PENDAHULUAN
Kreativitas merupakan salah satu aspek perkembangan dalam diri anak yang perlu untu
diperhatikan sejak dini. Kreativitas sendiri merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang dimana ia mampu menciptakan suatu karya atau mengungkapkan suatu gagasan yang
belum pernah ada sebelumnya, dan kalaupun telah ada, maka aka nada perbedaan baik dari
proses maupun hasilnya yang menjadi keunikan tersendiri. Kretaivitas sendiri merupakan suatu
hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang dimana menurut teori hierarki kebutuhan dari
Abraham Maslow, setiap individu perlu untuk mengaktualisasikan diri mereka salah satunya
melalui pengembangan kreativitas.
kreativitas jika tidak dikembangkan dengan baik dari usia dini dapat memberikan
dampaK buruk bagi kehidupannya di masa mendatang. Seorang anak yang tidak dapat
mengembangkan kreativitasnya akan kehilangan kepercayaan dalam dirinya di masa
mendatangnya karena ia merasa bahwa dalam dirinya tidak ada sesuatu yang dapat diunggulkan.
Selain hilangnya kepercayaan diri, seseorang yang tidak dapat mengembangkan kreativitas yang
ada dalam dirinya hanya dapat mencuri ide dari orang lain yang tentu kan merugikan baik bagi
dirinya maupun orang lain, bahkan bisa berakhir hingga ke jeruji besi.
Matinya kreativitas dalam diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari diri
sendiri maupun dari lingkungan ata orang-orang disekitarnya. Orang tua yang terlalu
memaksakan kehendaknya pada si anak juga dapat mematikan daya kreativitas yang ada dalam
diri anak tersebut. Sebaliknya, orang tua yang mendukung bakat anaknya justru akan
meningkatkan daya kreativitas anak sehingga bakat atau kreativitas yang di milikinya dapat
| 1
Pendahuluan
1
Pusat Data Kementrian Kesehatan RI, INFODATIN: Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak
Indonesia,(Jakarta: Tidak Diterbitkan, 2014) hal. 2
2
Suryadi, Kiat Jitu dalam Mendidik Anak : Berbagai Masalah Pendidikan dan Psikologi,(Jakarta : EDSA
Mahkota, 2006) hal. 84
3
Uyu Wahyudin dan Mubiar Agustin, Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini :Panduan Untuk Guru,
Tutor, Fasilitator dan Pengelola PAUD, (Bandung: Refika Aditama, 2011) hal. 12.
4
Trianto , Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, hal. 52
2 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan
membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.
5
Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin, kooperatif mengandung pengertian bekerja
bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif siswa secara individual
mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.6Jadi, belajar
kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa
bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok tersebut.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran.7 Slavin dalam buku Isjoni menyebutkan pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang dikenal sejak lama, guru mendorong para siswa untuk
melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh
teman sebaya.8 Johnson & Johnson dalam buku Hartono mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu penggunaan pembelajaran kelompok-kelompok kecil sehingga para
siswa bekerjasama untuk memaksimalisir belajar mereka.9
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat menyelesaikan tugasnya berkelompok.
Pada pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dengan teman yang
ada pada kelompoknya masing-masing. Dengan demikian rasa setia kawan dan ingin maju
bersama semakin tertanam pada setiap diri siswa.
1. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
a. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, rendah.
b. Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama
c. Membagi tugas dan tanggung jawab sama
d. Akan dievaluasi untuk semua
e. Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama
f. Diminta mempertanggung jawabkan individual materi yang ditangani.10
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
5
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional,
Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009, hal.189
6
Etin Solihatin, Cooperative Learning, Jakarta, Bumi Aksara, 2009, hal. 4
7
Isjoni, Kooperatif Learning, Bandung, Alfabeta, 2011, hal. 12
8
Ibid., hal.17
9
Hartono, Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, Pekanbaru, Zanafa Publishing,
2008, hal.25
10
Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta, Kencana, 2010, hal. 266
Pendahuluan, Pendahuluan | 3
Pendahuluan
4 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan
12
Haris Mudjiman, Belajar Mandiri, (Surakarta: UNS Press, 2009), hal.23
Pendahuluan, Pendahuluan | 5
Pendahuluan
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). Aliran ini lebih menekankan bagaimana
siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.15 Menurut teori kontruktivisme bahwa
pendidik tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta
didik harus mampu membangun sendiri pengetahuan mereka. Sedangkan pendidik dapat
memberikan kemudahan dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan dan menerapkan ideide mereka sendiri.16
13
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana,
2008, hal. 118
14
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hal 18
15
https://dirinyachapunk..com/2011/12/22/model-pembelajaran-konstruktivisme/diunduh pada tanggal 7
Nopember 2016 pukul 16.00WIB
16
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2012), hal. 28.
17
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Jakarta : RaSail Media Group,2008), hal. 71.
6 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan
sendirilah yang harus mengartikan apa yang diajarkan dengan menyesuaikan dengan
pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin, 1992).18 Kontruktivisme
beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia
mongkonstruksi pengetahuan melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman, dan lingkungan mereka. Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorangkepadaorang lain, tetapi harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi,
melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus
Portofolio merupakan kumpulan atau rekam jejak berbagai hasil kegiatan anak
secara berkesinambungan atau catatan pendidik tentang berbagai aspek pertumbuhan
dan perkembangan anak sebagai salah satu bahan untuk menilai kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. 20
18
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hal. 19
19
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : PT.Bumi Akara,2010),hal.74
20
Buku Panduan...,hal. 31
Pendahuluan, Pendahuluan | 7
Pendahuluan
Selain itu, Puckett dan Black dalam Yus menyarankan bila guru akan
menggunakan portofolio dalam penilaian hendaknya mengacu pada rambu-rambu
berikut:
21
Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, hal. 90-92.
8 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan
kemampuan anak dalam belajar serta ketercapaian perkembangan belajar anak dalam
kurun waktu tertentu. Bisa satu bulan, tiga bulan atau semesteran. Soemiarti dalam
Yus juga menegaskan bahwa portofolio dapat memabntu guru memahami anak,
karena portofolio merupakan sejumlah hasil kerja anak, hasil observasi guru tentang
anak dalam berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar ruangan, penilaian diri
dan segala sesuatu yang membantu penilaian terhadap anak. Portofolio meliputi
semua hal yang berkaitan dengan anak dengan maksud untuk lebih mengenali anak.
Pendahuluan, Pendahuluan | 9
Pendahuluan
10 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan
Dalam hal ini, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam
pembelajaran kontekstual, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari
berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaatbagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing. Oleh sebab itu, pembelajaran kontekstual pada dasarnya adalah usaha
memperkenalkan siswa terhadap konteks secara luas yang meliputi situasi-situasi yang
berhubungan dengan kehidupannya, fenomena nyata, isu-isu sosial, aplikasi teknologi yang
kesemuanya dipahami benar oleh siswa baik pada masa kini maupun pada masa yang akan
datang.22
Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/konteks lainnya.23
22
Nuhadi. (2002)Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas
23
Ibrahim (2007) Proses Belajar MengajarCBSA. Bandung: Sinar Baru Algesindo NCCS,
(1994).”Curriculum Standar for Social Sudies, Expection for Excelence”. Washington: NCCS.
24
Nuhadi. (2002)Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.
Pendahuluan, Pendahuluan | 11
Pendahuluan
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan
dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan model pembelajaran
kontekstual.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran
konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya
hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.26
25
Sumaatmadja, N. (2001). Metode Pengajaran Ilmu Pengatahuan Sosial. Bandung: Alumni.
26
Winataputra, dkk. (2007). Materi dan Pembelajaran IPS di SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
12 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan
KESIMPULAN
PENGHARGAAN
DAFTAR PUSTAKA
(Dwi Nurhayati Adhani, Nina Hanifah, 2017)Dwi Nurhayati Adhani, Nina Hanifah, I. H. (2017).
Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain Warna. Pg-Paud Trunojoyo,
4(1), 70. file:///C:/Users/AMIRA/Downloads/3569-8592-1-PB.pdf
Pendahuluan, Pendahuluan | 13
Pendahuluan
Lia Alfiah Dinanar Hati. (2011). Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 8 Nomor 2, November
2011. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 8(2), 164+185.
Nisa, T. F., & Fajar, Y. W. (2016). Strategi pengembangan kreativitas pendidikan anak usia dini
dalam pembelajaran. Pg-Paud, 3(2), 118–127.
https://journal.trunojoyo.ac.id/pgpaudtrunojoyo/article/view/3497
Pratiwi, I. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Melatih Kreativitas Anak
Kelompok B di TK Kartika II-1 Palembang. Annual Conference on Islamic Early
Childhood Education (ACIECE), 4, 475–482.
Priyanto, A. (2014). Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas Bermain.
Journal.Uny.Ac.Id, 02.
14 | Pendahuluan, Pendahuluan