Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Telaah Teori

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pada dasarnya pembelajaran kooperatif sudah di laksanakan di berbagai sekolah jauh

waktu sebelum kurikulum 2013 di terapkan pemerintah. Pembelajaran kooperatif tersebut di

laksanakan berdasarkan inisiatif guru atau sekolah. Di berbagai sekolah, pembelajaran

kooperatif dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti diskusi kelompok atau tugas

kelompok atau kelompok belajar sebagai pelengkap terhadap metode pembelajaran

konvensional. Pelaksanaannya bersifat parsial diantara sekolah dan sangat beragam di dalam

sistim pendidikan secara keseluruhan. Pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi peserta didik baik secara individual maupun sebagai anggota

kelompok melalui proses belajar dalam secara berkelompok. Karena dilaksanakan secara

independen maka hasilnya juga tidak dapat di ukur sebagai hasil atau kinerja dari suatu

system dan tidak dapat di generalisasikan. Konsep pembelajaran kooperatif yang dapat di

infer atau di rujuk ke dalam kurikulum 2013 merupakan upaya nasional untuk menghasilkan

kinerja pendidikan yang lebih baik dan prestasi belajar murid yang lebih tinggi secara

konsisten dan berkelanjutan.

Menurut Johnson dalam B. Santoso (2011) Cooperative Learning adalah kegiatan

belajar mengajar belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok.

Dalam proses pembelajaran kooperatif, siswa atau peserta didik di bagi dalam berbagai

kelompok sesuai dengan tujuan atau jumlah siswa dalam satu kelas. Dalam proses

pembelajaran tradisional atau konvensional seorang peserta didik belajar secara individu
sesuai dengan materi pembelajaran yang di berikan, diajarkan atau ditugaskan guru di

sekolah. Sedangkan dalam proses pembelajaran kooperatif peserta didik belajar secara

kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman

memahami materi pembelajaran. Nurhadi (2003) mengartikan Cooperative Learning

sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan intraksi yang silih

asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan

permasalahan.

Selanjutnya menurut Davidson dan Kroll (1991), Cooperative Learning

diartikan dengan kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan belajar sehingga siswa

dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk

menyelesaikan tugas akademik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cooperative

Learning adalah metode pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang

dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Selain itu juga untuk memecahkan soal dalam

memahami suatu konsep yang didasari rasa tanggung jawab dan berpandangan bahwa

semua siswa memiliki tujuan sama. Aktivitas belajar siswa yang komunikatif dan

interaktif, terjadi dalam kelompok-kelompok kecil.

Oleh sebab itu, menurut Melvin L. Silberman (1996), seperti yang dikutip

oleh Sutrisno, mengatakan belajar merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian

informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan

sekaligus. Pada saat kegiatan itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan

belajar. Siswa mempelajari gagasan- gagasan, memecahkan berbagai masalah dan

menerapkan apa yang mereka pelajari.


Dengan menggunakan metode Cooperative Learning, pembelajaran akan

efektif dan berjalan sesuai dengan karakter, kemampuan dan latar belakang peserta didik

sebagai mahluk sosial yaitu mahluk yang tidak bisa berdiri sendiri, namun selalu

membutuhkan kerjasama dengan orang lain untuk mempelajari gagasan, memecahkan

masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Artinya belajar kooperatif tidak hanya

bertujuan menanamkan siswa terhadap materi yang akan dipelajari namun lebih

menekankan kepada konstruksi sosial dan intelektual pembelajaran. Cooperative

mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Jadi belajar

kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan

siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya

dalam kelompok tersebut ( Etin Solihatin, Raharjo, 2007 ).

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar

dan bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri

dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota

kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada dasarnya pembelajaran

kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam

bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam

kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat

dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran

kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana

kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.


Model belajar kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu

siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata

di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama sama di antara sesama anggota

kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar.

Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena

dalam model pembelajaran kooperatif harus ada struktur dorongan dan tugas yang

bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan

hubungan hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota

kelompok ( Etin Solihatin, Raharjo , 2007 ). Disamping itu, pola hubungan kerja seperti

itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka

lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan

sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secdara bersama sama dalam

kelompok. Model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian suatu

system kerjasama dalam mencapai ssuatu hasil yang optimal dalam belajar. Model belajar

ini be angka da i a m i menda a dalam kehid an ma a aka ai , getting better

together , a a aihlah ang lebih baik eca a be ama ama ( Etin Solihatin,

Raharjo, 2007).

Secara umum belajar kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok

kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan kegiatan belajarnya sendiri

dan juga anggota yang lain. Idenya sangat sederhana, anggota kelas diorganisasikan ke

dalam kelompok kelompok kecil setelah menerima pembelajaran dari guru. Kemudian,

para siswa itu mengerjakan tugas sampai semua anggota kelompok berhasil

memahaminya. (Sri Anitah,2007)


2.1.1.1 Metode Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning dibangun atas dasar

Konstruktivis Sosial dari Vygotsky, dan teori Konstruktivis Personal dari Piaget dan

Teori Motivasi dari Slavin. Menurut prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan

pemikiran merupakan proses sosial sejak lahir. Anak dibantu oleh orang lain (baik orang

dewasa maupun teman sebaya dalam kelompok) yang lebih kompeten didalam ketrampilan

dan teknologi dalam kebudayaannya. Menurut Vigotsky, aktivitas kolaboratif diantara

anak-anak akan mendukung pertumbuhan mereka, karena anak-anak yang sesuai lebih

senang bekerja dengan orang yang satu zone (Zone of Proximal Development, ZPD)

dengan yang lain. Pada pandangan ini, bahwa kepribadian atau kejiwaan dari pada

peserta diteropong secara keseluruhan, artinya bagian atau elemen kejiwaan tidak berdiri

sendiri, melainkan terorganisir menjadi suatu keseluruhan. Oleh sebab itu, tidak

mengherankan dalam pembelajaran Cooperative Learning sangat mengutamakan

keseluruhan (holistik) dari pada bagian kecil dalam proses pembelajaran yang

mengutamakan kerja kelompok.

Secara sederhana teori Konstruktivisme itu beranggapan bahwa pengetahuan

merupakan konstruksi dari mengetahui sesuatu. Pengetahuan kita bukanlah suatu fakta

yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan atau formulasi yang diciptakan oleh

seseorang yang mempelajarinya. Teori Konstruktivisme tidak bertujuan mengerti

tentang realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana suatu proses, dalam hal ini adalah

pembelajaran, dari tidak mengetahui menjadi mengetahui sesuatu tersebut. Maka dalam

pandangan ini belajar merupakan suatu proses aktif dari peserta didik untuk

mengkonstruksi makna, pengalaman fisik dan sebagainya.


Sedangkan Piaget juga melihat pentingnya hubungan sosial dalam membentuk

pengetahuan. Interaksi kelompok berbeda secara kualitatif dan juga lebih kuat dari pada

interaksi orang dewasa dan anak-anak dalam mempermudah perkembangan kognitif.

Posisi teori Piaget dalam belajar kooperatif ditujukan terutama kepada siswa yang

berkemampuan tinggi agar mampu membangun pengetahuan sendiri melalui interaksi

dengan lingkungan. Sebab, lingkungan insani maupun lingkungan physik merupakan

sumber yang berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta

didik. Dengan demikian ia mampu menjadi perancah (scaffolding) bagi teman-temannya

yang lain.

Menurut teori motivasi yang dikemukakan oleh Slavin bahwa motivasi belajar pada

pembelajaran kooperatif terutama difokuskan pada penghargaan atas struktur tujuan tempat

peserta didik beraktivitas. Menurut pandangan ini, memberikan penghargaan kepada

kelompok berdasarkan penampilan kelompok akan menciptakan struktur penghargaan antar

perorangan di dalam suatu kelompok sedemikian hingga anggota kelompok itu

saling memberi penguatan sosial sebagai respon terhadap upaya-upaya berorientasi kepada

tugas kelompok.

Metode pembelajaran kooperatif diterapkan melalui kelompok kecil pada semua

mata pelajaran dan tingkat umur disesuaikan dengan kondisi dan situasi pembelajaran.

Keanggotaan kelompok terdiri dari siswa yang berbeda (heterogen) baik dalam

kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis, latar belakang sosial dan ekonomi. Dalam

hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu

orang berkemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu yang

lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembelajaran kooperatif bertujuan


untuk mengkomunikasikan siswa belajar, menghindari sikap persaingan dan rasa

individualitas siswa, khususnya bagi siswa yang berprestasi rendah dan tinggi.

2.1.1.2 Unsur-unsur Metode Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2005) , tidak semua kerja

kelompok bisa dianggap sebagai pembelajarn kooperatif atau Cooperative Learning.

Untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari implementasi pembelajaran kooperatif,

Johnson dan Johnson (2006) menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun

dalam aktivitas intruksional, mencakup:

a. Saling Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)

b. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Interaction)

c. Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)

d. Ketrampilan Sosial (Sosial skill), dan

e. Evaluasi Proses Kelompok (Group debrieving).

Untuk lebih jelasnya, unsur-unsur tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut;

a. Saling Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk

menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian

rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang

lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode Jigsaw, Jonson dan Jonson

(2006) menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja
dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggata ini

lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka

mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, maka setiap anggota merasa bertanggung jawab

untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain dapat berhasil.

b. Interaktif Tatap Muka (Face to Face Interaction)

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.

Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang

menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih kaya dari pada

hasil pemikiran dari satu orang saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar

dari pada jumlah hasil masing-masing anggota.

Dan kegiatan interaktif tatap muka ini juga akan berimplikasi pada kecerdasan

interpersonal antar sesama anggota atau lawan tatap muka. Proses ini bisa dipresentasikan

dengan kerja kelompok atau pembentukan kelompok kecil untuk mencapai tujuan

pembelajaran umum atau pendidikan agama Islam pada khususnya. Inti dari sinergi ini

adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-

masing. (Amstrong, dalam Ramadhani ,2017)

c. Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan

pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif setiap siswa akan

merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode

kerja kelompok adalah persiapan guru dalam menyusun tugas. Dalam tekhnik Jigsaw,

bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-masing Pembelajar mendapat dan
membaca satu bagian. Dengan cara demikian, pembelajar yang tidak

melaksanakan tugasnya akan ketahui dengan jelas dan mudah. Rekan- rekannya dalam

satu kelompok dapat membantu dan memberikan dorongan untuk memahami dari materi

serta akan menuntut untuk melaksanakan tugasnya agar tidak menghambat yang lain.

d. Ketrampilan social (Social skill)

Yang dimaksud dengan ketrampilan sosial adalah ketrampilan dalam

berkomunikasi dalam kelompok. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar

perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian

mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya

pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara

efektif seperti bagaimana cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung

perasaan orang tersebut.

e. Evaluasi proses kelompok (Group Debrieving)

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa

bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada

belajar kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali

pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini akan memunculkan

kecakapan personal (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenai diri (self

awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill). Kecakapan diri itu pada

dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota

masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri

dan lingkungannya.

2.1.1.3 Teknik-teknik dasar dalam pembelajaran kooperatif

Proses pembelajaran kooperatif dapat di laksanakan dengan beberapa teknik . Meski

demikian guru tidak harus terpaku pada satu strategi saja dan dapat memilih strategi yang

paling sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru dapat memilih dan memodifikasi sendiri

teknik-teknik dalam metode pembelajaran kooperatif sesuai dengan situasi kelas. Dalam

satu jam/ sesi pelajaran, guru juga bisa memakai lebih dari satu teknik.

1) Teknik STAD (Student Team Achievement Devision)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dalam satu kelompok siswa terdiri dari 4-

5 orang siswa yang heterogen. Anggota team menggunakan lembar kegiatan atau perangkat

pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi dan kemudian saling membantu

satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.

Secara individu setiap minggu siswa diberi kuis. Kuis diskor dan tiap individual diberi

skor perkembangan.

2) Teknik Jigsaw

Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang

akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak

mengharuskan urutan penyampaian. Teknik ini dapat digunakan dalam pembelajaran

membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan

keempatnya. Teknik ini juga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika, Agama dan Bahasa. Dalam

satu kelompok siswa memiliki latar belakang heterogen. Dalam tekhnik ini siswa menjadi

tenaga ahli tentang sebuah topik dengan cara bekerjasama dengan para anggota dari

kelompok lain yang telah ditetapkan sesuai dengan keahlian dengan topik tersebut.

Setelah kembali kepada kelompok mereka masing-masing siswa mengajar kelompoknya.

Pada akhirnya, semua siswa akan dievaluasi pada semua aspek yang berhubungan

dengan topik tersebut.

Kelebihan teknik ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar

dan sekaligus mengajarkan kepada siswa lainnya. Dalam hal ini, siswa dapat bekerja sama

antar siswa lainnya untuk belajar lebih efektif dan juga untuk memberikan kesempatan

pada siswa lainnya berinteraksi lebih inten dengan yang lainnya.

3) Group Investigation (Investigasi Kelompok)

Strategi model ini merupakan suatu strategi yang memberikan keleluasan pada

siswa untuk berkelompok dan berkomunikasi antar sesama kelompok untuk memunculkan

kreasi, ide-ide dan juga solusi yang lebih mengena terhadap permasalahan yang dihadapi

kelompok tersebut. Bahkan dengan metode ini juga memberikan pada siswa untuk

berinteraksi dengan kelompok yang lainnya. Teknik ini memerlukan norma dan

struktur kelas yang lebih rumit serta mengajarkan siswa ketrampilan komunikasi

dan proses kelompok yang baik. Dalam Investigasi kelompok guru membagi siswa dalam

beberapa kelompok yang anggotanya heterogen. Selanjutnya siswa memilih topik untuk

diselidiki dan kemudian menyiapkan serta mempresentasikan laporannya kepada seluruh

kelas.
4) Numbered Head Together

Tehnik ini di jalankan dengan melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah

materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran tersebut. Guru melempar pertanyaan, lalu para siswa berkonsultasi

sekedar untuk meyakinkan apakah setiap siswa tersebut telah mengetahui jawaban dari soal

tersebut. Setelah itu, seorang siswa dipanggil untuk menjawab pertanyaan.

5) Think-Pair-Share (Berfikir-Berpasangan-Berpasangant)

Tehnik ini merupakan tekhnik yang sederhana, namun sangat bermanfaat.

Dalam teknik ini guru memberikan pelajaran untuk seluruh kelas, siswa berada pada

teamnya masing-masing. Kemudian guru mengajukan pertanyaan untuk seluruh kelas,

siswa memikirkan jawabannya sendiri- sendiri (think). Kemudian siswa berpasangan

dengan teman sebayanya untuk saling mencocokkan jawabannya (pair). Dan akhirnya,

guru meminta siswa untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah dibicarakan

(share).

2.1.1.4 Prinsip – Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dilaksanakan berbdasarkan prinsip-prinsp tertentu yang berlaku

secara umum. Prinsip-prinsip terebut bersifat fleksibel sehingga guru atau sekolah dapat

melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik, fasilitas

pembelajaran yang terdapat di sekolah, dan tujuan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut

dapat berbeda sesuai dengan pendekatan dan pengalaman. Secara garis besar, prinsip utama

belajar kooperatif adalah sebagai berikut;


Menurut Sri Anitah (2007 ) pembelajaran kooperatif terdiri dari dua prinsip

umum yaitu :

1. Kesamaan Tujuan

Tujuan yang sama pada anak anak dalam kelompok membuat kegiatan belajar

lebih kooperatif. Pada suatu saat anak anak mungkin tampak bekerja kooperatif

apabila bertanya tentang ejaan suatu kata atau berbagi pensil saat menggambar.

Jika suatu kelas bekerja sama dalam suatu permainan, misalnya, tujuan kelompok

adalah menghasilkan suatu permainan yang menyebabkan anak anak lain senang

atau mengapresiasi kelompok itu. Namun tujuan tiap anak mungkin tidak sama.

Seorang anak mungkin ingin menyenangkan gurunya, yang lain ingin menarik

perhatian kelas lain, yang lain betul betul menganggap sebagai suatu

kesempatan untuk mengerjakan tugas sebaik baiknya. Namun, semakin sama

tujuan maka peserta didik dalam kelompok akan semakin kooperatif.

2. Ketergantungan Positif

Beberapa orang direkrut sebagai anggota kelompok karena kegiatan hanya dapat

berhasil jika anggota dapat bekerja sama. Ketergantungan antara individu

individu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

1) Memberi anggota kelompok peranan khusus untuk membentuk pengamat,

penjelas atau perekam. Dengan cara ini , tiap individu memiliki tugas khusus

dan kontribusi tiap orang diperlukan untuk melengkapi keberhasilan tugas.

2) Membagi tugas menjadi sub sub tugas yang diperlukan untuk melengkapi

keberhasilan tugas. Setiap anggota kelompok diberi sub tugas. Masukan

diperlukan untuk melengkapi keberhasilan tugas.


3) Menilai kelompok sebagai satu kesatuan yang terdiri dari individu individu.

Sementara Etin Solihatin ( 2007 ) menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran

kooperatif harus mengandung hal-hal seperti berikut ini:

1. Perumusan tujuan belajar harus jelas

Dalam pendidikan dan pengajaran,tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha

untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa / subyek belajar,

setelah menyelesaikan atau ,memperoleh pengalaman belajar (Sardiman

A.M,1992) . Dengan demikian tujuan itu sesuatu yang diharapkan/ diinginkan dari

subyek belajar, sehingga memberi arah, kemana kegiatan belajar mengajar itu

harus dibawa dan dilaksanakan sehingga rumusan dan deskripsinya harus jelas.

Tujuan merupakan satu diantara hal pokok yang harus diketahui dan

disadari betul betul oleh seorang guru sebelum memulai mengajar. Guru tersebut

harus dapat memberi penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang

ingin dicapai secara konkrit (Winarno Surakhmad,1986 ). Selain itu tujuan harus

disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah ditekankan

pada pemahaman materi, sikap, dan proses dalam bekerjasama, ataukah

keterampilan tertentu.

2. Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar

Guru hendaknya mampu mengondisikan kelas agar siswa menerima tujuan

pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas, sehingga siswa

mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya

menerima dirinya untuk bekerjasama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan


dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari. Dengan demikian, yang

dibutuhkan guru secara praktis ialah perperincian tujuan sampai pada taraf yang

sedemikian rupa sehingga menjadi serangkaian tujuan yang dapat diukur atau

dinilai (Winarno Surakhmad,1986).

3. Ketergantungan yang bersifat positif

Untuk mengondisikan terjadinya kesenjangan di antara siswa dalam kelompok

belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas tugas pelajaran

sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam

kelompoknya.Guru harus merancang struktur kelompok dan tugas tugas

kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya

dan teman kelompoknya dalam penguasaan kemampuan memahami materi

pelajaran. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa tergantung secara

positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas

tugas yangt diberikan.

4. Interaksi yang bersifat terbuka

Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam

mendiskusikan materi dan tugas tugas yang diberikan. Suasana belajar yang

seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan

keterbukaan di kalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya.

Mereka akan saling memberi dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari

temannya secara positif dan terbuka.

5. Tanggung jawab individu


Salah satu dasar penggunaan model pembelajaran kooperatif adalah bahwa

keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan

bersama sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar ini

dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan memberi apa

yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa

mempunyai dua tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau

tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

6. Kelompok bersifat heterogen

Dalam pembentukan kelompok belajar, anggota kelompok harus bersifat heterogen

sehingga interaksi kerjasama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai

karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh

dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan

media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih

keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.

7. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif

Dalam megerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu

kerjasama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya, siswa tidak begitu saja bisa

menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok

lainnya. Disini siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan

interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi

berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas tugas kelompok.

8. Tindak Lanjut ( Follow Up )


Setelah masing masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya,

selanjutnya dianalisis bagaimana penampilan hasil kerja siswa dalam kelompoknya.

Guru juga harus memberikan evaluasi dan berbagai masukan terhadap hasil

pekerjaan siswa dan aktivitas mereka selama kelompok belajar tersebut bekerja.

9. Kepuasan dalam Belajar

Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar

dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Apabila

siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan

akademis dari penggunaanpembelajaran kooperatif akan sangat terbatas.(Etin

Solihatin, Raharjo, 2007)

2.1.1.5 Perbedaan belajar Kelompok dengan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Anita Lie dalam ( Roestiyah, Yumiati,1985 ) : dalam dalam b k n a

Coo e a i e Lea ning , bah a model embelaja an koo e a if idak ama dengan belaja

kelompok, tetapi ada unsur unsur dasar yang membedakannya khususnya dengan

pembagian kelompok yang tidak dilakukan dengn asal asalan. Biasanya pembagian

kelompok peserta didik atau pengelompokan siswa dalam proses pembelajaran kooperatif

itu di dasarkan pada hal-hal sebagai berikut;

a) Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya

b) Kemampuan belajar siswa

c) Minat khusus

d) Untuk memperbesar atau meningkatkan partisipasi siswa

e) Pembagian tugas atau pekerjaan

f) Kerjasama yang efektif


Kenyataannya adalah bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap

sebagai pembelajaran kooperatif karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

pembelajaran kooperatif mempunyai konsep yang lebih menekankan pada saling

ketergantungan positif. Proses pembelajaran koopertif menuntut tanggung jawab

perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, serta evaluasi proses kelompok.

Untuk lebih jelasnya, perbedaan antara belajar kelompok dengan pembelajaran kooperatif

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Belajar Kooperatif Belajar kelompok

Memiliki beragam model dan teknik Hanya memiliki satu model, yaitu

beberapa siswa tergabung dalam satu

kelompok

Memiliki struktur, jumlah, dan teknik Memiliki satu cara, yaitu

tertentu menyelesaikan tugas tertentu

bersama sama

Mengaktifkan semua anggota Menimbulkan gejala ketergantungan

kelompok untuk berperan serta dalam antar anggota kelompok

penyelesaian tugas tertentu

Menggalang potensi sosialisasi di Sangat tergantung dari niat baik

antara anggotanya setiap anggota kelompok

(Sumber:Sri Anitah, 2007)


2.1.1.6 Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran Kooperatif

2.1.1.6.1Keunggulan

Belajar kooperatif mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan belajar kooperati

menurut Hill & Hill (1993) antara lain adalah (1) meningkatkan prestasi siswa, (2)

memperdalam pemahaman siswa, (3) menyenangkan siswa, (4) mengembangkan sikap

kepemimpinan, (5) mengembangkan sikap positif siswa, (6) mengembangkan sikap

menghargai diri sendiri, (7) membuat belajar secara inklusif, (8) mengembangkan rasa

saling memiliki, dan (9) mengembangkan keterampilan untuk masa depan.

2.1.1.6.2 Kelemahan

Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa

kelemahan. Menurut Dess (1991) beberapa kelemahan belajar kooperatif adalah (1)

membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum,

(2) membutuhkan waktu yamg lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak

mau menggunakan strategi kooperatif, (3) membutuhkan kemampuan khusus guru

sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan strategi belajar

kooperatif, dan (4) menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

2.1.2 Konsep Kerjasama Siswa

2.1.2.1 Pengertian kerjasama

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dengan manusia lainnya.

Tidak ada seorangpun yang bisa berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya bantuan orang lain. Menurut Tohirin

(2006:50) bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan

bersama . Kerjasama merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Lie (2005:28)

mengemukakan bahwa kerjasama merupakan hal yang sangat penting dan

diperlukan dalam kelangsungan hidup manusia . Tanpa adanya kerjasama tidak akan ada

keluarga, organisasi, ataupun sekolah, khususnya tidak akan ada proses pembelajaran di

sekolah.

Kerjasama menuntut interaksi antara beberapa pihak. Kerjasama antar

beberapa pihak akan terjadi apabila adanya kesamaan tujuan, adanya kesadaran bahwa

manusia merupakan bagian dari manusia lainnya, adanya pengakuan persamaan derajat,

hak dan kewajiban. Sarwono (2011) menegaskan bahwa kerjasama merupakan bentuk

kelompok yang terdiri dari lebih dari seseorang yang melakukan tugas dengan sejumlah

peraturan dan prosedur . Dirman dan Juarsih (2014) mengungkapkan bahwa "dalam kerja

sama, setiap anggota kelompok bukan hanya mengerjakan tugas dan tanggung jawab

masing masing, akan tetapi ditanamkan perlunya saling memban . Kemauan untuk

bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang

tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama.

Kerjasama membutuhkan kumpulan atau kelompok yang terdiri dari beberapa

orang anggota yang saling membantu dan saling tergantung satu sama laindalam

melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Johson (dalam Ihsan, 2013:7)

mengatakan bahwa Individu-individu dalam kelompok tersebut mempunyai

tanggungjawab yang sama, sehingga tujuan yang diinginkan akan bisa dicapai oleh

mereka, apabila saling bekerjasama . Guru juga sangat berperan penting dalam

berjalannya diskusi dalam kelompok. Dalam belajar bekerjasama (bantuan teman),


bimbingan guru sangat menunjang terjadinya proses pembelajaran karena dengan

bimbingan guru siswa dapat menguasai keterampilan yang membutuhkan fungsi kognitif

yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah kelompok (Baharuddin dan Wahyuni,

2010).

Kerjasama dalam konteks pembelajaran melibatkan siswa. Kerjasama siswa

dalam belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu

tujuan dan dilakukan lebih dari dua orang dalam kegiatan kemampuan kerjasama.

Menurut Huda (2011) mengatakan bahwa ketika siswa bekerja sama untuk

menyelesaikan suatu tugas kelompok, mereka memberikan dorongan, anjuran dan

informasi pada teman sekelompoknya yang membutuhkan bantuan . Hal ini berarti dalam

kerjasama, siswa yang lebih memahami materi pelajaran akan memiliki kesadaran untuk

menjelaskan kepada temannya yang belum paham. Tanpa adanya kerjasama siswa, maka

proses pembelajaran di sekolah tidak akan berjalan dengan baik dan akhirnya tujuan

pembelajaran tidak akan tercapai. Melihat pentingnya kerjasama siswa dalam

pembelajaran di kelas maka sikap ini harus dikembangkan.

Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat katakan

bahwa kerjasama siswa diartikan sebagai sebuah interaksi atau hubungan antara siswa

dengan siswa ataupun siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hubungan

yang terdapat dalam kerjasama merupakan hubungan yang dinamis yaitu, hubungan yang

saling menghargai, saling peduli saling membantu, dan saling memberikan dorongan

sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Sehingga dengan kerjasama, kelompok belajar

akan menumbuhkan motivasi untuk berani mengungkapkan pendapat atau ide, menghargai

pendapat teman, berbagi pengetahuan dan pengalaman, terlibat aktif dalam


pembelajaran agar tercapainya tujuan bersama, serta untuk melatih siswa untuk

bersosialisasi dengan orang lain.

2.1.2.2 Indikator Kerjasama

Menurut pendapat Rusman (2014 ) kerjasama siswa dapat dilihat dari sikap siswa

yang terbuka terhadap teman sekelompok, menghargai hasil pekerjaan teman, memberikan

gagasan dan perhatian kepada teman, saling ketergantungan dan membutuhkan dan bekerja

dalam kelompok . Majid (2014) menjelaskan lebih rinci bahwa keterampilan kerjasama

siswa dapat diukur dengan indikator, antara lain;

1) Menggunakan kesempatan,

2) Menghargai Kontribusi,

3) Mengambil giliran dan berbagi tugas,

4) Berada dalam kelompok,

5) Mendorong partisipasi,

6) Menyelesaikan tugas pada waktunya,

7) Menghargai perbedaan indi id .

Sementara itu Zuriah (2011) mengemukakan bahwa dalam kerjasama siswa termasuk

belajar bersama, diperlukan penyesuaian emosional antara siswa satu dengan yang lain.

Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah (2000) berpendapat bahwa dalam suatu kerjasama,

siswa akan menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, saling membantu

dengan ikhlas dan tanpa ada rasa minder, serta persaingan yang positif untuk mencapai

prestasi belajar yang optimal.


Radno Harsanto (2007) memiliki pandangan bahwa kerjasama siswa dapat terlihat

dari belajar bersama dalam kelompok. Belajar bersama dalam kelompok akan memberikan

beberapa manfaat. Manfaat tersebut mengindikasikan adanya prinsip kerjasama. Manfaat

dari adanya belajar bersama dalam kelompok antara lain:

1) Belajar bersama dalam kelompok akan menanamkan pemahaman untuk

saling membantu.

2) Belajar bersama akan membentuk kekompakan dan keakraban.

3) Belajar bersama akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan

menyelesaikan konflik.

4) Belajar bersama akan meningkatkan kemampuan akademik dan sikap

positif terhadap sekolah.

5) Belajar bersama akan mengurangi aspek negatif kompetisi.

Pendapat yang lain, Isjoni (2010) menyatakan bahwa dalam pembelajaran yang

menekankan pada prinsip kerjasama siswa harus memiliki ketrampilan- ketrampilan

khusus. Ketrampilan khusus ini disebut dengan ketrampilan kooperatif. Ketrampilan

kooperatif ini berfungsi untuk memperlancar hubungan kerja dan tugas (kerjasama siswa

dalam kelompok). Ketrampilan- ketrampilan kooperatif tersebut dikemukakan oleh

Lungdren dalam Isjoni (2010) sebagai berikut:

1) Menyamakan pendapat dalam suatu kelompok sehingga mencapai suatu

kesepakatan bersama yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja.

2) Menghargai kontribusi setiap anggota dalam suatu kelompok, sehingga tidak

ada anggota yang merasa tidak dianggap.


3) Mengambil giliran dan berbagi tugas. Hal ini berarti setiap anggota

kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau

tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

4) Berada dalam kelompok selama kegiatan kelompok berlangsung.

5) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya agar tugas

dapat diselesaikan tepat waktu.

6) Mendorong siswa lain untuk berpartisipasi terhadap tugas.

7) Meminta orang lain untuk untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap

tugas

8) Menyelesaikan tugas tepat waktu.

9) Menghormati perbedaan individu.

Pembelajaran dengan cara kerja sama dengan kelompok tidak hanya menitik beratkan

pada proses kerja kelompoknya saja, melainkan pada penstrukturannya, dimana guru

harus lebih banyak meluangkan waktu dan perhatian dalam persiapan dan

penyusunan pada pembelajaran dengan ca a di k i (Saputra dan Rudyanto, 2005).

Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa

mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Siswa akan membentuk

kelompok yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan juga

mencintai teman sebayanya dalam interaksi ini. Suasana belajar yang penuh persaingan

akan menimbulkan sikap dan hubungan negatif dan dapat mematikan semangat siswa.

Oleh karena itu guru harus menciptakan suasana belajar yang penuh kerjasama secara

gotong royong.
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pengaruh atau peranan metode pembelajaran kooperatif sudah

berlangsung sejak lama khususnya di negara-negara yang sudah maju. Para ahli telah

meneliti topik pembelajaran kooperatif dengan berbagai metode pendekatan dan metode

analisis. Pada umumnya menyimpulkan bahwa dengan implementasi metode pembelajaran

kooperatif prestasi atau kinerja sampel objek penelitian semakin meningkat atau membaik.

Untuk kepentingan penelitian ini maka berikut ini di sarikan beberapa penelitian terdahulu

yang dianggap relevan dengan judul dan masalah dalam penelitian ini.

1. Hasil penelitian I Ketut Sudiana dengan j d l : U a a Pengembangan Soft Skills

Melalui Implementasi Model Pembelajaran Upaya Pengembangan Kooperatif Untuk

Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Pembelajaran Kimia Dasa

pada tahun 2012 melaporkan bahwa tindakan yang diterapkan dalam penelitian ini

dapat (1) meningkatkan soft skills mahasiswa, (2) meningkatkan aktivitas belajar

mahasiswa, (3) meningkatkan hasil belajar mahasiswa, dan (4) mahasiswa memberikan

respon positif terhadap upaya pengembangan soft skills yang dimplementasikan melalui

model pembelajaran kooperatif. Penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan

kelas (PTK) yang bertujuan (1) meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada

pembelajaran Kimia Dasar, (2) meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran

Kimia Dasar, dan (3) mendeskripsikan persepsi mahasiswa terhadap upaya pengembangan

soft skills melalui implementasi model pembelajaran kooperatif untuk peningkatan

aktivitas dan hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran Kimia Dasar. Subjek penelitian

ini adalah mahasiswa Semester I (Kelas B) Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA

Universitas Pendidikan Ganesha Tahun akademik 2011/2012, yang mengikuti perkuliahan


Kimia Dasar sebanyak 22 mahasiswa. Objek penelitian ini adalah upaya atau tindakan

peningkatan soft skills mahasiswa yang diterapkan, kepemilikan atribut soft skills

mahasiswa, persiapan belajar mahasiswa (tugas reviu), aktivitas mahasiswa dalam

pembelajaran, hasil belajar mahasiswa, dan persepsi mahasiswa terhadap model

pembelajaran yang diterapkan.

2. Hasil penelitian Daniel Winan a a ( 2017 ) dengan j d l Penerapan Model

Pembelajaran TPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD No.1

Mengwitani Kecamatan Mengwi,kabupaten Badung Provinsi Bali menunjukkan adanya

peningkatan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD No.1 Mengwitani dengan

implementasi model pembelajaran kooeratif jenis TPS pada subjek penelitian. Hal

ditunjukkan dengan hasil penelitian yang diperoleh yaitu persentase rata rata hasil belajar

pada siklus I sebesar 75,31% yang berada pada kategori sedang dan pada siklus II menjadi

80,15% yang berada pada kategori tinggi. Dengan ketuntasan belajar siswa pada siklus I

sebesar 65,62% dan pada siklus II mencapai 87,5%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan

hasil belajar IPA siswa kelas V SD No.1 Mengwitani,

3. Penelitian yang dilakukan oleh Aria ( 2010 ) tentang pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share siswa kelas X SMK Swasta Pembangunan Galang Tahun

Ajaran 2010/2011, di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara diperoleh

kesimpulan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

(TPS) terhadap hasil belajar siswa, uji hipotesisnya dapat diterima denga hasil thitung =

3,424 dan ttabel= 1,66 dengan hasil thitung > ttabel atau Ha diterima. Hasil penelitian
menunjukkan indikasi bahwa penggunaan model pembelajaran Think Pair Share dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan konsep peneliti untuk menjelaskan atau mengukur

variabel yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang menjadi objek

penelitian adalah implementasi metode pembelajaran kooperatif dalam upaya

meningkatkan kemampuan kerjasama siswa di SD Negeri 075095 Borowosi, Kecamatan

Ulunoyo Kabupaten Nias Selatan. Lihat gambar berikut ini.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

UU No.20 Tahun 2003 UU No.20 Tahun 2005


Sistim Pendidikan Nasional Tentang Guru dan Dosen

Implementasi
Pembelajaran Kooperatif

Guru Siswa

Peningkatan Kerjasama
Siswa

Anda mungkin juga menyukai