Anda di halaman 1dari 14

KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education

p-ISSN: 2621-0339 |e-ISSN: 2621-0770, hal. XX-XX


Vol. XX, No. XX, April 2020
DOI: ………

Model dan Strategi Pembelajaran dalam Pengembangan Kreativitas


AUD ; Model Pembelajaran Kooperatif, Konstruktivisme,
Portofolio dan Kontekstual,

Selvi Anggraeni1, Tiara Nurfianti2, Nurkamelia Mukhtar AH3


Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
1,2,3

Sultan Syarif Kasim Riau


e-mail corresponden: 1
12010921396@students.uin-suska.ac.id,212010924035@students.uin
suska.ac.id,

PENDAHULUAN
Kreativitas merupakan salah satu aspek perkembangan dalam diri anak yang perlu untu
diperhatikan sejak dini. Kreativitas sendiri merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang dimana ia mampu menciptakan suatu karya atau mengungkapkan suatu gagasan yang
belum pernah ada sebelumnya, dan kalaupun telah ada, maka aka nada perbedaan baik dari
proses maupun hasilnya yang menjadi keunikan tersendiri. Kretaivitas sendiri merupakan suatu
hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang dimana menurut teori hierarki kebutuhan dari
Abraham Maslow, setiap individu perlu untuk mengaktualisasikan diri mereka salah satunya
melalui pengembangan kreativitas.
kreativitas jika tidak dikembangkan dengan baik dari usia dini dapat memberikan
dampaK buruk bagi kehidupannya di masa mendatang. Seorang anak yang tidak dapat
mengembangkan kreativitasnya akan kehilangan kepercayaan dalam dirinya di masa
mendatangnya karena ia merasa bahwa dalam dirinya tidak ada sesuatu yang dapat diunggulkan.
Selain hilangnya kepercayaan diri, seseorang yang tidak dapat mengembangkan kreativitas yang
ada dalam dirinya hanya dapat mencuri ide dari orang lain yang tentu kan merugikan baik bagi
dirinya maupun orang lain, bahkan bisa berakhir hingga ke jeruji besi.
Matinya kreativitas dalam diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari diri
sendiri maupun dari lingkungan ata orang-orang disekitarnya. Orang tua yang terlalu
memaksakan kehendaknya pada si anak juga dapat mematikan daya kreativitas yang ada dalam
diri anak tersebut. Sebaliknya, orang tua yang mendukung bakat anaknya justru akan
meningkatkan daya kreativitas anak sehingga bakat atau kreativitas yang di milikinya dapat

| 1
Pendahuluan

berkembang dengan baik.


Perlunya kreativitas untuk dikembangkan sejak usia dini adalah dikarenakan pada usia ini
anak-anak memiliki kemampuan untuk mrespon segala sesuatu dari luar dengan cepat. Hal-hal
baru tersebut akan dengan mudah mereka tanamkan dalam dirinya. Oleh karena itu, dalam
memberikan pengarahan maupun bimbingan pada anak yang berada dalam kategori anak usia
dini harus dengan cara yang tepat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002 mengenai
perlindungan anak, anak merupakan seseorang yang usianya belum genap 18 tahun termasuk
yang masih berada dalam kandungan. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO),
batasan usia bagi anak adalah ketika masih berada dalam kandungan hingga usia 19 tahun. 1
Sedangkan pengertian anak prasekolah menurut Biecher dan Snowman adalah anak-anak dalam
rentang usia 3-6 tahun. Di Indonesia sendiri yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah
anak-anak yang mengikuti program taman kanakkanak. Usia pra sekolah yang dimaksukan disini
adalah usia dimana anak belum memasuki suatu lembaga pendidikan formal seperti sekolah
dasar (SD). 2 Berdasarkan UU no.23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang perlindungan anak, telah
dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran untuk
mengembangkan kepribadiannya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya.3

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para
guru dalam melaksanakan pengajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.4
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang
memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa

1
Pusat Data Kementrian Kesehatan RI, INFODATIN: Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak
Indonesia,(Jakarta: Tidak Diterbitkan, 2014) hal. 2
2
Suryadi, Kiat Jitu dalam Mendidik Anak : Berbagai Masalah Pendidikan dan Psikologi,(Jakarta : EDSA
Mahkota, 2006) hal. 84
3
Uyu Wahyudin dan Mubiar Agustin, Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini :Panduan Untuk Guru,
Tutor, Fasilitator dan Pengelola PAUD, (Bandung: Refika Aditama, 2011) hal. 12.
4
Trianto , Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, hal. 52

2 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan

membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.
5
Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin, kooperatif mengandung pengertian bekerja
bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif siswa secara individual
mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.6Jadi, belajar
kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa
bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok tersebut.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran.7 Slavin dalam buku Isjoni menyebutkan pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang dikenal sejak lama, guru mendorong para siswa untuk
melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh
teman sebaya.8 Johnson & Johnson dalam buku Hartono mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu penggunaan pembelajaran kelompok-kelompok kecil sehingga para
siswa bekerjasama untuk memaksimalisir belajar mereka.9
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat menyelesaikan tugasnya berkelompok.
Pada pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dengan teman yang
ada pada kelompoknya masing-masing. Dengan demikian rasa setia kawan dan ingin maju
bersama semakin tertanam pada setiap diri siswa.
1. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
a. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, rendah.
b. Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama
c. Membagi tugas dan tanggung jawab sama
d. Akan dievaluasi untuk semua
e. Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama
f. Diminta mempertanggung jawabkan individual materi yang ditangani.10
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
5
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional,
Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009, hal.189
6
Etin Solihatin, Cooperative Learning, Jakarta, Bumi Aksara, 2009, hal. 4
7
Isjoni, Kooperatif Learning, Bandung, Alfabeta, 2011, hal. 12
8
Ibid., hal.17
9
Hartono, Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, Pekanbaru, Zanafa Publishing,
2008, hal.25
10
Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta, Kencana, 2010, hal. 266

Pendahuluan, Pendahuluan | 3
Pendahuluan

Pelaksanan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan


kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan cara belajar siswa menuju cara belajar yang lebih baik, sikap saling
tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penggunaan
model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara
berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan
memberikan kesempatan temannya untuk mengemukakan pendapat secara
berkelompok.
3. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya adalah
pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk
bekerja sama, dan keterampilan bekerja sama.
a. Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara
tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria
keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.
b. Didasarkan pada manajemen kooperatif Pembelajaran kooperatif memerlukan
perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif,
misalnya tujuan apa yang akan dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa
yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu dan lain-lain.
c. Kemauan untuk bekerja sama Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota
kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing,
akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang
pandai membantu yang kurang pandai.
d. Keterampilan bekerja sama Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian
dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam
keterampilan bekerja sama. Siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.11
B. Model Pembelajaran Konstruktivistik
Paradigma konstruktivisme merupakan komponen pertama konsep belajar mandiri.
Landasan konsep kegiatan belajar yang berlandaskan paradigma ini yaitu penggunaan
pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengolah informasi yang masuk, sehingga
11
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta, Kencana, 2006, hal. 244-246

4 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan

terbentuk pengetahuan baru menuju pembentukan sesuatu kompetensi yang dikendaki


pembelajar.12 Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa
Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita
sendiri. Secara sederhana konstruktivisme berangapan bahwa pengetahuan kita itu
merupakan konstruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui sesuatu.

Konstruktivisme memiliki karakter yang mampu menyatukan pandangan-


pandangan dari bidang sosiologis, psikologis. konstruktivisme memliki dua cabang kajian
yaitu kognitif dan sosial. Konstruktivisme kognitif menekankan bahwa pentingnya
pembelajar membangun representasi realitas mereka sendiri. Artinya pembelajar harus
aktif dalam menemukan atau mengubah informasi kompleks agar mereka mampu
menerma menguasai informasi tersebut sebagai pengetahuan baru. Adapun
konstruktivime sosial adalah menekankan pentingnya interaksi sosial dan pembelajarn
kooperatif dalam membangun gambaran-gambaran kognitif dan emosional realitas.

Konstruktivisme adalah suatu pandangan epistemologis tentang pemerolehan


pengetahuan yang menekankan pada upaya membangun pengetahuan daripada transmisi
pengetahuan. Konstruktivisme yang muncul hingga saat ini menjadi suatu teori yang
paling berpengaruh dalam praktik pendidikan pada dua puluh lima tahun yang lalu.
Menurut Cooper, konstruktivisme telah menjadi paradigma yang paling berpengaruh
selama dua dekade terakhir abad ke-20. Konstruktivisme merupakan model pembelajaran
mutakhir yang mengedepankan aktivitas siswa dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat
melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri.

Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan


bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia
menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila
pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang
sesuai. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan atau

12
Haris Mudjiman, Belajar Mandiri, (Surakarta: UNS Press, 2009), hal.23

Pendahuluan, Pendahuluan | 5
Pendahuluan

menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. 13


Menurut Von Glaserfeld dalam Bettercourt dalam Suparno, konstruktivisme adalah salah
satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realita).
Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada.Pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan
seseorang.Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan
yang diperlukan untuk pengetahuan14

Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). Aliran ini lebih menekankan bagaimana
siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.15 Menurut teori kontruktivisme bahwa
pendidik tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta
didik harus mampu membangun sendiri pengetahuan mereka. Sedangkan pendidik dapat
memberikan kemudahan dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan dan menerapkan ideide mereka sendiri.16

Konstruktivisme merupakan teori dari Piaget. Menurut cara pandang teori


kontruktivisme bahwa belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui
pengalaman nyata dari lapangan. Artinya peserta didik akan cepat memiliki
pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada dalam
masyarakat.17 Para kontruktivisme menjelaskan bahwa satu-satunya alat/sarana yang
tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya seseorang
berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat, mendengar,menjamah,
mencium, dan merasakannya. Misalnya dengan mengamati air, bermain air, mengecap
air, dan menimbang air, seseorang membangun gambaran pengetahuan tentang air. Para
kontruktivitis itu adalah diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja pada seseorang (murid) dari seorang guru. Murid

13
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana,
2008, hal. 118
14
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hal 18
15
https://dirinyachapunk..com/2011/12/22/model-pembelajaran-konstruktivisme/diunduh pada tanggal 7
Nopember 2016 pukul 16.00WIB
16
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2012), hal. 28.
17
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Jakarta : RaSail Media Group,2008), hal. 71.

6 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan

sendirilah yang harus mengartikan apa yang diajarkan dengan menyesuaikan dengan
pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin, 1992).18 Kontruktivisme
beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia
mongkonstruksi pengetahuan melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman, dan lingkungan mereka. Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorangkepadaorang lain, tetapi harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi,
melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang


baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek, informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi
siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide (Slavin,1994).19

C. Model Pembelajaran Portofolio

Portofolio merupakan kumpulan atau rekam jejak berbagai hasil kegiatan anak
secara berkesinambungan atau catatan pendidik tentang berbagai aspek pertumbuhan
dan perkembangan anak sebagai salah satu bahan untuk menilai kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. 20

Menurut Popham dalam Yus dijelaskan bahwa portofolio adalah pengumpulan


pekerjaan seseorang secara sistematik. Berarti dengan portofolio guru dapat
mengoleksi karya seseorang berdasarkan aturan tertentu. Dalam bidang pendidikan
portofolio berarti pengumpulan koleksi karya anak selama mengikuti kegiatan
pembelajaran. Karya ini meliputi karya berbagai hal dalam pembelajaran. Atuan
pengumpulan atau pengoleksiannya dapat ditetapkan guru sendiri. Misalnya dari
segi waktu, selama satu caturwulan atau semester, setiap dimensi perkembangan atau
yang lainnya.

18
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,1997, hal. 19
19
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : PT.Bumi Akara,2010),hal.74
20
Buku Panduan...,hal. 31

Pendahuluan, Pendahuluan | 7
Pendahuluan

Selanjutnya Cizek dalam Yus mengemukakan bahwa portofolio adalah


pengumpulan informasi tingkat tinggi yang berkenaan dengan kemajuan belajar anak
sehingga guru dapat lebih cermat menilai murid dan penilaian lebih erat kaitannya
dengan pembelajaran. Dalam situasi tersebut guru menggunakan portofolio
(kumpulan pekerjaan anak) untuk mengakses anak, sedangkan anak
menggunakannya untuk melihat kembali kegiatan dan hasil belajar yang telah
diraihnya.

Melakukan penilaian dengan portofolio harus memperhatikan beberapa hal.


Popham dalam Yus menekankan bahwa penilaian dengan portofolio harus memiliki
karakteristik:

a. Berpusat pada anak dalam memantapkan tujuan belajar.


b. Mengukur prestasi anak dengan memperhatikan perbedaan idividual
c. Menggunakan pendekatan kolaboratif.
d. Mendorong anak untuk dapat menilai sendiri karyanya.
e. Bertujuan untuk peningkatan karya dan prestasinya.
f. Memiliki keterkaitan yang erat dengan pembelajaran.21
Karakteristik ini menunjukkan bahwa portofolio dilakukan secara bersama-
sama antara guru dan anak dalam menentukan karya anak sebagai prestasinya dalam
kegiatan pembelajaran yang akan dikoleksi.

Selain itu, Puckett dan Black dalam Yus menyarankan bila guru akan
menggunakan portofolio dalam penilaian hendaknya mengacu pada rambu-rambu
berikut:

a. Hasil belajar yang dipilih bermakna penuh bagi anak.


b. Hasil belajar sebagai refleksi semua dimensi perkembangan dan belajar dalam
berbagai konteks dan berdasar pada hal nyata selama pembelajaran berlangsung.
c. Hasil belajar terkait dengan tujuan khusus pembelajaran.
d. Hasil belajar menunjukkan secara jelas kinerja yang diharapkan.
e. Hasil belajar sebagai media untuk pertukaran informasi yang bermakna antara
anak dengan orang tua, guru dan teman.
Sesuai dengan rambu-rambu dan karakteristik yang dikemukan di atas,
portofolio akan memberikan informasi yang menyeluruh tentang sikap, perilaku dan

21
Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, hal. 90-92.

8 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan

kemampuan anak dalam belajar serta ketercapaian perkembangan belajar anak dalam
kurun waktu tertentu. Bisa satu bulan, tiga bulan atau semesteran. Soemiarti dalam
Yus juga menegaskan bahwa portofolio dapat memabntu guru memahami anak,
karena portofolio merupakan sejumlah hasil kerja anak, hasil observasi guru tentang
anak dalam berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar ruangan, penilaian diri
dan segala sesuatu yang membantu penilaian terhadap anak. Portofolio meliputi
semua hal yang berkaitan dengan anak dengan maksud untuk lebih mengenali anak.

Contoh Portofolio sebagai berikut:

Pendahuluan, Pendahuluan | 9
Pendahuluan

10 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan

D. Model Pembelajaran Kontekstual

Model Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan


konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
masyarakat, dan dunia kerja nantinya. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran dihadapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Dalam hal ini, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam
pembelajaran kontekstual, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari
berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaatbagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing. Oleh sebab itu, pembelajaran kontekstual pada dasarnya adalah usaha
memperkenalkan siswa terhadap konteks secara luas yang meliputi situasi-situasi yang
berhubungan dengan kehidupannya, fenomena nyata, isu-isu sosial, aplikasi teknologi yang
kesemuanya dipahami benar oleh siswa baik pada masa kini maupun pada masa yang akan
datang.22

Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/konteks lainnya.23

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar


yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.24

22
Nuhadi. (2002)Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas
23
Ibrahim (2007) Proses Belajar MengajarCBSA. Bandung: Sinar Baru Algesindo NCCS,
(1994).”Curriculum Standar for Social Sudies, Expection for Excelence”. Washington: NCCS.
24
Nuhadi. (2002)Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.

Pendahuluan, Pendahuluan | 11
Pendahuluan

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan
dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan model pembelajaran
kontekstual.

Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran


yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif
dan bermakna. Dalam pelaksanaannya pembelajaran kontekstual memiliki beberapa strategi
atau bentuk pembelajaran.

Sejalan dengan strategi belajar model pembelajaran kontekstual di atas, model


pembelajarankontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme
(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya
(Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan model pembelajaran CTL jika
menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan hal itu
tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya.

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana


kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang
akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam
program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmen-nya. Dalam konteks
ini, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan
dikerjakannya bersama siswanya .25

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran
konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya
hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.26

25
Sumaatmadja, N. (2001). Metode Pengajaran Ilmu Pengatahuan Sosial. Bandung: Alumni.
26
Winataputra, dkk. (2007). Materi dan Pembelajaran IPS di SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.

12 | Pendahuluan, Pendahuluan
Pendahuluan

KESIMPULAN

Dari penjelasan artikel diatas maka dapat disimpulkan bahwa Kreativitas


merupakan salah satu aspek perkembangan dalam diri anak yang perlu untu diperhatikan
sejak dini. Kreativitas sendiri merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
dimana ia mampu menciptakan suatu karya atau mengungkapkan suatu gagasan yang
belum pernah ada sebelumnya, dan kalaupun telah ada, maka aka nada perbedaan baik
dari proses maupun hasilnya yang menjadi keunikan tersendiri sedangkan model
pembelajaran adalah cara atau teknik penyajian sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan
melaksanakan proses belajar mengajar. Dari penjelasan diatas terdapat beberapa model
pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif, konstruktivisme, portofolio, dan
kontekstual.

PENGHARGAAN

Ucapan terimakasih terhadap dosen pengampuh bunda nurkamelia mukhtar ah.,


m.pd. Yg sudah membimbing kami pada pembuatan artikel ini, serta pihak-pihak yg
sudah membantu kami pada penyusunan artikel ini sebagai akibatnya artikel ini bisa
selesai.

DAFTAR PUSTAKA

(Dwi Nurhayati Adhani, Nina Hanifah, 2017)Dwi Nurhayati Adhani, Nina Hanifah, I. H. (2017).
Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain Warna. Pg-Paud Trunojoyo,
4(1), 70. file:///C:/Users/AMIRA/Downloads/3569-8592-1-PB.pdf

Pendahuluan, Pendahuluan | 13
Pendahuluan

Lestari, D. P. (2019). Peningkatan Kreatifitas Melalui Funcooking pada Kelompok A RA Az


Zahra Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan
Dan Pembelajaran Anak Usia Dini, 6(1), 18–28.
https://doi.org/10.21107/pgpaudtrunojoyo.v6i1.5370

Lia Alfiah Dinanar Hati. (2011). Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 8 Nomor 2, November
2011. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 8(2), 164+185.

Murni, A. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio Untuk Meningkatkan


Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X IPS 3 di SMAN
2 …. https://repository.uir.ac.id/10564/%0Ahttps://repository.uir.ac.id/
10564/1/166810846.pdf

Nisa, T. F., & Fajar, Y. W. (2016). Strategi pengembangan kreativitas pendidikan anak usia dini
dalam pembelajaran. Pg-Paud, 3(2), 118–127.
https://journal.trunojoyo.ac.id/pgpaudtrunojoyo/article/view/3497

Nurhasnawati. (2011). Model-Model Pembelajaran Konstruktivisme. An-Nida’, 36(2), 237–259.


http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Anida/article/viewFile/304/287

Pratiwi, I. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Melatih Kreativitas Anak
Kelompok B di TK Kartika II-1 Palembang. Annual Conference on Islamic Early
Childhood Education (ACIECE), 4, 475–482.

Priyanto, A. (2014). Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas Bermain.
Journal.Uny.Ac.Id, 02.

Setiana, N. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil


Belajar IPS Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar
Kampus Cibiru, 5(1). https://doi.org/10.17509/eh.v5i1.2834

Ulfadhilah, K. (2021). Pembelajaran Konstruktivisme Dan Implementasinya Dalam


Pembelajaran Anak Usia Dini. Islamic EduKids: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1),
1–13.

14 | Pendahuluan, Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai