PEMBAHASAN
A. Materi PAI tentang QS. Al-Mujadalah: 11, Ar-Rahman: 33 serta Hadits
tentang Semangat Menuntut Ilmu
Al-Qur’an dapat dipelajari dengan cara membiasakan membaca tartil,
mempelajari artinya, dan memahami kandungannya. Mari membaca Al-Qur’an
dengan tartil ayat-ayat berikut ini:
1. Membaca Surat Ar-Rahman ayat 33:
2. Membaca Surat Al-Mujadalah ayat 11:
3. Menerapkan Hukum Bacaan Mad/Panjang1
Mad artinya bacaan panjang, yaitu membaca panjang pada huruf-huruf
yang memiliki kriteria mad. Ada dua macam mad, yaitu mad thabi’i dan mad
far’i atau cabang-cabang mad. Perhatikan penjelasan berikut ini.
a. Mad Thabi’i atau Mad Ashli
Mad Thabi’i artinya bacaan panjang dua harakat atau dua ketukan.
Bacaan mad yang dimaksud di sini adalah cara membaca huruf dengan
memanjangkan karena ada hukum mad. Hukum bacaan disebut mad Thobi’i
yaitu apabila huruf yang dipanjangkan bunyi suaranya berupa:
1) Huruf berharokat dhommah sesudahnya terdapat huruf waw sukun.
2) Huruf berharokat kasroh ses
3) udahnya terdapat huruf ya’ sukun.
4) Huruf berharokat fathah sesudahnya terdapat huruf alif.2
1
Kemendikbud, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII, (Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud, 2014), hlm. 78
2
Abdullah Asy’ari BA, Pelajaran Tajwid, (Surabaya: Apollo Lestari, 1987), hlm. 31.
Contoh:
ص ْو َن ُه ْم
ُ ُح َأ ْن خَّيُْر ُج ْوا َت َف َّس ُح ْوا و
الْ ُمْؤ ِمُن ْو َن ِإ ْسَرآِئْي َل بَِأيْ ِديْ ِه ْم ي
Yang akan dibahas di sini hanya empat macam mad saja, yaitu mad
Wajib Muttasil, mad Jaiz Munfasil, mad ‘Aridlissukun, dan mad Iwadh.
1) Mad Wajib Muttasil
Wajib artinya harus, muttasil artinya bersambung. Hukum bacaan
disebut mad Wajib Muttasil adalah apabila ada mad Thobi’i bertemu
dengan hamzah di dalam satu kata. Cara membacanya wajib
dipanjangkan sampai dua setengah alif atau lima harokat atau dua
setengah kali panjang mad Thobi’i.3
Misalnya:
ِ الشِّت- جآء
ً َعآِئال- َ ُحَن َفآء- آءَ َ َ
2) Mad Jaiz Munfasil
Jaiz artinya boleh, munfasil artinya terpisah. Hukum bacaan
disebut mad Jaiz Munfasil yaitu apabila mad Thobi’i berhadapan dengan
hamzah di lain perkataan. Cara membacanya lebih baik dipanjangkan
seperti panjangnya mad Wajib Muttasil yaitu dua setengah alif atau lima
harokat, tetapi juga boleh dipanjangkan seperti panjang bacaan mad
Thobi’i artinya hanya satu alif panjangnya.
Misalnya:
ً َأْف َو
اجا Karena diwaqofkan, maka tidak lagi dibaca ً َأْف َو
اجا
Kalian tidak
ِإنِ ْستَطَ ْعتُ ْم Jika kalian
الََتْن ُف ُذ ْو َن akan
sanggup
menembusnya
Kecuali dengan
َأ ْن َتْن ُف ُذ ْوا ٍ ََإالَّ بِس ْلط
ان
Untuk menebus ُ kekuasaan Allah
SWT
2) Terjemahan Ayat
5
Ibid., hlm. 36.
Artinya: “33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (QS. Ar-Rahman: 33)
2) Terjemahan Ayat
Artinya: “11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
6
Kemendikbud, Op. Cit., hlm. 83-84.
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(QS. Al-Mujadalah: 11)
6. Kandungan Surat Ar-Rahman Ayat 33
Isi kandungan Q.S. ar-Rahman: 33 sangat cocok untuk kalian pelajari
karena ayat ini menjelaskan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat
manusia. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat mengetahui benda-benda
langit. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat menjelajahi angkasa raya.
Dengan ilmu pengetahuan, manusia mampu menembus sekat-sekat yang
selama ini belum terkuak.
Manusia diberi potensi oleh Allah Swt. berupa akal. Akal ini harus terus
diasah, diberdayakan dengan cara belajar dan berkarya. Dengan belajar,
manusia bisa mendapatkan ilmu dan wawasan yang baru. Dengan ilmu,
manusia dapat berkarya untuk kehidupan yang lebih baik.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
9
http://grabalong.blogspot.co.id/2015/05/kandungan-qs-ar-rahman-ayat-33-tentang.html
( Diakses pada tanggal 10 September 2018 pukul 20:50 WIB)
10
Kemedikbud., Op. Cit., hlm. 86
Surat Al-Mujadalah ayat 11 merupakan tuntunan akhlak, memberi
tuntunan bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam satu majelis. Allah
swt., berfirman: “hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada
kamu oleh siapa pun: “berlapang-lapanglah, yakni berupaya dengan sungguh-
sungguh walau dengan memaksa diri untuk memberi tempat orang lain, dalam
majelis-majelis, yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk
duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah
tempat itu untuk orang lain itu dengan sukarela. Jika kamu melakukan hal
tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam
hidup ini. Dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau
untuk di duduki tempatmu buat orang-orang yang lebih wajar, atau bangkitlah
untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiridan
bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara
kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini, dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di akhirat dan
Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha
Mengetahui.
Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut dapat diikuti keterangan yang
diberikan oleh Ibn Abi khatim. Menurut riwayatnya yang diterima dari Muqatil
bin hibban, beliau menyatakan bahwa ayat di atas turun pada hari jumat. Ketika
itu, Rasul saw, berada di satu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan
beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang
badr karena besarnya jasa mereka. Nah, ketika majelis tengah berlangsung,
beberapa orang di antara sahabat-sahabattersebut hadir, lalu mengucapkan
salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan salam
kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para
sahabat ituterus berdiri. Maka, Nabi saw. Memerintahkan kepada sahabat-
sahabatnya yang lain yang tidak terlibat dalam perang badr untuk mrngambil
tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi, saw.
Perintah itu mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri dan ini digunakan
oleh kaum munafikin untuk memecah belah dengan berkata: “katanya
Muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak”. Nabi yang mendengar kritik itu
bersabda: “ Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi
saudaranya”. Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun
turun mengukuhkan perintah dan sabda nabi itu.11
Apa yang dilakukan Rasulullah saw. terhadapsahabat-sahabat beliau
yang memiliki jasa besar itu dikenal juga dalam pergaulan internasional
dewasa ini, kita mengenal ada yang dinamai peraturan protokoler, di mana
penyandang kedudukan terhormat memiliki tempat-tempat terhormat di
samping kepala Negara karena memang, seperti penegasan al-Qur’an, bahwa:
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. XV, ( Jakarta: Lenetera, 2009), hlm. 489.
di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi saw.yang lain dan yang perlu
segera beliau hadapi.
Kata ()مجالسmajalis adalah brntuk jamak dari kata ( )مجلسmajlis. Pada
mulanya berarti tempat duduk. Dalam kontek ayat ini adalah tempat Nabi
Muhammad memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud di sini
adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri,
atau bahkan tempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini
adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang
dihormati atau yang lemah.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan
meninggikan derajat orang yang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka
memiliki derajat-derajat, yakni yang lebih tinggi daripada yang sekedar
beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa
sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian
derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja yang dimaksud dengan ( ) الذيناوتواالعلمal-Ladzina utu al-ilm
yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri
mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat diatas membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh
dan yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik
secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi
ilmu apa pun yang bermanfaat. Dalam QS. Fathir [35]: 27-28, Allah
meguraikan sekian banyak makhluk dan fenomina alam, lalu ayat tersebut
ditutup dengan menyatakan bahwa: yang takut dan kagum kepada Allah dari
hamba-Nya hanyalah ulama. Di sisi lain itu juga menunjukkan bahwa ilmu
haruslah menghasilkan khasyyah, yakni rasa takut dan kagum kepada Allah,
yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya
serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. Rasulullah saw. sering
kali berdoa: “ Allahumma innia’udzu bika min ‘ilm(in) laa yanfa’ (akau
berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.12
Ayat tersebut di atas di atas selanjutnya sering digunakan para ahli
untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan
cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majelis ilmu. Orang yang
mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari
Allah.13
8. Perilaku Orang yang Cinta Ilmu Pengetahuan
Sikap dan perilaku terpuji yang dapat diterapkan sebagai penghayatan
dan pengamalan Q.S. ar-Rahman: 33 dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut.
a. Senang membaca buku-buku pengetahuan sebagai bukti cinta ilmu
pengetahuan.
b. Selalu ingin mencari tahu tentang alam semesta, baik di langit maupun di
bumi, dengan terus menelaahnya.
c. Meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah Swt. untuk
manusia. Oleh karena itu, manusia harus merasa haus untuk terus menggali
ilmu pengetahuan.
d. Rendah hati atas kesuksesan yang diraihya dan tidak merasa rendah diri dan
malu terhadap kegagalan yang dialaminya.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan
pengamalan Q.S. al-Mujadalah: 11 dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut.
a. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berusaha untuk mendapatkan
pengetahuan tersebut.
b. Bersikap sopan saat belajar dan selalu menghargai dan menghormati guru.
c. Senang mendatangi guru untuk meminta penjelasan tentang ilmu
pengetahuan.
12
Ibid., hlm. 491.
13
Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ( Jakarta: Raja Grafindo persada, 2009),
hlm. 155.
d. Selalu menyeimbangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan
keyakinan terhadap kekuasaan Allah Swt.14
B. Materi PAI tentang Hidup Jadi Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan
Pemaaf
1 Membaca Al-Qur’an
a. Membaca Q.S an-Nisa/4:146
14
Kemendikbud, Op. Cit., hlm. 87.
2. Memahami Hukum Bacaan Nun Sukun/Tanwin)
Apabila ada nun Sukun/tanwin berhadapan dengan huruf hijaiyyah, ada
empat hukum bacaannya, yaitu idzhar (bacaan jelas), ikhfa (bacaan samar),
idgham (bacaan lebur), dan iqlab (bacaan beralih).
Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Izhar, yaitu apabila nun Sukun/tanwin berhadapan dengan salah satu dari
huruf ح خ ع غ هmaka nun Sukun /tanwin tadi dibaca jelas (lihat contoh
tabel)
b. Ikhfa, yaitu apabila nun Sukun/tanwin berhadapan dengan salah satu dari
huruf ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ و ق كmaka nun Sukun/tanwin tadi dibaca
samar.
c. Idgam, yaitu apabila nun Sukun/tanwin berhadapan dengan salah satu dari
huruf م ن و ي ل رmaka nun Sukun/tanwin tidak dibaca (dilebur ke huruf-
huruf tersebut).
d. iqlab, yaitu apabila nun Sukun/tanwin berhadapan dengan huruf: بmaka
Contoh
Hukum
Bacaan Nun
Nun/Tanwin
Iqlab Idgham Ikhfa Izhar
ْم
ٌ ص ُّم بُك
ٌ بِ ُس ْو َر ٍة ِّم ْن ِمثْلِه اَ ْن َتْن ُف ُذ ْوا ِم ْن اَقْطَا ِر
ِ ْط بِا ل
كف ِريْ َن ٌ حُمِ ْي ٍ َع ْن َن ْف
س َو َمااُنْ ِز َل ث
ُ احْي
َ َر َغ ًد
ِم ْن َب ْع ِد ِ ِ
َ ُه ًدى ل ْل ُمتَّقنْي ُك ِّل َش ْي ٍءقَ ِد ْيٌر َس َوآءٌ َعلَْي ِه ْم
ِم ْن َّرهِّبِ ْم ِِ ِ حَتْتِ َهاااْل َهْن ُر
َ ا ْن ُكْنتُ ْم صدقنْي
ِم ْن ُد ْو ِن
ِ ِإ
ُ ب الْ ُمؤم ِن ْخاَل
ص الْ َع َم ِل ِ ُ ال َر ُس ْو ُل اللّ ِه ثَاَل
ُ ث اَل يُغَ ُّل َعلَْيه ْم َق ْل َ ََع ِن ابْ ِن َم ْسعُ ْو ٍدق
َ َق,ال
)البْي َه ِقى
َ
“Dari Aisyah dari Anas berkata, Rasulullah SWT. bersabda:”sambunglah tali
silahturahmi kepada orang yang telah memutuskanmu dan maafkanlah orang-
orang yang mendzalimimu” (H.R. Baihaqi)
Pemaaf berarti orang yang rela memberi maaf kepada orang lain. Sikap
pemaaf berarti sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa sedikit pun
16
Luis Makluf, Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-Alam, 1896, Beirut: Dar Al-Masyrik, hlm.
465
ada rasa benci dan keinginan untuk membalasnya. Dalam bahasa Arab sikap
pemaaf disebut al-afw yang juga memiliki arti bertambah (berlebih),
penghapusan, ampun, atau anugerah.
Setiap manusia melakukan kesalahan. Kesalahan dan kekhilafan adalah
fitrah yang melekat pada diri manusia. Rasulullah SAW. bersabda “setiap
manusia pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baiknya pelaku kesalahan itu
adalah orang yang segera bertobat kepada Allah SWT”. ini berarti bahwa
manusia yang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah, karena itu
mustahil, kecuali Rasulullah SWT. yang mas’um (senantiasa dalam bimbingan
Allah SWT.) akan tetapi, manusia yang baik adalah manusia yang menyadari
kesalahannya dan segera bertobat kepada-Nya.
7. Perilaku Ikhlas, Sabar, dan Pemaaf
Sebelum menerapkan perilaku ikhlas, sabar, dan pemaaf sebagai
penerapan Q.S. an-Nisa/4:146, Q.S. al-Baqarah/2:153 dan Q.S.
Ali-Imran/3:134, terlebih dahulu kalian harus membiasakan membaca Al-
Qur’an setiap hari, baik yang berkaitan dengan materi di atas maupun yang
lainnya.
a. Perilaku Ikhlas dalam Kehidupan Sehari-hari
Perilaku Ikhlas sebagai penghayatan dan pengamalan Q.S.
an-Nisa/4:146 dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan cara:
1) Gemar melakukan perbuatan terpuji dan tidak dipamerkan kepada orang
lain,
2) Ikhlas dalam beribadah, semata-mata karena Allah SWT
3) Tidak mengharapkan pujian atau sanjungan dari orang lain
4) Selalu berhati-hati dalam bertindak atau berperilaku
5) Tidak pernah membedakan antara amal besar dan amal kecil
6) Tidak menghitung-hitung apalagi mengungkit-ungkit kebaikan yang
pernah diberikan kepada orang lain
b. Perilaku sabar dalam kehidupan sehari-hari
Perilaku sabar sebagai penghayatan dan pengamalan Q.S. al-
Baqarah/2:153 dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan cara
sebagai berikut.
1) Sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT., seperti:
a) Ketika mendengar azan segera menuju ke mesjid untuk melaksanakan
shalat berjamaah.
b) Ketika bel berbunyi segera masuk kelas untuk mengikuti pelajaran.
c) Saat orang tua memanggil, segera menghadap dan menemui agar tidak
mengecewakan.
2) Sabar dalam menjauhi maksiat atau meninggalkan larangan Allah SWT.,
seperti:
a) Ketika diajak membolos segera menolak dan menghindari teman-
teman yang bersekongkol untuk membolos.
b) Saat diajak tawuran segera menolak dan menjauhi teman-teman yang
mengajaknya.
c) Tidak cepat marah dan main hakim sendiri.
3) Sabar dalam menerima dan menghadapi musibah, seperti:
a) Ketika terkena musibah sakit tidak mengeluh dan tidak putus asa
untuk berusaha mencari obatnya.
b) Ketika terkena musibah tidak mengeluh dan tidak menyalahkan Allah
dan orang lain.
c. Perilaku pemaaf dalam kehidupan sehari-hari
Perilaku pemaaf sebagai penghayatan dan pengamalan Q.S. Ali-
Imran/3:134 dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan:
1) Memberikan manfaat dengan ikhlas kepada orang yang meminta maaf.
2) Meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat.
3) Tidak memendam rasa benci dan perasaan dendam kepada orang lain.
Telaah Materi PAI tentang QS. Al-Mujadalah: 11, Ar-Rahman: 33, serta
Hadits tentang Semangat Menuntut Ilmu
Untuk materi tentang QS. Ar-Rahman: 33 dan surat Al-Mujadalah: 11 ada
beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik antara lain:
1. Menghayati al-Qur’an sebagai implementasi dari pemahaman rukun Islam
2. Menghargai perilaku semangat menuntut ilmu sebagai implementasi Q.S. ar-
Rahman/55:33 dan Q.S. Al-Mujadalah/58: 11, serta hadis terkait
3. Memahami makna Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-mujadalah/58:11, serta
hadis terkait tentang menuntut ilmu
4. Membaca Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-Mujadalah/58:11, dengan tartil.
5. Menunjukkan hafalan Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-Mujadalah/58:11
dengan lancar.
Selain itu, tujuan pembelajaran dari materi ini adalah sebagai berikut.
1. Menyebutkan arti Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-Mujadalah/58:11 serta
hadis tentang menuntut ilmu.
2. Menjelaskan makna Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-Mujadalah/58:11 serta
hadis tentang menuntut ilmu.
3. Mengidentifikasi hukum bacaan mad dalam Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S.
al-Mujadalah/58:11.
4. Menjelaskan hukum bacaan mad dalam Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-
Mujadalah/58:11.
5. Menunjukan bacaan Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-Mujadalah/58:11
dengan tartil.
6. Mendemontrasikan hafalan Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al
Mujadalah/58:11 dengan lancar.
7. Menampilkan contoh perilaku semangat menuntut ilmu sebagai implementasi
8. Q.S. ar-Rahman/55:33 dan Q.S. al-Mujadalah/58:11, serta hadis terkait.17
Melihat beberapa kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran untuk materi
ini, maka menurut hemat penulis memerlukan alokasi waktu yang tidak sedikit.
Hal ini dikarenakan seorang guru harus memperhatikan kesiapan siswa dalam
menerima pembelajaran apalagi melihat tingkat kerumitan materi yang cukup
kompleks. Alokasi yang diperlukan minimal sebanyak dua kali pertemuan.
17
Kemendikbud, Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, (Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud, 2014), hlm. 56-57.
Mengapa demikian? Karena pada materi ini, ada dua bagian yang menjadi aspek
penting. pertama, peserta didik harus memahami kaidah tajwid yaitu mad dalam
dalam materi ini ada empat mad yang diperkenalkan serta mampu
mempraktekkannya dalam melafalkan surat Ar-Rahman: 33 dan surat Al-
Mujadalah: 11 dengan benar. Kedua, peserta didik juga dituntut untuk memahami
makna baik mufradat maupun makna secara keseluruhan. Selain memahami
makna atau terjemahannya, peserta didik juga dituntut untuk memahami
kandungan surat Ar-Rahman: 33 dan Al-Mujadalah: 11 serta mampu
mengamalkan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya.
Materi yang lebih ditekankan pada Bab ini adalah tentang semangat
menuntut ilmu. Menurut penulis, alangkah lebih baiknya metode yang digunakan
bukan hanya metode ceramah saja melainkan metode-metode yang lain seperti
metode kisah atau metode demonstrasi. Pada materi ini seorang guru bisa
memberikan cerita tentang kisah Ibnu Hajar si Anak Batu yang sangat sulit untuk
menerima pelajaran. Namun berkat ketekunannya, ia bisa menjadi orang yang
alim dan menulis banyak sekali kitab-kitab rujukan umat Islam. Alternatif lainnya
seorang guru juga boleh meminta siswanya untuk mencari cerita tersebut dan
menyampaikan kepada teman-temannya. Karena pada kurikulum 2013
pembelajaran bersifat active learning yang mengharuskan siswa untuk lebih aktif
di dalam kelas.