Anda di halaman 1dari 4

ISU PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

(Sebagai Salah Satu Tugas Pengganti Mata Kuliah Konseling Multikultural


yang diampu oleh Maya Masyita Suherman., M.Pd)

Dibuat Oleh :
Sri Hartati (18010026)
Kelas Crossing 2018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SILIWANGI
CIMAHI
2020
ISU PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

A. Pengertian Pendidikan Multikultural


Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan dari Negara Indonesia yang berarti berbeda-
beda tapi tetap satu jua. Hal ini sudah jelas menandakan bahwa Indonesia merupakan negara
yang memiliki keragaman budaya, suku bangsa, agama, bahasa, dan sebagainya. Kelompok-
kolompok budaya seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Dayak, Jawa, Bugis, Ambon, Papua
dan lain-lain adalah contoh dari keragaman tersebut. Oleh sebab itu pula, Negara Indonesia
disebut sebagai negara multikultural.
Keragaman ini memang diakui telah memunculkan beberapa persoalan, misalnya
perkelahian antarsuku, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati
hak-hak orang lain. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu solusi,
salah satunya adalah model pendidikan yang bersifat multikultural.
Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan
penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi. Dengan model pendidikan ini, diharapkan masyarakat
Indonesia mampu menerima, menolerir, dan menghargai keragaman yang ada di
Indonesia. Dalam dunia pendidikan multikultural, seorang pendidik seharusnya tidak saja
profesional dalam bidang akademik, tetapi juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti
dari pendidikan multikultural itu, yakni demokrasi, humanisme, dan pluralisme.
Pendidikan multikultural diharapkan mampu menjawab tantangan zaman di masa
globalisasi ini. Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur dan standar mengenai seberapa
jauh suatu negara mampu bersaing di dunia internasional. Semakin baik mutu pendidikan
suatu negara, maka negara itu semakin siap dalam menghadapi persaingan global.

B. Isu Pendidikan Multikultural


1. Perbedaan gender
Gender adalah kajian perilaku yang berhubungan dengan pembagian peran
antara laki-laki dan perempuan dari waktu ke waktu didasarkan atas konstruksi sosial
budaya. Gender dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang
dikaitkan dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial
atau identitasnya dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai
"seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki
dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat."
Dalam pandangan masyarakat kita dalam melihat peran antara perempuan dan
laki-laki cenderung menomorsatukan laki-laki dari pada perempuan dan laki-laki
mendominasi, keadaan seperti ini membuat masyarakat secara kolektif dengan tidak
sadar melegitimasi dan menerapkan kultur tersebut di dalam kehidupan mereka.
Kenyataan semacam ini dapat menimbulkan permasalahan – permasalahan serius bagi
perempuan yang apabila terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya
pensubordinasiaan kaum perempuan dan laki laki yang pada akhirnya menimbulkan
dapak yang kurang baik seperti adanya peminggiran hak – hak perempuan, pemberian
beban berlebihan terhadap perempuan dalam berumah tangga, tindak kekerasan pada
perempuan, begitu juga pemberian citra negatif terhadap perempuan dapat kita
temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konsep gender, yang dikenal adalah peran gender individu di
masyarakat, sehingga orang mengenal maskulinitas dan femininitas. Sebagai ilustrasi,
sesuatu yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai
feminin dalam budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminin itu
tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis
kelamin.
2. Agama, suku bangsa, dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan
orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi
perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata
politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Didalam kasus ini,
agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan disebuah masyarakat.
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun
dirinya dalam kehidupan dimasyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan
agamanya pada pihak lain. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural
untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
3. Disabilitas
Disabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk terlibat dalam
aktivitas penting yang berguna oleh karena keterbatasan fisik/mental yang dapat
ditentukan secara medis dan dapat berakibat kematian atau telah berlangsung atau
diperkirakan akan berlangsung secara terus menerus dalam kurun waktu tidak kurang
dari 12 bulan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas
sebagai keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan karena adanya hendaya) untuk
melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal oleh manusia.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi disabilitas ke
dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability dan handicap . Impairment disebutkan
sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis, atau
anatomis. Sedangkan disability adalah ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai
akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap
normal bagi manusia. Adapun handicap, merupakan keadaan yang merugikan bagi
seseorang akibat adanya imparment, disability, yang mencegahnya dari pemenuhan
peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi
orang yang bersangkutan. Secara singkat World Health Organization (WHO)
memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal.

4. Keanekaragaman identitas Budaya


Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya
daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga
untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi neka-budaya itu
sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecembururuan sosial. Masalah ini muncul jika tidak ada komunikasi antar budaya
daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya
lain justru dapat menjadi konflik dan menghambat proses pendidikan multikultural.
Dalam mengantisipasi hal ini, keragaman yang ada harus diakui sebagai
sesuatu yang mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya diperlukan
suatu manajemen konflik agar potensi konflik dapat terkoreksi secara dini untuk
ditempuh langkah-langkah pemecahannya, termasuk di dalamnya melalui pendidikan
multikultural. Dengan adanya pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing
warga daerah tertentu bisa saling mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling
berkomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai