Anda di halaman 1dari 28

Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris

1

A. Pendahuluan
Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (sisdiknas) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Dengan definisi ini, secara tersirat diakui dan dipercayai bahwa
sesungguhnya peserta didik sebagai insan akademis secara kodrati telah memiliki
potensi untuk pengembangan dirinya sendiri. Kemudian, dalam pertumbuhan dan
perkembangannya itu, perlu disiapkan suasana dan proses pembelajaran yang
memadai menuju kualitas diri sebagai pembelajar sejati dan mandiri.
Selanjutnya, Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencegah agar jangan sampai kondisi persaingan hebat yang saling
memusnahkan benar-benar terjadi ketika penduduk bumi semakin besar
dibandingkan dengan kemampuan bumi untuk menyediakan pangan dalam pola
iklim yang berubah, Makiguchi menawarkan suatu persaingan yang manusiawi
(humanitarian competition) yang menghargai keberagaman. Perilaku ini harus
dimulai dari situasi dini, yaitu dalam pembelajaran yang bersifat kolaboratif dan
mengakui keberadaan yang saling terhubung dan tergantung dari sesama yang
menekankan pada aspek kerjasama dalam berkehidupan.
Konsep pembelajaran kolaboratif adalah suatu metode pembelajaran yang
berpotensi untuk memenuhi tantangan itu, dan dapat menawarkan sebuah cara
penyelesaian tentang bagaimana berbagai masalah tersebut dapat dipecahkan
dengan melibatkan keikutsertaan partisipan terkait secara kolektif dalam suatu
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
2

kelompok. Kelompok pebelajar seperti ini melakukan pembelajaran secara
berkolaborasi sesuai dengan masing-masing kompetensinya. Melalui pola
komunikasi dan pertukaran pemikiran, cara pandang, dan hasil telaah, kelompok
seperti ini dapat mengurangi solusi parsial dan meningkatkan kualitas keutuhan.
Solusi parsial tidak tepat untuk sejumlah waktu dan banyak tempat, tetapi
dibutuhkan bentangan spektrum solusi holistik yang bergantung pada kesesuaian
waktu dan tempat.
Pembelajaran kolaborasi tidak hanya dapat menemukan metoda
penyelesaian masalah yang menyeluruh, tetapi juga akan dapat mengungkapkan
pengetahuan baru tentang peta permasalahan dan peta solusi baru yang meruang
dan mewaktu. Pembelajaran berkolaborasi tidak hanya berlangsung di antara
teman sekelas, tetapi dapat saja dibangun di antara partisipan dari beragam
sekolah dan universitas, bahkan dari beragam negara. Lebih dari itu, pembelajaran
ini dapat mereduksi dominasi suatu pemikiran yang parsial dalam cara pandang
dan tawaran solusinya, diganti dengan pemikiran holistik yang menawarkan solusi
yang menyeluruh. Sehingga pengetahuan baru yang dihasilkannya dapat
mengurangi kompleksitas dan menawarkan peta keterkaitan dan penelusuran baik
dalam ranah masalah maupun ranah solusi.

B. Hakikat
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1994), kolaboratif dan kooperatif
diartikan sama yaitu kerjasama. Tetapi karena kata kolaboritf dan kooperatif
diambil dari bahasa Inggris, maka maknanya harus dilihat di kamus istilah bahasa
Inggris. Dalam kamus bahasa Inggris, cooperative diartikan involving the joint
activity of two or more; done with or working with others for a common purpose
or benefit, sedangkan collaborative diartikan accomplished by collaboration,
sedangkan definisi collaboration diartikan act of working jointly: they worked
either in collaboration or independently. Collaboration sinonim dengan
coaction (n), quislingism (n). Dari sisi bahasa, tampak bahwa keduanya
mempunyai kemiripan dari sisi berkelompok, perbedaannya adalah kolaborasi
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
3

lebih menekankan pada inisiatif sebagai bentukan sendiri bukan suatu hasil
rekayasa orang lain untuk bekerjasama.
Beberapa pendapat lain berkaitan dengan pembelajaran kolabratif adalah,
Collaborative learning is an umbrella term for a variety of approaches in
education that involve joint intellectual effort by students or students and
teachers. Collaborative learning refers to methodologies and environments in
which learners engage in a common task in which each individual depends on
and is accountable to each other. Groups of students work together in searching
for understanding, meaning or solutions or in creating an artifact of their
learning such as a product. The approach is closely related to cooperative
learning. Collaboration is inter-preted in a closer sense than cooperation. If a
group cooperates on a project, participants might divide the task in different
subtasks. Each individual works on one subtask and the group might meet only to
coordinate the work and to merge the results. Collaboration would require two or
more individuals to work together with each subtask. As Dillenbourg and
colleagues (1995) put it: in cooperation, the task is split (hierarchically) into
independent subtasks; in collaboration, cognitive proc-esses may be
(heterarchically) divided into intertwined layers.
Konteks pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang berasaskan
koperatif. Sehingga untuk mewujudkan pembelajaran kolaboratif diawali dengan
membiasakan siswa dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
yang didesain oleh guru, akan menjadi awal perubahan di kelas. Jika siswa
terbiasa bekerjasama, saling tergantung satu dengan yang lain untuk memperoleh
pengetahuan, maka siswa akan berkembang menjadi siswa-siswa kolaboratif.
Perbedaan pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, sebagai berikut:
Pembelajaran kooperatif
1. Siswa menerima latihan dalam kemampuan bekerjasama dan sosial.
2. Aktivitas distrukturkan, setiap pelajar memainkan peranan spesifik.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
4

3. Guru memantau, mendengar dan campur tangan dalam kegiatan kelompok
jika perlu.
4. Ada hasil kerja kelompok yang akan dinilai guru.
5. Siswa menilai prestasi individu dan kelompok dengan dibimbing oleh guru.
Pembelajaran kolaboratif
1. Siswa sudah memiliki kemampuan bekerjasama dan sosial. Siswa
membangun kemampuannya itu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Siswa berunding dan mengorganisasikan sendiri.
3. Aktivitas kelompok tidak dipantau oleh guru. Jika timbul persoalan, siswa
memecahkan sendiri dalam kelompoknya. Guru hanya membimbing siswa ke
arah penyelesaian persoalan.
4. Draf kerja untuk disimpan siswa untuk kerja lanjutan.
5. Siswa menilai prestasi individu dan kelompok tanpa dibimbing oleh guru.
Oleh karena itulah, pembelajaran kolaboratif melebihi aktivitas
bekerjasama (kooperatif) karena ia melibatkan kerjasama hasil penemuan dan
hasil yang didapatkan daripada sekedar pembelajaran baru. Seperti halnya
pembelajaran kooperatif, pembelajaran kolaboratif juga dapat membantu siswa
membina pengetahuan yang lebih bermakna jika dibandingkan dengan
pembelajaran secara individu. Selain itu, dengan menjalankan aktivitas dan projek
pembelajaran secara kolaboratif secara tidak langsung kemahiran-kemahiran
seperti bagaimana berkomunikasi akan dipelajari oleh pelajar.
Kolaboratif dapat dilakukan di dalam kumpulan yang besar maupun
kumpulan yang terdiri dari empat atau lima orang pelajar. Sedangkan
pembelajaran koperatif hanya kelompok kecil pelajar yang bekerja dan
memahami secara bersama. Jadi pembelajaran koperatif adalah satu bentuk
kolaboratif, yaitu kelompok besar belajar bersama untuk mencapai hasil yang
disepakati bersama. Hasil penelitian menunjukkan keunggulan pembelajaran
kolaboratif, diantaranya dapat meninggikan hasil belajar kelompok dan individu
yang lebih mengarah pada metakognatif, munculnya ideide baru dan pendekatan
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
5

penyelesaian masalah yang sebenar di ketengahkan. Selain itu kelas yang dikelola
secara kolaboratif lebih termotivasi, mempunyai sifat ingin tahu, ada perasaan
membantu orang lain, berkompetisi secara sehat dan bekerja secara individu lebih
terarah.
Premis utama untuk belajar kolaboratif dan kooperatif didasarkan pada
epistimologi konstruktivisme.
1
Teori belajar konstruktivistik berasal dari aliran
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi
(bentukan) sendiri. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi setelah melakukan
kegiatan. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalaman. Suatu pengalaman diperoleh manusia melalui indera, sehingga
melalui indera manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dan dari
sanalah pengetahuan diperoleh. Mungkin dapat melalui mata, telinga, hidung,
atau indera lainnya. Pengetahuan akan tersusun setelah seseoarang berinteraksi
dengan lingkungan. Misalnya seseorang telah melihat sesuatu maka berarti ia
telah mengetahui pengetahuan seperti apa yang telah dilihatnya.
2

Teori ini memandang bahwa pengetahuan itu ada tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari guru kepada siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa
yang telah dipelajari atau diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-
pengalamannya. Dengan demikian, menurut teori ini apa-apa yang diajarkan oleh
guru tidak harus dipahami oleh siswa. Pemahaman siswa boleh berbeda dengan
guru. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang berhak menentukan pengetahuan
yang ada pada diri seseorang adalah individu itu sendiri, bukan orang lain. Yaitu
dengan melalui indera yang dimiliki, atau dari satu pengalaman pada pengalaman
yang selanjutnya. Teori ini juga perpendapat bahwa berpikir yang baik adalah
lebih penting dari pada mempunyai jawaban yang benar. Dengan berpikir yang
baik maka seseorang dapat menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapi.

1
Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Smith, K. A. Active learning: Cooperation in the college
classroom, (Interaction book co. Edina,1991), h. 16
2
Sutiah, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Malang: UIN Press, 2003), h. 94
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
6

Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan yang memandang subyek aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya.
Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus
diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang
harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang
lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan
belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa
akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif
siswa.Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan
adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi
dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan
pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar
tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik memandang bahwa pengetahuan
adalah non-objective, bersifat temporer, dan selalu berubah. Belajar dilihat sebagai
penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan
refleksi serta interpretasi. Proses pembelajaran berarti menata lingkungan agar
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
7

pebelajar termotivasi dalam menggali makna dan menghargai
perbedaan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang
dipakai dalam menginterpretasikannya. Proses belajar menurut teori ini adalah
tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi
jaringan sosial yang unik, atau suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melaluai proses asimiasi dan akomodasi, yang akan terbentuk
suatu kontruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran pada kognitifnya.
Menurut teori ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif dalam berfikir,menyusun konsep dan
memberi makna tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dan hakekatnya kendali
belajar sepenuhnya terdapat pada siswa.
3

Karakteristik pembelajaran yang dilakukan adalah:
1. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas
yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
2. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat
hubungan diantara ide-ide atau gagasannya, memformulasikan kembali ide-ide
tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah
kompleks, dimana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran
yang datangnya dari berbagai interpretasi.

3
Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), h. 58
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
8

4. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu
usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
David Ausabel berargumen bahwa siswa tidak selalu mengetahui apa yang
penting atau relevan dan beberapa siswa membutuhkan motivasi eksternal untuk
mempelajari apa yang diajarkan di sekolah. Adapun pandangan yang ada pada
konstruktivistik adalah:
1. Membutuhkan keaktifan siswa dalam belajar.
2. Menekankan cara-cara bagaimana pengatahuan siswa yang sudah ada dapat
menjadi bagian dari pengatahuan baru.
3. Mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus.
Adapun tujuan dari pembelajaran melalui pendekatan konstruktivistik ini
adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik
dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan
hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil
keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang
terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses Learn To Be
serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan
kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.
4

Sedangkan untuk tujuan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas
menurut Mager adalah menitik beratkan pada perilaku siswa atau perbuatan
(performance) sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada siswa dan teramati
serta menunjukkan bahwa siswa tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar.

4
Baharuddin dan , Esa Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogyakarta: Ar-Ruzz
Media Group,2007), h. 130
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
9

Pengajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan membimbing siswa-
siswa untuk belajar serta mengembangkan dirinya. Di dalam tugasnya seseorang
guru diharapkan dapat membantu siswa dalam memberi pengalaman-pengalaman
lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang dapat hidup mandiri di
tengah-tengah masyarakat modern.
5

Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan
oleh para ahli maupun praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student
Team Learning pada John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh
macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu:
1. Learning Together. Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas
beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok
bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu
kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian
didasarkan pada hasil kerja kelompok.
2. Teams-Games-Tournament (TGT). Setelah belajar bersama kelompoknya
sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota
kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian
didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
3. Group Investigation (GI). Semua anggota kelompok dituntut untuk
merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang
dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja
yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di
depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
4. Academic-Constructive Controversy (AC). Setiap anggota kelompok dituntut
kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang
dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota
sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran

5
Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, (Jakarta: GP Press, 2008), h. 19
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
10

ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan
masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan
psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota
maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
5. Jigsaw Proscedure (JP). Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu
kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar
setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan
dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes
kelompok.
6. Student Team Achievement Divisions (STAD). Para siswa dalam suatu kelas
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap
kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual
maupun kelompok.
7. Complex Instruction (CI). Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan
suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains,
matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan
ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini
umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual
(menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen.
Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
8. Team Accelerated Instruction (TAI). Bentuk pembelajaran ini merupakan
kombinasi antara pembelajaran kooperatif/ kolaboratif dengan pembelajaran
individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang
harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian
bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan
dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun
jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan
benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
11

soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada
hasil belajar individual maupun kelompok.
9. Cooperative Learning Stuctures (CLS). Dalam pembelajaran ini setiap
kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa
bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan
pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia
memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang
waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling
berpasangan itu berganti peran.
10. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model
pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam
pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis
dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
Ada 6 karakteristik dasar masing-masing, yaitu: (1) tujuan kelompok
(group goals); (2) tanggung jawab individual (individual accountability); (3)
kesempatan yang sama untuk menapai keberhasilan (equal opportunities for
success); (4) kompetisi antarkelompok (team competition); (5) pengkhususan
tugas (task specialization); dan (6) adaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan
individu (adaptation to individual needs).

C. Tujuan
Perspektif psikologi sosial tentang pembelajaran lebih melihat pada
pengaruh-pengaruh organisasi sosial kelas dalam pembelajaran. Organisasi sosial
kelas tersebut dapat dilihat dari tiga struktur. Pertama, struktur pengelompokan
kelas, yang meliputi sruktur pembelajaran bebas, struktur kelompok-kelompok
kecil, dan struktur kelas keseluruhan. Masing-masing struktur pengelompokan
tersebut memiliki karakter yang khas yang akan mewarnai proses belajar dan
mengajar. Kedua, struktur otoritas, lebih menekankan seberapa banyak guru
melakukan pengendalian terhadap segala aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
12

siswa. Besar kecilnya kadar keterlibatan guru dalam proses pembelajaran
ditentukan oleh kebutuhan akan pembelajaran yang tentunya akan mewarnai
kualitas proses pembelajaran. Ketiga, struktur penghargaan, secara umum dapat
dibedakan atas struktur penghargaan individualistik, kompetitif, dan kolaboratif.
Dalam kerangka organisasi sosial kelas, struktur penghargaan kolaboratif
memiliki posisi paling strategis.
Di samping tiga struktur kelas yang diungkapkan tersebut, terdapat pula
dua struktur yang lain, yaitu tugas dan tujuan. Struktur tugas mengacu pada dua
hal, cara peng-organisasian pembelajaran dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh
siswa di dalam kelas. Struktur tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling
ketergantungan yang dibutuhkan siswa dalam mengerjakan tugas-tugas mereka.
Dalam struktur tujuan individualistik, para siswa mengatakan me alone dan
merasakan tidak memiliki ketergantungan pada siswa lain dalam rangka mencapai
tujuan. Dalam struktur tujuan kompetitif, siswa mengatakan me instead of you.
Dalam mencapai tujuan komptetitif, siswa lebih didorong oleh keinginan
bersaing. Dalam pembelajaran kompetitif, siswa dapat mencapai suatu tujuan jika
siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.
Struktur tujuan kolaboratif dicirikan oleh jumlah saling ketergantungan
yang begitu besar antar siswa dalam kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif,
siswa mengatakan we as well as you, dan siwa akan mencapai tujuan hanya jika
siswa lain dalam kelompok yang sama dapat mencapai tujuan mereka bersama.
6

Kesuksesan dalam praktek-praktek pembelajaran memiliki sifat-sifat yang
didukung oleh beberapa alasan. Pertama, partisipasi aktif siswa. Pembelajaran
efektif terjadi apabila para siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas yang
bermakna dan aktif terlibat dalam berinteraksi dengan isi pelajaran. Kedua,
praktek. Dalam konteks-konteks yang bervariasi, praktek dapat memperbaiki
retensi dan kemampuan menerapkan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap.
Ketiga, perbedaan-perbedaan individu. Metode pembelajaran dikatakan efektif
apabila dapat mengatasi perbedaan-perebedaan individu dalam hal personalitas,

6
Z. Qin, Cooperative versus competitive efforts and problem solving, (Review of Educational
Research. 1995), h. 129-143.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
13

bakat umum, pengetahuan awal siswa. Keempat, balikan. Balikan sangat
diperlukan untuk menentukan posisi diri siswa sendiri tentang tugas yang
dikerjakan. Kelima, konteks-konteks realistik. Para siswa paling mudah
mengingat dan menerapkan pengetahuan yang direpresentasikan dalam suatu
konteks dunia nyata. Keenam, interaksi sosial. Melayani kemanusiaan sebagai
tutor atau anggota kelompok teman sebaya dapat menyediakan sejumlah
pedagogik dan juga dukungan-dukungan sosial.
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada
kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran
(technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif
para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran
kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua
kekuatan yang bertemu, yaitu: (1) realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas
memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata; (2)
menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan
pembelajaran bermakna.
D. Filosofi
Silberman menyatakan bahwa pada saat ini siswa dihadapkan pada
ledakan pengetahuan, perubahan yang cepat, dan ketidakpastian. Untuk
menghadapi dunia yang seperti itu diperlukan kehidupan berkelompok. Hidup
berkelompok akan menumbuhkan rasa aman, sehingga memungkin menghadapi
berbagai perubahan bersama-sama. Untuk itulah perlu pembelajaran
berkelompok.
Vygotsky [1896-1934], salah satu pengagas konstruktivisme sosial, yang
terkenal dengan teori Zone of Proximal Development (ZPD). Proximal
dalam bahasa sederhana bermakna next. Vygotsky mengamati, ketika anak
diberi tugas untuk dirinya sediri, mereka akan bekerja sebaik-baiknya ketika
mereka bekerjasama (berkolaborasi). Selanjutnya Vygotsky menyatakan, setiap
manusia mempunyai potensi, dan potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan
ketuntasan belajar, tetapi di antara potensi dan aktualisasi terdapat wilayah abu-
abu. Guru berkewajiban menjadikan wilayah abu-abu ini dapat teraktualisasi,
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
14

caranya dengan belajar kelompok. Dalam bahasa yang lebih umum, terdapat tiga
wilayah cannot yet do, can do with help, and can do alone. ZPD adalah
wilayah can do with help, wilayah ini bukan wilayah yang permanen, kuncinya
adalah menarik pebelajar dari zona tersebut, dengan cara kolaborasi.
7

E. Prinsip-Prinsip Pengembangan
Secara konseptual, pembelajaran kolaboratif dilandasi oleh perspektif-
perspektif berbeda, yaitu: perspektif filosofis, psikologi kognitis, psikologi
behavioristik.
1. Perspektif Filosofis
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap
konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau
teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and
Education. Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas
seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium
untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang
pendidikan adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar
hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak
bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling
memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis
sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata
dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
8

Dewey menganjurkan agar dalam lingkungan belajar guru menciptakan
lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah.
Tanggung jawab utama para guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara
kolaboratif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam
pembelajaran. Di samping upaya pemecahan masalah di dalam kelompok
kolaboratif, dari hari ke hari siswa belajar prinsip demokrasi melalui interaksi

7
Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h. 25- 26
8
G. M. Jacobs, Learning Cooperative Learning via Cooperative Learning: A Sourcebook of
Lesson Plans for Teacher Education on Cooperative Learning, (Singapore: SEAMEO Regional Language
Center, 1996) , h. 70
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
15

antar teman sebaya. Dalam konteks sosial, secara teoretik pembelajaran
kolaboratif berfungsi sebagai laboratorium demokrasi bagi siswa untuk menjadi
warga negara demokratis dengan berinteraksi seputar isu-isu bermanfaat melalui
pembentukan visi tentang masyarakat yang baik. Gagasan-gagasan Dewey
akhirnya diwujudkan dalam pendekatan group-investigation untuk pembelajaran
kolaboratif.
Gagasan Dewey tersebut selanjutnya dijadikan landasan oleh Herbert
Thelan untuk mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa
bekerja dalam kelompok. Thelan menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan
miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar
pribadi. Thelan yang tertarik dengan dinamika kelompok mengembangkan bentuk
group-investigation dengan langkah-langkah yang rinci. Kerja kelompok-
kelompok kolaboratif yang dilukiskan oleh Dewey dan Thelan ini dapat
memberikan dampak melampaui hasil-hasil belajar akademik. Proses-proses dan
tingkah laku kolaboratif merupakan bagian dari usaha keras manusia sebagai
masyarakat demokratis.
9

Dalam pendekatan group-investigation ala Dewey dan Thelan tersebut,
siswa dikelompokkan secara heterogen atas jenis kelamin dan kemampuan
akademik. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok
merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani
konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Guru berperan sebagai salah
satu sumber belajar siswa. Hasil kerja kelompok dilaporkan sebagai bahan diskusi
kelas. Dalam diskusi kelas ini diutamakan keterlibatan higher order thinking dari
para siswa. Evaluasi kegiatan dilakukan melalui akumulasi upaya kerja individual
selama penyelidikan dilakukan. Konsep penting dalam pendekatan group-
investigative adalah: menghindarkan evaluasi menggunakan tes, mengutamakan
learning by doing, membangun motivasi intrinsik, mengutamakan pilihan siswa,
memperlakukan siswa sebagai orang bertanggung jawab, pertanyaan-pertanyaan
terbuka, mendorong rasa saling menghormati dan saling membantu, membangun
konsep diri yang positif.

9
R. I., Arends, Learning to teach, (Singapore: McGraw-Hill book Company, 1998), h. 9
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
16

Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif group investigation adalah
sebagai berikut.
a. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas
sendiri-sendiri.
b. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
c. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi,
mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-
jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
d. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-
masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
e. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan
agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi
hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok
lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan
menanggapi. Kegitan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
f. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi,
inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
g. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan,
disusun perkelompok kolaboratif.
h. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.

2. Perspektif Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif memiliki perspektif dominan dalam pendidikan masa
kini yang berfokus pada bagaimana menusia memperoleh, menyimpan, dan
memroses apa yang dipelajarinya, dan bagaimana proses berpikir dan belajar itu
terjadi. Dua psikolog kognitif, Piaget dan Vigotsky menekankan bahwa interaksi
dengan orang lain adalah bagian penting dalam belajar. Salah satu metode
pembelajaran kolaboratif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif adalah
MURDER. Teknik MURDER yang menggunakan sepasang anggota dyad dari
kelompok beranggotakan 4 orang, memiliki enam langkah, yaitu: (1) Mood,
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
17

mengatur suasana hati (mood) yang tepat dengan cara relaksasi dan berfokus pada
tugas belajar; (2) Understand, membaca bagian materi tertentu dari naskah tanpa
menghafalkan; (3) Recall, salah satu anggota kelompok memberikan sajian lisan
dengan mengulang materi yang dibaca; (4) Detect yang dilakukan oleh anggota
yang lain terhadap munculnya kesalahan atau kealpaan catatan; (5) Elaborasi oleh
sesama pasangan; langkah-langkah 2, 3, 4, 5 diulang untuk bagian materi
selanjutnya; (6) Review hasil pekerjaannya dan mentransmisikan pada pasangan
lain dalam kelompoknya.
10

Langkah-langkah pendeteksian, pengulangan, dan pengelaborasian dapat
berhasil memperkuat pembelajaran karena pasangan dyad harus secara verbal
mengemukakan, menjelaskan, memperluas, dan mencatat ide-ide utama dari teks.
Dalam hal ini, keterampilan memroses informasi lebih diutamakan. Pemrosesan
informasi menuntut keterlibatan metakognisiberpikir dan membuat keputusan
berdasarkan pemikiran. Di samping itu, langkah elaborasi memungkinkan sang
korektor menghubungkan informasi-informasi yang cukup penting dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebe-lumnya. Keterampilan kolaboratif sangat
penting ditekankan dalam seting MURDER.
Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif MURDER adalah sebagai
berikut.
a. Para siswa dalam kelompok dibagi menjadi dua pasangan dyad, yaitu dyad-1
dan dyad-2 dan memberikan tugas pada masing-masing pasangan.
b. Setelah penataan suasana hati, salah satu anggota dyad-1 menemukan jawaban
tugas-tugas untuk pasangannya dan anggota yang lain menulis sambil
mengoreksi jika ada kekeliruan. Hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan
dyad-2.
c. Setelah pasangan dyad-1 dan pasangan dyad-2 selesai mengerjakan tugas
masing-masing, pasangan dyad-1 memberitahukan jawaban yang ditemukan
oleh mereka kepada pasangan dyad-2, demikian pula pasangan dyad-2

10
T. Hill, The collaborative classroom: A guide to co-operative learning, (Australia: Eleanor
Curtain Publishing, 1993), h. 54
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
18

memberitahukan jawaban yang ditemukan oleh mereka kepada pasangan
dyad-1, sehingga terbentuklah laporan lengkap untuk seluruh tugas hari itu.
d. Masing-masing pasangan dyad dalam kelompok kolaboratif melakukan
elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan
dikumpulan.
e. Laporan masing-masing pasangan dyad terhadap tugas-tugas yang telah
dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
f. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.
Berdasarkan pada review penelitian pembelajaran kolaboratif, bahwa
perilaku satu atau lebih anggota membawa berkah untuk kelompok. Kelompok
bekerja berdasarkan dua aturan, pertama guru menawarkan penghargaan atau
hukuman, kedua anggota kelompok menerapkan penghargaan atau hukuman
tersebut satu dengan yang lainnya. Kelompok memotivasi siswa agar
kelompoknya bekerja dengan baik.
11

3. Perspektif Psikologi Behavioristik
Konsep behavioristik yang lain adalah reinforcement, artinya siswa belajar
tidak hanya untuk memperoleh penghargaan atau hukuman, tetapi juga melihat
orang lain menerima penghargaan dan hukuman. Ciri-ciri khas pembelajaran
kolaboratif yang berlandaskan psikologi behavioristik adalah: (1) menekankan
motivasi ekstrinsik, (2) tugas-tugas pada tataran kognitif rendah, (3) memandang
semua pebelajar secara seragam, (4) tidak menekankan sikap, prestasi belajar
merupakan tujuan dan diukur dengan tes obyektif, (5) berorientasi pada hasil, (6)
guru memutuskan apa yang akan dipelajari dan memberikan informasi untuk
dipelajari oleh siswa.
Teknik Student Team-Achievement Division (STAD) yang dikembangkan
oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan
produk psikologi behavioristik. STAD merupakan teknik pembelajaran

11
RE., Slavin, Cooperative learning, Second edition (Boston: Allyn and Bacon, 1995), h. 56
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
19

kolaboratif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan teknik STAD yang
mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu melalui informasi verbal atau teks. Siswa dalam satu
kelas dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok beranggotakan 4-5 orang. Setiap
kelompok harus heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari
berbagai suku, memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah.
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang
lain untuk menuntaskan materi pelajarannya. Siswa saling membantu satu sama
lain dalam rangka memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, dan
melakukan diskusi.
Sekali dalam dua minggu, siswa secara individual diberikan kuis. Hasil
kuis diskor, dan tiap siswa diberikan skor perkembangan. Skor perkembang-an ini
tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada sebeberapa
jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat diumumkan kelompok
yang memperoleh skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan
tertinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis tersebut.
Kadang-kadang seluruh kelompok yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan
dalam lembar itu. Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif STAD adalah
sebagai berikut.
a. Sebelum siswa berkumpul menurut kelompok STAD masing-masing, Guru
menjelaskan ringkasan materi sekitar 10-15 menit.
b. Guru mempersilahkan para siswa berkumpul menurut kelompok STAD
masing-masing.
c. Semua kelompok disuruh menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam LKS
sampai tuntas untuk cakupan materi tertentu sesuai dengan alokasi waktu yang
disediakan.
d. Masing-masing siswa berdiskusi dan saling bertukar pendapat untuk
memformulasikan jawaban.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
20

e. Salah seorang anggota kelompok bertugas menulis jawaban yang telah
disepakati bersama.
f. Guru mengumpulkan laporan masing-masing kelompok.
g. Setidak-tidaknya setelah dua atau tiga LKS selesai dibahas, Guru memberikan
kuis satu atau dua soal diambilkan dari LKS atau soal dibuat sendiri untuk
alokasi waktu 10 menit.
h. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.
i. Hasil kuis dikoreksi dan dibuat daftar kemajuan yang dialami oleh siswa
dalam kuis tersebut.

F. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada
kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran
(technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif
para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran
kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua
kekuatan yang bertemu, yaitu :
1. Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif
dalam kehidupan di dunia nyata.
2. Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan
pembelajaran bermakna.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap
konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada
tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education yang
isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang
utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
21

2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
3. Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.
4. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
5. Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami
dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat
penting.
6. Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan
mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa dalam
proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992) :
1. Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan
bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta
sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.
2. Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah
menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa
terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.

3. Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang,
gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan
diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk
meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
4. Belajar itu bersifat social
Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa
membangun makna yang diterima bersama.
Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung
oleh adanya tiga teori, yaitu :
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
22

1. Teori Kognitif
Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota
kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok
akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
2. Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan
membantu perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling
menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.
3. Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena
pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa
untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan
menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam
kelompok.
Piaget dengan konsepnya active learning berpendapat bahwa para siswa
belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok, menurut pikiran mereka
maka oleh sebab itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di
depan keras. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif klompok tersebut
akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar lebih
menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).

G. Prosedur Penerapannya dalam Pembelajaran PAI
Pendidikan agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan
dengan tujuan agar siswa memiliki bekal yang cukup terhadap ilmu agama, baik yang
sifatnya teoritis maupun praktis. Secara teoretis siswa dpat me-mahami kaidah-kaidah
pelajaran agama Islam, sedangkan secara praktis siswa mampu melaksanakan ajaran
agamanya dalam kehidupan masyarakat di mana mereka tinggal.
Berikut ini langkah-langkah prosedur pembelajaran kolaboratif :
1. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas
sendiri-sendiri.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
23

2. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi,
mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-
jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-
masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan
agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi
hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok
lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan
menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
6. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi,
inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan,
disusun perkelompok kolaboratif.
8. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.

H. Dampak Pembelajaran Kolaborasi
Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat beberapa dampak pada
pebelajar (MacGregor, 2005) :
1. Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif,
pemberi masukan dan suka diskusi.
2. Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke
persiapan kelas dengan harapan yang tinggi.
3. Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau
permasalahan menjadi kehadiran publik dengan banyak resiko dan
permasalahan.
4. Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan
komunitasnya.
5. Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
24

6. Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok
dan belajar saling ketergantungan.
7. Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas
dan sumber pengetahuan sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya
sumber belajar. Banyak sumber belajar lainnya yang dapat digali dari
komunitas kelompoknya.
Gokhale mendefinisikan bahwa collaborative learning mengacu pada
metode pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat
kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan
bersama. Pengertian kolaborasi sendiri yaitu:
1. Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang
lain, kerja sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur
didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama.
2. Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan
fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate
skills, tools, and rewards.
Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi
pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama
dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling
membantu antara satu dengan yang lain. Jadi situasi belajar kolaboratif ada unsur
ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan.
Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang
semula sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh
individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada
perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu milik
bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar
siswa.
12


12
Miftahul Huda, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 334- 342
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
25

Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar
kolaboratif yaitu bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok
terjadi adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi. Selain itu, dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
1. Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara
para siswa.
2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual,
terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.
3. Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam
kaitannya dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
4. Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses
belajar.
5. Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
6. Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam
sudut pandang.
7. Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
8. Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di
antara para siswa, dan di antara siswa dan guru.
9. Membangun semangat belajar sepanjang hayat.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran ini adalah
1. Siswa belajar bermusyawarah
2. Siswa belajar menghargai pendapat orang lain
3. Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
4. Dapat memupuk rasa kerja sama
5. Adanya persaingan yang sehat
Sementara kelemahannya adalah
1. Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
2. Membutuhkan waktu cukup banyak.
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
26

3. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya
yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
4. Kesimpulan bahan pembelajaran terkadang sukar dicapai.
I. Penutup
Pembelajaran kolaborasi tidak hanya dapat menemukan metoda
penyelesaian masalah yang menyeluruh, tetapi juga akan dapat mengungkapkan
pengetahuan baru tentang peta permasalahan dan peta solusi baru yang meruang
dan mewaktu. Pembelajaran berkolaborasi tidak hanya berlangsung di antara
teman sekelas, tetapi dapat saja dibangun di antara partisipan dari beragam
sekolah dan universitas, bahkan dari beragam negara. Lebih dari itu, pembelajaran
ini dapat mereduksi dominasi suatu pemikiran yang parsial dalam cara pandang
dan tawaran solusinya, diganti dengan pemikiran holistik yang menawarkan solusi
yang menyeluruh. Sehingga pengetahuan baru yang dihasilkannya dapat
mengurangi kompleksitas dan menawarkan peta keterkaitan dan penelusuran baik
dalam ranah masalah maupun ranah solusi.
Kolaboratif dapat dilakukan di dalam kumpulan yang besar maupun
kumpulan yang terdiri dari empat atau lima orang pelajar. Sedangkan
pembelajaran koperatif hanya kelompok kecil pelajar yang bekerja dan
memahami secara bersama. Jadi pembelajaran koperatif adalah satu bentuk
kolaboratif, yaitu kelompok besar belajar bersama untuk mencapai hasil yang
disepakati bersama. Hasil penelitian menunjukkan keunggulan pembelajaran
kolaboratif, diantaranya dapat meninggikan hasil belajar kelompok dan individu
yang lebih mengarah pada metakognatif, munculnya ideide baru dan pendekatan
penyelesaian masalah yang sebenar di ketengahkan. Selain itu kelas yang dikelola
secara kolaboratif lebih termotivasi, mempunyai sifat ingin tahu, ada perasaan
membantu orang lain, berkompetisi secara sehat dan bekerja secara individu lebih
terarah.




Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
27










Daftar Pustaka
Budiningsih, Asri, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Rineka Cipta, 2005
Baharuddin dan , Esa Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogyakarta: Ar-Ruzz
Media Group,2007
DW.,Johnson, Johnson, R. T., & Smith, K. A. Active learning: Cooperation in the
college classroom, Interaction book co. Edina,1991
Hill, T., The collaborative classroom: A guide to co-operative learning, Australia:
Eleanor Curtain Publishing, 1993
Jacobs, GM.,Learning Cooperative Learning via Cooperative Learning: A Sourcebook of
Lesson Plans for Teacher Education on Cooperative Learning,
Singapore:SEAMEO Regional Language Center, 1996
Miftahul Huda, Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
RI., Arends, Learning to teach, Singapore: McGraw-Hill book Company, 1998
RE., Slavin, Cooperative learning, Second edition, Boston: Allyn and Bacon, 1995
Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya/ Muhammad Idris
28

Sutiah, Teori Belajar dan Pembelajaran, Malang: UIN Press, 2003
Qin, Z. Cooperative versus competitive efforts and problem solving, Review of
Educational Research. 1995
Yamin, Martinis, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, Jakarta: GP Press, 2008
Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2011

Anda mungkin juga menyukai