Anda di halaman 1dari 15

1

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Belajar

“Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada

semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam

kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar

sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku. Ciri-ciri perubahan tingkah laku

dalam pengertian belajar adalah :

a. Perubahan terjadi secara sadar

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

f. Perubahann mencakup seluruh aspek tingkah laku, seperti sikap,

keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya” (Slameto, 2003 : 4).

Sardiman (2005 : 23) mengemukakan bahwa : “Belajar adalah berubah,

dalam hal ini yang dimaksudkan belajar adalah mengubah tingkah laku. Jadi

belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.

Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi

juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,

watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan

tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa

belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke
2

perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyyangkut unsur cipta

rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut:

a. Morgan (Sagala, 2009 : 12) menyatakakn "belajar adalah setiap perubahan

yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai sutau hasil dari

latihan atau pengalaman”. Gagne (Suprijono, 2014 : 2)menyatakan “pengertian

belajar adalah perubahan disporsisi atau kemampuan yang dicapai seseorang

melalui aktivitas”.

b. Howard L. Kingsley (Djamarah, 2002 : 12) menyatakan “ learning is the

process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed

through practice or training”. Belajar adalah proses di mana tingkah laku

(dalam arti luas) di timbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan.

c. Sudjana (1996 : 5) mendefinisikan: “Belajar adalah suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan pada diri seseorang.”

Dari uraian di atas dapat disimpilkan bahwa belajar merupakan kegiatan

yang paling pokok dalam pendidikan di sekolah, dimana proses belajar yang

dialami oleh siswa tersebut sangat mempengaruhi berhasil tidaknya pencapaian

tujuan yang diingikan

B. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif,

afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah

mengikuti proses belajar mengajar. Hamalik menjelaskan bahwa hasil belajar

adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap


3

serta kemampuan peserta didik. Lebih lanjut Sudjana berpendapat bahwa hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah

menerima pengalaman belajarnya .

Suatu proses aktivitas seseorang tentu menginginkan suatu hasil, begitu

pula pada proses belajar mengajar setiap mata pelajaran memiliki tujuan yang di

harapkan atau dengan harapan hasil yang di capai sesuai dengan yang telah di

rancang. Belajar mengajar merupakan konsep yang tidak dapat di pisahkan.

Belajar merujuk pada apa yang harus di lakukan seseorang sebagai subjek dalam

mengajar. Sedangkan belajar merujuk pada apa yang seharusnya di lakukan

seorang guru. (Kunandar, 2014: 62)

C. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk

sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan

tanggung jawab bersama, pembagian tuga, dan rasa senasib. Dengan

memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih

dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,

tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi

karena kooperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar

menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan

cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,

menyelesaikan persoalan, atau inkuisri. Menurut teori dan pengalaman agar

kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4–5


4

orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitas,

dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau

presentasi.Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi,

membentuk kelompok, dan pelaporan. (Miftahul Huda, 2003 :73)

D. Model Pembelajaran Talking Stick

1. Pengertian model pembelajaran Talking Stick

Menurut Shoimin (2014: 197) “ Talking Stick” ( tongkat bericara) adalah

metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk

mengajak semua orang berbicara menyampaikan pendapat pada suatu forum

(pertemuan antar suku). Menurut Kurniasih dan Berlin (2016: 82) bahwa :

Model pembelajaran talking tick merupakan suatu dari sekian banyak satu

model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan

tongkat. Tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau

menjawab pertanyaan dari guru setelah peserta didik selesai mempelajari

materi pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran talking stick adalah model

pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat sebagai jatah atau giliran

untuk berpendapat sehingga siswa berani mengemukakan pendapatnya atau

aktif ikut serta pada saat proses pembelajaran.

2. Tujuan model pembelajaran Talking Stick

Menurut Isjoni Cooperative Learning dapat meningkatkan cara belajar

siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa

perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar


5

Cooperative Learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara

berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai

pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk

mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara

kelompok

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan

partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan

dan membuat keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan pada siswa

untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya.

Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai

siswa ataupun guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah

tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan

dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar

sekolah.

Dengan sudut pandang di atas, dapat dikumpulkan bahwa sebuah metode

penguasaan haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan di atas, yaitupartisipasi

murid untuk membangun kemandirian dalam memahami materi pelajaran.

Begitu pula dengan metode talking stick, bagaimana juga harus sesuai dengan

tujuan pendidikan di atas. Adapun tujuan dari dirumuskannya metode talking

stick bila dilihat dari rumusan konsep metode tersebut, yang didalamnya

memperhatikan partsipasi siswa dalam memperoleh dan memahami

pengetahuan serta mengembangkannya, karena metode talking stick merupakan


6

salah satu metode dalam cooperative learning, maka tujuan pada metode

talking stick adalah untuk mewujudkan tujuan pembelajaran kooperatif

(Trianto, 2007 : 42).

3. Langkah-Langkah model pembelajaran Talking Stick

Menurut Zainal Aqib (2015:26-27) langkah-langah model pembelajaran

talking stick adalah sebagai berikut.

a). Guru menyiapkan sebuah tongkat.

b). Guru mneyampaikan materi pokok , yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari

materi pada pegangannya / paketnya.

c). Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa

untuk menutup bukunya.

d). Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru

memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus

menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat

bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

e). Guru memberikan kesimpulan

f). Evaluasi

Sedangkan menurut Kurniasih dan Berlin Sani langkah-langkah

pelaksanaan model pembelajaran talking stick, yaitu :

a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran pada saat itu

b) Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 5 orang.

c) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnyaa 20 cm.


7

d) Setelah itu, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,

kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan

mempelajari materi pelajaran tersebut dalam waktu yang telah ditentukan.

e) Peserta didik berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wancana.

f) Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari

isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.

g) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota

kelompok, setelah itu guru memberikan pertaanyaan dan anggota

kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian

seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk

menjawab setiap pertanyaan dari guru.

h) Peserta didik lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggotaa

kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.

i) Setelah semuanya mendapatkan giliran, guru membuat kesimpulan dan

melakukan evaluasi, baik individu ataupun secara berkelompok dan

setelah itu menutup pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah

langkah model pembelajaran talking stick adalah.

a) Guru menjelaskan tujuaan pembelajaran

b) Guru membentuk kelompok yaang terdiri dari 5 orang

c) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20cm.

d) Setelah itu guru menyampaikan materi pokok

e) Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wancana.


8

f) Guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.

g) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota

kelompk, setelah itu guru memberikan pertanyaa dan anggota kelompok

yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian

seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagaian untuk

menjawab setiap pertanyaan dari guru.

h) Siswa laain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota

kelompok tidak bisa menjawab pertanyaan.

i) Setelah semuanya mendapat giliran, guru membuat kesimpulan dan

melakukan evaluasi, baik individu maupun secara kelompok. Dan

menutup pelajaran.

4. Kelebihan dan Kekurangan model pembelajaran Talking Stick

Menurut Suprijono (2014:110) , dalam setiap pembelajaran, guru tentunya

sering menerapkan metode atau model saat proses pembelajaran berlangsung,

dan tentu saja dalam setiap metode atau model yang diterapkan tersebut

mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh sebab itu,

semua metode atau model masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan seperti halnya dengan model Talking Stick ini. Adapun kelebihan

dari model Talking Stick yaitu:

a). Menguji kesiapan siswa

Dalam menguji kesiapan siswa, guru harus bisa mengkondisikan

bagaimana membuat kesiapan dalam belajar. “Kesiapan dalam belajar adalah

suatu tes yang dilakukan di kondisi awal suatu kegiatan belajar, guna
9

mengetahui kesiapan seseorang dalam memberi respon atau jawaban yang ada

pada diri sendiri untuk tercapainya tujuan pengajaran tertentu”. Dengan

demikian menguji kesiapan siswa dalam penerapan model Talking Stickdapat

muncul ketika guru mengajukan pertanyaan pada saat kegiatan pembelajaran

berlangsung.

b). Melatih siswa membaca dan memahami materi dengan cepat

Penerapan model Talking Stick dapat melatih siswa membaca dan

memahami dengan cepat. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran ini

siswa dilatih mempelajari materi pelajaran dengan menguji pemahaman dan

pengetahuan siswa. Dengan demikian dengan adanya pemahaman inilah yang

menjadi pangkal tolak pembahasan, serta kecepatan. Seorang pembaca yang

baik akan mengatur kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk mencapai

tujuannya.

c). Memacu siswa lebih giat dalam belajar

Menurut Arif Sadiman (2008:69) Penerapan model pembelajaran Talking

Stick dapat membuat siswa lebih giat dalam belajar. Hal ini dikarenakan dalam

pembelajaran Talking Stick dapat melatih siswa dalam memahami materi

pokok yang akan dipelajari sebelum kegiatan stick dilaksanakan.

d). Siswa berani mengemukakan pendapat

Dengan penerapan model pembelajaran Talking Stick siswa dapat

mengemukakan pendapatnya karena telah mempunyai tanggung jawab saat

mendapatkan sebuah tongkat yang kemudian diberikan soal oleh guru untuk
10

menjawabnya. Oleh sebab itu, siswa terseut harus berani dalam mengemu-

kakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.

Sedangkan kekurangan dari model Talking Stick yaitu:

a). Membuat siswa senam jantung.

Pada saat melakukan pembelajaran Talking Stick biasanya siswa

mengalami senam jantung yaitu, “Membuat siswa tegang dan ketakutan dengan

pertanyaan yang akan diberikan oleh guru”.Model ini dapat memotivasi siswa

untuk terus belajar dan mempersiapkan diri untuk dapat menjawab pertanyaan

seketika, sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

b). Ketakutan akan pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Faktor lain yang menyebabkan ketakutan akan pertanyaan yang akan

diberikan oleh guru antara satu dengan yang lain bisa berbeda, seperti takut

gagal, tidak percaya diri, trauma, takut salah, takut dinilai buruk, dan kurang

persiapan dalam belajar.

c). Tidak semua siswa siap menerima pertanyaan.

Faktor lain yang membuat tidak semua siswa siap menerima pertanyaaan

dari guru adalah faktor kognitif dan proses berpikir siswa yang berbeda antara

satu dengan yang lain. Hal ini terlihat ketika guru memberikan pertanyaan

dalam pembelajaran khususnya dengan menggunakan model pembelajaran

Talking Stick.

E. Model Pembelajaran Konvensional

1. Pengertian Model Konvensional


11

Model pembelajaran konvensional merupakan model yang digunakan guru

dalam pembelajaran sehari-hari dengan menggunakan model yang bersifat

umum, bahkan tanpa menyesuaikan model yang tepat berdasarkan sifat dan

karakteristik dari materi pembelajaran yang dipelajari. Trianto (2007:1)

mengatakan pada pembelajaran konvensional suasana kelas cenderung teacher-

centered sehingga siswa menjadi pasif, siswa tidak diajarkan model belajar

yang dapt memahami bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri.

Lebih lanjut,Wortham (dikutip Wardarita, 2010:54) mengemukakan bahwa

pembelajaran konvensional memiliki karakteristik tertentu, yaitu: (1) tidak

kontekstual, (2) tidak menantang, (3) pasif, dan (4) bahan pembelajarannya

tidak didiskusikan dengan pembelajar. Wardarita (2010:54—55)

menyimpulkan bahwa pembelajaran konvensional, tradisional atau parsial ialah

pembelajaran yang membagi bahan ajar menjadi unit-unit kecil dan penyajian

bahan ajar antara materi yang satu terpisah dengan materi yang lain, antara

fonem, morfem, kata, dan kalimat tidak dikaitkan antara yang satu dengan yang

lain tiap materi pelajaran berdiri sendiri sebagai bidang ilmu, termasuk pula

sistem penilainnya. Dalam proses belajar mengajar guru lebih mendominasi.

Bagi negara yang masih berkembang pembelajaran konvensional tidak

begitu menuntut sarana dan prasarana yang memadai sehingga lebih mungkin

dilaksanakan. Materi pelajaran yang disajikan dapat bersifat klasikal sehingga

tidak menuntut biaya tinggi. Pembelajar dengan sendirinya dapat menerapkan

teori-teori yang diperoleh di dalam kelas dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

merupakan sifat alami manusia untuk menyesuaikan lingkungan kehidupannya.


12

2. Ciri-Ciri Model Konvensional

Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional

menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada

siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan,

menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya atau mengaplikasinya

kepada situasi kehidupan nyata. Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri

yaitu :

a. pembelajaran berpusat pada guru,

b.terjadi passive learning,

c.interaksi di antara siswa kurang,

d.tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan

e.penilaian bersifat sporadic

3. Langkah-langkah Model Konvensional

Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional NO-FASE-PERAN

GURU

a. Menyampaikan tujuan-Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang

ingin dicapai pada pelajaran tersebut,

b. Menyajikan informasi-Guru menyajikan informasi kepada siswa secara

tahap demi tahap dengan metode ceramah,

c. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik-Guru mengecek

keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik, dan


13

d. Memberikan kesempatan latihan lanjutan-Guru memberikan tugas

tambahan untuk dikerjakan di rumah. Wardarita (2010:56)

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Konvensional

Kelemahan pembelajaran konvensional ialah: (1) pembelajaran kehilangan

sumber daya yang terdapat dalam dirinya untuk membuat keterpaduan antara

konsep yang bersamaan satu dengan yang lain, (2) terjadi konsep keterampilan,

sikap yang tumpang tindih dan tidak jelas antara bidang studi dan bidang yang

lain, (3) pengalihan pembelajaran terhadap situasi baru sangat jarang terjadi

Wardarita (2010:56).

Model konvensional dipandang efektif atau mempunyai keunggulan,

terutama.

a. Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

b.Menyampaikan informasi dengan cepat.

c.Membangkitkan minat akan informasi.

d.Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

e. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa

kelemahan sebagai berikut.

a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.

b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa

yang dipelajari.

c. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.


14

d. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan

tidak bersifat pribadi.

e. Kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on

activities).

f. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh

guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

g. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

h. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus di uji kebenarannya.

Arikunto (2006 :71) mengatakan bahwa hipotesis adalah suatu kesimpulan itu

belum final, masih harus dibuktikan kebenaranya atau hipotesis adalah jawaban

sementara. Hipotesis juga dapat dikatakan sebagai kesimpulan sementara suatu

hubungan variabel dengan satu atau lebih variabel lainnya sehingga hipotesis

dapat dikatakan sebagai suatu prediksi yang melekat pada variabel yang

bersangkutan. Meskipun demikian, taraf ketepatan prediksi sangat tergantung

pada taraf kebenaran dan ketepatan landasan teoritis.

Secara teknis, hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai

populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari

sampel penelitian. Pernyataan tersebut mengindikasi asumsi dasar yang melekat

pada populasi yang bersangkutan. Berdasarkan variabel yang ada dalam

penelitian ini, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
15

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. H a = Terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara menggunakan model

Talking Stick dengan model konvensional pada mata pelajaran PAI kelas X Di

SMA-N 1 Sukamara.

2. H 0 = Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara menggunakan model

Talking Stick dengan model konvensional pada mata pelajaran PAI kelas X Di

SMA-N 1 Sukamara.

Anda mungkin juga menyukai