Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90.

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial


Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis

Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian


Kebudayaan Lokal Nusantara di Era Globalisasi
A. Suradi *
Fakultas Tarbiyah dan Tadris, Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, Indonesia

Diterima Pebruari 2018; Disetujui April 2018; Dipublikasikan Juni 2018


Abstrak
Artikel ini menganalisis pentingnya pelestarian nilai-nilai budaya lokal nusantara selain untuk menghadapi berbagai dampak
negatif perubahan sosial yang diakibatkan globalisasi. Gejala yang dialami masyarakat kini adalah perubahan sosial budaya yang
sangat mendasar. Akselerasi informasi gelombang globalisasi membawa perubahan cukup signifikan pada masyarakat, baik pada
tataran surface structure (sikap dan pola-pola perilaku) dan deep structure (sistem nilai, pandangan hidup, filsafat dan
keyakinan). Perubahan terjadi karena kontak budaya antar negara yang dimaknai adanya dialektika nilai-nilai baru dengan nilai-
nilai lama yang saling mendominasi, yang memungkinkan terjadinya homogenisasi dan neoliberalisasi pada seluruh aspek
kehidupan termasuk nilai-nilai budaya lokal yang selama ini menjadi pegangan masyarakat. Kondisi ini menimbulkan spit dan
kegamangan nilai karena masyarakat lebih mengagungkan nilai modern dengan memarginalkan nilai transcendental. Akibatnya
terjadi berbagai bentuk penyimpangan nilai moral yang tercermin dalam corak, gaya, dan pola hidup masyarakat. Oleh
karenanya penguatan dan pewarisan nilai-nilai budaya lokal perlu dilakukan secara intensif pada generasi muda.
Kata Kunci: Pendidikan, Berbasis, Multikultural

Abstract
This article analyzes the importance of preserving the local cultural values of the archipelago in addition to facing the negative
impacts of social change caused by globalization. The phenomenon that society now faces is a very basic social and cultural change.
Acceleration of information wave globalization bring significant changes in society, both at the level of surface structure (attitude
and behavior patterns) and deep structure (value system, life view, philosophy and belief). Changes occur because of inter-state
cultural contacts that are interpreted by the dialectic of new values with old values that dominate each other, which allows
homogenization and neoliberalization in all aspects of life including local cultural values that have been the guidance of society. This
condition gives rise to spit and a sense of value because society is more glorifying modern value by marginalizing transcendental
value. As a result there are various forms of deviation of moral values that are reflected in the style, style, and lifestyle of society.
Therefore, the strengthening and inheritance of local cultural values needs to be done intensively in the younger generation.
Keyword: Education, Basic, Multicultural

How to Cite: A. Suradi. (2018). Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara
di Era Globalisasi. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 (1): 77-.

*Corresponding author: ISSN 2085-482X (Print)


E-mail: suradi@iainbengkulu.ac.id ISSN 2407-7429 (Online)

77
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

PENDAHULUAN penghilangan etnis, ketidakadilan, kesenjangan


Pendidikan merupakan bagian dari investasi ekonomi, korupsi, ketidakjujuran, dan sebagainya.
masa depan, investasi masyarakat sekaligus Pendidikan sebagai sebuah proses
investasi negara dalam rangka memajukan dan pengembangan sumberdaya manusia agar
mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, dalam memperoleh kemampuan sosial dan
rangka mencapai tujuan tersebut, pendidikan perkembangan individu yang optimal memberikan
senantiasa diarahkan untuk menjawab beberapa relasi yang kuat antara individu dengan masyarakat
hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaan dan lingkungan budaya sekitarnya (Idris, 1987).
dan keumatan. Sebagaimana diketahui bahwa Lebih dari itu pendidikan merupakan proses
model pendidikan di Indonesia terbagi menjadi “memanusiakan manusia” dimana manusia
dua, yaitu pendidikan agama dan pendidikan diharapkan mampu memahami dirinya, orang lain,
nasional. Pendidikan yang ada sekarang ini alam dan lingkungan budayanya (Driyarkara,
cenderung menggunakan metode kajian yang 1980). Atas dasar inilah pendidikan tidak terlepas
bersifat dikotomis. Maksudnya, pendidikan agama dari budaya yang melingkupinya sebagai
berbeda dengan pendidikan nasional. Pendidikan konsekwensi dari tujuan pendidikan yaitu
agama lebih menekankan pada disiplin ilmu yang mengasah rasa, karsa dan karya. Pencapaian tujuan
bersifat normatif, establish, dan jauh dari realitas pendidikan tersebut menuai tantangan sepanjang
kehidupan. Sedangkan pendidikan nasional lebih masa karena salah satunya adalah perbedaan
cenderung pada akal atau inteligensi. Oleh karena budaya.
itu, sangat sulit menemukan sebuah konsep Pertautan antara pendidikan dan
pendidikan yang benar-benar komprehensif dan multikultural merupakan solusi atas realitas
integral. budaya yang beragam sebagai sebuah proses
Salah satu faktor munculnya permasalahan pengembangan seluruh potensi yang menghargai
itu adalah adanya pandangan yang berbeda tentang pluralitas dan heterogenitas sebagai
hakikat manusia. Kuatnya perbedaan pandangan konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku
terhadap manusia menyebabkan timbulnya dan aliran atau agama (Maslikhah, 2007)
perbedaan yang makin tajam dalam dataran
Pluralitas budaya, sebagaimana terdapat di
teoritis, dan lebih tajam lagi pada taraf operasional.
Fenomena tersebut, menjadi semakin nyata ketika Indonesia, menempatkan pendidikan
para pengelola lembaga pendidikan memiliki sikap multikultural menjadi sangat urgen (Yaqin,
fanatisme yang sangat kuat, dan mereka 2005). Keberagaman budaya di Indonesia
beranggapan bahwa paradigmanya yang paling merupakan kenyataan historis dan sosial yang
benar dan pihak yang lain salah, sehingga harus
tidak dapat disangkal oleh siapapun.
diluruskan.
Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang
Keunikan budaya yang beragam tersebut
tidak dapat dipisahkan. Manusia sepanjang memberikan implikasi pola pikir, tingkah
hidupnya melaksanakan pendidikan. Bila laku dan karakter pribadi masing-masing
pendidikan bertujuan membina manusia yang utuh sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam
dalam semua segi kemanusiaannya, maka semua masyarakat dan daerah. Tradisi yang
segi kehidupan manusia harus bersinggungan
terbentuk akan berlainan dari satu daerah
dengan dimensi spiritual (teologis), moralitas,
sosialitas, emosionalitas, rasionalitas dengan daerah yang lain. Pergumulan antar
(intelektualitas), estetis dan fisik. Namun budaya memberikan peluang konflik
realitanya, proses pendidikan kita masih banyak manakala tidak terjadi saling memahami dan
menekannkan pada segi kognitf saja, apalagi hanya saling menghormati satu sama lain. Proses
nilai-nilai ujian yang menjadi standar kelulusan,
untuk meminimalisir konflik inilah
sehingga peserta didik tidak berkembang menjadi
memerlukan upaya pendidikan berwawasan
manusia yang utuh. Akibat selanjutnya akan terjadi
beragam tindakan yang tidak baik seperti yang multikultural dalam rangka pemberdayaan
akhir-akhir ini terjadi: tawuran, perang, masyarakat yang majemuk dan heterogen
78
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90

agar saling memahami dan menghormati dengan nilai-nilai adat-istiadat harus selalu dijaga
serta membentuk karakter yang terbuka dan dipertahankan dengan berbagai upaya,
terutama melalui pendidikan.
terhadap perbedaan (Tilaar, 2004).
Pendidikan multikultural merupakan proses
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengembangan seluruh potensi manusia yang
Konsep Pendidikan Di Era Globalisasi
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya
Globalisasi menjadikan kebudayaan Barat
sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis,
sebagai trend kebudayaan dunia. Kebudayaan Barat
suku, dan aliran (agama). Pendidikan multikultural
yang didominasi budaya Amerika yang sarat
menekankan sebuah filosofi pluralisme budaya ke
dengan konsumerisme, hedonisme dan
dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada
materialisme menjadi kebudayaan global dan kiblat
prinsip-prinsip persamaan (equality), saling
bagi kebudayaan-kebudayaan di negara-negara
menghormati dan menerima serta memahami dan
berkembang. Budaya global ini melanda dunia
adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan
ditandai dengan hegemonisasi gaya hidup (life
sosial.
style). Bersamaan dengan itu, era modern telah
Berbicara masalah kebudayaan dapat
melahirkan banyak kreasi berbagai fasilitas untuk
dipahami sebagai sistem dalam masyarakat yang
mempermudah memenuhi kebutuhan manusia.
berkaitan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku.
Fasilitas dan peralatan yang canggih hasil kreasi
Kebudayaan lokal tidak lepas dari hal-hal tersebut
manusia itu mengalirkan nilai-nalai baru dari luar,
yang berkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan
yaitu peredaran dan pertukaran kebudayaan.
yang universal, seperti pandangan hidup, kesenian,
Globalisasi telah menghampiri seluruh
sistem religi, sastra, kuliner, upacara adat,
rakyat di belahan bumi manapun dengan
organisasi sosial, peralatan, busana, artefak,
membawa banyak dampak baik positif maupun
bahasa, bangunan, pengobatan tradisional, dan
negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada pada
hukum adat-istiadat daerah. Kebudayaan adalah
kemajuan teknologi informatika dan teknologi
cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri
komunikasi. Dampak negatifnya kalau sampai kita
dalam seluruh kehidupan sekumpulan manusia
hanya menjadi objek suatu arus globalisasi tanpa
yang membentuk masyarakat. Dalam dunia
mampu berbuat. Oleh karenanya perlu banyak
kebudayaan, budaya lokal merupakan suatu hal
persiapan terutama mental guna menghadapi era
yang dipelajari dan diperoleh yang dengannya
tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan
dapatlah seseorang itu menyesuaikan diri dengan
kemampuan untuk menjaring dan menyaring
keadaan jadi di sekelilingnya dan hal ini berjalan
segala pengaruh yang masuk dari berbagai
dinamis seiring dengan perjalanan zaman. Tidak
kebudayaan yang lain.
hanya itu, kebudayaan lokal ialah suatu
Pendidikan perspektif global atau disebut
keseluruhan yang corak susunannya berkait-kaitan
juga pendidikan global artinya pendidikan yang
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
membekali wawasan global untuk membekali
kesusilaan, adat dan hal-hal lain yang biasanya
siswa memasuki era globalisasi sehingga siswa
dilakukan oleh setiap daerah.
mampu bertindak lokal dengan dilandasi wawasan
Dengan tersebut di atas, maka tulisan ini
global. Pendidikan yang memanfaatkan keunggulan
membahas tentang pentingnya pendidikan
lokal dan global dalam aspek ekonomi, seni budaya,
multikultural sebagai upaya menjaga kelestarian
sumber daya manusia (SDM), bahasa, teknologi
budaya lokal nusantara. Hal ini penting dibahas
informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke
untuk membangun wacana mengenai pentingnya
dalam kurikulum sekolah yang akhirnya
mempertahankan eksistensi kebudayaan lokal
bermanfaat bagi pengembangan kompetensi
nusantara. Arus golbalisasi saat ini begitu deras
peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk
menerpa berbagai kebudayaan lokal dan tidak
persaingan global. Pendidikan global dirasa perlu
jarang mencabutnya dari akarnya. Trend budaya
disebabkan kemajuan komunikasi dan transportasi
global mengikis kearifan-kearifan lokal yang
yang dirasakan dunia semakin sempit, batas negara
menyatu dan menjadi ruh kebudayaan lokal.
menjadi buram, proses universalisasi melanda
Kebudayaan lokal nusantara yang sangat kental
berbagai aspek kehidupan.

79
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu upaya implementasi pemikiran dalam konstek
bangsa, bagaimanapun harus diprioritaskan. Sebab pendidikan yang lebih maju.
kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena Pendidikan telah mengantarkan peserta
hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa didik, pada kemajuan berpikir, kematangan sikap,
bertahan hidup di masa depan. Salah satu cara yang serta berupaya membentuk akhlaq mulia. Dengan
dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan pula proses transformasi pengetahuan
pendidikan tersebut adalah dengan pengelolaan dan penerapan tekhnologi yang telah diajarkan
pendidikan dengan wawasan global. Perspektif selama proses belajar mengajar, telah menjadikan
global merupakan pandangan yang timbul dari pendidikan sebagai ujung tombak dari perubahan
kesadaran bahwa dalam kehidupan ini segala itu sendiri, disamping itu pula pendidikan telah
sesuatu selalu berkaitan dengan isu global. Orang menjadikan sebuah budaya ikut berkembang sesuai
sudah tidak memungkinkan lagi bisa mengisolasi dengan tuntutan zaman. Sesungguhnya budaya
diri dari pengaruh global. Manusia merupakan adalah model dari ilmu pengetahuan manusia,
bagian dari pergerakan dunia, oleh karena itu harus kepercayaan dan pola tingkah laku yang satu,
memperhatikan kepentingan sesama warga dunia. budaya kemudian dilihat dari aspek-aspek dari segi
Kemampuan rasionalitas manusia, sebagai bahasa, ide, keyakinan, adat-istiadat, kode moral,
bentuk dari pergeseran berpikir dari yang tidak institusi, tekhnologi, seni ritual, upacara-upacara
rasional menuju pada rasionalitas, sangat dan komponen-komponen lainnya yang saling
memungkinkan bagi manusia untuk terus berkaitan. Perkembangan budaya tergantung
menciptakan suatu perubahan. Perubahan tersebut terhadap kapasitas manusia untuk terus
telah membentuk pola berpikir yang kemudian mempelajari budaya itu dan mentranformasikan
diimplementasikan terhadap realitas kehidupan ilmu pengetahuan mereka kepada generasi
sehari-hari. Sementara itu dalam dunia pendidikan, berikutnya (Roubaie, 2005).
modernitas sangatlah perlu adanya, sebab tuntutan Oleh karenanya perkembangan dan
zaman, akan perubahan dari waktu ke waktu, perubahan dari suatu budaya pada era modernitas
menjadi kebutuhan yang sangat vital, dalam rangka ini, akan selalu berkaitan dengan pendidikan.
menggapai kemajuan itu sendiri. Oleh karenanya Pendidikan sebagai wahana proses transformasi
modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan pengetahuan terhadap peserta didik akan
mentalitas yang merujuk pada sebuah bentuk menjadikan kapasitas SDM lebih maju dan
transformasi dari keadaan yang kurang maju atau berkembang. Pendidikan itu sendiri akan selalu
kurang berkembang ke arah yang lebih baik, pada bergesekan dengan budaya global, dimana asimilasi
sisi yang lain diungkapkan pula bahwa modernisasi budaya kerapkali mewarnai corak pendidikan kita.
merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengertahuan Dalam konstek budaya, ada dua hal besar yang
dan tekhnologi yang berkembang saat ini, yang saling mempengaruhi, yakni budaya tidur dan juga
hasilnya bisa dirasakan oleh semua lapisan budaya barat. Satu sisi budaya barat telah
masyarakat, dari kota metropolitan hingga sampai mempengaruhi budaya ketimuran, namun pada sisi
kedesa-desa terpencil Irwanharyono.com, Dampak yang lain berkembangnya dan dilestarikannya
Modernisasi Terhadap Dunia Pendidikan, diakses budaya ketimuran juga memiliki pengaruh yang
pada 16 Januari 2015) kuat terhadap perkembangan budaya barat.
Pendidikan di era modern menjadi sebuah Dengan pesatnya pengetahuan dan
gambaran, akan pentingnya perubahan, melirik tekhnologi, maka seakan kedua budaya tersebut
terhadap perkembangan pengetahuan dan saling berbaur satu sama lain, sebab dengan
tekhnologi, sebab dua hal tersebut, sudah menjadi canggihnya tekhnologi seakan dunia sudah tanpa
keharusan, baik bagi pemerintah, pendidik, dan ada batas. Keduanya seakan telah melebur yang
masyarakat (stakeholder) untuk bersama-sama kemudian memberikan corak warna tersendiri.
menjadikan modernisasi sebagai salah satu bentuk Akan tetapi perlu untuk digaris bawahi,
yang menuntut terhadap kemajuan dalam bahwasanya adat ketimuran masih memiliki nilai-
pendidikan itu sendiri. Karena pada hakekatnya nilai yang kental dan syarat akan patuhnya
modernisasi itu sendiri, dipandang sebagai sebuah terhadap agama dan keyakinan, sebagai sumber
dan pedoman dalam menjalankan kehidupan. Nilai-

80
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90

nilai agama dan keyakinan dalam tradisi ketimuran, University Malaysia (ISTAC-IIUM) mencatat: “Telah
masih dipegang teguh oleh para penganutnya, dipahami secara luas bahwa gelombang trend
sehingga masuknya westernisasi, khususnya dalam budaya global dewasa ini sebagian besar
kalangan kaum muda, sedikit banyak masih mampu merupakan produk Barat, menyebar ke seluruh
ditanggulangi, walaupun ada sebagian yang sudah dunia lewat keunggulan teknologi elektronik dan
menganut budaya kebarat-baratan. berbagai bentuk media dan sistem komunikasi.
Dengan demikian pendidikan di era modern Istilah-istilah seperti penjajahan budaya (culture
merupakan wahana untuk menjadi kontrol yang imperialism), penggusuran kultural (cultural
kuat terhadap peserta didik, dengan cara cleansing), ketergantungan budaya (cultural
mengajarkan nilai-nilai ketimuran yang baik, dan dependency), dan penjajahan elektronik (electronic
mengambil nilai-nilai budaya barat yang lebih baik, colonialism) digunakan untuk menjelaskan
sehingga sistem dari sebuah pendidikan menjadi kebudayaan global baru serta berbagai akibatnya
harapan bagi seluruh lapisan masyarakat, guna terhadap masyarakat non-Barat” (Al-Roubaie
menuntun para peserta didik untuk memiliki dalam Adian Husaini,” 2005) Dampak globalisasi
kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. terhadap kebudayaan Melayu lebih dominan pada
Integrasi nilai inilah yang harus ditanamkan aspek ancaman daripada tantangan dan
terhadap peserta didik dalam rangka kesempatannya. Oleh karena itu, masyarakat
mengembangkan dan mengarahkan seluruh Melayu harus mengambil sikap yang tepat dalam
potensinya, menjadi keharusan bagi tenaga menyikapi arus globalisasi ini.
kependidikan, sehingga tercipta keseimbangan dan
keharmonisan antara kepentingan duniawi dan Pendidikan Multikultural di Era Globalisasi
ukhrowi. Keragaman ini harus diterima sebagai
Teori globalisasi menandai dan menguji sebuah kenyataan. Orang yang tidak bisa menerima
munculnya suatu sistem budaya global terjadi kenyataan ini sama saja ingin memaksakan untuk
karena berbagai perkembangan sosial dan budaya, hidup di zaman pra-sejarah, ketika manusia masih
seperti adanya sistem satelit dunia, penggalian gaya hidup dalam kelompok suku-suku yang menempati
hidup kosmopolitan, munculnya pola konsumsi dan tempat-tempat tertentu. Bagi orang yang memiliki
konsumerisme global, munculnya even-even pandangan eksklusif tentang kehidupan pasti sulit
olahraga internasional, penyebaran dunia menerima kenyataan ini ketika tiba-tiba datang
pariwisata, menurunnya kedaulatan negara bangsa, sekelompok orang tak dikenal (orang asing) datang
timbulnya sistem militer global (baik dalam bentuk dan tinggal di tanah leluhurnya.
peace keeping force, pasukan multinasional maupun Secara umum tantangan yang dihadapi oleh
pakta pertahanan regional dan lain-lain). pendidikan di era global-multikultural adalah
Globalisasai terjadi pada setiap negara, tidak bagaimana pendidikan itu bisa menampilkan
ada satu organisasi atau satu negara pun yang dirinya, apakah ia mampu mendidik dan
mampu mengendalikannya. Simbol dari sistem menghasilkan para siswa yang memiliki daya saing
global adalah luasnya jaringan. Akbar S. Ahmed dan tinggi (qualified) atau justru malah “mandul” dalam
Hastings memberi batasan bahwa globalisasi “pada menghadapi gempuran berbagai kemajuan di era
prinsipnya mengacu pada perkembangan- global-multikultural yang penuh dengan
perkembangan yang cepat di dalam teknologi persaingan (competition) dalam berbagai sektor,
komunikasi, transformasi, informasi yang bisa baik itu sektor riil maupun moneter.
membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi Pendidikan multikultural bertujuan untuk
hal yang bisa dijangkau dengan mudah (Azizy, mempersiapkan peserta didik dengan sejumlah
2004) Globalisasi semakin mengarah kepada satu sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam
bentuk “imperialisme budaya” (culture imperialism) lingkungan budaya entik mereka, budaya nasional
Barat terhadap budaya-budaya lain. Dalam sebuah dan antar budaya lainnya. Seorang peserta didik
makalah yang berjudul Haritage, Culture and dari Irian Jaya misalnya, bukan hanya harus akrab
Globalization Amer al-Roubaie, seorang pakar dengan budaya kelompok etniknya sendiri, tetapi
globalisasi di International Institute of Islamic juga harus mampu membaur dan akrab dengan
Thuoght and Civilization, International Islamic budaya etnik lain di luar kelompoknya. Sementara

81
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

menurut Musa Asy'arie, pendidikan multikultural sisi kepentingan dunia atau internasional. Oleh
adalah proses penanaman cara hidup karena itu, sikap dan perbuatan kita juga diarahkan
menghormati, tulus dan toleran terhadap untuk kepentingan global (Sumaatmadja &
keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah Wihardit, 1999). Menurut Rochiati, tantangan
masyarakat plural (Asy'arie, dunia pendidikan dalam perspektif global salah
http://www.kompas.com). Dengan demikian, satunya adalah pemahaman pendidikan
pendidikan muktikultural menjadi sangat strategis multikultural yang tidak rasis untuk
untuk dapat mengelola kemajemukan secara mempersiapkan dan mendukung pembelajaran
kreatif. Seperti yang dikemukakan Paul Suparno tentang proses antar budaya, pembangunan
bahwa pendidikan multikultural dapat membantu kemasyarakatan dan kalau perlu aksi kelas
peserta didik untuk mengerti, menerima dan (Wiriatmadja, 2002).
menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai yang Dengan demikian, dunia pendidikan dalam
berbeda (Suparno, http://www.kompas.com). era global harus memahami isu-isu dan
Pendidikan multikultural adalah upaya permasalahan global seperti: keanekaragaman
membangun manusia menjadi manusia yang budaya, politik, ekonomi, sosial, konflik dan
sebenarnya, manusia yang mengakui adanya perdamaian, ketergantungan antar bangsa di dunia,
perbedaan, persamaan hak dan keadilan sosial. masalah HAM, masalah lingkungan seperti:
Semua manusia memperoleh hak yang sama untuk degradasi lingkungan, penyakit dan migrasi
menjadi manusia seutuhnya, karena itu semuanya penduduk dan lain-lain. Untuk itu Jamas Banks
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan mengemukakan, sebagaimana yang dikutip
pendidikan yang layak. sangat penting untuk Kusmasrni bahwa pendidikan mulktikultural
melatih dan membangun karakter siswa agar memiliki lima dimensi yang saling berkaitan satu
mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis sama lain, yaitu: 1) Content integration;
dalam lingkungan mereka. Dengan kata lain, mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok
melalui pendidikan multikultural peserta didik untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi
diharapkan dapat dengan mudah memahami, dan teori dalam pelajaran/disiplin ilmu; 2) The
menguasai, memiliki kompetensi yang baik, Knowledge Consturuction Process; membawa
bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, peserta didik untuk memahami implikasi budaya ke
humanisme dan prularisme baik di sekolah dalam sebuah pelajaran; 2) An Equity Paedagogy;
maupun luar sekolah. Oleh karena itu, tujuan pokok menyesuaikan metode pembelajaran dengan cara
dari pendidikan multikultural adalah untuk belajar peserta didik. Hal ini dilakukan dalam
menerapkan prinsip-prinsip keadilan, dekokrasi rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang
dan sekaligus humanisme. Pendidikan di alam beragam, mulai dari ras, budaya maupun sosial; 3)
demokrasi seperti Indonesia harus berorientasi Prejudice Reduction; mengidentifikasi karakteristik
pada kepentingan bangsa yang berlatar belakang ras dan menentukan metode pembelajaran peserta
multi etnik, multi agama, multi bahasa, dan didik; 4) Melatih peserta didik untuk berfartisipasi
sebagainya. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan dalam kegiatan olah raga dan berinteraksi dengan
pendidikan harus memperhatikan kondisi bangsa seluruh staff serta peserta didik yang berbeda etnik
yang heterogen. dan ras dalam upaya menciptakan budaya
Perubahan-perubahan yang terjadi sekarang akademik (Kusmasrni, 2007).
ini sebagai dampak kemajuan ilmu dan teknologi Dengan demikian, pendidikan multikulktural
serta masuknya arus globalisasi membawa dapat membawa pendidikan yang mampu
pengaruh multidimensional. Sehingga dibutuhkan menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan
pembelajaran dengan pendekatan dan model berpendidikan, bukan suatu masyarakat yang
multikultural dengan perspektif global untuk menjauhi realitas sosial dan budaya. Oleh karena
memenuhi tuntutan kebutuhan peserta didik, itu, walaupun pendidikan multikultural di
masyarakat dan lapangan kerja di era globalisasi. Indonesia relatif baru dikenal sebagai sebuah
Perspektif global adalah suatu cara pandang atau pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi
cara berpikir terhadap suatu masalah, kejadian masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih
atau kegiatan dari sudut pandang global, yaitu dari pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru

82
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90

dilakukan. Agar pendidikan multikultural dapat terhadap ketidakadilan dan perbedaan status
dilaksanakan dengan baik, kita harus sosial, membangun sikap anti diskriminasi etnis,
memperhatikan berbagai aspek, seperti: kurikulum menghargai perbedaan kemampuan dan
multikultural, tenaga pengajar (guru), proses menghargai perbedaan umur harus dikemas dalam
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran dengan ranah pembelajaran dan penyadaran di sekolah,
menggunakan pendekatan multikultural. sehingga tercipta suatu paham untuk memahami
dan menerima segala perbedaan yang ada pada
Kurikulum Multikultural setiap individu peserta didik dan pada akhirnya
Model kurikulum multikultural harus dapat peserta didik diharapkan mampu memiliki karakter
mengintegrasikan proses pembelajaran nilai, kuat untuk bersikap demokratis, pluralis, dan
pengetahuan dan keterampilan "hidup" dalam humanis.
masyarakat yang multikultural, seperti: terampil Proses pembelajaran yang dikembangkan
bernegosiasi, mengemukakan dan menghadapi harus menempatkan peserta didik pada kenyataan
perbedaan, resolusi konflik, cooperative learning sosial di sekitarnya. Artinya, proses belajar yang
dan problem solving. Muatan nilai, pengetahuan dan mengandalkan peserta didik untuk belajar secara
keterampilan ini dapat dirancang sesuai dengan kelompok dan bersaing secara kelompok dalam
tahap perkembangan anak dan jenjang pendidikan. suatu situasi kompetitif yang positif. Dengan cara
Muatan-muatan nilai multikultural perlu dirancang ini, perbedaan antar individu dapat dikembangkan
dalam suatu strategi proses pembelajaran yang sebagai suatu kekuatan kelompok dan peserta didik
mendorong terjadinya internalisasi nilai-nilai. terbiasa hidup dengan berbagai keragaman budaya,
Lebih lanjut, Hasan Hamid mengemukakan sosial, ekonomi, intelektual dan aspirasi politik.
bahwa pengembangan kurikulum multikultural Proses belajar yang dapat dikembangkan misalnya:
harus didasarkan pada empat prinsip, yaitu: 1) cooperative learning, problem solving, inquiry, dan
Keragaman budaya yang menjadi dasar dalam sebagainya.
menentukan filsafat; 2) Keragaman budaya yang Evaluasi hasil belajar yang digunakan harus
menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan
komponen kurikulum, seperti: tujuan, konten, kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan
proses dan evaluasi.; 3) Budaya di lingkungan unit konten yang dikembangkan. Alat evaluasi yang
pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi digunakan tidak hanya mengukur hasil belajar
yang harus dijadikan bagian dalam kegiatan belajar (achievement), tetapai secara lengkap memberi
siswa; 4) Kurikulum berperan sebagai media dalam informasi yang lebih jelas tentang proses
mengembangkan kebudayaan daerah dan pembelajaran. Penggunaan asesmen alternatif
kebudayaan nasional (SHasan, dianggap sebagai upaya untuk mengintegrasikan
http://www.pdk.go.id.) kegiatan pengukuran hasil belajar dengan
Untuk itu, dalam melaksanakan pendidikan keseluruhan proses pembelajaran, bahkan asesmen
multikultural, sejumlah "pekerjaan rumah" harus itu sendiri merupakan bagian yang takterpisahkan
digarap mulai dari rancangan integrasi kurikulum, dari keseluruhan proses pembelajaran. Asesmen
standarisasi buku dan materi, pengembangan kinerja, asesmen portopolio, asesmen rublik,
materi dan kurikukum, pengembangan profesional pedoman observasi, pedoman wawancara, rating
dan pelatihan guru, rancangan kegiatan hingga scale, skala sikap, cek-list, kuesioner dan lain
rancangan monitoring dan evaluasi. sebagainya sebagai alat penilaian yang dapat
Seorang guru yang mengajar melalui digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran yang
pendekatan multikultural harus fleksibel, karena menggunakan pendekatan multikultural (Lie,
untuk mengajar dalam multikultural seperti 2007)
Indonesia, pertimbangan perbedaan budaya adalah Beberapa aspek yang disebutkan di atas,
hal penting yang harus menjadi perhatian guru. bahwa di era global-multikultural selain
Faktor-faktor seperti: membangun paradigma memberikan tantangan-tantangan yang harus
keberagaman inklusif dan moderat di sekolah, dilakukan oleh pendidikan Islam juga memberikan
menghargai keragaman bahasa, membangun sikap peluang bagi pendidikan Islam. Adapun pelung-
sensitive gender, membangun pemahaman kritis peluang tersebut secara umum yaitu bagaimana

83
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

pendidikan Islam itu bisa menunjukan kapada kebesaran bangsanya, dan mereka akan bangga
dunia bahwa pendidikan Islam itu mampu untuk dengan bangsanya.
mengatasi semua itu (menjawab tantangan zaman) Semangat yang paling penting dari
dan mampu menyiapkan peserta didiknya untuk multikulturalisme adalah living together as one
bisa bersaing di era global-multikultural. Selain itu, society (hidup bersama sebagai satu masyarakat).
dengan adanya tantangan-tantangan tersebut hal Munculnya ide multikulturalisme didorong oleh
ini juga bisa dijadikan peluang atau kesempatan kenyataan bahwa dunia, sejak lima puluh tahun
kepada pendidikan Islam untuk merevitalisasi atau yang lalu bergerak menjadi dusun global (global
merevisi serta meninjau ulang berbagai komponen village). Dunia sekarang tidak lagi merupakan
yang terdapat dalam pendidikan agar sesuai tempat di mana satu wilayah hanya dihuni oleh
dengan tantangan dan kebutuhan zaman. satu kelompok etnis, budaya, dan agama tertentu
Dengan demikian dituntut adanya SDM yang saja.
berkualitas dan berdaya saing tinggi di bidang Kehidupan modern akibat globalisasi telah
tersebut secara komprehensif dan komparatif yang menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai budaya
berwawasan keunggulan, keahlian profesional, lokal dengan budaya global pada masyarakat Bali.
berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa Sistem budaya lokal dengan kearifan lokalnya yang
percaya diri dan harga diri yang tinggi serta selama ini digunakan sebagai acuan pembentukan
memiliki keterampilan yang memadai sesuai karakter oleh masyarakat tidak jarang mengalami
kebutuhan dan daya tawar pasar bebas. Untuk perubahan karena pengaruh nilai-nilai budaya
itulah menurut penulis setiap lembaga (institusi) global terutama karena kemajuan teknologi
pendidikan (baik umum maupun Islam) harus informasi yang semakin mempercepat proses
mempersiapkan seluruh koponen-komponen perubahan tersebut. Berkembang pesatnya
pendidikan yang ada dengan sebaik-baiknya agar kemajuan teknologi di satu sisi mempermudah bagi
setiap lulusan (out put) pendidikannya bisa kehidupan masyarakat, akan tetapi di sisi lain
bersaing di era global-multikultural sesuai dengan menjadi beban terutama karena adanya sejumlah
konstelasi zaman. nilai-nilai ikutan dari teknologi yang
Dari uraian di atas, globalisasi dan membahayakan masyarakat khususnya generasi
multikulturalisme menunjukan bahwa di era muda, yakni nilai-nilai sekular, pragmatis dan
global-multikultural nampaknya memaksa kita positivis. Nilai-nilai yang mapan selama ini telah
mempersiapkan diri agar dapat tetap “survive” mengalami perubahan yang pada gilirannya
dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan menimbulkan keresahan psikologis dan krisis
dan kemajemukan sehingga menuntut kerja keras identitas di banyak kalangan. Intinya, proses
dan hasil kerja berkualitas tinggi. Arus globalisasi globalisasi telah melahirkan diferensiasi yang
yang syarat dengan kemajemukan yang sedang meluas, yang tampak dari proses pembentukan
berjalan dan semakin meningkat eskalasinya dalam gaya hidup dan identitas masyarakat.
abad 21 bukan hanya memberikan tantangn- Globalisasi sendiri merupakan konsep yang
tantangan terhadap pendidikan Islam, tetapi juga berkaitan dengan internasionalisasi, universalisasi,
memberikan peluang-peluang yang lebih luas. liberalisasi, dan westernisasi. Selain itu, globalisasi
menyebabkan terjadinya kompleksitas isu dan nilai
Multikulturalisme-Globalisasi Dan Eksistensi yang menyebar dan menjadi universal (Battersby
Budaya Lokal and Siracusa 2009) Didalam tiga kelompok besar
Multikulturalisme pada akhirnya hanya globalisasi, kelompok hiperglobalis mendefiniskan
sebuah konsep akhir untuk membangun kekuatan globalisasi sebagai sejarah baru kehidupan
sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai latar manusia dimana negara tradisional telah menjadi
belakang etnik, agama, ras, budaya, dan bahasa, tidak relevan lagi dan mulai berubah menjadi
dengan menghargai dan menghormati hak sipil menjadi unit-unit bisnis dalam sebuah ekonomi
mereka, termasuk hak kelompok minoritas. Sikap global (Winarno, 2007).
apresiatif tersebut akan meningkatkan partisipasi Namun demikian, seiring dengan makin
mereka dalam membebaskan sebuah bangsa, kuatnya terpaan konsumerisme dan materialisme,
karena mereka akan menjadi besar dengan kini perilaku masyarakat kota juga sudah menjadi

84
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90

semakin individualistis, asosial, bahkan (Piotr, 2007): 1) Homogenitas global yaitu kultur
menunjukkan sifat-sifat hedonis pada sebagaian barat akan mendominasi dunia sehingga seluruh
masyarakat. Menghadapi kondisi ini menjadi dunia akan menjadi jiplakan gaya hidup, pola
sebuah keniscayaan bagi para orang tua, dan para konsumsi, nilai dan norma, serta keyakinan
pendidik formal lainnya mengangkat dan masyarakat Barat; 2) Kejenuhan. Secara berlahan
menggunakan nilai-nilai kearifan lokal sebagai masyarakat pinggiran menyerap pola kultur barat
rujukan dalam pendidikan guna membentuk dan akan semakin menjenuhkan bagi mereka. Jika
karakter manusia. ini terjadi secara terus menerus maka penghayatan
Kondisi global sekarang ini, akan kultur lokal akan berlahan menghilang dan
multikulturalisme dewasa ini menghadapi terbentuklah homogenitas dimensi historis; 3)
tantangan, yaitu: Pertama, adanya hegemoni Barat Kerusakan kultur pribumi dan kerusakan kultur
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu barat yang diterima. Bentrokan yang terjadi antara
pengetahuan. Komunitas, terutama negara-negara kultur pribumi dengan kultur barat semakin
berkembang perlu mempelajari sebab-sebab dari merusak kultur barat itu sendiri; 4) Kedewasaan.
hegemoni Barat dalam bidang-bidang tersebut dan Penerimaan kultur barat melalui dialog dan
mengambil langkah-langkah seperlunya untuk pertukaran yang lebih seimbang ketimbang
mengatasinya sehingga dapat berdiri sama tegak penerimaan sepihak tetapi warga pribumi
dengan dunia Barat. Kedua, esensialisasi budaya. menerima melakukan seleksi atas kultur Barat
Dalam hal ini multikulturalisme berupaya untuk yang akan diterima. Kedewasaan ini berarti kultur
mencari esensi budaya sendiri tanpa jatuh ke global berperan merangsang dan menantang
dalam pandangan yang xenophobia dan perkembangan nilai kultur lokal sehingga terjadi
etnosentrisme. Multikulturalisme dapat melahirkan proses spesifikasi kultur lokal.
tribalisme yang sempit yang pada akhirnya Benturan kebudayaan yang terjadi antara
merugikan komunitas itu di dalam era globalisasi. budaya lokal dan budaya asing akan menentukan
Ketiga, proses globalisasi, globalisasi dapat berupa ahsil akhir dari perubahan kebudayaan yang ada di
monokulturalisme karena gelombang dahsyat suatu negara. Filterisasi atas kebudayaan asing
glogalisasi yang menggelinding menghancurkan serta kekuatan kebudayaan lokal merupakan kunci
bentuk-bentuk kehidupan bersama dan budaya utama dalam mempertahankan kebudayaan lokal
tradisional--memang tidak budaya yang statis, sehingga jika budaya lokal tidak cukup kuat dan
namun masyarakat yang kehilangan akar tidak memiliki filter yang bagus maka akan terjadi
budayanya akan kehilangan tempat berpijak dan kerusakan kultur budaya atau bahkan hilangnya
dia akan disapu bersih oleh gelombang dahsyat budaya lokal.
globalisasi, dan manusia akan kehilangan Sejalan dengan perkembangan itu, nilai-nilai
pribadinya, kehilangan identitasnya, dan hanya globalisasi semakin memengaruhi kehidupan
sekedar pemain-pemain atau konsumen dari masyarakat di dunia, tak terkeculi dalam
imperialisme baru yang dibawa oleh globalisasi. kehidupan sosiokultural. Kebudayaan lantas harus
Indonesia sendiri sebagaimana ditegaskan dipaksa untuk mengakomodasi pengaruh
Azyumardi Azra telah menyadari tentang globalisasi. Kebudayaan sendiri diartikan Bourdieu
kemajemukan ragam etnik dan budaya seperti yang dikutip Mubah, sebagai peta sebuah
masyarakatnya. Indonesia diproklamirkan sebagai tempat, sekaligus perjalanan menuju tempat itu.
sebuah negara yang memiliki keragaman etnik Peta adalah aturan dan konvensi, sedangkan
tetapi tetap memiliki tujuan yang sama, yakni perjalanan adalah tindakan aktual. Apa yang
sama-sama menuju masyarakat adil makmur dan disebut kesadaran budaya adalah perasaan untuk
sejahtera. Akan tetapi gagasan besar tersebut menegosiasikan aturan-aturan budaya itu, yang
kemudian tenggelam dalam sejarah dan politik bertujuan untuk memilih jalan kita ke dalam
“keseragaman budaya” (mono-kulturalisme) dari kebudayaan tindakan adalah aksi kita terhadap
zaman Soekarno dan Soeharto. kesadaran budaya (Mubah, 2011).
Di era globalisasi ini, kemungkinan yang Situasi yang kemudian muncul adalah
akan terjadi dari penyatuan budaya lokal dan Indonesia menjadi salah satu pasar potensial
budaya global modern di masa yang akan datang berkembangnya budaya asing milik negara maju

85
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

berkekuatan besar. Situasi ini mengancam budaya- filsafat sebagian besar digunakan untuk mencari
budaya lokal yang telah lama mentradisi dalam solusi bagaimana mengorganisasikan dunia,
kehidupan sosiokultural masyarakat Indonesia. sehingga semua orang dapat memperoleh
Budaya lokal dihadapkan pada persaingan dengan pengalaman menyenangkan dan mengecilkan
budaya asing untuk menjadi budaya yang dianut kesakitan serta kesenangan atau kebahagiaan
masyarakatdemi menjaga eksistensinya. Daya seorang tidak menyakitkan orang lain. Maka
tahan budaya lokal sedang diuji dalam menghadapi hedonisme juga dikatakan sebagai “plesure-and-
penetrasi budaya asing yang mengglobal itu. pain principle was a basic o human affairs”
Permasalahannya, daya tahan budaya lokal relatif (Wirawan, 2012). Banyak fenomena hedonisme
lemah dalam menghadapi serbuan budaya asing. yang berkembang di masyarakat akan semakin
Perlahan tapi pasti, budaya lokal sepi peminat menunjukkan bagaimana pola perilaku sesorang
karena masyarakat cenderung menggunakan telah berubah mengikuti pola perilaku budaya
budaya asing yang dianggap lebih modern. negara lain. Dalam kasus hedonisme ini,
Ketika permasalahan itu muncul, harus ada modernisasi teknologi informasi dan komunikasi
strategi untuk menangkalnya. Strategi yang paling sangat berperan dalam rangka menanamkan
tepat untuk menguatkan daya tahan budaya lokal budaya asing kedalam masyarakat penggunanya.
adalah dengan menyerap sisi-sisi baik dan unggul Hedonisme pada prinsipnya adalah
dari budaya asing untuk dikombinasikan dengan pandangan hidup yang menganggap bahwa orang
budaya lokal sehingga ada perpaduan yang tetap akan menjadi bahagia dan kesenangan semata
mencitrakan budaya lokal. Selain itu, H.A.R.Tilaar tanpa peduli lingkungan sekitar, semua yang ia raih
menyatakan bahwa, pendidikan multikultural hanya untuk kebahagiaan. Hal ini sudah menjadi
haruslah berdimensi “right to culture” dan identitas penyakit masyarakat Indonesia kedepan, dan
lokal, serta menjadi weltanshaung yang terus sepertinya gelaja-gejala ini sudah mulai muncul di
berproses dan merupakan bagian integral dari masyarakat indonesia. Sebagai warga negara yang
proses kebudayaan mikro, maka perlu sadar akan hal buruk ini, hal yang memudarkan
mengoptimalkan budaya lokal yang beriringan nilai kesantunan bangsa ini tentu menyayangkan
dengan apresiasi terhadap budaya nasional. Selain akan hal tersebut dan tidak mau hedonisme
itu, pendidikan multikultural normatif, yaitu model semakin meluas menjajah bangsa kita. Hal ini
pendidikan yang memperkuat identitas nasional terjadi juga karena bangsa kita ini kurang selektif
yang terus menjadi tanpa harus menghilangkan akan budaya-budaya yang masuk dan menerima
identitas budaya lokal yang ada (Tilaar, 2002). segala bentuk modernisasi tanpa menyaring
Dengan perubahan yang dibawa oleh arus dampak yang akan diperoleh kedepannya. Kondisi
globalisasi, maka juga akan merubah pola perilaku tersebut akan menempatkan perubahan zaman ini
sosial didalam masyarakat apalagi jika di sebuah sebagai hal yang benar, padahal tidak semua
negara tidak memiliki filter atau ideologi yang kuat bentuk modernisasi baik. Jika masayarakat
maka akan sangat terasa sekali perubahan yang Indonesia senantiasa menerima kemajuan zaman
terjadi. Perubahan sosial budaya yang mengikuti ini tanpa adanya filterisasi maka unsur budaya asli
munculnya arus globalisasi sesungguhnya berasal kita semakin lama akan semakin luntur bahkan
dari modernisasi/perkembangan yang pesat dari menghilang, akibatnya bangsa ini akan kehilangan
teknologi informasi serta komunikasi yang jati diri, tentunya kita tidak mau hal itu terjadi.
dibangun oleh manusia.
Salah satu perubahan sosial yang terjadi Tantangan Pendidikan Multikultural dalam
pada generasi muda bangsa Indonesia adalah Pelestarian Kebudayaan Lokal di Era
munculnya budaya hedonisme dimana budaya ini Globalisasi
mulai merubah masyarakat usia muda yang Pendidikan multikultural menawarkan satu
berkisar usia 18-25 tahun. Hedonisme sebagai alternatif melalui penerapan strategi dan konsep
filsafat, mampu memilahkan antara kesenangan pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan
dengan kesakitan dimana manusia secara alamiah keragaman yang ada di masyarakat. Sebenarnya,
akan selalu mencoba untuk menghindari kesakitan pendidikan multikultural secara inhern sudah ada
serta memperoleh kesenangan. Hedoisme sebagai sejak bangsa Indonesia ini ada. Falsafah bangsa

86
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90

Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suka gotong menjadi masyarakat kritis yang cenderung tidak
royong, membantu, dan menghargai antar satu mengeanal batas sasaran termasuk sikap kritis
dengan yang lainnya dapat dilihat dalam potret terhadap segala aspek dari ajaran agama,
kronologis bangsa ini yang sarat dengan masuknya akibatanya ketika agama tidak dapat lagi disentuh
berbagai suku bangsa asing dan terus berakulturasi oleh rasionalitas mereka, maka secara perlahan
dengan masyarakat pribumi. tapi pasti agama mulai ditinggalkan oleh
Pendidikan multikultural, adalah pendidikan pemeluknya (Baharudin, 2011).
yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, Menurut Lie, pendidikan multikulktural
keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan dalam era globalisasi di Indonesia menghadapi tiga
keragaman, apapun aspeknya dalam masyarakat. tantangan mendasar, yaitu: Pertama, Fenomena
Pendekatan pendidikan multikultural juga Hegemonisasi yang terjadi di dunia pendidikan
menentang pendidikan yang beroreintasi bisnis. akibat tarik ulur antara keunggulan dan
Selanjutnya, pendidikan multikultural cocok keterjangkauan. Peserta didik tersegregasi dalam
dipakai di Indonesia karena pendidikan ini sekolah-sekolah sesuai latar belakang sosial
berperan sebagai resisten fanatisme yang ekonomi, agama dan etnisitas. Kedua, Kurikulum
mengarah pada berbagai jenis kekerasan. Nilai-nilai yang masih berdasarkan gender, status ekonomi
pendidikan multikultural inilah yang harusnya sosial, kultur lokal dan geografis. Hal ini
ditanamkan dalam sistempendidikan nasional. menunjukkan ketidakseimbangan dan bias yang
Dalam memasuki era globalisasi pendidikan, membatasi kesadaran multikultural peserta didik.
khususnya pendidikan Islam dihadapkan dengan Ketiga, guru. Kelayakan dan kompetensi guru di
berbagai tantangan, baik dalam bidang politik, Indonesia pada umumnya masih di bawah standar
ekonomi, bahkan social-budaya. Tantangan yang apalagi untuk mengelola pembelajaran
dihadapi oleh masyarakat, sesungguhnya secara multikulturalisme (http://www.kompas.com.)
tidak langsung menjadi tantangan pendidikan Islam Dengan ciri-ciri tersebut, konsep pendidikan
dalam mempertahankan kebudayaan lokal. Ada ini akan mengurangi kerentanan Bangsa Indonesia
beberapa tantangan yang dihadapi yaitu; Pertama, terhadap potensi konflik yang telah lama timbul.
Perkembangan mass culture yang disebabkan oleh Pendidikan multikultural juga ditunjukkan pada
pengaruh kemajuan media-massa, yang tidak lagi keadilan sosial, mengurangi kesenjangan sosial
bersifat lokal, melainkan nasional atau bahkan yang diakibatkan oleh cara-cara pembangunan
global. Hal ini berakibat akan meningkatnya yang salah selama ini. Selain itu konsep pendidikan
heterogenitas nilai dalam masyarakat. Dengan multikultural juga dapat dikatakan dengan
semakin cepat dan beragamnya menu informasi pendidiakan yang membebaskan. Selama ini
yang menerpa masyarakat modern, maka semakin pendidikan yang dijalan di Indonesia adalah konsep
beragam pula tanggapan, respon, intrupsi, maupun pendidikan yang mengekang, hagemoni dan
referensi dari masyarakat. Melalui perkembangan dominasi melekat dalam pendidikan konvensional
media pula masyrakat dengan mudah mengakses Indonesia. Terdidik seperti sebuah robot, selama
berbagai pola prilaku. Kedua, Kemajuan dalam ini generasi penerus bangsa dipaksa untuk menelan
asfek industri telah mendorong manusia kepada mentah-mentah informasi-informasi tanpa boleh
sikap materialistic dan konsumtif. Setiap kemajuan membantah dan menyangkalnya. Seperti halnya
harus dapat diukur dengan ukuran-ukuran perilaku orede baru yang menggunakan pendidikan
ekonomi dan kebendaan, baik pada tingkat individu untuk melanggengkan kekuasaannya. Fakta- fakta
maupun tingkat social. Keberhasilan dan itu menegaskan hegemoni negara dalam kebijakan
kesuksesan yang diarah oleh seseorang masyarakat dan praktik pendidikan menjadi konteks jitu yang
sangat ditentukan oleh sejauhmana dia dapat mengasah counter dis course bagi visi pendidikan
mengakumulasikan hal-hal yang bersifat material. penguasa.
Ketiga, Semakin meningkatnya rasionalitas Namun globalisasi yang begitu cepat dan
manusia, serta jauhnya manusia dari agama. Di menjadikan pasar sebagai tujuan utamanya
kalangan masyarakat saat ini, sudah menjadi mengakibatkan pendidikan itu sendiri menjadi
realitas bahwa semakin berkebanggaannya komoditas perdagangan. Komodifikasi
rasionalitas masyarakat telah mendorong manusia pengetahuan berjalan sedemikian rupa sehingga

87
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

hanya kelas-kelas tertentulah yang mampu indah daripada pakaian yang rapat. Dengan
menggapainya. Seperti yang terjadi di Indonesia pergeseran waktu selera makanan mulai beralih
saat ini. Kebijakan-kebijakan yang dibuat dari masakan lokal ke makanan-makanan cepat saji
pemerintah dalam semakin menjauhkan (fastfood) yang bisa didapatkan di restoran. Pizza,
masyarakat untuk mendapatkan akses dalam spagetti, humberger, fried chicken dianggap lebih
mendapatkan pendidikan yang layak. Munculnya fashionable daripada makanan lokal. Media
UU BHP semakin mepertegas betapa peran negara elektronik selalu kebanjiran film-film Mandarin,
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi Bollywood, Hollywood, Mexico, dan lain
utopia belaka. Sehingga orientasi-orientasi sebagainya. Tempat belanja lokal tidak memenuhi
kebersamaan, kesejahteraan dan anti hagemoni kebutuhan, sehingga wisata belanja ke luar negeri
dalam konsep pendidikan multikultural ini membudaya, walaupun membutuhkan biaya mahal.
sangatlah sulit untuk diterapkan. Alat-alat komunikasi yang canggih dengan berbagai
Sementara itu, mengenai jati diri dan model dikerumuni banyak masyarakat, sehingga
eksistensi kebudayan lokal di tengah arus proses imitasi budaya asing akan terus
multikulturalisme era global, di sini akan dijelaskan berlangsung.
tentang multikulturalisme. Pada dasarnya, akar Sebagaimana disinggung di atas bahwa
kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan. globalisasi mengakibatkan penyebaran kebudayaan
Multikulturalisme adalah sebuah paham yang ke seluruh nadi kehidupan masyarakat, sehingga
menekankan pada kesederajatan dan kesetaraan sering terjadi akulturasi budaya yang mencabut
budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak nilai-nilai luhur budaya asli tereduksi oleh
dan eksistensi budaya. Karena multikulturalsime kebudayaan asing. Menyadari akan datangnya
itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau kebudayaan asing, maka bangsa Indonesia harus
wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan tegar dan teguh pendirian serta terbuka dan
kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus toleran, agar dapat menyaring dan mengambil
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan kebudayaan asing yang tidak bertentangan dengan
manusia. norma-norma dan kebudayaan lokal. Hal ini
Bangunan konsep-konsep ini harus dilakukan untuk mengisi kekosongan, memajukan
dikomunikasikan diantara para ahli yang dan mengembangkan kebudayaan lokal itu sendiri.
mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang Sikap teguh pendirian diperlukan untuk
multikultutralisme sehingga terdapat kesamaan menghindari kontaminasi nilai budaya lain lain
pemahaman dan saling mendukung dalam yang bertentangan dengan norma-norma, etika
memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep kebudayaan lokal.
yang relevan dengan multikulturalisme antara lain Pada era multikulturalisme-global ini
adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai masyarakat lokal dihadapkan pada persoalan yang
budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan sangat dilematis. Di satu sisi, mereka dikenal
yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, sebagai masyarakat yang kuat berpegangan pada
kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, tradisi yang berintikan nilai-nilai ajaran Islam. Di
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan sisi lain, dalam kaitan dengan kehidupan global
publik, HAM, hak budaya komunitas dan konsep- mereka juga dipacu untuk mengejar ketertinggalan
konsep lainnya yang relevan (Abdulloh, di bidang iptek yang bebas nilai. Padahal dalam
http://puspekaverroes. org/category/opini/). pandangan David C. Korten, era global merupakan
Diakui atau tidak, dengan adanya arus mimpi buruk kemanusiaan abad ke-21, karena
multikulturalisme di era global ini, daya serap mereka akan dihadapkan pada tiga krisis utama
masyarakat, khususnya masyarakat terhadap yaitu: kemiskinan, penanganan lingkungan yang
budaya global lebih cepat dibanding daya serap salah serta kekerasan sosial (Arsyad dalam Abdul
budaya lokal, termasuk kebudayaan lokal. Bukti Latif Abu Bakar, 2002). Dalam realitanya,
nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain multikulturalisme era global mampu menjadi
dapat disaksikan pada gaya berpakaian, gaya penentu arah perkembangan kebudayaan dan
berbahasa, teknologi informatika dan komunikasi, peradaban manusia di dunia. Dalam lingkup sosio-
dan lain sebagainya. Rok mini dipandang lebih kultural yang lebih sempit, salah satu implikasi

88
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 77-90

globalisasi ialah pada munculnya pola-pola baru memproteksi diri dari pengaruh negatif
dari suatu kebudayaan dalam beragam bentuk dan modernisasi akibat globalisasi.
tatanannya. Kebudayaan dengan corak baru ini
kerap kita sebut sebagai kebudayaan pascaindustri, DAFTAR PUSTAKA
pascamodern, ataupun postmodern. Keadaan Abdulloh, M. Nurwahid. Multikulturalisme dan Problem
Kebudayaan di Era Global, dalam
masyarakat di milenium ketiga tersebut memiliki
konsekuensi logis pada situasi yang akan http://puspekaverroes. org/category/opini/,

menggiring kita, sebagai “warga dunia”, untuk diakses 23 November 2017.


Abu Bakar, M.Y. (2012). Pengaruh Paham Liberalisme
berpikir, berkeputusan, hingga bertindak dalam
dan Neoliberalisme Terhadap Pendidikan Islam di
ritme yang relatif cepat. Dari kenyataan itu, tidak
Indonesia. Jurnal Tsaqafah, 8 (1).
bisa dipungkiri bahwa realita sosial semacam ini Al Roubaie, A. (2005), Globalisasi dan Posisi Peradaban
sesungguhnya lahir karena transformasi yang Islam, Majalah Islamia, Edisi 33, Jakarta:
signifikan pada core kebudayaan itu sendiri, yakni diterbitkan oleh Institute For The Study Of Islamic
pola atau cara berpikir dan cara memandang dunia. Thought and Civilization (INSISTS) dan Khairul
Bayan.
SIMPULAN Arsyad, R. (2002). Mewujudkan Dunia Melayu Dunia
Globalisasi yang dicirikan oleh pengaruh Islam Raya Melalui Peningkatan Peran Pemuda,
teknologi, pengaruh media informasi, dan pengaruh dalam Abdul Latif Abu Bakar, Belia dalam
idiologi, sangat dirasakan masyarakat daerah. Pembangunan Dunia Melayu Dunia Islam,
(Malaysia: Institute Kaijan Sejarah dan Patriotism
Sentuhan budaya global menyebabkan terjadinya
(IKSEP).
perubahan sosial-budaya dan tataran nilai pada
Asy'arie, M.Pendidikan Multikultural dan
budaya lokal. Modernisasi dan globalisasi telah
memperkenalkan nilai-nilai baru dalam lingkungan Konflik Bangsa. Diakses secara online di
tradisi lokal. Sistem budaya lokal dengan kearifan http://www.kompas.com.
Azizy, A.Q. (2004). Melawan Globalisasi: Reinterpretasi
lokalnya yang selama ini digunakan sebagai acuan
Ajaran Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
pembentukan karakter oleh masyarakat tidak
Azra, A. (2000). Pendidikan Islam: Tradisi dan
jarang mengalami perubahan karena pengaruh Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos
budaya global, yang dapat menimbulkan keresahan Wacana Ilmu.
psikologis dan krisis identitas pada sebagian Baharudin. (2011). Pendidikan Islam dan isu-isu social.
masyarakat. Kegamangan nilai juga dialami Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
masyarakat modern karena lebih mengutamakan Budi, W. (2007). Globalisasi dan Krisis Demokrasi. Jakarta:
kemampuan akal dibandingkan dengan nilai-nilai PT. Buku Kita.
transendental serta tunduk pada paham Driyarkara. (1980). Tentang Pendidikan. Jakarta:
Kanisius.
individualisme, materialisme, dan kapitalisme yang
Hasan, S.H. Pengekatan Multikultural untuk
berakibat terjadinya penyimpangan nilai moral
yang tercermin dalam corak, gaya, dan pola hidup Penyempurnaan Kurikulum Nasional.
masyarakat. Fenomena menguatnya corak dan gaya Diakses secara on-line di http://www.pdk.go.id.
hidup hedonis cukup mengkhawatirkan bagi Husaini, A. (2005). Wajah Peradaban Barat: dari
pelestarian nilai-nilai budaya lokal. Oleh karena Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal.
Jakarta: Gema Innsani Press.
arus globalisasi tidak dapat dihindari, maka dalam
Idris, Z. (1987). Dasar-dasar Kependidikan. Padang:
pewarisan nilai-nilai budaya Bali atau kearifan-
Angkasa Raya.
kearifan lokal dengan serapan nilai global Irwanharyono.com, Dampak Modernisasi Terhadap Dunia
disarankan menggunakan teori teori pohon, teori Pendidikan, diakses pada 16 Januari 2015
kristal, dan teori sangkar burung. Tantangan Lie, A. Mengembangkan Model Pendidikan
terbesar yang dihadapi pendidikan berbasis
Multikultural. Diakses secara on-line di
multikultural belakangan ini adalah kemampuan
http://www.kompas.com.
dalam menjaga, melestarikan, dan mewariskan Maslikhah. (2007). Quo Vadis Pendidikan Multikultural:
kearifan-kearifan lokal. Pewarisan nilai kearifan Reconstruksi Sistem Pendidikan berbasis
lokal dimaksudkan agar generasi muda dapat Kebangsaan. Surabaya: JP Books.

89
A. Suradi, Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era

Mubah, A.S. (2011). Strategi Meningkatkan Daya Tahan Sztompka, P. (2007). Sosiologi Perubahan Sosial. 3th.
Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi. Jakarta: Prenada Media Group. 2007.
24 (4). Tilaar, H.A.R. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-
Sumaatmadja, N. & Wihardit. K. (1999). Perspektif tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi
Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Global. Jakarta: UT.
Wirawan, I.B. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga
Suharyanto, A. (2013). Peranan Pendidikan
Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media
Kewarganegaraan Dalam Membina Sikap
Group.
Toleransi Antar Siswa, Jurnal Ilmu Pemerintahan
Wiriatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia;
dan Sosial Politik, 2 (1): 192-203
Perspektif Lokal, Nasional dan Global. Bandung:
Suharyanto, A. (2015). Dilema Multikulturalisme Pada
Historia Utama Pres.
Masyarakat Multikultur Di Medan, Sumatera
Yaqin, M.A. (2005). Pendidikan Multikultural: Cross-
Utara. Jurnal Kewarganegaraan. 25 (2); 118-127
Cultural Understanding untuk Demokrasi dan
Suparno, P. Pendidikan Multikultural. Diakses Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.
secara online di http://www.kompas.com.

90

Anda mungkin juga menyukai