Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM PIPS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengembangan Pembelajaran IPS
di SD

Dosen Pengampu
Drs. D. Wahyudin, M. Pd.

Disusun Oleh:
Gita Yulia Dewi
NIM 1706008
7C PGSD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS PURWAKARTA
2020
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM PIPS

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif


Menurut Johnson dalam B. Santoso Cooperative Learning adalah kegiatan
belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama
untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu
maupun kelompok. Sedangkan Nurhadi mengartikan Cooperative Learning sebagai
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interkasi yang silih
asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permasalahan.
Selanjutnya Davidson dan Kroll, sebagaimana yang dikutip oleh Hamdun,
Cooperative Learning diartikan dengan kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan
belajar sehingga siswa dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide dan bekerja
secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik.
Walhasil, Cooperative Learning adalah metode pembelajaran yang didasarkan
atas kerja kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Selain itu juga
untuk memecahkan soal dalam memahami suatu konsep yang didasari rasa tanggung
jawab dan berpandangan bahwa semua siswa memiliki tujuan sama. Aktivitas belajar
siswa yang komunikatif dan interaktif, terjadi dalam kelompok-kelompok kecil.
2. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning tidak hanya menghasilkan prestasi akademik yang lebih
tinggi untuk seluruh siswa namun juga meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan
untuk melakukan hubungan sosial serta mampu mengembangkan saling kepercayaan
sesamanya baik secara individu maupun kelompok, dan kemampuan saling membantu
dan bekerjasama antar teman. Dan pula terhindar dari persaiangan antar individu,
dengan kata lain tidak saling mengalahkan antar siswa.
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Dengan mengunakan metode Cooperative Learning, pembelajaran akan
efektif dan berjalan sesuai dengan fitrah peserta didik sebagai mahluk sosial yaitu
mahluk yang tidak bisa berdiri sendiri, namun selalu membutuhkan kerjasama dengan
orang lain untuk mempelajari gagasan, memecahkan masalah dan menerapkan apa
yang mereka pelajari. Jelasnya belajar kooperatif tidak hanya bertujuan menanamkan
siswa terhadap materi yang akan dipelajari namun lebih menekankan pada melatih
siswa untuk mempunyai kemampuan sosial, yaitu kemampuan untuk saling
bekerjasama, berkelompok dan bertanggung jawab terhadap sesama teman kelompok
untuk mencapai tujuan umum kelompok.
4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie, tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap sebagai Cooperative Learning. Untuk memperoleh manfaat
yang diharapkan dari implementasi pembelajaran kooperatif, Johnson dan Johnson
menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun dalam aktivitas intruksional,
mencakup :
a. Saling Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)
b. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Interaction)
c. Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)
d. Ketrampilan Sosial (Sosial skill), dan
e. Evaluasi Proses Kelompok (Group debrieving).
5. Landasan Teori Pembelajaran Kooperatif
Metode Cooperative Learning dibangun atas dasar Konstruktivis Sosial dari
Vygotsky, teori Konstruktivis Personal dari Piaget dan Teori Motivasi. Menurut
prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan pemikiran merupakan proses sosial
sejak lahir. Anak dibantu oleh orang lain (baik orang dewasa maupun teman sebaya
dalam kelompok) yang lebih kompeten didalam ketrampilan dan teknologi dalam
kebudayaannya. Bagi Vigotsky, aktivitas kolaboratif diantara anak-anak akan
mendukung pertumbuhan mereka, karena anak-anak yang sesuai lebih senang bekerja
dengan orang yang satu zone (Zone of Proximal Development, ZPD) dengan yang
lain. Pada pandangan ini, bahwa kepribadian atau kejiwaan dari pada peserta
diteropong secara keseluruhan, artinya bagian atau elemen kejiwaan tidak berdiri
sendiri, melainkan terorganisir menjadi suatu keseluruhan.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan dalam pembelajaran Cooperative
Learning sangat mengutamakan keseluruhan (holistik) dari pada bagian kecil dalam
proses pembelajaran yang mengutamakan kerja kelompok. Secara sederhana teori
Konstruktivisme itu beranggapan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi dari
mengetahui sesuatu. Pengetahuan kita bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan,
melainkan suatu perumusan atau formulasi yang diciptakan oleh seseorang yang
mempelajarinya. Teori Konstruktivisme tidak bertujuan mengerti tentang realitas,
tetapi lebih hendak melihat bagaimana suatu proses, dalam hal ini adalah
pembelajaran, dari tidak mengetahui menjadi mengetahui sesuatu tersebut. Maka
dalam pandangan ini belajar merupakan suatu proses aktif dari peserta didik untuk
mengkonstruksi makna, pengalaman fisik dan sebagainya.
Sedangkan Piaget juga melihat pentingnya hubungan sosial dalam membentuk
pengetahuan. Interaksi kelompok berbeda secara kualitatif dan juga lebih kuat dari
pada interaksi orang dewasa dan anak-anak dalam mempermudah perkembangan
kognitif. Posisi teori Piaget dalam belajar kooperatif ditujukan terutama kepada siswa
yang berkemampuan tinggi agar mampu membangun pengetahuan sendiri melalui
interaksi dengan lingkungan. Sebab, lingkungan insani maupun lingkungan fisik
merupakan sumber yang berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian dan
kemampuan peserta didik. Dengan demikian ia mampu menjadi perancah
(scaffolding) bagi teman-temannya yang lain.
6. Implementasi Pembelajaran Kooperatif
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran
kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi
dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa.
3. Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok
belajar.
5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
6. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
7. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif
a. Numbered Head Together (NHT)
Trianto (2007:62) mengemukakan bahwa Numbered Heads Together (NHT) atau
penomoran berfikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads
Together) adalah model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
Spencer Kagan (1992). Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
digunakan agar siswa terlibat dalam penguatan pemahaman pembelajaran
terhadap materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads
Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan meningkatkan penguasaan akademik. Model pembelajaran
ini melibatkan para siswa dalam memahami bahan yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim (2000) mengemukakan tiga tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu: a) hasil belajar akademik struktural,
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik; b)
pengakuan adanya keragaman., bertujuan agar siswa dapat menerima teman-
temannya yang mempunyai berbagai latar belakang; c) pengembangan
keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
b. Teams Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model
Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan
sehat dan keterlibatan belajar.
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied
Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari
Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil
yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan
bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams
games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali
satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan
turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili
timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang
lalu.
c. Investigasi Kelompok
Model pembelajaran investigasi kelompok dirancang oleh Herbert Thelen,
selanjutnya diperluas dan diperbaiki tahun 1970 oleh Sholomo Sharan dan Yael
Sharan dari Universitas Tel aviv, Israel. Model pembelajaran investigasi
kelompok merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 5-
6 orang siswa yang heterogen. Kelompok dengan anggota yang tidak terlalu
banyak akan mendinamiskan kegiatan dalam belajar sehingga setiap anggota akan
merasa menjadi bagian dari kelompok yang bertanggung jawab. Penyusunan
kelompok oleh guru dilakukan sebagai upaya antisipasi adanya masalah
kesenjangan dalam kemampuan antar kelompok. Model investigasi kelompok
menuntut siswa untuk belajar dalam kelompok dan mampu berkoordinasi dengan
anggota kelompok lainnya dalam pemecahan masalah. Model pembelajaran ini,
siswa diberikan kuasa penuh untuk memilih sendiri topik dari pembelajaran
sehingga tahu gambaran yang akan dipelajari dan cara menjalankan
investigasinya. Dalam menerapkan model investigasi kelompok pada
pembelajaran diperlukan keterampilan berkomunikasi yang baik antar siswa
untuk memperlancar jalannya proses kelompok sehingga sebelum melakukan
investigasi kelompok guru diharapkan memberikan pelatihan-pelatihan
berkomunikasi kepada siswa. Keberhasilan pelaksanaan investigasi kelompok
sangat tergantung dengan latihan-latihan berkomunikasi dan berbagai
keterampilan sosial lain yang dilakukan sebelumnya.
d. Students Teams Achievement Devision (STAD)
Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode
atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk
guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD
juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dan teman-
temannya di Universitas John Hopkin. Guru yang menggunakan STAD, juga
mengacu kepada belajar kelompok murid , menyajikan informasi akademik baru
kepada murid setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru
membagi murid menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang
dan terdiri laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan tinggi, sedang, rendah.
Slavin (2011: 21) Student Teams Achievement Division (STAD), siswa
ditempatkan ke tim-tim belajar yang beranggotakan empat orang yang bercampur
tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku bangsa. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam kelompok kecil dan memastikan semua anggota
sudah memahami tentang pelajaran yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

https://core.ac.uk/download/pdf/230630513.pdf
https://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt
2/#:~:text=Model%20pembelajaran%20Teams%20Games
%20Tournament,mengandung%20unsur%20permainan%20dan%20reinforcement.
Kristin, F. (2016). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau Dari
Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
6(2), 74-79.
Rofiq, M. N. (2010). Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dalam pengajaran
pendidikan agama Islam. Jurnal Falasifa, 1(1), 1-14.

Anda mungkin juga menyukai