Anda di halaman 1dari 70

TUGAS LAPORAN AIK

(AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN)

SEMESTER I - VII

OLEH :

ARMITA SARI
NIM : 105441107816

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MAKASSAR
2020

1
BAB 1 (SEMESTER I)

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

A. Pengertian Al-Qur’an dan Tata Cara Al-Qur’an di turunkan

Secara bahasa, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab qara’a, yang

berarti bacaan. Adapun pengertian Al-Qur’an ialah kalam Allah yang

merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Melalui perantara Malaikat Jibril, dituliskan di dalam mushaf, dan

diriwayatkan secara mutawatir (berkesinambungan), yang dinilai ibadah

karena membacanya. Diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan

surat An-Nas.

Jadi, pengertian Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal

dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara

melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat

manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Al-Qur’an adalah kitab Allah

SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan

melalui para rasul.

B. Sejarah Turunnya Al-Qur’an

Allah SWT menurunkan Al-Qur’an melalui perantaraan malaikat

jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW di Gua Hira pada tanggal 17 Ramadhan ketika Nabi

Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5.

2
Sedangkan terakhir Al-Qur’an turun yakni pada tanggal 9 Zulhijjah tahun

10 Hijriah yakni surah Al-Maidah ayat 3.

Al-Qur’an turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit

baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat , dan sebagainya.

Turunnya ayat dan surah disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai

dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi

Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati

orang yang menerimanya. Lama Al-Qur’an diturunkan ke bumi adalah

kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.

C. Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan Al-Qur’an

1. Tauhid – Keimanan terhadap Allah SWT

2. Ibadah – Pengabdian terhadap Allah SWT

3. Akhlak – Sikap dan perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia

dan makhluk lain

4. Hukum – Mengatur Manusia

5. Hubungan Masyarakat – Mengatur tata cara kehidupan manusia

6. Janji Dan Ancaman – Reward dan punishment bagi manusia

7. Sejarah – Teladan dari kejadian di masa lampau

D. Keistimewaan dan Keutamaan Al-Qur’an dibandingkan dengan kitab lain

1. Memberi petunjuk lengkap disertai hukumnya untuk kesejahteraan

manusia segala zaman,tempat dan bangsa.

2. Susunan Ayat yang mengagumkan dan mempengaruhi jiwa

pendengarnya.

3
3. Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan manusia.

4. Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan daya

upaya dan kreatifitas manusia (memutus rantai taqlid).

5. Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang

perkembangannya.

6. Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia dan

hukum –hukumnya.

7. Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas dan fisik

serta membedakan manusia hanya dari sisi takwanya kepada Allah

SWT.

E. Penulisan dan Pembukuan Al-Qur’an

Pada permulaan islam kebanyakan bangsa arab islam adalah buta

huruf mereka tidak mengenal yang namanya kertas mereka hanya bisa

menghafal. Sangat sedikit diantara mereka yang bisa membaca dan

menulis. Tiap-tiap di turunkannya ayat Nabi Muhammad SAW menyuruh

menghafalnya dan melukiskannya dibatu, kulit binatang, pelepa tamar dan

apa saja yang bisa disusun dalam sesuatu surat. Nabi Muhammad

menerangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi Muhammad mengadakan

peraturan hanya Al-Qur’an, Hadits-hadits atau pelajaran-pelajaran yang di

dengar dari mulut Nabi Muhammad dilarang menuliskannya. Larangan ini

bermaksud supaya Al-Qur’an itu terpelihara, jangan campur aduk dengan

yang lain-lain yang juga didengar dari Nabi Muhammad SAW.

4
Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan

penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan

penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.

F. Mengenal Huruf Hijaiyah

Huruf Hijaiyah adalah huruf alfabet dalam bahasa arab.

Qaf ‫ق‬ Zay ‫ﺯ‬ Alif ‫ا‬


Kaf ‫ك‬ Sin ‫س‬ Ba ‫ب‬
Lam ‫ل‬ Syin ‫ش‬ Ta ‫ت‬
Mim ‫م‬ Shad ‫ص‬ Tsa ‫ث‬
Nun ‫ن‬ Dhad ‫ض‬ Jim ‫ج‬
Wau ‫و‬ Tha ‫ط‬ Ha ‫ح‬
Hà ‫ھ‬ Dzha ‫ظ‬ Kha ‫خ‬
Lam Alif ‫ﻻ‬ ‘Ain ‫ع‬ Dal ‫د‬
Hamzah ‫ء‬ Ghain ‫غ‬ Dzal ‫ذ‬
Ya ‫ي‬ Fa ‫ف‬ Ra ‫ر‬

Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah (29) itu memang banyak

orang berpendapat, namun dari sekian pendapat yang paling banyak diikuti

oleh ulama qurro’ dan ahlul ada’ adalah pendapat Syekh Kholil bin

Ahmad an-Nahwiy (Guru Imam Sibaweh). Adapun menurut beliau

Makhorijul Huruf Hujaiyah itu ada 17 tempat, dan bila diringkas ada 5

tempat, yaitu: Al- Jauf (lubang / rongga mulut), Al- Halqu (tenggorokan /

kerongkongan), Al- Lisanu (lidah), Asy- Syafatain (dua bibir) dan Al-

Khoisyum (janur hidung).

G. Mengenal Ma’raj dan Tajwid

Di bawah ini adalah huruf-huruf yang dapat disambung tetapi tak

dapat menyambung.

5
‫و‬ ‫ز‬ ‫ر‬ ‫ذ‬ ‫د‬ ‫ا‬
Selain enam huruf diatas, semua huruf dapat menyambung dan

disambung.

H. Harakat Huruf Al-Qur’an

1. Fathah dengan tanda ( َ )

2. Kasrah dengan tanda ( ِ )

3. Damah dengan tanda ( ُ )

4. Sukun dengan tanda (‫)ه‬

5. Tasydid (dibaca dobel mati) dengan tanda (ّ )

6. Fathatain (tanwin fathah) dengan tanda dan berbunyi an

7. Kasrahtain (tanwin kasrah) dengan tanda dan berbunyi in

8. Dammatain (tanwin damah) dengan tanda dan berbunyi un.

Huruf Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Huruf Qamariah yaitu huruf yang tidak merubah bacaan. Ada 14

huruf yaitu :

Huruf qamariah atau huruf bulan adalah huruf yang dibaca

secara jelas namun tetap mempertegas pembacaan dari huruf lam,

contohnya pada kata al-qamariyah (‫ )القمرية‬harus dan tetap dibaca al-

qamariyah dengan menegaskan pembacaan dari huruf lam. Jumlah

huruf qamariah ada 14 huruf hijaiah, yakni: ‫ا ب غ ح ج ك و خ ف ء ع ق‬

‫يمه‬

2. Huruf Syamsiyah yaitu huruf yang merubah bacaan. Ada 14 huruf

yaitu : Huruf syamsiah atau huruf matahari adalah huruf yang

menghilangkan pembacaan dari huruf lam, contohnya pada kata al-

6
Syamsiyah (‫ية‬nnnnn‫)الشمس‬ harus dibaca as-syamsiyah dengan

menghilangkan pembacaan dari huruf lam. Jumlah huruf syamsiah

ada 14 huruf hijaiah, yakni: ‫ط ث ص ر ت ض ذ ن د س ظ ز ش ل‬

I. IQLAB ( ‫) اقالب‬

Iqlab artinya membalik atau mengganti. Apabila nun mati/tanwin

bertemu dengan huruf ‫ب‬, maka hukum bacaannya disebut iqlab. Cara

membacanya adalah bunyi nun mati/ tanwin berubah menjadi bunyi mim

( ‫ ) ْم‬Huruf iqlab hanya satu yaitu huruf ‫ب‬

Contoh bacaan iqlab:

Huru Nun mati (‫) ْن‬ Tanwin (ً ٍ ٌ )

f
‫ب‬ ‫ِمنْ بَ ْع ِد ِه ْم‬ ‫ص ْي ٌر‬
ِ َ‫س ِم ْي ٌع ب‬
َ

J. IKHFA ( ‫)اِ ْخفَا ٌء‬

Ikhfa artinya menyamarkan/menyembunyikan bunyi nun mati

atau tanwin. Maksudnya bunyi nun mati/ tanwin dibaca samar-samar

antara jelas dan dengung, serta cara membacanya ditahan sejenak.

Hukum bacaan disebut ikhfa apabila nun mati/tanwin bertemu dengan

salah satu huruf ikhfa yang jumlahnya ada 15 yaitu: – ‫ت ـ ث ـ ج ـ د ـ ذ ـ ز‬

‫سـشـصـضـطـظـفـقـك‬

Contoh bacaan ikhfa:

No Huruf Nun mati (‫) ْن‬ Tanwin (ً ٍ ٌ )


1 ‫ت‬ ٍ ّ‫َجن‬
‫ت ت َْج ِرى‬
‫فَ َمنْ تَبِ َع‬
2 ‫ث‬ ْ‫فَ َمنْ ثَقُلَت‬ ‫ب‬ ٌ ِ‫اب ثَاق‬ ٌ ‫ش َه‬ِ
3 ‫ج‬ ‫اِنْ َجا َء ُك ْم‬ ‫ق َج ِد ْي ٍد‬
ٍ ْ
‫ل‬ َ
‫خ‬

7
4 ‫د‬ ‫اَ ْندَادًا‬ ‫َد ًّكا َد ًّكا‬

K. IDGHAM

Idgam (‫ )اضغم‬menurut bahasa artinya memasukkan atau melebur

huruf. Menurut istilah idgham berarti pengucapan dua huruf yang

ditasydidkan.

Menurut devenisi diatas dapat disimpulkan bahwa idgham adalah

berpadu atau bercampur antara dua huruf atau memasukkan satu huruf ke

dalam huruf yang lain. Maka dari itu, bacaan idgham harus dilafazkan

dengan cara meleburkan suatu huruf kepada huruf setelahnya.

PEMBAGIAN IDGHAM

a) Berdasarkan makhroj al-huruf (tempat-tempat keluarnya huruf) dan sifat-

sifat yang dimilikinya, idgham dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Idgham Mutamaatsilain ( ‫) اﻻضغم اﻤﺘﻤاثلين‬

Yaitu pertemuan dua huruf yang sama Makhraj dan sifatnya

( ‫) ﺧﺎ ﻤﺧﺮ ﻭ صفﺔ فان الحر يتفق ان‬

Dan hukumnya wajib di idgham-kan.

2. Idgham Mutaqorribain ( ‫) ﺒﯿﻦ ااﻤﺘﻘﺭ غام اد‬

Yaitu pertemuan dua huruf yang Makhroj dan sifatnya berdekatan

(hampir sama). (‫ ﺘﻘاﺮ ﻤا‬n‫ ﺠﺍ ﺍ ﻤﺨﺮ ﺐ‬n‫)ﺼﻔﺔ ﻮ‬. Huruf-hurufnya --- n, ‫ ﻖ‬n--- n‫ﻚ‬

‫ ﺭ‬--- ‫ ﻞ‬.

3. Idgham Mutajaanisain ( ‫) ﺍﺍﻤﺘﺠﺍﻨﺴﻴﻦ ﻏﺍﻡ إﺪ‬

8
Yaitu pertemuan dua huruf yang sama makhroj, namun sifatnya

berlainan. Didalam Al-Qur’an pertemuan huruf-huruf yang sama

makhroj dan berlainan sifatnya terjadi pada huruf berikut ini :

a. ‫ ﻂ‬--- ‫ ﺪ‬--- ‫ﺖ‬

b. ‫ ﺙ‬---‫ ﺬ‬--- ‫ﻈ‬

c. ‫ ﻡ‬--- ‫ﺐ‬

Pengecualian:

Apabila awal huruf yang pertama itu wau (‫ )ﻮ‬mad dan huruf yang

kedua wau (‫ )ﻮ‬yang berharkat, ataupun yaa’ (‫ )ﻱ‬mad dan huruf

yang kedua yaa’(‫ )ﻱ‬berharkat, maka tidak lah keduanya tersebut

dikatakan idgham.

b) Berdasarkan hukum nun mati atau tanwin, maka idgham di bagi menjadi

dua.

1. Idgham Bighunnah ( ‫ﺒﻐﻨﻪ ﺍﻀﻐﺍﻡ‬m )

Dinamakan juga Idgham naqis, yaitu apabila nun mati atau tanwin

bertemu dengan salah satu huruf ‫ ﻡ ﻦ ﻱ‬n‫ ﻮ‬. Cara membacanya yaitu

ditahan kira-kira dua ketukan, disertai suara sengau (dengung).

2. Idgham Bilaghunnah ( ‫) ﻏﻨﻪ ﺒﻼ ﺍﻀﻐﻡ‬

Dinamakan juga dengan idgham kamil. Yaitu apabila nun mati atau

tanwin bertemu dengan huruf ‫ ﻞ‬dan ‫ ﺮ‬. Cara membacanya yaitu

ditahan kira-kira dua ketukan dan tidak disertai suara sengau

(dengung).

pengecualian :

9
Ketentuan idgham tersebut diatas tidak berlaku pada pertemuan

nun mati dengan ‫ ﻮ‬dan ‫ ﻱ‬yang ada terjadi dalam satu kata berikut

ini : ‫ﺪ ۫ۥﻨﻴَﺍ‬

Kasus seperti ini disebut dengan istilah izh-harmuthlaq, yang

harus dibaca jelas.

L. MAD (PEMANJANGAN) HURUF AL-QUR’AN

1. Apabila ada Alif “ ‫ ” ا‬dan sebelumnya ada huruf yang berharakat

Fathah.

2. Apabila ada Ya mati “‫ ” ي‬dan sebelumnya ada huruf yang berharakat

kasrah.

3. Apabila Wa mati atau Wa Sukun “ ” dan sebelumnya ada huruf

berbaris damah.

Keterangan :

 Apabila ada Mad thobi’iy (َ‫ْيع ّي َم ّد‬


ِ ‫)طب‬
ِ Mad ini biasa juga dinamakan mad

ashli, yang dimaksud dengan mad thobi’iy adalah mad yang panjang

bacaannya satu alif atau dua harakat di mana syaratnya yaitu setelah

huruf mad tidak ada hamzah atau huruf mad yang mati, baik karena

nَ ‫ُدبُنع‬
sukun atau waqaf, contoh : ‫ْك يَّإ‬

 Huruf mad Thobi’iy/ashli ada tiga yaitu : alif, waw dan ya’ dengan

syarat, bahwa huruf-huruf tersebut berharakat sukun atau mati dengan

ketentuan sebagai berikut

 Alif yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang

berharokat fathah. Contoh: ْ‫ َما‬- ‫ قَاْ َل‬- َ‫ َكاْن‬, dan sebagainya.

10
 Waw yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang

berharakat dhommah. Contoh : َ‫ َذ َكرُوْ ا – نال ُم ْسلِ ُموْ ِمن‬- ‫ َج َعل ُو ْا‬, dan sebagainya.

 Ya’ yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang

berharakat kasrah. Contoh : - ‫ فِ ْيهَا‬- َ‫ افِ ِظ ْين‬nnn‫ َح‬-‫ ْال َحلِ ْي ُم‬, dan sebagainya.

Namun apabila tidak memenuhi ketiga kententuan tersebut maka huruf-

huruf tersebut tidak dibaca dengan mad (kecuali diwaqafkan), misalnya :

‫( ْال َخ ْي ُر‬ya’ tidak dimadkan karena huruf sebelumnya berharakat fathah).

1. Mad ashli sebenarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu : a) Mad Ashli

Zhahiry, adalah mad jelas tanda dan juga bacaannya sekaligus, dan 2)

Mad Ashli Muqadda, adalah yang ada kalanya huruf-huruf mad tersebut

dalam penulisannya tidak ditulis, tetapi diganti dengan lambang atau

simbol tertentu untuk menandakan bahwa kalimat tersebut dibaca

dengan mad.

ِ َّ‫)مت‬
2. Mad wajib Muttashil (ُ‫ص ُل َو ِجبْ َم ّد‬

Maksudnya yaitu mad yang wajib dibaca panjang karena terdapat huruf

hamzah yang berada dalam satu kata, jadi ada syarat tertentu untuk mad

wajib muttashil yaitu adanya huruf hamzah sesudah huruf mad yang

terkumpul pada satu kata dan panjang bacaannya adalah 1½ sampai 2½

alif (3 sampai 5 harakat). Contoh : ‫ َو َجآ َء‬,‫نَّ َشآ ُء َم ْن‬

Dengan demikian apabila ada huruf hamzah yang tidak terkumpul dalam

satu kata maka, tidak dikategorikan dengan bagian mad ini. Perhatikan

contoh :

11
 ‫ السّمآء‬Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu

kata

 ‫ بَآ َء‬Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata

 ‫ ِس ْي َئ‬Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata

 ‫ئ‬
َ ْ‫و‬n‫ ُس‬Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu

kata

 ‫ ِج ْي َئ‬Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata

ْ ِ ‫ص ُل َجا‬
3. Mad Jaiz Munfashil (ُ‫ئز َمد‬ ِ َ‫) ْمنف‬

Mad Jaiz maksudnya adalah jaiz atau boleh dibaca panjang atau pendek,

dan munfashil artinya terpisah. Jadi pengertian secara istilah dapat

disimpulkan dari pengertian di atas bahwa Mad jaiz Munfashil artinya

kebolehan membaca pendek atau panjang bacaan/huruf mad jika huruf

mad tersebut tidak terkumpul dengan huruf hamzah dalam satu kata. Jadi

harus ada syarat yang dipenuhi dalam mad jaiz munfashil ini, yaitu

adanya huruf hamzah (‫ )ء‬sesudah huruf mad tetapi tidak terkumpul

dalam satu kata (dalam bahasa Arab disebut kalimat). Untuk panjang

bacaannya dapat sama dengan mad wajib muttashil atau bisa juga sama

dengan mad thobi’iy, sehingga mad jaiz munfashil dapat dibaca

sepanjang satu sampai 2 ½ alif.

ْ
4. Mad Lazim Kilmy (ِ‫)كل ِمى الَ ِز ْم َم ّد‬

Mad Lazim artinya kelaziman untuk memanjangkan bacaan dan kilmy

artinya kata, maksudnya adalah kelaziman memanjangkan huruf mad

12
karena sesudah huruf mad ada huruf yang bertasydid, ini biasanya berada

di tengah-tengah kalimat, di mana dalam kalimat tersebut setelah huruf

mad ada huruf yang bertasydid (syaddah) yang merupakan tanda

khususnya, karenanya disebut dengan mad lazim kilmy atau ahli ilmu

tajwid sering juga menyebut mad ini dengan nama mad lazim

muthowwal (‫)مطوّل لزم مد‬, artinya panjang bacaan mad ini adalah wajib

paling tidak 2½ sampai 3 alif atau 5-6 harakat. Contoh : َ‫ الضَّالِّ ْينَ َوال‬.

5. Mad Iwadh (‫)عوض مد‬

Iwadh secara bahasa berarti pengganti, sedangkan secara istilah yaitu

mad yang terjadi karena waqaf (berhenti) pada lafal yang ditanwinkan

(khususnya fathatain) dibaca nasab di akhir kalimat. Kesimpulannya

bahwa mad iwadh semula berupa kata yang berharakat fathatain,

kemudian diwaqafkan sehingga fathatainnya diganti dan dibaca dengan

nasab/fathah dan bacaannya lebih panjang sekitar 1 alif.

6. Mad Badal (‫)بدل مد‬

Badal secara bahasa artinya pengganti, sedangkan menurut istilah yaitu

adanya huruf mad dan hamzah yang terkumpul dalam satu kata, namun

huruf hamzah lebih dahulu dari pada huruf mad. Untuk panjang bacaan

mad ini, ulama sepakat selama 1 alif.Contoh : ‫أ َمنُوْ ا‬

7. Mad Shilah (‫)صلة مد‬

Mad Shilah artinya bacaan mad yang disambung, atau dengan kata lain,

mad shilah adalah huruf mad tambahan yang diperkirakan setelah huruf

ha’ dhomir, yang dikira-kirakan dengan harakat dhommah atau kasrah.

13
8. Mad Lien (‫)لين مد‬

Mad ini hanya dibaca pada huruf waw dan ya’ yang berharakat sukun

setelah huruf lain yang berharakat fathah. Jika bacaannya diteruskan

dengan kalimat lain, maka panjang bacaannya 1 alif, sedangkan apabila

diwaqafkan (berada pada akhir kalimat) maka dibaca sepanjang 2-3 alif.

Berikut contohnya :

ٌ ‫ بَـي‬Bai-tun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca :


1. ‫ْت‬

Bay-yt).

2. ٌ‫ َغيْب‬Ghoi-bun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca :

Ghoyyb).

3. ٌ‫ َريْب‬Roi-bun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca :

Roy-yb).

9. Mad Tamkin (‫ مد‬n‫)تمكين‬

Mad tamkin yaitu mad yang dibaca karena adanya dua huruf ya’ yang

pertama berharakat hidup, bertasdid dan kasrah, sedangkan yang kedua

berharakat sukun. Panjang bacaannya 1 alif. Contoh :

a. َ‫ النَّبِيِّ ْين‬Nabiyyii-na, sebelum ya’ sukun, ada ya’ yang bertasydid

b. ‫ ُحيِّ ْيتُ ْم‬Huyyii-tum Sda.

10. Mad Farqu (‫)فرقع مد‬

Farqu (bisa juga disebut mad istifham), secara bahasa berarti pembeda,

dengan kata lain mad farqu adalah mad yang fungsinya membedakan

antara istifham (kata tanya) dengan khabar (berita), sehingga jika tidak

dibaca mad, maka hamzah akan disangka sebagai hamzah khabar,

14
padahal ia berfungsi sebagai kata tanya. Panjang bacaannya adalah 3 alif,

dan di dalam Alquran hanya terdapat 4 tempat saja, yaitu :

1. ‫ ال َّذ َك َر ْينِأ‬Aaa-dzakaroini

2. ‫ اللهُأ‬Aaa-llohu

M. ADAB MEMBACA AL-QUR’AN

Ada empat hal dalam membaca Al-Qur’an, yaitu :

1. Disunahkan mengambil air wudhu

2. Disunahkan memakai pakaian bersih lagi halal

3. Disunahkan pada tempat yang bersih

Disunahkan menghadap ke kiblat.

BAB II (SEMESTER II)

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

A. Hajat Manusia Terhadap Agama

Agama sebagai penuntun, pembimbing, pengarah kepada

kepercayaan yang gaib secara benar melalui petunjuk wahyu untuk

15
mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan dunia akhirat. Untuk mencapai

hal tersebut, maka Allah memberikan beberapa tingkatan atau macam-

macam hidayah yaitu :

1. Hidayah Tabiat

Tabiat dibawa sejak lahir yang dengannya dapat di ketahui keinginan

manusia sesuai ekspresinya.

2. Hidayah Indera

Manusia mempunyai lima indera (panca indera) yaitu telinga, hidung,

mata, lidah, dan kulit

3. Hidayah Akal

Hidayah akal anugerah Allah kepada manusia secara khusus. Dengan

akal ini manusia dapat berinteraksi, beraktifitas, dan berdaya guna

sesuai kemampuan SDM-nya untuk mengolah dan memamfaatkan

SDA secara maksimal.

4. Hidayah Ad-din

Hidayah inilah yang bisa mengarahkan ketiga hidayah tersebut

(hidayah tabiat, indera, dan akal) untuk mencapai kebenaran yang

hakiki untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dan abadi.

B. Pengertian Hajat Dan Agama

Hajat berasal dari bahasa Arab yang artinya kebutuhan. Agama

berasal dari bahasa Sansekerta yaitu a = tidak dan gama = kacau, berarti

agama = tidak kacau.

Manusia secara umum cara beragamanya dalam sejarah ada 4, yaitu :

16
1. Dengan cara mistik (batin) : selalu berdzikir kepada Allah

SWT.

2. Dengan cara penalaran : tidak menerima jika tidak sama

rasionya atau pikiran.

3. Dengan cara amal saleh : dalam aktifitasnya selalu dibarengi

dengan kebajikan.

4. Dengan cara singkritisme : belajar dengan baik, mengerjakan,

mengamalkan dan mengajarkan ke sesama.

Secara etimologi menurut prof. Dr. Harun Nasution, masyarakat

indonesia mengenai kata agam yaitu din dari bahasa arab, religi bahasa

eropa, atau agama berasal dari kata sangsekerta.

1) CIRI-CIRI AGAMA :

 Mempunyai kitab suci

 Mempunyai doktrin tentang tuhan

 Mempunyai tata cara peribadatan

2) AGAMA ADA DUA KELOMPOK :

 Agama wahyu (dari Tuhan) seperti Islam, Nasrani, Yahudi

 Agama wadh’i (budaya) ciptaan manusia sendiri seperti

Hindu, Budha, Majusi, Komputsu, Sinto, Tao dll

 CIRI-CIRI AGAMA WAHYU :

 Sejarahnya jelas.

 Disampaikan oleh Nabi atau Rasul.

 Konsep ketuhanannya monotisme mutlak.

17
 Memiliki kitab suci dan tidak mengalami perubahan.

 Ajarannya tidak berubah, walaupun masyarakat penganutnya

berubah.

 Ajarannya tentang alam nyata sesuai dengan perkembangan

IPTEK.

 Prinsip-prinsip ajarannya tahan dengan kritikan akal.

 CIRI-CIRI AGAMA WAD’I

 Tumbuhnya secara evolusioner sejarahnya tidak jelas

 Tidak disampaikan oleh rasul/ nabi

 Tidak memiliki kitab suci yang permanen

 Konsep ketuhanannya, animisme politeisme, materialisme

 Ajarannya bisa berubah sesuai perkembangan zaman, akal

dan iptek atau kehendak manusia (penganutnya)

 Kebenaran prinsip-prinsip ajarannya tak tahan terhadap kritik

akal.

C. Pengertian Islam Secara Khusus

1. Secara etimologis islam dalam bahasa arab berasal dari kata “salima”

artinya selamat sentosa dan damai. Kemudian menjadi “assalama”

artinya berserah diri, masuk kedalam kedamaian, tunduk taat dan

patut serta memelihara, sedangkan kata “sullam” yang berarti tangga

(alat naik).

2. Secara terminologi, menurut Harun Nasution, islam sebagai agama

yang ajarannya di wahyukan tuhan kepada manusia melalui Nabi

18
Muhammad SAW sebagai rasul yang pada hakikatnya membawa

ajaran berbagai aspek kehidupan manusia.

Defenisi islam oleh Dr. Farid Wajdi Ensiklophedi Islam yakni :

“Islam adalah suatu sistem yang mengatur hubungan antar manusia

dengan sesamanya”.

Kata islam adalah nama yang diberikan Tuhan sendiri berdasarkan

wahyu dari segi misi ajarannya. Islam adalah agama sepanjang

sejarah manusia yang merupakan agama semua Nabi dan Rasul yang

pernah diutus Allah SWT.

3. Hakikat Islam

 Islam adalah agama penutup dan agama-agama samawi (wahyu).

Islam datang bukan menghapus agama sebelumnya tetapi datang

untuk memperbaharui, melengkapi, dan menyempurnakan.

 Agama islam membawa ajaran yang bersifat universal

(menyeluruh) dan tidak memisahkan antara urusan dunia dan

akhirat (sekuler)

 Semua ajarannya tidak ada yang bertentangan dengan akal sehat,

hanya adakalanya belum dipahami atau belum terjangkau oleh

akal manusia sehingga dianggap bertentangan

a. Islam menurut paham Muhammadiyah

Yakni agama islam yang datang pada Nabi Muhammad SAW,

yaitu apa yang Allah turunkan dalam al qur’an dan apa yang datang

19
sunnah yang sahih, baik berupa perintah maupun larangan, dan petunjuk

untuk keselamatan hamba dunia akhirat.

b. Al qur’an dan al hadits sumber ajaran islam

1. Al-Qur’an bacaan

Q.S Yusuf Ayat 2 :

‫تَ ْعقِلُونَ لَ َعلَّ ُك ْم َع َربِيًّا قُ ْرآَنًأ َ ْنزَ ْلنَا ُهإِنَّا‬

Artinya :

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan

berbahasa Arab agar Kamu memahaminya.

2. Al-Kitab ditulis

Q.S Al-Baqarah Ayat 2 :

Artinya :

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka

yang bertaqwa.

3. Al-Furqan pemuda

Q.S Al-Furqan Ayat 1 :

‫ك الَّ ِذي نَ َّز َل ْالفُرْ قَانَ َعلَى َع ْب ِد ِه لِيَ ُكونَ لِ ْل َعالَ ِمينَ نَ ِذيرًا‬ َ َ‫تَب‬
َ ‫ار‬

Artinya :

“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) kepada

hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

4. As-Syiqru

Q.S Al-Hijr Ayat 9 :

‫ظُونَ لَ َحافِلَهُ َوإِنَّاال ِّذ ْك َر نَ َّز ْلنَا نَحْ نُ ِإنَّا‬

20
Artinya :

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya

kami benar-benar memeliharanya.

Pokok-pokok isi Al-Qur’an :

1. Imam, aqidah, tauhid

- Q.S Al-Baqarah ayat 285

- Q.S Al-A’la Ayat 3

- Q.S Al-Baqarah Ayat 177.

2. Ibadah

- Ibadah shalat (do’a) : Q.S At-Taubah Ayat 5, 103

- Ibadah puasa : Q.S Al-Baqarah Ayat 183

- Ibadah haji : Q.S Al-Baqarah Ayat 197

3. Muamalah

- Q.S An-Nur Ayat 32

- Q.S An-Nisa’ Ayat 3, 11, 23, 29

4. Hukum

- Pencurian : Q.S Al-Maidah Ayat 38

- Zina : Q.S An-Nur Ayat 2

- Qeshash (setimpal) : Q.S Al-Baqarah Ayat 178

5. Kisah-kisah

- Kisah Maryam dan Nabi Isa AS : Q.S Al-Imran Ayat 42-47

- Kisah Nabi Yusuf : Q.S Yusuf 27-28

6. Janji dan ancaman.

21
- Janji

 Janji di dunia : Q.S An-Nur Ayat 55

 Janji di akhirat : Q.S Al-Baqarah Ayat 25

- Ancaman

 Ancaman dunia : Q.S Al-A’raf Ayat 130 dan 133

 Ancaman akhirat : Q.S At-Taubah Ayat 35 dan Q.S An-Nisa’

56

D. Hadist

Hadist sebagai sumber Islam yang kedua. Hadist menurut bahasa yaitu :

berita atau kabar. Hadist menurut istilah yaitu perkataan, perbuatan, dan

persetujuan atau baik sebelum, maupun setelah diangkat menjadi Rasul.

Fungsi Hadist, yaitu :

1. Menjadi kewajiban bagi setiap muslim taat kepada Allah SWT dan

Rasul-Nya : Q.S An-Nisa’ Ayat 80 dan Q.S An-Fhad Ayat 20.

2. Menjadi hadist sebagai sumber hokum Islam adalah tata orang yang

beriman : Q.S An-Nisa’ Ayat 65.

3. Mengikuti hadist Nabi adalah kunci diterimanya amal.

4. Sebagai penjelasan dan tafsiran-tafsiran.

Hadist ditinjau dari segi penyampaiannya :

1. Hadist Kauliah (perkataan)

2. Hadist Fi’liah (perbuatan)

3. Hadist Ta’ririah (takdir/persetujuan)

Hadist ditinjau dari segi jumlah yang menyampaikan :

22
1. Hadist Mutawaatir (bersambung-sambung)

2. Hadist Masyhur (terkenal)

3. Hadist Ahadun (seorang)

Hadist ditinjau dari segi kualitasnya :

1. Hadist Sahiiun (benar)

2. Hadist Hasanun (lemah ingatan)

3. Hadist Daiifun (pendusta)

4. Hadist Mauduun (hadist yang dibuat-buat/palsu).

Fungsi hadist kepada siapa disandarkan :

1. Hadist Madfuun : hadist yang disandarkan kepada Nabi.

2. Hadist Madquufun : hadist yang disandarkan kepada sahabat.

Sahabat adalah bertemu atau tidak dan mempercayai ajaran yang

dibawa oleh Nabi.

3. Hadist Maqtuun : hadist yang disandarkan kepada tabi’i. Tabi’i

adalah semasa sahabat bertemu atau tidak dan mempercayai ajaran

yang dibawa oleh Nabi.

E. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.

Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga

muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut

Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan

tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi

ini lahir sebagai perwujudan keprihatinan karena melihat kenyataan umat Islam

23
di Indonesia dalam cara menjalankan perintah-perintah agama Islam banyak

yang tidak bersumber dari ajaran Al Qur’an dan tuntunan Rasulullah SAW.

Dalam hal itu KH Ahmad Dahlan menghendaki agar dengan Muhammadiyah,

orang-orang Islam mengamalkan dan menggerakkan Islam dengan berorganisasi.

Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tidak secara kebetulan tetapi

didorong oleh aspirasinya yang besar tentang masa depan Islam Indonesia.

Aspirasi ini dapat dilacak dari perjalanan intelektual, spiritual, dan sosial Ahmad

Dahlan dalam dua fase dari biografi kehidupannya, yaitu fase pertama, setelah

menunaikan ibadah haji yang pertama (1889) dan fase kedua, setelah

menunaikan ibadah haji yang kedua tahun 1903 (Syaitullah, 1997:27-28).

 Faktor yang melatarbelakangi Muhammadiyah yaitu :

Ada dua faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yaitu :

1. Faktor Interen ( dalam pribadi Ahmad Dahlan sendiri )

2. Faktor Eksteren ( aspek sosial, keagamaan, pendidikan, dan politik

bangsa ).

 Sejarah berdirinya Muhammadiyah

Bila ditinjau dari sejarah, organisasi Muhammadiyah berdiri

setelah Rasulullah SAW wafat pada pertengahan Abad ke-7, wafatnya

Rasulullah SAW menimbulkan persoalan serius di kalangan para

sahabat, baik yang menyangkut kelangsungan kepemimpinan Islam dan

munculnya berbagai persoalan sosial sementara rasul sebagai rujukan

utama penyelesaian problem tersebut telah tiada. Perkembangan

pemikiran tentang Islam tersebut di atas memberikan inspirasi lahirnya

24
Muhammadiyah di indonesia tahun 1912, yang pada akhirnya

Muhammadiyah ini berkaitan dengan gerakan pembaharuan Islam seperti

gerakan Wahabi di Arab, gerakan Jamludin Al Afgani di Asia Afrika dan

Muhammad Abduh di Mesir. Dalam kondisi kehidupan umat tersebut di

atas pada tahun 1912 Kiyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan

Muhammadiyah di Kauman Yogyakarta.

 Latar belakang berdirinya Muhammadiyah dan pengertian

Muhammadiyah

Keinginan dari KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan organisasi

yang dapat dijadikan sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar yang bersumber pada Al Qur’an

( Al imran : 104 dan Al ma’un ) sebagai sumber dari gerakan sosial

praktis untuk mewujudkan gerakan Tauhid.

Ketidakmurnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian umat

Islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi Islam

dan tradisi lokal Nusantara ketika masih bermuatan paham animisme

dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat Islam di Indonesia

memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran

Islam, terutama yang berhubungan dengan prinsip aqidah Islam yang

menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat.

Sehingga pemurnian ajaran menjadi pilihan mutlak bagi umat Islam

Indonesia.

25
Keterbelakangan umat Islam Indonesia dalam segi kehidupan

menjadi sumber keprihatinan untuk mendapatkan solusi agar dapat

keluar dari keterbelakangan. Keterbelakangan Umat Islam dalam dunia

pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban.

Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya

generasi baru muda Islam yang berpikir modern. Kesejahteraan Umat

Islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih

melingkupi Umat Islam Indonesia.

Maraknya kristenisasi di Indonesia sebagai efek domino dari

Imperalisme Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama Islam.

Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperalisme dan

modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah

koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi yang melanda

Eropa.

Imperalisme Eropa tidak hanya menggandeng grilia gerejawan

dan para penginjil untuk menyampaikan ajaran Yesus untuk menyapa

umat manusia di seluruh dunia untuk mengikuti ajarannya. Tetapi juga

membawa angin yang sedang melanda Eropa. Modernisasi yang

berhembus melalui model pendidikan barat (Belanda) di Indonesia

mengusung paham-paham yang melahirkan modernisasi Eropa, seperti

sekularisme, Individualisme, liberalisme, dan rasionalisme. Jika penetrasi

itu tidak dihentikan maka akan terlahir generasi baru Islam yang rasional

tetapi liberal dan sekuler.

26
Dari uraian di atas, maka diperoleh bahwa Muhammadiyah

bmerupakan gerakan islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi

munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi

agama Islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-

benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa agama islam

menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlak,

dan mu’amalat duniawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan

harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan dan kolektif.

Visi Muhammadiyah, yaitu sebagai gerakan islam yang

berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah dengan watak tajdid yang

dimilikinya senantiasa Istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah

islam amar ma’ruf nahi munkar di segala bidang, sehingga menjadi

rahmatan lil-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju

terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah

SWT dalam kehidupan di dunia ini. Adapun misi Muhammadiyah

adalah:

1. Menegakkan keyakinan Tauhid yang murni sesuai dengan

ajaran Allah SWT yang di bawa oleh Rasulullah SAW yang

disyariatkan sejak Nabi Muhammad SAW.

2. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai

dengan jiwa ajaran islam untuk menjawab dan menyelesaikan

persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.

27
3. Menyebutkan ajaran islam yang bersumber pada Al Qur’an

sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai

penjelasannya.

4. Mewujudkan amalan-amalan islam dalam kehidupan pribadi,

keluarga dan masyarakat. ( Lihat Tanfidz Keputusan

Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatra Barat

tahun 2005 di Kota Sawahlunto ).

 Faktor-faktor yang melatarbelakangi Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi

Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian

mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan

islam, da’wah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al

Qur’an dan As Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang berdirinya

Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya, yaitu :

1. Faktor subyektif yang merupakan hasil pendalaman KH.

Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah,

membahas, dan mengkaji kandungan isinya.

2. Faktor obyektif yang dapat dilihat secara internal dan

eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan islam akibat

tidak dijadikannya Al Qur’an dan As Sunnah sebagai satu-

satunya rujukan oleh sebagian besar umat islam Indonesia.

 Adapun faktor internal dan eksternalnya adalah sebagai berikut :

1. Faktor Internal

28
Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat

ialam sendiri yang tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama

dan sistem pendidikan islam.

2. Faktor Eksternal

Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran

Muhammadiyah adalah faktor yang bersifat eksternal yang

disebabkan oleh politik penjajahan kolonial Belanda. Faktor tersebut

antara lain tampak dalam sistem pendidikan kolonial usaha ke arah

westernisasi dan kristenisasi.

 Tujuan Didirikannya Muhammadiyah

Tujuan Muhammadiyah adalah untuk mengembalikan ajaran

islam sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Dengan fokus bergerak

di bidang kemasyarakatan seperti sosial, ekonomi, budaya, lembaga

dakwah dan terutama dalam masalah pendidikan.

F. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam

Gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri

ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati

diri Muhammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa

faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal

dari pendalaman KH. Ahmad Dahlan terdapat ayat-ayat Al Qur’an Alkarim,

terutama sekali surat Ali Imran, Ayat: 104. Berdasarkan surat Ali Imran,

ayat:104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar

29
perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi

munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya.

Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa

Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar

dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan

sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak

rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha diadakan

dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah

islamiyah.

 Muhammadiyah ( pengertian dan latar belakang berdirinya )

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, 8 dzulhijjah

1330 H atau 18 November 1912 M di kampung kauman Yogyakarta.

 Pengertian Muhammadiyah

a. Secara etimologi adalah bahasa arab dari kata “Muhammad” yaitu

nama Nabi Muhammad SAW. Kemudian ditambah “ya nisbah”

yang berarti meniru-niru atau mengikuti. Maka jadilah kata

“Muhammadiyah” yang berarti pengikut-pengikut Muhammad

yakni Nabi Muhammad SAW.

b. Secara terminologi, Muhammadiyah adalah persyerikatan yang

merupakan gerakan islam, di perkasai oleh K.H Ahmad Dahlan

memakai nama Muhammadiyah, karena sesuai dengan sifatnya,

yakni menghimpun pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW.

30
Dan bertujuan untuk mengikuti ajarannya (mengikuti dan

memperjuangkannya).

Jadi pengertian Muhammadiyah secara umum adalah sebagai berikut :

“Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf

nahi mungkar berakidah Islam dan bersumber kepada Al-Qur an dan

Sunnah. Persyarikatan ini berazazkan Islam dan bertujuan

menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Secara historis, organisasi

ini termasuk yang tertua sesudah Syarikat Islam (1908), didirikan oleh

KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan

dengan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta”.

BAB III (SEMESTER III)

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

1. Pengertian Aqidah

Kata aqidah berasal dari bahasa Arab, secara etimologi (bahasa) aqidah

berasal dari kata Aqadah-Yaqqidu-Aqidatan yang berarti simpul, ikatan,

perjanjian, dan pokok atau buhul dan mahkota. Pengertian Aqidah secara

terminologis, menurut Hasan Al-Banna. Aqidah adalah beberapa perkara yang

wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketenteraman jiwa,

31
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keraguan-

keraguan.

Beberapa istilah tentang aqidah :

a. Iman. Menurut ulama Salaf, Iman adalah sesuatu yang diyakini di

dalam hati diucapakan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota

tubuh.

b. Tauhid. Tauhid artinya mengEsakan. Ajaran tauhid adalah tema

sentral aqidah dan iman.

c. Ushuluddin. Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Aqidah iman

dan tauhid disebut juga ushuluddin karena merupakan pokok-pokok

ajaran agama islam.

d. Ilmu Qalam. Qalam artinya berbicara atau pembicaraan. Dinamai

dengan ilmu Qalam karena banyak dan luasnya dialog dan

pendekatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah

tentang beberapa hal.

e. Fiqih Akbar (hukum besar). Berdasarkan Qur’an surah At-Taubah

ayat 122 yang artinya “bukan hanya masalah fiqih namun lebih

utama masalah aqidah”.

2. Sumber Aqidah Islam

Sumber aqidah islam adalah Al-Qur’an dan sunnah, artinya apa saja

yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan oleh Rasul dalam

sunnahnya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan.

Ruang lingkup pembahasan aqidah adalah :

32
a) Ilahiyat. Ilahiyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah

SWT baik zatnya, sifatnya, namanya maupun perbuatannya.

b) Nubuwat . Nubuwat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan

Nabi-nabi dan Rasul-rasul, kitab-kitab suci, mukjizat, karomah, dan lain-

lain.

c) Ruhaniyat. Ruhaniyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan

alam meta fisik seperti : malaikat, jin dan roh.

d) Sam’iyat. Syam’iyat yaitu segala sesuatu yang hanya dapat diketahui

melalui sam’i (dalil naqli) seperti alam kubur (alam barza), azab kubur,

akhirat dan lain-lain.

3. Konsepsi Tauhid

Tema utama aqidah Islam adalah Iman kepada Allah SWT. Esensi iman

tersebut adalah mengesakannya baik dalam dzat, asma wa shifat (nama-nama

dan sifatnya) maupun perbuatan-perbuatannya(Af’al).

Secara sederhana tauhid dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :

1. Tauhid Rububiyah, yaitu mengimani Allah SWT sebagai satu-

satunya Rab, yang mencakup pengertian Khaliq (Maha Pencipta),

Raziq (Maha Pemberi Rezki), Hafish (Maha Memelihara), Muzabbir

(Maha Mengelola), Malik (Maha Memiliki).

2. Tauhid Mulkiyah, yaitu mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya

Raja yang berdaulat bagi seluruh alam, yang mencakup pengertian,

wali (pemimpin), hakim (penguasa yang menentukan hukum dan

33
semua pengaturan kehidupan), Ghayah (yang menjadi tujuan segala

sesuatu).

3. Tauhid Ilahiyah, yaitu Mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya

Al-Ma’bud (yang disembah)

4. Aplikasi Tauhid Dalam Kehidupan

Seseorang yang bertauhid kepada Allah SWT akan mencintainya lebih dari

segala-galanya (Q.S 2 : 165). Apabila disebut nama Allah hatinya bergetar (Q.S

8 : 2). Sebagai bukti cintanya dia akan patuh kepada Allah dalam segala aspek

kehidupannya dan rela menerima, mengikuti segala keputusan Allah dan Rasu-

Nya tanpa ada sikap penolakan sedikitpun walaupun hanya dalam hati (Q.S 4 :

65). Kepatuhannya kepada Allah dan Rasul-Nya diwujudkan dalam bentuk

melaksanakan ajaran Islam secara total/kaffa (Q.S 2 : 208). Seseorang yang

bertauhid kepada Allah memiliki kemerdekaan dalam kehidupan. Dia hanya

bergantung semata-mata kepada Allah SWT dan bebas dari segala belenggu

kehidupan seperti belenggu harta, pangkat, manusia, dan lain-lain. Bebas dari

segala kemusryikan baik yang tradisional, Ijimad, mantra, tenung, dan lain-lain,

maupun kemusryikan modern (mempertuhankan ilmu pengetahuan, materi dan

kedudukan).

34
BAB IV (SEMESTER IV)

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

A. IBADAH

Secara bahasa, kata ibadah adalah bentuk dasar (mashdar) dari fi’il (kata

kerja) yang berarti : taat, tunduk, hina dan pengabdian.

Seseorang belum dikatakan beribadah kepada Allah kecuali bila ia

mencintai Allah lebih dari cintanya kepada apapun dan siapapun juga. Ketaatan

tanpa unsur cinta maka tidak bisa diartikan sebagai ibadah dalam arti yang

sebenarnya. Dari sini pula dapat dikatakan bahwa akhir dari perasaan cinta yang

35
sangat tinggi adalah penghambaan diri, sedangkan awalnya adalah

ketergantungan.

Adapun defenisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah mendekatkan diri

kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi

segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya.

(Himpunan Putusan Tarjih, hlm.276).

 Pembagian Ibadah

Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua

bagian yaitu:

1. Ibadah Khashshah (Ibadah Khusus), yaitu ibadah yang

ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti : thaharah,

shalat, zakat, dan semacamnya.

2. Ibadah Ammah (Ibadah Umum), yaitu semua perbuatan baik

yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT. Semata,

misalnya: berdakwah, melakukan amar ma’ruf nahi munkar di

berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi, dan lain-

lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah

SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.

 Prinsip-prinsip Ibadah

Untuk memberikan pedoman ibadah yang bersifat final, Islam

memberikan prinsip-prinsip ibadah sebagai berikut:

36
1. Prinsip Utama dalam ibadah adalah hanya menyembah

kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah

SWT (al-tawhid bi-llah).

2. Ibadah tanpa perantara. Hal ini didasarkan pada firman Allah

SWT yang terdapat pada Qs. Al-Baqarah / 2 : 186.

3. Ibadah harus dilakukan secara ikhlas yakni dengan niat yang

murni semata hanya mengharap keridhaan Allah SWT.

Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena

keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah yang

sesungguhnya.

4. Ibadah harus sesuai dengan tuntunan.

5. Seimbang antara unsur jasmani dengan rohani.

6. Mudah dan meringankan.

B. THAHARAH

Secara bahasa thaharah berasal dari bahasa Arab : ‫ ﻂﻬﺮ‬yang berarti suci

dan bersih, baik itu suci dari kotoran lahir maupun kotoran batin berupa sifat dan

perbuatan tercela. Cara menyucikan batin yakni dengan bertaubat dari segala

noda dosa dan penyakit hati yang menjauhkan manusia dari Tuhannya, seperti :

syirik, su’udzan (buruk sangka), dengki, kikir, dzalim dan segala perbuatan

maksiat lainnya. Sedangkan cara menyucikan lahir yakni dengan membersihkan

diri, pakaian, dan tempat dari segala kotoran (najis) dan hadats. Makna kedua

inilah yang dimaksudkan dengan thaharah dalam istilah fiqh yakni: mensucikan

37
diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah

sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu. Penyucian diri di sini tidak terbatas

pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat.

Hukum thaharah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang

akan melaksanakan shalat.

 Alat Bersuci

Alat untuk bersuci terdiri dari air, debu, dan batu atau benda

padat lainnya.

1. Air sebagai alat bersuci yang paling besar perananya dalam

kegiatan bersuci. Air yang dapat digunakan untuk bersuci

adalah : a) air muthlaq yaitu air suci lagi mensucikan, seperti:

air mata air, air sungai, zamzam, air hujan, salju, embun dan

air laut. b) air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk

wudlu dan mandi. Hukumnya sama dengan air mutlak yaitu

sah untuk bersuci.

2. Debu yang digunakan untuk bersuci atau bertayammum

adalah debu yang suci dan kering. Debu ini bisa terletak di

tanah, pasir, tembok, atau dinding.

3. Batu atau benda padat lainnya selain tahi dan tulang. Debu,

batu, daun dan tisu itu digunakan khususnya ketika tidak ada

air.

 Najis dan Hadats

38
Najis adalah segala kotoran seperti tinja, kencing, darah

(termasuk nanah, karena ia merupakan darah yang membusuk), daging

babi, bangkai, liur anjing, madzi (air berwarna putih cair yang keluar dari

kemaluan laki-laki yang biasanya karena syahwat seks, tetapi bukan air

mani), wadi dan semacamnya.

Hadats adalah sesuatu yang diperbuat oleh anggota badan yang

menyebabkan ia terhalang untuk melakukan shalat. Hadats ada dua

macam yaitu hadats kecil seperti buang air besar dan air kecil, kentut,

menyentuh kemaluan tampa pembatas, dan tidur nyenyak dalam posisi

berbaring sedangkan hadats besar seperti junub dan haid yang harus

disucikan dengan mandi besar, atau bila tidak memungkinkan untuk

mandi maka cukup berwudlu atau tayyammum.

 Wudlu’

Tata cara berwudlu secara lengkap berdasarkan sunnah

Rasulullah saw adalah sebagai berikut:

1. Niat berwudlu karena Allah semata adalah awal yang sangat

menentukan dalam melakukan setiap perbuatan. Niat

dilakukan dalam hati dan tidak perlu dilafalkan.

2. Membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai jari

jemarinya.

3. Berkumur-kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke

hidung dan kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali.

39
4. Membasuh wajah tiga kali secara merata sambil mengucek

ujung bagian dalam kedua mata.

5. Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, kemudian

tangan kiri dengan cara yang sama.

6. Mengusap kepala sekaligus dengan telinga, cukup satu kali.

7. Membasuh kaki kanan sampai dua mata kaki sambil menyela-

nyelai jemari sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri dengan

gerakan yang sama.

8. Tertib

9. Berdoa setelah wudlu dengan menghadap qiblat.

 Mandi

Mandi atau biasa disebut dengan mandi besar atau mandi junub

adalah membasahi seluruh badan dengan air suci. Tata cara mandi secara

runtut menurut Rasulullah saw adalah:

1. Niat mandi karena Allah semata dengan tampa dilisankan dan

cukup membaca basmalah.

2. Mencuci kedua tangan

3. Mencuci kemaluan dengan tangan kiri. Setelah itu dituntutkan

pula mencuci tangan kiri dengan tanah atau cukup digantikan

dengan sabun mandi.

4. Berwudlu seperti wudlu untuk shalat.

5. Menyiramkan air kepala secara merata (keramas) sambil

menguceknya sampai ke dasar kulit kepala.

40
6. Menyiramkan air ke seluruh badan (mandi) sampai rata yang

dimulai dari kanan kemudian ke kiri.

 Tayammum

Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudlu, dan mandi besar

bila ada halangan, seperti sakit atau ketiadaan air untuk bersuci, misalnya

karena musafir. Cara bertayammum adalah sebagai berikut:

1. Mengucap basmalah sambil meletakkan kedua telapak tangan

di tanah (boleh di dinding) kemudian meniup debu yang

menempel dikedua telapak tangan tersebut.

2. Mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah satu kali,

kemudian langsung mengusap tangan kanan hingga

pergelangan lalu kiri dengan cara yang sama, masing-masing

satu kali.

C. SHALAT

Menurut bahasa, shalat berarti do’a atau rahmat. Sedangkan menurut

istilah shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu

yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam.

Di dalam islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat

istimewa, antara lain:

41
1. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah

SWT yang perintahnya langsung diterima Rasulullah saw pada

malam Isra-Mi’raj.

2. Shalat merupakan tiang agama.

3. Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari

kiamat.

 Hukum Meninggalkan Shalat

Bagi muslim yang sudah terkena kewajiban shalat karena sudah

baligh dan berakal, kemudian meninggalkan shalat dengan sengaja,

dihukumi syirik dan kufur.

D. ZAKAT

 Pengertian Zakat

1. Etimologi (lubat) : subur, bertambah

2. Terminologi (istilah) : jumlah harta yang dibayarkan kepada

golongan yang telah ditetapkan Allah

 Dasar Hukum

Surah Al Muzammil : 73 : 20

َ َّ‫ك الَّ ِذينَ ِمنَ َوطَائِفَةٌ َوثُلُثَهُ َونِصْ فَهُ للَّ ْي ِل ثُلُثَ ِي ِم ْن أَ ْدن َٰى تَقُو ُم أَن‬
‫ك يَ ْعلَ ُم َربَّكَ إِ َّن‬ َ ‫َم َع‬

ُ ‫َاب تُحْ صُوهُ لَ ْن أَ ْن َعلِ َم َوالنَّهَار اللَّ ْي َل يُقَ ِّد ُر َوهَّللا‬


َ ‫ْالقُرْ آ ِن ِمنَ تَيَسَّ َما فَا ْق َر ُءوا َعلَ ْي ُك ْم فَت‬

‫ضى ِم ْن ُك ْم َسيَ ُكونُ أَ ْن َعلِ َم‬ ِ ْ‫َوآ َخرُونَ هَّلل َ فَضْ ِل ِم ْن يَ ْبتَ ُغونَ اأْل َر‬
َ ْ‫ض فِي نَ ضْ ِربُو َوآ َخرُونَ َمر‬

َ‫صاَل ةَ َوأَقِي ُموا ِم ْنهُ تَيَسَّ َما ا ْق َر ُءوا هَّلل ِ َسبِي ِل فِي يُقَاتِلُون‬
َّ ‫هَّللا َ َوأَ ْق ِرضُوا ال َّز َكاةَ َوآتُوا ال‬

‫َخ ْيرًا هُ َو هَّللا ِ ِع ْن َد اتَ ِجدُوهُ خَ ْي ِم ْن أِل َ ْنفُ ِس ُك ْم تُقَ ِّد ُموا َو َما َح َسنًاقَرْ ضًا هَّللا َ َوأَ ْق ِرضُوا‬

42
‫َر ِحي ٌم َغفُو ٌر هَّللا َ اإِ َّن ا هَّللا َ َوا ْستَ ْغفِرُوا أَجْ رًا َوأَ ْعظَ َم‬

Artinya :

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri

(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau

sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang

bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah

mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas

waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu

bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa

akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang

berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang

yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah

(bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat

dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan

apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh

(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang

paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;

sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

E. PUASA

Puasa (Shiyam) : etimologi (lugat) : menahan diri. Terminology (istilah) :

menahan diri dari makan/minum, jima’ dan lain - lain disiang hari dengan cara

yang dituntun agama. Karena mengharap pahala dari Allah SWT.

43
 Dasar Hukum

Surah Al Baqarah, 2 : 183

‫صيَا ُم َعلَ ْي ُك ُم ُكتِ َب آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّ َها يَا‬


ِّ ‫قَ ْبلِ ُك ْم ِمنْ الَّ ِذينَ تَتَّقُونَ َعلَى ُكتِ َب َك َما ال‬

‫تَتَّقُونَ لَ َعلَّ ُك ْـم‬

Artinya :

Hai orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kamu

berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum

kamu agar kamu bertakwa

 Rahasia Puasa

1. Membiasakan bersabar dari penderitaan

2. Memperingatkan diri dengan kehinaan dan kemiskinan

3. Memelihara dari perbuatan dosa

4. Menggerakkan orang kaya agar membantu orang miskin

5. Memperoleh manfaat dari kelaparan.

F. HAJI

 Pengertian Haji

Etimologi (Lugat) : Mengeja sesuatu. Terminologi (istilah) :

Dengan sengaja mengunjungi Ka’bah (Baitullah) untuk melakukan

beberapa amal ibadah dengan syarat – syarat tertentu yang telah

ditetapkan syara’.

 Rahasia Haji

1. Mewujudkan pikiran/ketenangan akan pertemuan dipadang mahsyar

2. Membktikan sebab – sebab memperoleh rahmat dari Allah

44
3. Menyelami keutamaan menjauhkan diri dari syahwat

G. PENYELENGGARAAN JENAZAH MENURUT PUTUSAN MAJELIS

TARDJIH

Cara Memandikan Mayat

Kalau kamu hendak memandikan mayat, maka mulai anggota

kanannya serta anggoa wudhu dan mandikanlah gasal (ganjil) :tiga atau

lima kali atau lebih dari itu, dengan air dan daun bidara, serta pada

pemandian yang terakhir taruhlah kapur barus, meskipun sedikit dan

jalinlah rambut mayat perempuan tiga pintal, lalu keringkanlah dengan

semacam handuk. Mandikanlah mayat pria oleh orang pria dan dari

salah seorang dari suami-istri, boleh memandikan lainnya. Dan

sembunyikanlah cacatnya.

Cara Mengafan Mayat

Kafan (bungkus)-lah mayat itu dengan kafan yang baik dalam

kain putih yang menutup seluruh tubuhnya.Kafanilah mayat pria dalam

tiga helai kain dan mayat wanita dengan kain basahan, baju kurung,

kudung selubung lalu kain. Janganlah berlebih – lebihan dalam hal

kafan.

Cara Menshalatkan Mayat

Sesudah sempurna dimandikan dan dikafani, maka

sembahyangkanlah mayat itu dengan syarat – syarat shalat, dengan niat

45
yang ikhlas karena Allah dan takbir-lah, lal bacalah Fatihah dan

shalawat atas Nabi s.a.w lalu takbir, lal berdo’alah dengan mengangkut

tangan pada tiap takbir.

Cara Mengubur Mayat

Sesudah dishalatkan bawalah jenazah itu kepekubran dengan

cepat-cepat dan iringilah ia dengan berjalan disekelilingnya, dekat

padanya, dengan diam. Dan janganlah orang wanita pergi

mengiringnya. Begitu juga janganlah kamu duduk hingga jenazah itu

diletakkan.

H. TIGA IDENTITAS MUHAMMADIYAH

Adapun ciri – ciri dari perjuangan Muhammadiyah itu adalah :

1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam

2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)

BAB V (SEMESTER V)

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

A. AGAMA, DUNIA, DAN IBADAH

1. Agama

Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang tersebut dalam

46
Sunnah yang dhahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta

petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.

Agama adalah apa yang di syari’atkan Allah dengan perantaraan Nabi-

nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk

kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.

2. Dunia

Yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah saw. “Kamu

lebih mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas

diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/ pekerjaan-pekerjaan/ urusan-urusan

yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).

3. Ibadah

Ibadah adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan

menta’ati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan

mengamalkan segala yang diidzikan Allah. Ibadah itu ada yang Umum dan ada

yang Khusus :

a. Yang Umum ialah segala amalan yang diidzinkan Allah.

b. Sedangkan yang Khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah

akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang

tertentu.

B. AL ISLAM

47
Secara Etimologi Islam adalah ketundukan, ketaatan, penyerahan diri,

keselamatan. Islam adalah Agama Allah SWT. Seperti yang dijelaskan dalam

sebuah ayat yang artinya : “ sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah

hanyalah Islam” (Qs. Ali Imran 03:19) dan telah dijelaskan pula bahwa “barang

siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan

diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang

rugi”. (Qs. Ali Imran 03:85)

 Fundamentals Islam

(1). Aqidah : Tauhid Syahadatain, Arkaanul Iman

(2). Ibadah :

- Khusus : Waktu, gerakan, bacaan, dan cara-caranya sesuai

ketetapan Allah dan Rasul-Nya.

- Umum : semua amalan yang sesuai izin dan ridha Allah

SWT.

(3). Muamalah Duniawiyah :

- Dunia bisnis/ perdagangan

- Sosial/ Kemasyarakatan.

- Kehidupan bernegara

- Dunia profesi.

- Pendidikan dan pengembangan IPTEK.

Pelaksanaannya berdasarkan syari’ah Allah SWT. Hukum yang lima.

(5). Akklaqul Karimah :

48
- Kesatuan : jiwa, mental, pikiran, lisan, dan perbuatan

- Personifikasi (mengikuti pada sosok) Nabi Muhammad

C. ISLAM TENTANG ETOS KERJA

Penyakit yang mengakibatkan umat Islam lemah di bidang ekonomi

dewasa ini ialah etos kerja yang lembek. Untuk membangun etos kerja umat,

maka perlu menyakini dan mengamalkan prinsip-prinsip Islam sbb:

1. Untuk hidup sejahtera dan bahagia (hayatan thayyibah) ialah dengan

iman dan amal saleh. Qs. An Nahl/ 16:97

2. Tidak dibenarkan iri hati kepada orang yang sukses. Setiap laki-laki

maupun perempuan diberi peluang untuk berusaha. Qs. An Nisa’/ 4:32

3. Agar manusia seimbang hidup duniawinya dengan ukhrawinya. Al

Qashash/ 28: 77 (hlm.58)

4. Usaha paling afdal ialah dengan kerja keras dengan cucuran keringat

sendiri.

5. Modal Iman dan ilmu pengetahuan (termasuk keterampilan), adalah

jaminan untuk memperoleh martabat hidup yang tinggi. Qs. Al

Mujadilah/ 58 : 11

6. Memilih usaha sesuai kemampuan, tidak mudah bosan dan kontinyu.

7. Selalu berdo’a dan berupaya serius untuk meraih hidup bahagia

(hasanah) di dunia dan akhirat. Qs. Al Baqarah/ 2:201

8. Harta benda yang diperoleh dengan cara yang halal, legal dan tampa

pemerasan, adalah hak milik (baik secara individual atau berserikat).

Pada hakekatnya adalah titipan Allah SWT untuk sebagiannya

49
berfungsi sosial: zakat, sadaqah, wakaf, waris, qurban, dll. Qs. Al-

Hadid/ 57:7

D. MUHAMMADIYAH

Secara garis besar Muhammadiyah itu diambil dari nama Muhammad yang

didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/ 18

November 1912 M di Yogyakarta.

 Identitas dan Azas (Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 4) :

- Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid

bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

- Berasas Islam

 Maksud dan Tujuan (Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 6) :

- Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga

terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

- Untuk mencapai Tujuan dilakukan kegiatan dan amal usaha.

 Multi Gerakan :

- Tabligh/ Dakwah

- Sosial Kemasyarakatan

- Pendidikan dengan lembaga-lembaganya

- Ekonomi, perdagangan dan Industri

- Memberdayakan warga/umat menjadi kekuatan penentu dalam

hidup bernegara. (tidak berpolitik praktis)

 Persyarikatan Muhammadiyah sebagai wujud (menurut cita-cita KH.

Ahmad Dahlan) Qs. Ali Imran 03:110

50
 Pada paragraf terakhir Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah:

“... dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam ini

dapatlah diantarkan ke pintu gerbang surga jannatunna’im dengan

keridhaan Allah yang Rahman dan Rahim.”

BAB VI (SEMESTER VI)

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

A. AKHLAK

Secara etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari khuluqun yang berarti

budi pekerti perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang

berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (penciptaan). Sedangkan

etimologis akhlaq adallah bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku

51
yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang

mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan dan bahkan dengan alam

semesta sekalipun.

Rasulullah SAW menerangkan hakikat risalahnya yaitu menyempurnakan

Akhlaqul Khariemah. Akhlaqul kariemah dalam multi dimensi :

1. Hubungan dengan Allah SWT antara lain yaitu Tauhid kepada Allah,

Taqwa, Berdo’a, Dzikrullah, Tawakkal, Istighfaar, dan Taubat.

2. Akhlak Diri Sendiri antara lain yaitu Sabar, Syukur, Tawadhu’, benar,

Amanah, Syaja’ah. Kana’ah.

3. Akhlak terhadap Keluarga antara lain yaitu Birrul Walidain, Adil

terhadap Saudara, Mendidik Keluarga, dan Memelihara keturunan.

4. Akhlak terhadap Masyarakat antara lain yaitu Ukhuwwah, Ta’awun,

Adil, Pemurah, Penyantun, Pemaaf, Menepati Janji dan sumpah,

musyawarah, dan wasiat di dalam kebenaran.

5. Akhlak terhadap Alam yaitu memperhatikan dan merenungkan tentang

penciptaan alam. Memamfaatkan alam secara tidak mubazir. Memelihara

alam dari pencemaran dan kerusakan.

Aklaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting dalam

Islam. Di antaranya:

1. Akhlak menjadi salah satu misi utama Rasulullah SAW. Sabda beliau:

‫إنما بعثت التم مكارم االخالق (رواه البيهاقى‬

52
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia."

(HR. Baihaqi)

2. Akhlak yang baik memberatkan timbangan kebaikan seseorang pada Hari

Kiamat.

‫ (رواه الترميذى‬...‫ما من شئ اثقل فى ميزان العبد المؤمن يوم القيامة من حسن الخلق‬

"Tidak ada sesuatu yang lebih berat di dalam timbangan (kebaikan) seorang

hamba mukmin pada Hari Kiamat dari pada akhlaq yang baik." (HR.

Tirmidzi)

3. Akhlak murupakan ukurun kualitas iman seseorang.

‫ إيمانا أحسنهم خلقا (رواه الثرميذى‬n‫أكمل المؤمنين‬

"Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya."

(HR. Tirmidzi)

4. Akhlak yang baik menjadi buah ibadah kepada Allah.

‫ إن الصالة تنهى عن الفحشاء و المنكر (العنكبوت‬, ‫و أقم الصالة‬

“…dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah (prbuatan-

perbuatan) keji dan munkar." (QS AL-'Ankabut: 45)

5. Di dalam Al-Qur'an banyak terdapat ayat tentang akhlak.

 Ihsan dan Amal Shalih

Ihsan dan amal shalih kaitannya dengan pembahasan ini, yakni

Akhlaqul Kariemah ialah pola perilaku yang dilandaskan pada dan

dimanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam, Ihsan, dan Amal Shalih.

53
 Pengertian Akhlak menurut Al-Ghazali (Ihya Ulumuddin/3:58). “Akhlak

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, daripadanya timbul perilaku yang

mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran”.

B. PRIBADI MUSLIM

Seorang Muslim adalah seorang yang utuh pribadinya, utuh hidupnya dan

kehidupannya. Cara berfikirnya, tutur katanya dan laku perbuatannya, secara

terpadu terwujud menjadi karakter Islami. Dalam suasana, situasi dan kondisi

apapun, seorang muslim selalu menyatakan dan menampakkan identitasnya

sebagai seorang muslim (beragama Islam).

Prinsip-prinsip kehidupan pribadi seorang muslim antara lain sebagai

berikut:

1. Selalu Istiqamah beraqidah tauhid kepada Allah SWT berpegangan teguh

pada Rukun Iman. Menjadi muslim, mukmin, muhsin dan muttaqin.

2. Dengan penuh kesadaran, menjauhi dan menolak syirik, takhyul, khufarat dan

bi’dah yang menodai iman dan tauhid kepada Allah SWT maka senantiasa

membiasakan diri membaca Al-Qur’an dan memahami maknanya.

3. Dengan penuh kesadaran, taat menegakkan Arkanul Islam (bersyhadat, shalat

lima waktu, berzakat, puasa Ramadhan, dan berhaji bila telah mampu

menunaikannya).

4. Selalu taat melaksanakan ibadah Mahdhah (khusus) dengan ikhlas dan

khusyu’ juga melaksanakan amal nawafil (ibadah sunnah) seperti shalat

sunnat rawatib, shalat witir dan shalat lail sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

54
5. Sebagai muslim berupaya melakukan shalat berjamaah, terutama berjamaah

di masjid bila tidak ada halangan syar’i.

6. Sebagai seorang muslim, selalu berupaya meningkatkan kualitas hidupnya

dengan motifasi hidup yang tinggi dalam bidang-bidang : keterampilan, ilmu

pengetahuan, sosial, ekonomi, dan profesinya.

7. Sebagai muslim membina diri menjadi orang shalih (gemar beramal

kebijakan) dalam masyarakatnya. Ia cinta masyarakatnya dan masyarakat

mencintainya.

8. Sebagai muslim wajib meneladani perilaku Nabi Muhammad SAW,

menghiasi dirinya akhlaqul karimah (akhlak mulia), sehingga menjadi

uswatun hasanah (teladan yang baik) dengan sifat-sifat :

a. 1). Fathanah (cerdas)

2). Amanah (jujur)

3). Shiddiq (benar)

4). Tabligh (penyampai kebenaran)

b. Dalam melakukan amal dan kegiatan sosial, senantiasa dengan dasar

niat ikhlas dan mencari redha Allah SWT. Menjauhkan diri dari

perilaku riya, sombong, maksiat, munkar, dan semua perbuatan tak

terpuji.

c. Dalam melaksanakan tugas dan kerja dalam kehidupan sehari-nari

dilaksanakan dengan mentaati hukum, peraturan-peraturan yang berlaku

dan dengan ucapan dan bahasa yang santun, menjauhkan diri dari

55
perilaku : malas, curang, manipulasi, suap-menyuap dan semua

perbuatan yang merugikan hak-hak orang banyak.

9. Sebagai Muslim/ muslimah wajib berbusana menutup aurat.

10. Dalam melaksanakan muamalah – duniawi dengan prinsip-prinsip :

a. Sadar sebagai hamba Allah SWT dan Khalifah di bumi, sehingga

memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan positif.

Tidak mengisolasi diri dari pergaulan kehidupan. Berbuat kebajikan

secara maksimal dalam masyarakat sebagai amal shalih.

b. Senantiasa berfikir positif dan sehat serta beramal Islami, terwujud

dalam karya-karya nyata, bermamfaat bagi masyarakat.

c. Berpegang teguh pada Etos kerja Islami, yaitu : propesional, kerja

keras, terampil, disiplin, sadar tentang perlunya kerjasama dalam

kebajikan, menghargai waktu, terus berupaya menambah kualitas ilmu

dan keterampilan, bekerja secara berencana untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan.

Maka segala usaha dan upaya yang dilakukan seorang muslim secara

maksimal berpedoman dan mengamalkan 10 prinsip yang telah dikemukakan itu,

hakekatnya adalah jihad-akbar, jihadun-nafs, yakni jihad paling besar untuk

mewujudkan diri menjadi Muslim- Kaffah.

56
BAB VII (SEMESTER VII)

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

A. KEPEMIMPINAN ISLAM

Khalifah adalah bentuk tunggal dari khulafa yang berarti menggantikan

orang lain disebabkan ghaibnya (tidak ada di tempat) orang yang akan digantikan

atau karena meninggal atau karena tidak mampu atau sebagai penghormatan

terhadap apa yang menggantikannya. Ar Roghib Al Asfahani dalam mufradat

mengatakan makna kholafah fulanan berarti bertanggung jawab terhadap

urusannya secara bersama-sama dengan dia atau setelah dia. Dalam konteks

firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh, ayat 20:

“sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi,”

57
Para mufasir menjelaskan bahwa khalifa Allah adalah para nabi dan orang-

orang yang menggantikan kedudukan mereka dalam menjalankan ketaatan kepada

Allah, mengatur urusan manusia dan menegakkan hukum secara adil. Menurut

Roghib Asfahani, penisbatan itu sendiri adalah bentuk penghormatan yang

diberikan Allah SWT kepada mereka.

Khilafah (kepemimpinan) menjadi isu krusial dan tema sentral dalam

sistem politik Islam. Sedemikian krusialnya isu itu membuat para sahabat

menunda pemakaman Nabi untuk berkumpul di Bani Tsaqifah. Mereka

bermusyawarah untuk mengangkat pemimpin (Kholifah) pengganti Nabi. Allah

SWT berfirman:

“ Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di

antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh-

sungguh akan menjadikan mereka berkuasa (khalifah) dimuka bumi,

sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka

berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan agama yang telah diridhai-

Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,

sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap

menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan

Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka

itulah orang-orang yang fasik” (Qs. 24:55)

Terminologi Khilafah sendiri dipakai untuk menjelaskan tugas yang

diemban para pemimpin pasca kenabian. Istilah itu digunakan untuk membedakan

58
sistem kerajaan dan kepemimpinan diktator. Hal ini menyiratkan bahwa sistem

khalifah yang dimaksud dalam berbagai hadist di atas adalah bahwa sistem

khalifah ini sejalan dengan prinsip-prinsip kenabian (nubuwwah). Sistem

kepemimpinan ini dibangun dari antitesis sistem kerajaan dimana kekuasaan

berdasarkan pewarisan keluarga (dinasti) ataupun sistem diktator yang cenderung

berbuat zalim dan tidak disukai rakyat.

Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah menjelaskan bahwa “Khulafaur

Rasyidin yang berlangsung tiga puluh tahun adalah kepemimpinan kenabian dan

kemudian urusan itu pemerintah beralih ke Muawiyyah, seorang raja pertama. Al

Mulk (raja-raja) adalah orang yang memerintah yang tidak menyempurnakan

syarat-syarat kepemimpinan dalam islam (khilafah).”

Kepemimpinan dalam perspektif khilafah lebih merefleksikan pemahaman

terhadap nilai dan prinsip kepemimpinan yang benar menurut islam ketimbang

sebagai sebuah eksistensi maupun bentuk pemerintahan. Khilafah lebih

merupakan subtansi nilai yang bersifat dinamis. Kekhilafahan sebagai prinsip nilai

dan idealitas yang diembannya, yakni penegakan syariah bukan sebagai lembaga

pemerintahan. Kekhilafahan sebagai sebuah nilai setidaknya mengacu kepada dua

hal pokok, yakni pertama, kepemimpinan (khilafah) itu harus merefleksikan

kewajiban meneruskan tugas-tugas pasca kenabian untuk meminjam istilah Ibnu

Hayyan mengatur urusan umat, menjalankan hukum secara adil dan

mensejahterahkan umat manusia serta melestarikan bumi. Kedua, kepemimpinan

harus dibangun berdasarkan prinsip kerelaan dan dukungan mayoritas umat,

59
bukan pendelegasian kekuasaan berdasarkan keturunan (muluk) dan kediktatoran

(jabariyah). Islam tidak menetapkan khilafah seperti institusi politik dengan

hirarki dan pola kelembagaan baku yang rigid dan memiliki otoritas politik tanpa

batas seperti layaknya raja. Ini berarti Islam memberikan keluasan kepada kaum

muslimin untuk merumuskan aplikasi kekuasaan dan bentuk pemerintahan beserta

perangkat-perangkat yang dibutuhkan dengan memperhatikan faktor kemaslahan

dan kepentingan perubahan zaman. Keluasan tersebut adalah hikmah bagi kaum

Muslimin, dimanapun mereka menemukan maka berhak memungutnya.

B. TUGAS PEMIMPIN

Secara garis besar menurut Al Mawardi ada 10 tugas pemimpin dalam

Islam, yakni :

1. Menjaga kemurnian agama.

2. Membuat keputusan hukum di antara pihak-pihak yang bersengketa.

3. Menjaga kemurnian nasab.

4. Menerapkan hukum pidana Islam.

5. Menjaga keamanan wilayah dengan kekuatan Militer.

6. Mengorganisir jihad dalam menghadapi pihak-pihak yang menentang

dakwah Islam.

7. Mengumpulkan dan mendistribusikan harta pampasan perang dan

zakat

8. Membuat anggaran belanja negara.

9. Melimpahkan kewenangan kepada orang-orang yang amanah.

60
10. Melakukan pengawasan melekat kepada hirarki dibawahnya, tidak

semat

11. Mengandalkan laporan bawahannya, sekalipun dengan alasan

kesibukan beribadah.

C. KARAKTER KEPEMIMPINAN ISLAM

Karakter kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan sipil. Mandat

kepemimpinan dalam Islam tidak ditentukan oleh Tuhan namun dipilih oleh umat.

Kedaulatan milik Tuhan namun sumber otoritas kekuasaan adalah umat Islam.

Pemimpin tidak memiliki kekebalan dosa (ma’shum) sehingga memungkinkan

yang bersangkutan menggabungkan semua kemuasaan baik eksekutif, legislatif,

maupun yudikatif dalam genggamannya. Islam tidak mengenal jenis pemerintahan

seperti yang dilakukan Eropa di abad pertengahan sebab khalifah dipilih dan dapat

diberhentikan oleh rakyat. Ibnu Hazam menyatakan bahwa para ulama bersepakat

(ijma’) perihal wajibnya khilfah atau imarah (kepemimpinan) dan bahwa

penentuan khalifah atau pemimpin menjadi kewajiban kaum Muslimin dalam

rangka melindungi dan mengurus kepentingan mereka.

Oleh karena itu, Abu Bakar Ra menolak mendapatkan panggilan khalifah

Allah dan memilih sebutan khalifah Rasul karena dia mewakili Nabi dalam

menjalankan tugas kepemimpinan dan sebagai khalifah, beliau juga memahami

kekuasaannya bersifat temporal, yang dipilih dan diawasi rakyat. Dengan

demikian, pemimpin bukan wakil Tuhan dimuka bumi. Dalam kepemimpinan

sipil, umat mengontrol dan memberhentikannya. Semua mazhab Ahli Sunnah Wal

61
Jamaah menyakini bahwa Rasulullah SAW tidak mencalonkan seorangpun untuk

memegang kendali kepemimpinan sepeninggal beliau. Abu Bakar menjadi

khalifah karena dipilih kaum Muslimin bukan karena menggantikan Nabi SAW

menjadi iman shalat. Demikian pula Umar diangkat sebagai khalifah bukan

semata karena diusulkan Abu Bakar namun karena beliau dipilih para sahabat dan

dibaiat mayoritas kaum muslimin.

Adapun berkaitan dengan pembagian wewenang kekuasaan Eksekutif,

legislatif, dan yudikatif dalam pandangan Ali Bahnasawi lebih merefleksikan

kebutuhan yang tidak terelakkan baik dalam perspektif strategis maupun teknis.

Nabi SAW sendiri telah mendelegasikan beberapa aspek legislatif kepada para

sahabat dan sepeninggal beliau, wewenang legislatif dan yudikatif dipisahkan dari

tugas kekhalifahan. Kondisi ini pula yang secara alamiah menjadi titik pijak

transformasi sistem peradilan sepanjang pemerintahan Islam pasca Nabi SAW,

seperti adanya lembaga qadhi dan hisbah, mahkamah mazhalim dan lain-lain.

Dalam konteks strategis, pembagian kekuasaan adalah sebagai upaya untuk

mengurangi kemungkinan adanya pelanggaran kekuasaan (abuse of power)

sebagai akibat terkonsentrasinya kekuasaan. Mengutip Lord acton, “power tends

to corupt, absolute power tends to absolute corrupt”. Tabiat kekuasaan tanpa

kendali moral akan cenderung korup dan menindas maka selain integritas moral

dibutuhkan sistem yang dapat menggaransi tabiat jahat kekuasaan tersebut

muncul.

D. SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

62
Secara umum, Al Qur’an mensyaratkan seorang pemimpin diangkat karena

faktor keluasan pengetahuan (ilmi) dan fisik (jism) seperti dijelaskan dalam :

“Nabi mereka mengatakan kepada mereka : “sesungguhnya Allah telah

mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab : “Bagaimana Thalut

memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dari

padanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi

(mereka) berkata : “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan

menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan

pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas

pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Baqarah : 247)

Syarat kepemimpinan menurut Ibnu Taimiyyah mencakup dua aspek, yaitu

Qawiy kekuatan (fisik dan intelektual) dan Amin (dapat dipercaya). Sedangkan Al

Mawardi menetapkan tujuh syarat kepemimpinan yang mencakup adil, memiliki

kemampuan berijtihaj, sehat jasmani, tidak memiliki cacat fisik yang menghalangi

menjalankan tugas, memiliki visi yang kuat, pemberani dalam mengambil

keputusan, memiliki nasab Quraisy.

Berpijak dari pemahaman umum nash dari Al qur’an dan sunnah, serta

pandangan ulama, setidaknya ada tiga syarat utama kepemimpinan dalam Islam,

yakni integrasi aspek keluasan Ilmu, integrasi moral (kesalihan individual) dan

kemampuan profesional. Yang dimaksudkan keluasan ilmu, seorang pemimpin

tidak hanya mampu menegakkan keadilan berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah

syariah, namun juga mampu berijtihaj dalam merespon dinamika sosial politik

63
yang terjadi ditengah masyarakat. Sementara kesalihan adalah kepemilikan sifat

amanah, kesucian dan kerendahan hati dan istiqomah dengan kebenaran. Adapun

profesional adalah kecakapan praktis yang dibutuhkan pemimpin dalam

mengelola urusan politik dan administrasi kenegaraan.

Jika tidak dipenuhi keseluruhan syarat-syarat tersebut maka diperintahkan

mengambil yang ashlah (lebih utama). Misalnya, jika kaum muslimin dihadapkan

kepada situasi untuk memilih salah satu dari dua pilihan yang buruk, yakni antara

seorang pemimpin yang cakap namun kurang shalih maka menurut Ibnu

Taimiyyah hendaknya didahulukan memilih pemimpin yang cakap sekalipun

kurang salih. Karena seorang pemimpin yang salih namun tidak cakap maka

kesalihan tersebut hanya bermamfaat bagi dirinya namun ketidakcakapannya

merugikan masyarakat sebaliknya pemimpin yang cakap namun kurang shalih

maka kecakapannya membawa kemaslahatan bagi masyarakat sementara ketidak

shalihannya merugikan dirinya sendiri.

E. HAK DAN KEWAJIBAN PEMIMPIN MUSLIM

1. Niat Yang Lurus

Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai

dengan apa yang telah Allah perintahkan. Lalu iringi hal itu dengan

mengharapkan keridhaan-Nya saja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung

jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.

2. Laki- Laki

64
Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah

Shalallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan beruntung kaum yang

dipimpin oleh seorang wanita” (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah

Radhiyallahu’anhu).

3. Tidak Meminta Jabatan

Rasulullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,

“Wahai Abdul Rahman bin Samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi

pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena

permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.”(Riwayat Bukhari

dan Muslimin)

4. Berpegang pada Hukum Allah

Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin, Allah berfirman, “Dan

hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang

diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al

Maaidah : 49). Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dicopot dari

jabatannya.

5. Memutuskan Perkara Dengan Adil

Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara

kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah

65
ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerumuskan oleh

Kezhalimannya,” (Riwayat Baihaqidari Abu Hurairah dalam kitab Al- Kabir).

6. Tidak Menutup Diri

Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan

rakyat. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang

menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan

menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.”

(Riwayat Imam Ahmad dan At Tirmidzi).

7. Menasehati Rakyat

Rasulullah bersabda, “Tidaklah Seorang pemimpin yang memegang urusan

kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka,

kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”

8. Mencari Pemimpin Yang Baik

Rasulullah bersabda. “ Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau

menjadikan seorang Khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat

(pembantu). Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya

kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke

sana. Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah.”

9. Lemah Lembut

66
Do’a Rasulullah, “ Ya Allah barang siapa mengurus satu perkara umatku lalu

ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu

perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah

lembutlah kepadanya.

10. Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat

Rasulullah bersabda, “ jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam

masyarakat, ia akan merusak mereka.”

F. KEPEMIMPINAN KOLEGIAL DALAM MUHAMMADIYAH

Kepemimpinan yang di kehendaki dalam Muhammadiyah termasuk ortom-

ortom adalah kepemimpinan yang kolegial. Sehingga dituntut sangat perlunya

dipenuhi persyaratan kepemimpinan yang telah disiapkan didalam Anggaran

Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Mohammad Djasman mengatakan bahwa, kepemimpinan yang efektif

dalam Muhammadiyah dapat di identifikasi sebagai berikut :

1. Mampu memahami diri sendiri. Kemampuan ini diperlukan karena seseorang

yang mampu memahami kekurangan dan kelebihannya akan dapat

mengambil keputusan sendiri, sektor kepemimpinan amal usaha mana yang

paling tepat baginya.

2. Mampu melakukan komunikasi.

67
3. Mempunyai kesadaran tentang perlunya untuk menambah ilmu.

4. Mempunyai kesadaran untuk menghayati nilai-nilai persyarikatan.

5. Mampu mengembangkan sikap sosialnya.

G. KEPEMIMPINAN RASULULLAH SAW DALAM KONTEKS MODERN

Pedoman dan teladan bagi kita sekarang ini adalah Rasulullah, marilah kita

pelajari Sirah Rasulullah SAW, kenapa beliau berhasil memimpin, apa rahasianya

dapat kita lihat antara lain :

1. Selalu dibimbing Wahyu, ini adalah inti atau kunci dari semuanya, di dalam

memimpin Nabi Muhammad SAW selalu dibimbing wahyu. Berbeda dengan

pemimpin-pemimpin dunia yang lain, yang belajar sendiri dari pengalaman

dan buku-buku, maka Nabi Muhammad SAW langsung dibimbing oleh Allah

SWT Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Memimpin. Nabi

selalu dibimbing oleh wahyu baik secara langsung, maupun tidak langsung.

2. Menghidupkan Syura, rahasia kedua keberhasilan kepemimpinan Rasullah

SAW adalah syura atau musyawarah. Supaya seorang pemimpin dapat

berhasil dengan baik, setidaknya dia harus membuka diri untuk menerima

masukan dari berbagai pihak, baik yang disampaikan langsung secara pribadi

atau melalui forum-forum pertemuan yang memang sengaja diadakan untuk

mendiskusikan suatu persoalan. Musyawarah sangat diperlukan untuk dapat

mengambil keputusan yang paling baik, disamping untuk memperkokoh

persatuan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama.

68
3. Keteladanan, adalah cara yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai

yang positif. Jika pemimpin memberikan contoh yang baik tentang kejujuran,

disiplin, kerja keras, tepat waktu, kebersihan dan nilai-nilai baik yang sudah

dicontohkan itu, maka pemimpin punya hak moral untuk menegur dan

meluruskannya.

4. Egaliter, rahasia keempat, Nabi adalah seorang yang egaliter, bukan feodalis.

Nabi tidak ingin diperlakukan berlebihan seperti orang-orang Persia

memperlakukan Kisra atau Kaisarnya. Egaliternya Nabi dapat dilihat dari

panggilan yang digunakan oleh Nabi kepada umatnya, yaitu Sahabat. Istilah

sahabat menunjukkan kesetaraan.

5. Mementingkan Kaderisasi, dalam memimpin Rasulullah SAW mementingkan

kaderisasi. Seorang pemimpin tidak boleh mematikan kader yang tumbuh.

Misalnya, kalau ada seseorang yang menonjol, sebagai pemimpin dia merasa

khawatir lalu mematikan, menutup langkahnya. Dia tidak ingin ada matahari-

matahari lain selain dirinya, dia ingin bersinar sendirian, yang lain redup. Itu

bukan seorang pemimpin yang punya visi kaderisasi kedepan.

6. Integrasi Pribadi, rahasia terakhir atau rahasia keenam keberhasilan

kepemimpinan Rasulullah SAW adalah karena beliau memiliki al-akhlaq al

karimah, sampai dipuji oleh Al-Qur’an. Beliau adalah seorang pemimpin

yang sangat mencintai umatnya. Beliau hidup dan bergaul serta dapat

merasakan denyut nadi mereka. Beliau sangat menyayangi Umatnya.

69
Dilihat dari kacamata kepemimpinan, tidak diragukan lagi bahwa Nabi

Muhammad SAW adalah seorang pemimpin yang sangat berhasil, yang sukses

dengan gilang gemilang.

70

Anda mungkin juga menyukai