Oleh:
MARDATILLA
NIM. 2010247501
2021
2
Kolaborasi dalam Pembelajaran Biologi
1. Definisi Kolaborasi
Keterampilan kolaborasi menurut (Hidayati, 2019) ialah keterampilan yang
menyiratkan pada kemampuan bekerja sama, berpartisipasi secara aktif dan saling
menghargai pendapat. Sementara itu, menurut (Ayun, 2021) keterampilan kolaborasi yakni
keterampilan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan untuk membina hubungan dengan
orang lain, saling menghargai hubungan dan kerja tim untuk mencapai tujuan yang sama.
Keterampilan kolaborasi ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum 2013 yang
dalam proses belajar mengajarnya untuk lebih berorientasi ke siswa. Lingkungan
pembelajaran kolaboratif menantang siswa untuk mengekspresikan dan mempertahankan
posisi mereka, dan menghasilkan ide-ide mereka sendiri berdasarkan refleksi. Mereka dapat
berdiskusi untuk menyampaikan ide, bertukar dengan sudut pandang yang berbeda, mencari
klarifikasi, dan dapat berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan menyelesaikan masalah
(Aini et al., 2020).
Kolaborasi merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa masa
kini agar siap ketika terjun ke dunia pekerjaan, siswa masa kini dituntut dapat berkolaborasi
satu sama lain dalam lingkungan sekolah juga dengan masyarakat global (Hayat et al., 2019).
Keterampilan kolaborasi siswa dapat dilatih dalam pembelajaran, baik dengan menggunakan
media, model, metode, pendekatan, desain dan strategi pembelajaran lainnya.
Pembelajaran kolaboratif adalah suatu aktifitas pembelajaran dimana siswa terlibat
dalam kerja tim untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dalam aktifitas
pembelajaran tersebut terdapat elemen-elemen yang merupakan ciri pokok pembelajaran
kolaborasi, meliputi: adanya saling ketergantungan yang positif, akuntabilitas individual,
memajukan interaksi tatap muka, penggunaan ketrampilan kolaborasi yang sesuai dan adanya
proses kelompok. Pembelajaran kolaboratif memiliki ciri-ciri yaitu struktur tujuan, tugas dan
penghargaannya bersifat kolaboratif yang berbeda dengan pembelajaran yang bersifat
individualistik dan kompetitif (Mupelita, 2019).
Menurut Elizabert E. Barkley dalam bukunya Collaborative Learning Techniques
mengatakan berkolaborasi berarti bekerja bersama-sama dengan orang lain. Praktek
pembelajaran kolaboratif berarti bekerja secara berpasangan atau dalam kelompok kecil
untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Pembelajaran kolaboratif berarti belajar
melalui kerja kelompok, bukan belajar dalam kesendirian. (Hunaidah et al., 2018)
menyatakan bahwa Collaborative Learning adalah proses belajar kelompok yang setiap
3
anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
ketrampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman
seluruh anggota. Collaborative Learning dilandasi oleh pemikiran bahwa kegiatan belajar
hendaknya mendorong dan membantu peserta didik dalam membangun pengetahuan
sehingga mencapai pemahaman yang mendalam. Lebih lanjut, (Pratiwi et al., 2020)
menambahkan bahwa dengan belajar secara berkelompok, selain dapat meningkatkan
motivasi dan minat siswa, juga dapat meningkatkan dan mengembangkan cara berpikir
kreatif. Hal ini terkait dengan peningkatan tanggung jawab peserta didik dalam belajar secara
berkelompok sehingga dapat menciptakan seseorang yang berpikir kreatif.
Collaborative Learning didasarkan pada epistimologis yang berbeda dan berasal dari
konstruktivisme sosial. Esensi filosofis yang mendasari pembelajaran kolaboratif dengan
menyatakan “Collaborative Learning bisa berlangsung apabila pendidik dan peserta didik
bekerja sama menciptakan pengetahuan”. Collaborative Learning adalah paedagogi yang
pusat letaknya dalam asumsi bahwa manusia selalu menciptakan makna bersama dan proses
tersebut selalu memperkaya dan memperluas wawasan mereka (Dwita Triana, Yustinus
Ulung Anggraito, 2019). Gambaran tentang proses belajar secara kolaborasi atau
Collaborative Learning. Menurutnya, penekanan Collaborative Learning bukan hanya
sekadar bekerja sama dalam suatu kelompok tetapi lebih kepada suatu proses pembelajaran
yang melibatkan proses komunikasi secara utuh dan adil didalam kelas. Menurut (Al Mulhim
& Eldokhny, 2020) Collaborative Learning itu meliputi kemampuan sosial dan kemampuan
pembelajaran. Ini menggabungkan 3 konsep, yaitu tanggung jawab individu (individual
accountability), keuntungan kelompok (group benefit), dan pencapaian kesuksesan yang
sama (equal achievement of success). “Tujuan dari Collaborative Learning adalah
meningkatkan interaksi siswa dalam memahami suatu tugas serta siswa mampu
mengeksplorasikan apaapa saja yang ada dalam pikirannya”.
(Ouyang et al., 2020) menjelaskan bahwa di dalam pembelajaran kolaboratif,
diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok belajar yang
setiap anggota kelompok tersebut harus bekerja sama secara aktif untuk meraih tujuan yang
telah ditentukan dalam sebuah kegiatan dengan struktur tertentu sehingga terjadi
prosespembelajaran yang penuh makna. Langkah-langkah dalam penerapan metode
pembelajaran kolaboratif menurut (Astutik et al., 2017) terdiri dari lima langkah, yaitu a)
mengorientasikan siswa; b) membentuk kelompok belajar; c) menyusun tugas pembelajaran;
d) memfasilitasi kolaborasi siswa; dan e) memberi nilai dan mengevaluasi pembelajaran
kolaboratif yang telah dilaksanakan. (Meijer et al., 2020) mendefinisikan bahwa
4
“Collaborative Learning” mengacu pada metode pengajaran dimana siswa dalam satu
kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya, bekerja sama dalam kelompok kecil yang
mengarah pada tujuan bersama. Sedangkan menurut (Verawati et al., 2020) berpendapat
bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, bekerja dalam satu team, dan
didalamnya bercampur didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama. Beberapa
pendapat para ahli diatas peneliti mengambil kesimpulan pengertian Collaborative Learning
ialah suatu model pembelajaran yang membantu siswa untuk memahami materi pembelajaran
dengan membentuk siswa dalam satu kelompok untuk bekerja sama memecahkan masalah
dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan kecakapan yang bervariasi serta para siswa
mampu mengaktualisasikan pemikirannya. Belajar kolaborasi digambarkan sebagai suatu
model pengajaran yang mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
untuk mencapai tujuan yang sama.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Collaborative Learning, para siswa
bekerja sama menyelesaikan masalah yang sama, dan bukan secara individual menyelesaikan
bagian-bagian yang terpisah dari masalah tersebut. Dengan demikian, selama berkolaborasi
para siswa bekerja sama membangun pemahaman dan konsep yang sama menyelesaikan
setiap bagian dari masalah atau tugas tersebut. Model pembelajaran kolaboratif dipandang
sebagai proses membangun dan mempertahankan konsepsi yang sama tentang suatu masalah
(Anwar et al., 2020). Dari sudut pandang ini, model belajar kolaboratif menjadi efisien
karena para anggota kelompok belajar dituntut untuk berfikir secara interaktif. Proses
pembelajaran yang menerapkan model kolaboratif, guru membagi otoritas dengan siswa
dalam berbagai cara khusus guru mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan mereka,
menghormati rekan kerjanya dan memfokuskan diri pada pemahaman tingkat tinggi.
Peran guru dalam model pembelajaran kolaboratif adalah sebagai mediator
(Mortensen, 2018). Guru menghubungkan informasi baru terhadap pengalaman siswa dengan
proses belajar di bidang lain, membantu siswa menentukan apa yang harus dilakukan jika
siswa mengalami kesulitan dan membantu mereka belajar tentang bagaimana caranya belajar.
Lebih dari itu, guru sebagai mediator harus menyesuaikan tingkat informasi siswa dan
mendorong agar siswa memaksimalkan kemampuannya agar bertanggung jawab atas proses
belajar mengajar selanjutnya. Sebagai mediator guru menjalani tiga peran (Zambrano et al.,
2019), yaitu berfungsi sebagai fasilitator, model dan pelatih. Sebagai fasilitator guru
menciptakan lingkungan dan kreativitas yang kaya guna membantu siswa membangun
pengetahuannya. Dalam rangka menjalankan peran ini, ada tiga hal pula yang harus
dikerjakan. Pertama mengatur lingkungan fisik termasuk pengaturan tata letak perabot dalam
5
ruangan serta persediaan berbagai sumber daya dan peralatan yang dapat membantu proses
belajar mengajar siswa. Kedua, menyediakan lingkungan sosial yang mendukung proses
belajar siswa, seperti mengelompokkan siswa dan mengajak siswa mengembangkan struktur
sosial yang mendorong munculnya perilaku yang sesuai untuk berkolaborasi antar siswa,
ketiga, guru memberikan tugas untuk merangsang munculnya interaksi antar siswa dengan
lingkungan fisik serta sosial di sekitarnya. Dalam hal ini, guru harus mampu memotivasi anak
(Zambrano et al., 2019).
Peran guru sebagai model dapat diwujudkan dengan cara membagi pikiran tentang
suatu hal (thinking aloud) atau menunjukkan pada siswa tentang bagaimana melakukan
sesuatu secara bertahap (demonstrasi) (Al-Rahmi & Zeki, 2017). Di samping itu juga
menunjukkan pada siswa bagaimana cara berpikir sewaktu melalui situasi kelompok yang
sulit dan melalui masalah komunikasi yang sama pentingnya dengan mencontohkan
bagaimana cara membuat perencanaan, memonitor penyelesaian tugas dan mengukur apa
yang sudah dipelajari. Peran guru sebagai pelatih mempunyai prinsip utama yaitu
menyediakan bantuan secukupnya pada saat siswa membutuhkan sehingga siswa tetap
memegang tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri. Hal ini dilakukan dengan
memberikan petunjuk umpan balik, dan mengarahkan kembali usaha siswa serta membantu
mereka menggunakan strategi tertentu.
Salah satu ciri penting dari kelas yang menerapkan model pembelajaran kolaboratif
adalah siswa tidak dikotak-kotakan berdasarkan kemampuan, minat, ataupun karakteristiknya
dan mengurangi kesempatan siswa untuk belajar bersama siswa lain (Weinberger &
Shonfeld, 2020). Dengan demikian, semua siswa dapat belajar dari siswa lainnya dan tidak
ada siswa yang tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan masukan dan menghargai
masukan yang diberikan orang lain. Secara rinci model collaborative learning digambarkan
sebagai berikut, pada saat kolaboratif dilaksanakan semua siswa akan aktif. Siswa akan saling
komunikasi secara alami dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 4 sampai 6 siswa. Pada
peleksanaan collaborative learning guru akan berbuat rancangan skenario agar siswa yang
satu dengan yang lainnya bisa bekerja bersama. Suatu kelompok yang sudah ditentukan oleh
guru akan difasilitasi agar anak dapat bekerja sama/berkolaborasi. Contohnya untuk membuat
siswa dapat bekerja sama dan berkomunikasi satu sama lain dalam suatu kelompok yang
terdiri dari 4-5 siswa guru seharusnya menyiapkan sebuah permainan (dalam hal ini
permainan mencari gambar) dengan harapan semua siswa aktif. Dengan komunikasi aktif
antara siswa akan terjalin hubungan yang baik dan saling menghargai, karena kerja kelompok
bukan tugas individu melainkan tugas bersama. Hal tersebut akan merangsang untuk bekerja
6
sama, dan dalam kondisi seperti ini guru hanya mengamati cara kerja siswa serta cara
berkomunikasinya dengan menjadi pembanding saat siswa memerlukan bantuan.
Kolaborasi dalam sebuah mata pelajaran, seorang guru memberikan tugas secara
kelompok dengan tujuan yang sama (Shimizu et al., 2020). Setiap siswa dalam kelompok
saling berkolaborasi dengan membagi pengalaman. Dari pengalaman yang dimiliki oleh
masing-masing kelompok, disimpulkan secara bersama, dalam hal ini guruberperan sebagai
pembimbing dan membagi tugas supaya diskusi kelompok bisa berjalan dengan baik dengan
sesuai yang direncanakan. Proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
kolaboratif, situasi yang terjadi adalah pengetahuan yang terbagi antara guru dan siswa,
dengan kata lain baik guru maupun siswa dipandang sebagai sumber informasi. Situasi ini
jelas berbeda dengan situasi yang umumnya terjadi dalam kelas tradisional. Kelas tradisional
guru dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan yang mengalir satu
arah dari guru ke murid atau semua pembelajaran berpusat pada guru. Agar mencapai tujuan
yang efektif, seorang guru perlu menciptakan berbagai cara mengajar yang sesuai dengan
mata pelajaran sehingga dapat berjalan efektif.
Kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai proses belajar siswa sebagai
berikut (Satriawati, 2019): a. Belajar itu aktif dan konstruktif Siswa harus terlibat secara aktif
untuk mempelajari bahan baru pelajaran, dengan bahan itu, siswa perlu mengintegrasikan
bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun
makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran. b. Belajar itu
bergantung konteks Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah
menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung
dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu. c. Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar,
pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan
kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam
proses belajar. d. Belajar itu bersifat sosial Proses belajar merupakan proses interaksi sosial
yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.
Lebih jauh, (Moreno-Guerrero et al., 2020) mengusulkan lingkungan pembelajaran
kolaboratif dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Melibatkan siswa dalam ajang pertukaran
gagasan dan informasi. b. Memungkinkan siswa mengeksplorasi gagasan dan mencobakan
berbagai pendekatan dalam pengerjaan tugas. c. Menata-ulang kurikulum serta menyesuaikan
keadaan sekitar dan suasana kelas untuk mendukung kerja kelompok. d. Menyediakan cukup
waktu, ruang, dan sumber untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar bersama. e.
7
Menyediakan sebanyak mungkin proses belajar yang bertolak dari kegiatan pemecahan
masalah atau penyelesaian proyek.
8
3. Contoh Implementasi Kolaborasi dalam Pembelajaran
a. Melalui desain pembelajaran sharing and jumping task (Verawati et al., 2020)
b. Melalui model CinQASE (Hunaidah et al., 2018)
c. Group Investigation (Kartikawati et al., 2020)
d. Melalui pembelajaran berbasis proyek (Rahmawati, 2019)
e. Melalui pendekatan STEM (Latip et al., 2020)
f. Melalui metode Consultant Social Science (Kurniawati, 2020)
4. Indikator Kolaborasi
Menurut (Verawati et al., 2020)
Ada tujuh indikator keterampilan kolaboratif yang teridentifikasi, yaitu:
1) bertanya pada teman/guru ketika mereka tidak mengerti,
2) mampu berbicara atau berdebat,
3) menghargai dan menghormati pendapat kepada orang lain,
4) bekerja sama untuk memecahkan masalah,
5) berbagi tugas dengan sesama anggota kelompok baik,
6) menunjukkan kepedulian terhadap teman, dan
7) mampu membimbing orang lain untuk mencapai tujuan
9
Indikator Kolaborasi siswa ((Rahmawati, 2019);
1. Berkontribusi secara aktif
2. Bekerja secara produktif
3. Menunjukkan fleksibilitas dan kompromi
4. Menunjukkan tanggung jawab
5. Menunjukkan sikap menghargai
10
Menghargai 4 Saya selalu mendengarkan dengan baik dan menghargai
pendapat pendapat/ide yang disampaikan oleh teman saat kegiatan diskusi
berlangsung.
3 Saya mampu mendengarkan dengan baik dan menghargai
pendapat/ide yang disampaikan oleh teman hanya pada waktu
tertentu saja.
2 Saya mengalami kesulitan untuk menghargai pendapat/ide yang
disampaikan oleh teman saya.
1 Saya tidak mau mendengarkan, tidak menghargai pendapat/ide
yang disampaikan oleh teman saya. Saya selalu beradu pendapat
dengan anggota kelompok.
Berkompromi 4 Saya selalu mampu bekerja sama secara fleksibel, menyadari
kewajiban/tugas masing-masing untuk mencapai tujuan bersama.
3 Saya hanya bisa berkompromi pada tugas yang diberikan jika ada
seseorang yang menyuruh.
2 Saya akan lebih cepat bertindak/berkompromi pada tugas jika ada
seseorang yang mendahului/melakukannya terlebih dahulu.
1 Saya tidak mampu berkompromi pada tugas, tidak tanggung jawab
dengan apa yang harus dilaksanakan.
Tanggung jawab 4 Saya selalu berkontribusi pada kelompok (memberi
bersama: semua saran/tanggapan/ide), melakukan pekerjaan dengan
anggota maksimal/terbaik, dan selalu mengikuti petunjuk pengerjaan tugas.
berkontribusi 3 Saya terkadang berkontribusi pada kelompok (memberi
saran/tanggapan/ide).
2 Saya mengalami kesulitan agar dapat berkontribusi pada
kelompok. Saya kesulitan mengerjakan tugas yang diberikan.
1 Saya tidak pernah berkontribusi pada kelompok (tidak pernah
memberikan saran/tanggapan/ide). Saya acuh tak acuh pada tugas
yang diberikan.
11
Proses Pembelajaran dengan kolaboratif learning (modifikasi Suratno, 2013)
12
Daftar Pustaka
Aini, M., Narulita, E., & Indrawati. (2020). Enhancing Creative Thinking and Collaboration
Skills through ILC3 Learning Model: A Case Study. Journal of Southwest Jiaotong
University, 55(4). https://doi.org/10.35741/issn.0258-2724.55.4.59
Al-Rahmi, W. M., & Zeki, A. M. (2017). A model of using social media for collaborative
learning to enhance learners’ performance on learning. Journal of King Saud University
- Computer and Information Sciences, 29(4).
https://doi.org/10.1016/j.jksuci.2016.09.002
Al Mulhim, E. N., & Eldokhny, A. A. (2020). The impact of collaborative group size on
students’ achievement and product quality in project-based learning environments.
International Journal of Emerging Technologies in Learning, 15(10).
https://doi.org/10.3991/ijet.v15i10.12913
Anwar, K., Asari, S., Husniah, R., & Asmara, C. H. (2020). Students’ Perceptions of
Collaborative Team Teaching and Student Achievement Motivation. International
Journal of Instruction, 14(1). https://doi.org/10.29333/IJI.2021.14119A
Astutik, S., Susantini, E., MAdladzim, & Nur, M. (2017). Effectiveness of Collaborative
Students Worksheet To Improve Student ’ S Affective Scientific Collaborative and.
International Journal of Education and Research, 5(1).
Ayun, Q. (2021). Analisis Tingkat Literasi Digital dan Keterampilan Kolaborasi Siswa dalam
Pembelajaran IPA Kelas VII Secara Daring. Jurnal Didaktika Pendidikan Dasar, 5(1).
https://doi.org/10.26811/didaktika.v5i1.286
Hayat, M. S., Rustaman, N. Y., Rahmat, A., & Redjeki, S. (2019). Perkembangan
Keterampilan Komunikasi dan Kolaborasi Mahasiswa dalam Pembelajaran Inkuiri
Berorientasi Entrepreneurship pada Mata Kuliah Keanekaragaman Tumbuhan.
Mangifera Edu, 4(1). https://doi.org/10.31943/mangiferaedu.v4i1.41
Hunaidah, H., Susantini, E., Wasis, W., Prahani, B. K., & Mahdiannur, M. A. (2018).
Improving Collaborative Critical Thinking Skills of Physics Education Students through
Implementation of CinQASE Learning Model. Journal of Physics: Conference Series,
1108(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1108/1/012101
Kartikawati, E., Ningsih, A., & Akbar, B. (2020). Efektivitas Model Pembelajaran Group
Investigation (GI) terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. Jurnal Basicedu, 4(3).
https://doi.org/10.31004/basicedu.v4i3.398
1
4(2). https://doi.org/10.26811/didaktika.v4i2.146
Latip, A., Andriani, Y., Purnamasari, S., & Abdurrahman, D. (2020). Integration of
educational robotic in STEM learning to promote students’ collaborative skill. Journal
of Physics: Conference Series, 1663(1). https://doi.org/10.1088/1742-
6596/1663/1/012052
Meijer, H., Hoekstra, R., Brouwer, J., & Strijbos, J. W. (2020). Unfolding collaborative
learning assessment literacy: a reflection on current assessment methods in higher
education. Assessment and Evaluation in Higher Education, 45(8).
https://doi.org/10.1080/02602938.2020.1729696
Moreno-Guerrero, A. J., de los Santos, P. J., Pertegal-Felices, M. L., & Costa, R. S. (2020).
Bibliometric study of scientific production on the term collaborative learning in web of
science. Sustainability (Switzerland), 12(14). https://doi.org/10.3390/su12145649
Mupelita, G. (2019). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Kolaborasi Media
Picture Dengan Metode Eksperimen. Edutainment : Jurnal Ilmu Pendidikan Dan
Kependidikan, 7(1). https://doi.org/10.35438/e.v7i1.162
Ouyang, F., Chang, Y. H., Scharber, C., Jiao, P., & Huang, T. (2020). Examining the
instructor-student collaborative partnership in an online learning community course.
Instructional Science, 48(2). https://doi.org/10.1007/s11251-020-09507-4
Pratiwi, H. R., Juhanda, A., & Setiono, S. (2020). Analysis Of Student Collaboration Skills
Through Peer Assessment Of The Respiratory System Concept. Journal Of Biology
Education, 3(2). https://doi.org/10.21043/jobe.v3i2.7898
Shimizu, I., Kikukawa, M., Tada, T., Kimura, T., Duvivier, R., & Van Der Vleuten, C.
(2020). Measuring social interdependence in collaborative learning: Instrument
development and validation. BMC Medical Education, 20(1).
https://doi.org/10.1186/s12909-020-02088-3
Shinta, D. K., & Filia. (2020). Improving students’ arguments through collaborative learning.
Indonesian Journal of Applied Linguistics, 10(2).
https://doi.org/10.17509/ijal.v10i2.28602
Verawati, Y., Supriatna, A., Wahyu, W., & Setiaji, B. (2020). Identification of student’s
collaborative skills in learning salt hydrolysis through sharing and jumping task design.
Journal of Physics: Conference Series, 1521(4). https://doi.org/10.1088/1742-
6596/1521/4/042058
2
Weinberger, Y., & Shonfeld, M. (2020). Students’ willingness to practice collaborative
learning. Teaching Education, 31(2). https://doi.org/10.1080/10476210.2018.1508280
Zambrano, J., Kirschner, F., Sweller, J., & Kirschner, P. A. (2019). Effects of group
experience and information distribution on collaborative learning. Instructional Science,
47(5). https://doi.org/10.1007/s11251-019-09495-0