Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

B. Kajian Teori
1. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125)
mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan
perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan
dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang
dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya
perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penguasaan belajar yang
dicapai siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran.
Hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik dapat disesuaikan dengan materi
yang akan disampaikan oleh guru. Hasil belajar dapat didefinisikan melalui dua sisi,
yaitu sisi peserta didik dan sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar adalah tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi sebelum
belajar, adapun perkembangan mental yang dimaksudkan berdasarkan Teori Bloom
berupa ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
diartikan sebagai saat terselesaikannya bahan pelajaran. Apabila seseorang telah
belajar, maka akan terjadi perubahan perilaku pada dirinya, perubahan perilaku
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan dari tidak tahu menjadi tahu atau dari
tidak mengerti menjadi mengerti.
2. Model Cooperative Learning
Menurut Suprijono (2011:54), Pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Lie
(2008:18), sistem pengajaran Cooperative Learning bisa didefiniskan sebagai
sistem kerja atau belajar kelompok berstruktur. Sedangkan menurut Slavin
(2005:4) Cooperative learning merujuk pada berbagai macam model
pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar
belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam
mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk
mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan
dalam pemahaman masing-masing.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative


Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan dua atau tiga siswa
lebih dan mengharuskan siswa untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Model pembelajaran ini mampu meningkatkan kerja sama tim dan interaksi
antar siswa.

Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan


sejumlahpeserta didik sebagai anggota kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik
anggota kelompok harus bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
mata pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai
jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran
(Isjoni, 2013:98). Trianto (2007:117) menjelaskan, tujuan daripada cooperative
learning adalah: pertama, sebagai usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa.
Kedua, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan
membuat keputusan dalam kelompok. Dan ketiga, untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama antar siswa yang
berbeda latarbelakang.

Konsep inti daripada cooperative learning adalah menempatkan


pengetahuan yang dipunyai siswa merupakan hasil daripada aktivitas yang
dilakukannya, bukan pengajaran yang diterima secara pasif. Menurut Isjoni,
ada tiga tujuan dalam konsep cooperative learning, yaitu: (1) Penghargaan
kelompok; (2) Pertanggungjawaban individu; dan (3) Kesempatan yang sama
untuk mencapai keberhasilan (Isjoni, 2008:178). Dengan adanya metode ini,
siswa diharapkan dapat melakasakan kegiatan belajar tanpa harus bergantung
kepada guru, hal ini dikarenakan siswa dapat memberikan informasi yang sama
bermaknanya dengan informasi yang disampaikan guru, namun dengan
pendekatan yang lebih mudah bagi siswa. Salah satu praktik nyata kegiatan
belajar siswa dengan kelompoknya adalah adanya pertukaran informasi antar-
siswa mengenai materi yang meraka pahammi dengan diskusi dan komunikasi.

3. Metode IOC (Inside Outside Circle)


a) Pengertian Metode IOC (Inside Outside Circle)
Menurut Kagan 1990 (dalam Huda 2013:247) Inside Outside Circle
merupakan strategi pembelajaran dengan membuat dua lingkaran besar dan
lingkaran kecil sehingga memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi
dalam waktu yang bersamaan.

Menurut Anita Lie (2008:65), teknik pembelajaran IOC adalah teknik


yang dikembangkan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar saling
berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Metode pembelajaran IOC
termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerjasama dan kolaborasi secara berkelompok. Metode ini
memberikan peluang kepada anak agar dapat bekerja sama dalam berdiskusi
saling berbagi informasi serta mengetahui dan memahami materi pembelajaran
untuk menghasilkan pengetahuan bermakna bagi siswa (Rochayani, 2012:83).
Metode pembelajaran ini dapat memberikan kesempatan untuk semua peserta
didik untuk berbagi informasi dalam waktu yang singkat dengan beberapa
partner yang berbeda secara stuktural sehingga semua peserta didik dapat
berpartisipasi (Huda, 2012:24).

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode IOC


adalah metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kelas, melalui
metode ini, peserta didik dapat mendiskusikan dan berbagi informasi ataupun
ide-ide mereka secara langsung kepada teman sekelas mereka. Hal ini dapat
mendorong peserta didik untuk melakukan percakapan secara lisan dengan
lebih aktif karena dilaksanan dalam atmosfer permainan yang santai namun
mengasah kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi.

b) Langkah Pembelajaran Metode IOC (Inside Outside Circle)


Terdapat dua tahap yang dilakukan oleh guru, yaitu tahap persiapan, dan
tahap pelaksanaan. Tahap persiapan untuk guru antara lain:
1. Menentukan subjek pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta
didik dan tujuan pembelajaran
2. Guru sebaiknya telah mengajarkan beberapa vocabulary pada peserta
yang dapat membantu peserta didik dalam melakukan diskusi.

Prosedur pelaksanaan metode pembelajaran Inside Outside Circle


menurut Huda (2011:145) dan Aqib (2013:30) yaitu:
1. Membagi peserta didik menjadi dua kelompok dengan jumlah yang sama.
2. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil berdiri melingkar dan
menghadap keluar, dan separuh kelas lainnya membentuk lingkaran besar
berdiri menghadap kedalam sehingga pesrta didik di lingkaran dalam dan
ligkaran luar saling berhadapan. Peserta didik yang saling berhdapan
kemudian disebut partner/pasangan.
3. Pada tiap-tiap pasangan yang berhadapan diberi tugas untuk didiskusikan,
dalam penelitian ini, maka peseta didik ditugaskan untuk melakukan
percakapan dengan materi greeetings. Pasangan ini disebut kelompok
pasangan asal.
4. Setelah mereka berdiskusi, anggota lingkaran dalam diam di tempat,
sementara anggota lingkaran luar bergeser satu atau dua langkah searah
jarum jam, sehingga terbentuk pasangan-pasangan baru yang kemudian
melakukan percakapan kembali.
5. Pergeseran dihentikan jika angggota lingkaran dalam dan luar sebagai
pasangan asal bertemu kembali.
6. Di akhir, guru dapat memberi ulasan maupun mengevaluasi hal-hal yang
telah didiskusikan, serta merumuskan kesimpulan bersama peserta didik.

c) Keunggulan dan Kelemahan Metode IOC (Inside Outside Circle)


Seperti semua metode pembelajaran yang diterapkan dalam kelas,
metode IOC memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dari
metode IOC antara lain:
1. Metode ini memungkinkan siswamelakukan praktik percakapan berkali-
kali dengan jenis Introducing Someone yang berbeda dalam waktu
singkat
2. Adanya strukrur yang jelas sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan
secara efisien waktu.
3. Metode ini membuat peserta didik dapat belajar Bahasa Inggris dengan
lebih mudah dan menyenangkan.
4. Melatih peserta didik untuk menggunkan dan meningkatkan vocabulary
mereka.
Tidak ada metode pembelajaran yang sempurna, adapun kelemahan dari
metode Inside Outside Circle adalah sebagai berikut:
1. Metode ini membutuhkan ruang kelas yang besar.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama dari metode pembelajaran lain sehingga
bisa memecah konsentrasi dan dapat disalahgunakan untuk bergurau.
3. Metode ini memiliki instruksi yang rumit, sehingga membutuhkan lebih
banyak waktu untuk mejelaskan kepada peserta didik.

4. Mata Pelajaran Bahasa Inggris


a) Pembelajaran Bahasa Inggris
Proses pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas
penguasaan Bahasa Inggris pada siswa. Brown (2010: 56) menyebutkan bahwa
pembelajaran bahasa kedua yang efisien adalah: Pembelajaran bahasa yang melibatkan
gerakan tepat waktu, dari pengontrolan bentuk-bentuk bahasa ke dalam proses otomatis
dari bentuk-bentuk bahasa yang tidak terbatas jumlahnya. Analisis bahasa yang berlatih,
berpikir terlalu banyak tentang bentuk-bentuknya, dan secara sadar terikat dengan aturan-
aturan bahasa yang cenderung mengganggu munculnya otomatisasi.

Kegiatan peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris yang tercantum


dalam kurikulum 2013 mencakup semua kompetensi bahasa yang merupakan
keterampilan menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan
menulis (writing). Keterampilan bahasa ini disajikan secara terpadu, seperti yang
terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
a. Listening (menyimak), bagi sebagian siswa kegiatan ini dianggap sulit karena
kosa kata yang mereka miliki masih sangat terbatas. Kesulitan mereka akan
terbantu jika apa yang disampaikan guru diiringi dengan gerakan tangan,
ekspresi wajah, dan gerakan tubuh. Anak-anak dapat lebih memusatkan
perhatian terhadap apa yang mereka dengarkan jika disertai dengan kegiatan
yang melibatkan mereka. Kemudahan ini akan membuat mereka termotivasi
dari pada jika mereka disuruh mendengar kemudian menulis apa yang mereka
dengar. Apalagi Bahasa Inggris tidak mereka dengar di luar kelas maupun di
rumah.
b. Reading (keterampilan membaca), dalam kegiatan membaca, peserta didik
hendaknya mengerti tujuan dari kegiatan tersebut, apakah tujuan dari kegiatan
tersebut, apakah tujuan mereka membaca untuk mengerti inti dari bacaan itu
atau mereka harus membaca untuk mendapatkan suatu informasi tertentu saja.
Dalam hal ini peserta didik tidak harus mengerti dari kata per kata melainkan
yang terpenting mereka bisa mengerti konteks dari suatu bacaan. Yang
terpenting dari guru adalah memberikan rambu-rambu agar peserta didik
memiliki strategi dalam membaca suatu wacana. Pengetahuan umum dan
perbendaharaan kata yang telah dimiliki serta penggunaan gambar diharapkan
dapat membantu anak dalam mengerti isi suatu bacaan. Penggunaan awal ini
merupakan dasar yang kemudian ditambah dengan pengalaman belajar,
akhirnya dia akan mendapat pengetahuan baru.
c. Writing (keterampilan menulis), keterampilan menulis merupakan kelanjutan
dari kegiatan terdahulu. Kegiatan ini hendaknya disesuaikan dengan usia dan
tingkat kemampuan peserta didik dalam menggunakan Bahasa Inggris. Writing
merupakan keterampilan yang kompleks karena memerlukan kemampuan
mengeja, struktur, dan penggunaan kosa kata.
d. Speaking (keterampilan berbicara), dari semua inting yang dimiliki anak
sebagai pelajar muda Bahasa Inggris, insting untuk berinteraksi dan berbicara
adalah yang paling penting untuk pembelajaran Bahasa Inggris. Peserta didik
biasanya ingin segera menggunakan bahasa yang mereka pelajari untuk
berkomunikasi. Dalam kegiatan speaking, guru harus memperhatikan tujuan
dari kegiatan tersebut. Pada kegiatan terkontrol dimana tujuanya adalah
mempraktikkan bahasa yang dipelajari dengan benar dan mengutamakan
accuracy, guru dapat mengoreksi kesalahan pada waktu itu juga. Dalam
kegiatan speaking yang bersifat lebih bebas, misalnya pada kegiatan games,
role play, dan question and answer, tujuanya adalah memberi semangat kepada
peserta didik untuk mengemukakan idenya.

Fokus pembelajaran yang dilaksanakan di kelas pada penelitian ini menitik


beratkan pada peningkatan keterampilan berbicara siswa. Siswa diharapkan terampil
menggunakan Bahasa Inggris dalam kegiatan perkenalan diri.

b) Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris


Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi yang dalam
proses itu terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain
(komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke
simbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Gofur dalam Kundharu
Saddhono & Slamet, 2012:77). Menurut Tarigan (2008:5) berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Berbicara juga didefinisikan sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-
gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar
dan penyimak.

Brown (2000) dalam Saddhono (2012: 57), mengungkapkan bahwa berbicara


sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa yang berfungsi untuk menyampaikan
informasi secara lisan. Berdasarkan sejumlah pengertian di atas, disimpulkan berbicara
adalah suatu kegiatan kemampuan berbahasa untuk menyampaikan sebuah ide,
gagasan, penadapat, pikiran, dan isi hati kepada orang lain dalam menjalin
berkomunikasi dalam lingkup kehidupan sehari-hari.

Sedangkan keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistik.


Semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara.
Tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui proses latihan
(Saddhono, 2012: 36).Menurut Iskandarwassid & Dadang Sunendar (2011: 241),
keterampilan berbicara merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada
orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan
alamiah yang memungkinkan untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi
artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara


merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide dan gagasannya
menggunakan bunyi yang keluar dari alat komunikasi yang kemudian menghasilkan
gagasan-gagasan yang dapat di dengar oleh orang lain.

Tujuan dari mengajarkan keterampilan berbicara Bahasa Inggris adalah untuk


meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Dengan memiliki
kemampuan berkomunikasi, peserta didik dapat mengikuti peraturan sosial dan
kultural secara global. Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting dalam
pembelajaran Bahasa Inggris, namun pada praktiknya, mengajarkan keterampilan
berbicara Bahasa Inggris secara intensif masih sangat jarang dilakukan dengan alasan
bahwa evaluasi pembelajaran Bahasa Inggris masih menggunakan tes tertulis. Padahal
tujuan mengajarkan bahasa asing pada peserta didik adalah agar mereka mampu
berkomunikasi secara dua arah menggunakan bahasa asing yang diajarkan. Oleh karena
itu peserta didik harus diberikan kesempatan untuk dapat mengasah keterampilan
berbicara mereka dalam pembelajaran, salah satu caranya adalah dengan mengarahkan
peserta didik untuk mulai melakukan percakapan dengan peserta didik lain
menggunakan Bahasa Inggris.

C. Hasil Penelitian yang Relevan


Sebagai bahan perbandingan dan menghindari adanya pengulangan hasil
temuan maka penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh:
Pertama, skripsi Abdul Hadi yang berjudul “The Effect of Using Inside-Outside Circle
Technique towards the Students’ Reading Comprehension at the First Year of
Madrasah Aliyah Darul Hikmah Pekanbaru”. Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwaimplementasi metode Inside Outside Circle dapat membantu tercapainya belajar
tuntas siswa kelas VII. Setelah dilakukan pembelajaran Bahasa Inggris dengan
menggunakan metode Inside Outside Circle diperoleh hasil 81,5% dari populasi kelas
telah mencapai KKM 75% dalam keterampilan berbicara Bahasa Inggris.

Kedua, skripsi Anisa Nur Pratiwi pada tahun 2015 yang berjudul “Improving the
Speaking Skills Through The Use Of Cooperative Learning For The Seventh Grade
Students of SMPN 4 Yogyakarta In The Academic Year of 2013/2014”. Dari penelitian
tersebut, dapat dilihat bahwa pembelajaran Cooperative dengan metode Inside-Outside
Circle memberikan banyak kesempatan siswa untuk berbicara dengan menggunakan
Bahasa Inggris pada materi monolog dan teks deskriptif dan memberikan hasil yang
memuaskan dengan peningkatan yang cukup signifikan dari siklus I ke siklus II. Pada
siklus I, skor rata-rata siswa hanya 26,67, sedangkan di siklus II meningkat menjadi
29,87.

Ketiga, skripsi Khoiliyah Nila Umamilpada tahun 2017 yang berjudul “The
Effectiveness of Using Inside Outside Circle (IOC) Technique towards Students’
Achievement on Speaking of The Eight Grade Students at MTs Sunan Kalijogo Rejosari
Kalidawir”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran Inside
Outside Circle efektif terhadap keterampilan berbicara Bahasa Inggris peserta didik.
Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar peserta didik, yaitu rata-rata kelas
sebelum dilakukan treatment adalah 63,43%, sedangkan nilai rata-rata setelah
dilakukan treatment adalah 78,46%.Hasil nalisis dari nilai sig. (2-tailed) di paired
sample test adalah 0.000. Demikian berarti bahwa kemungkinannya adalah kurang dari
0.05 (0.000 < 0.05). Karena itu, alternative hypothesis (Ha) diterima Sehingga dapat
disimpulkan bahwa metode pembelajaran Inside Outside Circle lebih efektif terhadap
hasil belajar peserta didik daripada metode pembelajaran konvensional (ceramah).
Dilihat dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan metode Inside Outside Circle berpengaruh dan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Perbedaan dari penelitian ini adalah dimana pada kedua skripsi di atas
metode Inside-Outside Circle diterapkan pada siswa tingkat SMP/MTs pada materi
Monologue dan Descriptive Text, akan tetapi pada penelitian ini penulis
menerapkanmetode Inside Outside Circle pada pokok materi Introducing Someone
Else.

D. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian tindakan kelas diawali dari kondisi awal, bahwa respon siswa
terhadap materi pelajaran masih rendah, minat sangat kurang sehingga hasil belajar
rendah. Berdasarkan identifikasi dan analisa permasalah yang ada akan dilakukan suatu
tindakan perbaikan pembelajaran dengan metode IOC (Inside Outside Circle). Hal ini
dilakukan untuk mencoba mengaktifkan semua siswa selama kegiatan belajar
mengajar.

Perbaikan pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan daur siklus


pertama dan kedua. Pada setiap siklus dilakukan tiga kali pertemuan, yang memuat
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi untuk mengambil langkah selanjutnya.
Pada siklus pertama akan dilakukan pembelajaran yang dilakukan dengan praktik
melakukan percakapan sesama siswa yang dipandu oleh guru. Jika dalam perbaikan
pembelajaran siklus pertama belum memenuhi kriteria ketuntasan belajar, maka akan
dilakukan tindakan perbaikan padasiklus kedua.

Pada siklus kedua dilakukan pembelajaran dengan metode IOC (Inside Outside
Circle) yang lebih intensif dengan melibatkan banyak siswa. Separuh dari jumlah siswa
membentuk lingkaran dalam dan separuhnya lagi membentuk lingkaran luar. Dalam
posisi siswa saling berhadapan. Kemudian siswa saling berkenalan dengan
pasangannya menggunakan Bahasa Inggris, setelah melakukan perkenalan, siswa pada
lingkaran luar berputar sehingga siswa mempunyai pasangan baru dengan lingkaran
dalam. Siswa memulai berkenalan menggunakan Bahasa Inggris lagi dan seperti itulah
proses seterusnya. Dalam proses pembelajaran yang telah diuraikan, tergambar bahwa
aktivitas belajar siswa sangat diutamakan sehingga seluruh siswa aktif dalam
pembelajaran. Maka dari itu, dengan model pembelajaran Inside Outside Circle (IOC)
diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam mata pelajaran
Bahasa Inggris kelas VII-A di SMP Negeri 1 Tretep, kecamatan Tretep, kabupaten
Temanggung.

Untuk lebih memahami kerangka berpikir peneliti tampilkan secara lebih rinci
pada gambar berikut:

Siswa kurang berminat


terhadap materi
Kondisi Guru belum
pembelajaran, pasif, dan
awal menggunakan IOC
keterampilan berbicara
rendah

Siklus I
KBM menggunakan Siswa memperhatikan dan
Tindakan model IOC minat
belajarnyameningkat

Siklus II
Siswa banyak melakukan
praktik berbicara dalam
Bahasa Inggris tanpa
merasa ragu.

Kondisi Keterampilan berbicara


Bahasa Inggris siswa
akhir meningkat
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir, maka diajukan rumusan
hipotesis tindakan yaitu metode inside-outside circle efektif terhadap keterampilan
berbicara mata pelajaran Bahasa Inggris materi Perkenalan diri sendiri dan orang lain
peserta didik kelas VII-A di SMP Negeri 1 Tretep kecamatan Tretep kabupaten
Temanggung tahun pelajaran 2019/2020.
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual.


(Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York:
Addison Wesley Longman, Inc.
Brown, H. Douglas & Priyanvada, Abeywikrama. 2010. Language Assessment:
Principles and Classroom Practices. New York: Pearson Education, Inc.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP dan MTs.
Pekanbaru: Dispora.
Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model
Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni & Moch. Arif. 2008. Model-Model Pembelajaran Mutakhir (Perpaduan


Indonesia-Malaysia). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni. 2013. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:


Alfabeta

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Kagan, Spencer. 1990. Cooperative Learning. San Juan Capistrano: Kagan


Cooperative Learning.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di


Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Rochayani, Defi; Wahyudi; dan Suyanto, Imam. 2013 Penerapan Model Inside Outside
Circle dalam Peningkatan Pembelajaran IPS tentang Masalah Sosial pada
Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Kalirejo Tahun Ajaran 2012/2013. FKIP, PGSD
Universitas Sebelas Maret

Saddhono, Kundharu & St. Y. Slamet. 2012. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa


Indonesia (Teori dan Aplikasi). Bandung: Karya Putra Darwati
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Penerbit Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai