berupa tanggung jawab siswa dalam
hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar
“membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperetif, selain dituntut
untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana
berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota
kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

5) Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses
kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai
tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

4
D. Implikasi Cooperative Learning

Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam pembelajaran dengan


menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut:

1) Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar, juga membentuk forum dimana
siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari oendapat orang lain,
memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk
tulisan.

2) Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa. Interaksi dalam
kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.

3) Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab memiliki solusi
yang dapat didemonstrasikan secara onjektif. Seorang siswa dapat memengaruhi siswa lain
dengan argumentasi yang logis.

4) Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar
dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan
masalah-masalah yang bermanfaat.

5) Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila
didiskusikan.

B. Problem Based Learning

Problem based learning, merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan


masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berpikir kritis dalam
melakukan pemecahan masalah yang ditunjukan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep
yang esensial dari bahan pelajaran.

Namun ada beberama masalah dalam penerapan model pembelajaran ini, sehingga
mengurangi atau tidak optimalnya hasil dari metode pembelajaran berdasarkan masalah ini,
masalahnya yaitu siswa hanya mampu menghapal konsep tetapi kurang mampu dalam
menggunakan konsep tersebut, jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan
dengan konsep yang dimiliki.Selain itu guru hanya menuntut siswa untuk belajar dan jarang
memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk

5
menyelesaikan masalah tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan
masalah.

1.Ciri-ciri Khusus Problem Based Learning

Menurut Arends (2001:349), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah


memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip


atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara
pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukansituasi kehidupan nyata autentik,
menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
situasi itu.

2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah


mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah
yang akan diselidikki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau
masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan
dalam pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata
pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.

3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan


penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan,
mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang
digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut


siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk
tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and Wings”. Produk itu dapat
juga berupa laporan, model fisik, video maupun program computer. Karya nyata dan peragaan
seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan

6
kepada temen-temennya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu
alternative segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama
memberikan motifasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan
memperbanyak peluang untuk berbagi inquiri dan dialog dan untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

2. Tujuan Problem Based Learning

A. Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah

Problem based learning memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar
berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak
dan kompleks. Dengan kata lain PBL melatih kepada peserta didik untuk memiliki keterampilan
berpikir tingkat tinggi.

Hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak dapat
diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan
yang kebih konkret, tetapi hanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah (problem solving) oleh peserta didik sendiri.

B. Belajar Peranan Orang Dewasa yang Autentik

Menurut Resnick (dalam Ibrahim dan Nur, 2007:7), bahwa model pembelajaran
berdasarkan masalah amat penting untuk menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah
formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai diluar sekolah. Berdasarkan
pendapatnya maka PBL memiliki implikasi:

1) Mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas;

2) Memiliki elemen-elemen belajar magang, hai ini mendorong pengamatan dan dialog-dialog
dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati
atau diajak dialog (ilmuan, guru, doctor, dan sebagainya);

7
3)Melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman
terhadap fenomena tersebut secara mandiri.

C. Menjaga Pembelajar yang Mandiri

Problem Based Learning berusaha membantu siswa menjadi pembelajaran yang mandiri
dan otonom.Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan
mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh
mereka sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam
hidupnya kelak.

3. Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning

Disini akan dibahas mengenai kelebihan dan kerurangan dari model pembelajaran
berdasarkan masalah, kelebihan dari model pembelajaran berdasarkan masalah ini diantaranya:

1) Realistic dengan kehidupan siswa;

2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa;

3) Memupuk sifat inquiry siswa;

4) Retensi konsep jadi kuat;

5) Memupuk kemampuan Problem solving.

Selain memiliki kelebihan, medel pembelajaran masalah juga memiliki berbagai


kekurangan, antara lain:

1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks;

2) Sulitnya mencari problem yang relevan;

3) Sering terjadi mis-konsepsi;

4)Konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses
penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.

8
4. Peran Guru Dalam Problem Based Learning

Menurui Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBL, peran guru berbeda dengan kelas
tradisional. Peran guru dalam kelas PBL antara lain sebagai berikut:

1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah
kehidupan nyata sehari-hari

2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan


eksperimen/percobaan;

3) Memfasilitasi dialog siswa;

4) Mendukung belajar siswa.

5. Assessment dan Evaluasi

Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pengajaran berdasarkan masalah
adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

Tugas asessement dan evaluasi yang sesuai untuk model pengajaran berdasarkan masalah
terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternative yang akan digunakan untuk
mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asessementmelakukan pengamatan, asessement
merummuskan pertanyaan, asessement merumuskan sebuah hipotesis dan sebagainya.

C.Contextual Teaching Learning

Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistic yang


bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna
(meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan
lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari
satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.

9
1. Pandangan Belajar Menurut Pendekatan Konstektual

A. Proses Belajar

1) Belajar tidak hanya menghafal, akan tetapi mengalami dan harus mengkonstruksikan
pengetahuan.

2) Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan fakta-fakta atau proposisi yang integral, dan
sekaligus dapat dijadikan keterampilan yang dapat diaplikasikan.

3) Peserta didik memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi situasi baru dan dibiasakan
belajar menemukan sesuatu bagi memecahkan masalah dalam kehidupannya.

4) Belajar secara kontinu dapat membangun struktur otak sejalan dengan perkembangan
pengetahuan dan keterampilan yang diterima.

B. Karakteristik Contextual Teaching Learnig

Model pembelajaran kontekstua memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Kerjasama antar peserta didik dan guru (cooperative)

2) Saling membantu antar peserta didik dan guru (assist)

3) Belajar dengan bergairah (enjoyfull learning)

4) Pembelajaran terintegrasi secara kntekstual.

5) Menggunakan multimedia dan sumber belajar.

6) Cara belajar siswa aktif (student active learning)

7) Sharing bersama teman (take and give)

8) Siswa kritis dan guru kreatif

9) Dinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa.

10) Laporan siswa tidak hanya buku rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum,
karangan siswa, dan lain sebagainya.

10
C. Prinsip Contextual Teaching Learning

1. Kesaling Bergantungan (Intedepedensi)

Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections) antara
proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa
belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang.

Prinsip ini mengajak para pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik
lainnya, peserta didik, stakeholder, dan lingkungannya.

Bekerjasama (collaborating) untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam
kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan
gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah
data, dan menentukan alternatif pemecahan masalah.

Prinsipnya menyatukan berbagai pengalaman dari masing-masing peserta didik untuk


mencapai standar akademik yang tinggi (reaching high standars) melalui pengidentifikasian
tujuan dan memotivasi peserts didik untuk mencapainya.

2. Perbedaan (Diferensiasi)

Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman,


perbedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated learning) yang
dapat mengkonstruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konstek tim dengan
mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapaitujuan secara
penuh makna (meaningfulness).

Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta
didik dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesa data, guna pemecahan masalah.

Terciptanya kemampuan peserta didk untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam


rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning) yang paling sesuai
sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara aktif, kreatif, efektif,
inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

11
3. Pengaturan Diri

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan,


dan disadari oleh peserta didik sendiri, dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta
didik secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai
alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan
solusi dan dengan kritis menilai bukti.

Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus
menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan
menemukan sisi keterbatasan diri.

4. Penilaian Autentik (Authentic Assesment)

Penggunaan penilaian autentik, yaitu menantang peserta didik dapat mengaplikasikan


berbagai informasi akademis baru dan keterampilannya kedalam situasi konstektual secara
signifikan.

D. Komponen Contextual Teaching Learning

Beberapa komponen yang ada di dalam metode Contextual Teaching Learning adalah
sebagai berikut

1.Konstruktivisme (Constructivisme)

Contextual Teaching Learning dibangun dalam landasan konstruktivisme yang memiliki


anggapan bahwa pengetahuan dibangun peserta didik secara sedikit demi sedikit (incremental)
dan hasilnya diperluas melalui konteks terbatas. Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan
baru secara bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mentransformasi
informasi kedalam situasi lain secara konstektual. Oleh karena itu, proses pembelajaran
merupakan proses mengkontruksi gagasan dengan strateginya sendiri bukan sekedar menerima
pengetahuan, serta peserta didik menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran (child
sentre)

2. Menemukan (Inquiry)

12
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses penemuan (Inquiry)
terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Proses inquiry terdiri atas:

a) Pengamatan (observation);

b) Bertnya (questioning);

c) Mengajukan dugaan (hypothesis);

d) Pengumpulan data (data gathering);

e) Penyimpulan (conclusion).

3. Bertanya (Questioning)

Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik diawali dengan proses bertanya. Proses
bertanya yang dilakukan peserta didik sebenarnya merupakan proses berpikir yang dilakukan
peserta didik dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupannya.

Proses bertanya ini sangat beratri untuk:

a) Membangun perhatian (attenton building)

b) Membangun minat (interest building)

c) Membangun motivasi (motivation building)

d) Membangun sikap (aptitude building)

e) Membangun rasa keingin tahuan (curiosity building)

f) Membangun interaksi antar siswa dengan siswa

g) Membangun interaksi antar siswa dan guru

h) Interaksi antar siswa dan lingkungannya secara konstektual

i) Membangun lebih banyak lagi pertanyaan yang dilakukan siswa dalam rangka menggali dan
menemukan lebih banyak informasi (pengetahuanI dan keterampilan yang diperoleh peserta
didik.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

13
Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antar peserta didik dengan peserta
didik, antar peserta didik dengan gurunya, dan antara peserta didik dengan lingkungannya.Proses
pembelajaran yang signifikan jika dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar, baik secara
homogen maupun secara heterogen sehingga didalamnya akan terjadi berbagai masalah (sharing
problem), berbagai informasi (sharing information), berbagi pengalaman (sharing experience),
dan berbagai pemecahan masalah yang memungkinkan semakin banyaknya pengetahuan dan
kerampilan yang diperoleh.

5. Pemodelan (Modeling)

Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya pemodelan yang
dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan (identifikasi) maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang
berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai
pengetahuan atau keterampilan tertentu. Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh
guru, pesertadidik, atau dengan cara mendatangkan narasumber dari luar (outsourcing), yang
terpenting dapat membantu terhadap ketuntasan dalam belajar (mastery learning) sehingga
peserta didik dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi dalam pembelajaran adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya
atau berfikir ke belakang tentang apa yang sudah dipelajarinya di masa lalu. Refleksi
pembelajaran merupakan respons terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang
baru diterima dari proses pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk mengedepankan apa yang
baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan dan keterampilan yang baru sebagai wujud
pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan sebelumnya. Guru harus dapat
membantu peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, peserta didik akan memperoleh sesuatu yang
berguna bagi dirinya mengenai apa yang baru dipelajarinya. Kuncinya adalah bagaimana
pengetahuan dan keterampilan itu mengendap di jiwa peserta didik sehingga tercatat dan
merasakan terhadap pengetahuan dan keterampilan baru tersebut. Pada akhir proses
pembelajaran sebaiknya guru menyisakan waktu agar peserta didik melakukan refleksi, yang
dapat diwujudkan dalam bentuk :

14
a) Pernyataan langsung peserta didik tentang yang diperoleh hari itu;

b) Jurnal belajar di buku pribadi peserta didik;

c) Kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran hari itu.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)

Penilaian merupakan proses pengumpulan data yang dapat mendeskripsikan mengenai


perkembangan prilaku peserta didik. Pembelajaran efektif adalah proses membantu peserta agar
mempu mempelajari (learning to learn) bukan hanya menekankan pada diperolehnya sebanyak
mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Oleh karena penilaian menekankan pada
proses pembelajaran, data yang dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada
saat melakukan pembelajaran. Kemajuan belajar peserta didik dinilai dari proses, tidak semata
dari hasil. Oleh karena itu, penilaian authentic merupakan proses penilaian pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa dimana penilai tidak hanya guru, tetapi juga teman siswa
ataupun orang lain.

Adapun karakteristik dari penilaian authentic antara lain sebagai berikut:

a) Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

b) Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta apakah
peserta didik belajar? Atau apa yang sudah diketahui peserta didik?

c) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dilakukan dalam beberapa tahapan dan
periodik, sesuai dengan tahapan waktudan bahasannya, baik dalam bentuk formatif maupun
sumatif.

d) Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan utuh.

e) Hasil penilaian digunakan sebagai feedback, yaitu untuk keperluan pengayaan (enrichment)
standard minimal telah tercapai atau mengulang (remedial) jika standar minimal belum tercapai.

15
BAB 4
PENUTUP
IMPLIKASI TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Model pembelajaran kooperatif , problem base learning dan contextual lerning sangat
bermanfaat dalam kehidupan sistem pendidikan yang dapat membantu memberikan dukungan
sosial untuk belajar, juga membentuk forum dimana siswa menanyakan pertanyaan,
mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun
dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan Kelompok kecil menawarkan
kesempatan untuk sukses bagi semua siswa. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua
anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah. Serta dapat memberikan Ruang
lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan
pada peserta didik.

KESIMPULAN
Model pembelajaran merupakan suatu alat yang dipergunakan untuksuatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran.Model pembelajaran dibentuk Untuk membuat pembelajaran dapat mencapai
target yang diinginkan. Dalam metode pembelajaran kontestual (Contextual Teaching Learning),
siswa dituntut untuk bisa mengaplikasikan konsep yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata
yang ada di lingkungan sosial. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa tidak hanya belajar dari
menghafal, tetapi siswa harus mengalammi dan mengaplikasikan apa yang diketahuinya,
sehingga siswa akan dapat mengkonstruksikan dan mentransfer permasalahan dari konteks
permasalahan yang satu kepada permasalahan yang lain. Cooperative Learning, adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil, dimana dalam kelompok ini
siswa dituntut untuk mampu saling berbagi, baik itu pendapat, masalah, ataupun saling bertanya.
Sehingga dalam metode pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat aktif, maka dari itu
pembelajaran cooperative akan mampu meningkatkan solidaritas antar siswa. Problem Based
Learning, atau pembelajaran berdasarkan masalah, metode pembelajaran ini mengaitkan

16
pelajaran dengan masalah yang ada di sekitar siswa, dimana model pembelajaran ini akan
menuntut siswa supaya berpikir kritis untuk dapat menemukan jalan supaya dapat memecahkan
masalah tersebut, namun masalah dalam metode pembelajaran ini yaitu sulitnya mencari masalah
yang relevan antara pelajaran yang dibahas dengan masalah yang terjadi.

SARAN

Sebagai pendidik kita harus mengetahui hubungan dan implikasi perkembangan terhadap
belajar, maupun belalajar terhadap perkembangan melalui penerapan model-model pembelajaran
yang tepat dan dibutuhkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Trianto, Mendesain Model Pembelajan Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenada


Media Group, 2011
Hanifah Nanang dan Suhana Cucu, Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama,
2010

18

Anda mungkin juga menyukai