Anda di halaman 1dari 13

Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di

Pondok Pesantren D DI-AD Mangkoso Barru


Sulawesi Selatan

ZULQARNAIN

STAI Madinatunnajah Rengat, Indragiri Hulu


E-mail: dzulqarnainali07@gmail.com No hp. 085340366555

ABSTRAK: Penelitian ini berawal dari keinginan peneliti untuk melihat


bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural yang terdapat di
pondok pesantren DD-AD Mangkoso Barru Sulawesi Selatan dimana santri
berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda dan tentunya budaya serta
suku yang berbeda pula. Mereka kemudian dipersatukan dalam lingkungan
pondok pesantren dan tinggal dalam asrama yang menjadi ciri khas pondok
pesantren. Sangat menarik untuk diperhatikan bahwa dalam kehidupan
dipondok pesantren terdapat serangkaian kegiatan yang dilaksanakan baik
kegiatan formal disekolah maupun non formal diasrama dan juga kegiatan
diluar pondok pesantren. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(field research) dengan menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu metode
yang berusaha memaparkan secara sistematis materi-materi pembahasan
yang berasal dari berbagai sumber untuk kemudian dianalisis dengan teliti
guna memperoleh hasil sebagai kesimpulan. Metode pengumpulan data yaitu
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan pendekatan yang
digunakan peneliti ialah pendekatan sosiologis-antropologis. Dari hasil
penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: 1) pada proses penanaman nilai-nilai
pendidikan multikultural di pondok pesantren DDI-AD Mangkoso dilakukan
melalui beberapa kegiatan. Pertama, kegiatan pembelajaran formal di sekolah.
Kedua, kegiatan pengembangan diri. Ketiga, kegiatan pembiasaan diri. 2) nilai-
nilai pendidikan mutikultural yang ditanamkan di pondok pesantren DDI-AD
Mangkoso yaitu: a) penanaman nilai demokrasi dan saling menghargai. b)
penanaman nilai toleransi dan saling menghormati. c) penanaman nilai
keadilan sosial dan kesetaraan. d) penanaman nilai kebersamaan dan tolong
menolong. 3)Adapun yang menjadi hambatan dan tantangan dalam
penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural ialah sarana dan prasarana
yang masih kurang memadai khusunya asrama yang menjadi tempat tinggal
santri dan masih kurangnya kompeten dan wawasan guru dalam mentransfer
pengetahuan dan pada saat mengajar.

Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural, Pondok Pesantren

PENDAHULUAN semakin mudah, di satu sisi kenyataan


Indonesia terdiri dari ribuan ini menimbulkan kesadaran akan
pulau dan ratusan suku dengan perbedaan dalam berbagai aspek
budayanya masing-masing. Dalam kehidupan. Perbedaan bila tidak
dunia yang semakin terbuka, maka dikelola dengan baik maka akan
perjumpaan dan pergaulan antar suku menimbulkan konflik, yang bahkan

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 193


akhir-akhir ini menjadi kenyataan. multikulturalisme tersebut dan hal itu
Dilain pihak kenyataan ini juga merupakan bukti empiris persoalan
menimbulkan kesadaran perlunya dan multikulturalisme (Assegaf, 2011: 309).
pentingnya dialog dalam kehidupan Pendidikan bukan sekedar proses
yang makin terbuka saat ini (Ujan, dkk, memindah ilmu pengetahuan (transfer
2009: 16). of knowledge) dari seorang pendidik
Masyarakat Indonesia merupakan kepada peserta didik. Lebih dari itu,
masyarakat dengan tingkat pendidikan juga dimaknai sebagai
keanekaragaman yang sangat proses mentransfer nilai (transfer of
kompleks, masyarakat dengan berbagai values) dan kerja budaya yang
keanekaragaman tersebut dikenal menuntut kreativitas peserta didik
dengan istilah masyarakat untuk menjadi manusia sejati. Manusia
multikultural. Jika kita mengenal sejati adalah simbol manusia yang
masyarakat sebagai sekelompok berperadaban dan modern. Sebagai
manusia yang telah cukup lama hidup sebuah ide atau konsep, James Banks
dan bekerja sama sehingga mereka menyatakan bahwa pendidikan
mampu mengorganisasikan dirinya dan multikultural berarti pendidikan yang
berfikir tentang dirinya sebagai satu memberikan kesempatan yang sama
kesatuan sosial dengan batas-batas kepada semua siswa (tanpa
tertentu, maka konsep masyarakat mengecualikan jenis kelamin, kelas
tersebut jika digabungkan dengan sosial, etnis, ras, atau karakteristik
multikultural memiliki makna yang budaya yang lain) dalam belajar di
sangat luas dan diperlukan pemahaman sekolah (Assegaf, 2011: 220).
yang mendalam untuk dapat mengerti Pembelajaran berbasis
apa sebenarnya masyarakat multikultural berusaha
multikultural itu. memberdayakan siswa untuk
Indonesia termasuk salah satu mengembangkan rasa hormat kepada
negara multikultural terbesar di dunia. orang yang berbeda budaya, memberi
Saat ini jumlah pulau yang ada di kesempatan untuk bekerja bersama
wilayah Indonesia mencapai 13.000 dengan orang atau kelompok orang
pulau besar maupun kecil dengan yang berbeda etnis atau rasnya.
populasi penduduk lebih dari 200 juta Menurut Savage dan Amstrong,
jiwa yang terdiri dari sekitar 300 suku pendidikan mulktikultural juga
dan 200 bahasa yang berbeda. Selain membantu siswa untuk mengakui
itu, Indonesia juga merupakan ketepatan dari pandangan-pandangan
multireligius, karena penduduknya budaya yang beragam, membantu siswa
menganut beragam agama, yakni Islam, dalam mengembangkan kebanggaan
Katolik, Kristen Protestan, Hindu, terhadap warisan budaya mereka, dan
Budha, Konghuchu, serta berbagai menyadarkan siswa bahwa konflik nilai
macam aliran kepercayaan. sering menjadi penyebab konflik antar
Kemajemukan bangsa Indonesia kelompok masyarakat. Pendidikan
tersebut selain merupakan khazanah multikultural diselenggarakan dalam
kekayaan budaya nasional dan upaya mengembangkan kemampuan
kekuatan bangsa, bisa juga siswa dalam memandang kehidupan
menimbulkan berbagai problematika dari berbagai perspektif budaya yang
atau persoalan. Korupsi, kolusi, berbeda dengan budaya yang mereka
nepotisme, konflik politik, separatisme, miliki dan bersikap positif terhadap
kerusuhan antar etnis dan agama, perbedaan budaya, ras, dan etnis
merupakan bentuk nyata dari fenomena (Thobroni & Mustafa, 2011: 397).

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 194


Dalam mengimplementasikan keragaman etnis, suku, bahasa dan
pendidikan multikultural di sekolah, budaya yang berbeda-beda.
maka sekolah harus dipandang sebagai Dalam sebuah pesantren, kita
sebuah sistem sosial dimana terdapat pasti akan menemukan beberapa
banyak variabel yang saling terkait dan asrama yang dihuni oleh para santri
berhubungan sangat erat. Berfikir yang mempunyai latar belakang yang
tentang sekolah sebagai sistem sosial berbeda sehingga kadang terjadi
mengharuskan kita untuk membuat gesekan antar santri tersebut. Dari
suatu rancangan strategi mengubah pandangan sekilas, kelihatannya biasa-
lingkungan sekolah secara total untuk biasa saja tapi bisa jadi terdapat banyak
menerapkan pendidikan multikultural. masalah-masalah internal di antara
Salah satu variabel yang perlu santri yang tidak kita ketahui yang bisa
mendapat perhatian adalah kurikulum saja masalah-masalah tersebut muncul
yang tersembunyi (hidden curriculum) karna perbedaan kultur di antara
yang temasuk didalamnya adalah nilai- mereka. Disinilah dibutuhkan
nilai dan norma sekolah. Aspek-aspek pendidikan multikultural untuk
yang terdapat dalam lingkungan ditanamkan sejak dini dalam diri santri
sekolah tersebut adalah hal penting agar mampu menghargai setiap
yang harus di ubah sesuai dengan perbedaan di antara mereka.
prinsip dan tujuan pendidikan Berdasarkan hasil wawancara kami
multikultural sehingga tercipta budaya dengan salah seorang pembina di
sekolah yang dapat meningkatkan sikap pondok pesantren DDI-AD Mangkoso
positif siswa terhadap perbedaan Barru Sulawesi Selatan yang menjadi
budaya yang yang ada dan membantu lokasi penelitian ini mengatakan bahwa
siswa dari kelompok budaya manapun bahwa salah satu cara untuk
dapat mencapai keberhasilan akademik menghindari konflik atau gesekan yang
(Maksum, 2011: 224-225). sering terjadi di antara para pelajar
Dalam lingkungan pondok dengan adanya penanaman nilai-nilai
pesantren juga tidak terlepas dari pendidikan multikultural.
ragam budaya, etnis, suku, bahasa, dan Adapun muatan nilai-nilai
daerah asal yang berbeda-beda tapi kita pendidikan multikultural tersebut
bisa menemukan sikap saling diantaranya tertuang dalam kurikulum
menghargai, menghormati dan pondok pesantren DDI-AD Mangkoso
kerjasama antar masyarakat dalam yang di aplikasikan lewat pengajian
pondok pesantren yang begitu tinggi kitab-kitab kuning klasik maupun
sehingga jarang terdengar dalam kontemporer setiap selesai shalat
sebuah pondok pesantren terjadi subuh dan setelah shalat maghrib yang
konflik yang besar, lainnya halnya di kemudian dari hasil pembelajaran dari
sekolah umum atau oraganisasi pengajian-pengajian tersebut, mereka
masyarakat yang sering kali terjadi para santri implementasikan dalam
konflik di antara mereka, tawuran kehidupan sehari-hari melalui beberapa
pelajar di mana-mana. Dari realita yang kegiatan seperti kegiatan
ada, hal tersebut menimbulkan pengembangan diri dan kegiatan
pertanyaan-pertanyaan dan rasa pembiasaan diri. Hal tersebut
peanasaran yang begitu dalam terhadap merupakan salah satu bentuk kegiatan
kondisi tersebut karna notabene, di penanaman nilai-nilai pendidikan
pondok pesantrenlah yang lebih rawan multikultural di madrasah-madrasah
muncul konflik atau gesekan-gesekan dalam lingkungan pondok pesantren
antar santri yang disebabkan DDI-AD Mangkoso.

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 195


KONSEP TEORI Amerika juga telah mengalami tragedi
Pendidikan Multikultural yang sangat menyakitkan yaitu perang
Sejarah pendidikan Multikultural sipil. Perang yang di akibatkan oleh
Pendidikan Multikultural lahir adanya isu pertentangan ras dan etnis
sesudah sekitar 30-an tahun yang silam, ini telah merenggut ratusan ribu jiwa.
yaitu sesudah Perang Dunia II ditandai Perang dunia I dan II dan perang sipil di
dengan lahirnya banyak negara dan Amerika, telah menjadi bagian sejarah
berkembangnya prinsip-prinsip kelam dunia khususnya bagi bangsa
demokrasi. Dengan adanya gerakan Eropa dan Amerika (Yaqin, 2005: 22).
kemerdekaan bukan hanya di negara- Indonesia juga mempunyai
negara bekas jajahan, melainkan juga di pengalaman yang tidak kalah
negara-negara maju terjadi tantangan menyedihkan seperti kekerasan dan
tentang prinsip hidup demokrasi pemberontakan, pembumihangusan,
(Tilaar, 2009: 204). dan pembunuhan generasi. Perpecahan
Dalam perkembangannya studi ini dan ancaman disintegrasi bangsa telah
menjadi sebuah studi khusus tentang terjadi sejak zaman kerajaan Singosari,
pendidikan multikultural yang pada Sriwijaya, Majapahit, Gowa, Mataram,
awalnya bertujuan agar populasi hingga pada era terkini. Pembunuhan
mayoritas dapat bersikap toleran besar-besaran terhadap masa pengikut
terhadap para imigran baru. Studi ini Partai Komunis Indonesia pada tahun
juga mempunyai tujuan politis sebagai 1965, kekerasan terhadap etnis Cina di
alat kontrol sosial penguasa terhadap Jakarta pada Mei 1998, perang Islam
warganya agar kondisi negara aman Kristen di Maluku Utara pada tahu
dan stabil. Namun dalam 1999-2003, dan perang etnis antar
perkembangannya, tujuan politis ini warga Dayak dan Madura yang terjadi
menipis bahkan hilang sama sekali sejak tahun 1931 hingga tahun 2000
karena ruh dan nafas dari pendidikan yang telah menelan korban jiwa kurang
multikultural adalah demokrasi, lebih 2000 nyawa manusia melayang
humanisme, dan pluralisme yang sia-sia. Ini merupakan bahagian dari
menjadi motor penggerak dalam sejarah kelam bangsa Indonesia.
penegakannya yang dilakukan
disekolah-sekolah, kampus, dan
institusi-institusi pendidikan lainnya Pengertian pendidikan Multikultural
(Yaqin, 2005: 24). Sebelum jauh membahas tentang
Sejarah kelam yang panjang yang pengertian pendidikan multikultural,
dialami negara-negara Eropa dan maka kita harus mengetahui lebih dulu
Amerika seperti kolonialisme, perang definisi dari multikultural dan
sipil di Amerika dan perang dunia I dan pendidikan itu sendiri. Multikultural
II, sebenarnya juga menjadi landasan berasal dari dua kata, yaitu multi yang
utama sehingga pendidikan berarti banyak atau beragam, dan
multikultural ini di aplikasikan di kedua kultural berarti budaya atau
benua tersebut. Perang dunia I yang kebudayaan yang secara etimologi
diawali pada tahun 1914 dan kemudian dapat diartikan sebagai keberagaman
berlanjut menjadi perang dunia II yang budaya. Dengan demikian, berarti
dimulai pada tahun 1939 yang berakhir beraneka ragam kebudayaan. Menurut
hingga pertengahan tahun 1900-an Parsudi Suparlan sebagaimana yang
telah menyebabkan negara-negara dikutip Ali Maksum mengatakan bahwa
Eropa bercerai berai dan saling akar kata dari multikulturalisme adalah
bermusuhan. Disisi lain, 1861-1865, kebudayaan, yaitu kebudayaan yang

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 196


dilihat dari fungsinya sebagai pedoman berarti kebudayaan, kesopanan, atau
bagi kehidupan manusia. Dalam pemeliharaan, sedangkan awalannya
konteks pembangunan bangsa, istilah adalah multi yang berarti banyak,
multikultural ini telah membentuk ragam, dan aneka. Dengan demikian,
suatu ideologi yang disebut multikultural berarti keragaman
multikulturalisme (Maksum, 2011: budaya, aneka, kesopanan, atau banyak
143). pemeliharaan, namun dalam tulisan ini
Abdullah dalam bukunya lebih lebih diartikan sebagai keragaman
lanjut menyatakan bahwa budaya sebagai aplikasi dari keragaman
multikulturalisme adalah sebuah seseorang.
paham yang menekankan pada Pendidikan multikultural
kesenjangan dan kesetaraan budaya- didefenisikan oleh Banks sebagai
budaya lokal dengan tanpa sebuah kebijakan sosial yang
mengabaikan hak-hak dan eksistensi didasarkan pada prinsip-prinsip
budaya yang ada. Dengan kata lain, pemeliharaan budaya dan saling
penekanan utama multikulturalisme memiliki rasa hormat antara seluruh
adalah pada kesetaraan budaya. kelompok budaya di dalam masyarakat.
Multikulturalisme merupakan suatu Pembelajaran multikultural pada
paham atau situasi kondisi masyarakat dasarnya merupakan program
yang tersusun dari banyak kebudayaan. pendidikan bangsa agar komunitas
Multikulturalisme merupakan perasaan multikultural dapat berpartisipasi
nyaman yang dibentuk oleh dalam mewujudkan kehidupan
pengetahuan yang dibangun oleh demokrasi yang ideal bagi bangsanya
keterampilan yang mendukung suatu (Thobroni & Mustafa, 2011: 396).
proses komunikasi yang efektif, dengan Lanjut dari pengertian di atas, Sebagai
setiap orang dari sikap kebudayaan ide atau konsep, James Banks
yang ditemui dalam setiap situasi yang menyatakan bahwa pendidikan
melibatkan sekelompok orang yang multikultural berarti pendidikan yang
berbeda latar belakang kebudayaannya. memberikan kesempatan yang sama
Multikulturalisme sebenarnya kepada semua siswa (tanpa
merupakan konsep dimana sebuah mengecualikan jenis kelamin, kelas
komunitas dalam konteks kebangsaan sosial, etnis, ras, atau karakteristik
dapat mengakui keberagaman, budaya yang lain) dalam belajar
perbedaan, kemajemukan budaya, baik disekolah.
ras, suku, etnis, dan agama (Naim & Dengan melihat dan
Sauqi, 2011: 126). memperhatikan berbagai pengertian
Pendidikan multikultural secara atau definisi pendidikan multikultural
etimologi berasal dari dua term yakni diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dan multikultural. pendidikan multikultural adalah sebuah
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan yang tidak
proses pengembangan sikap dan mengenal sekat-sekat dalam interaksi
tingkah laku seseorang atau kelompok manusia. Sebagai wahana
orang dalam usaha mendewasakan pengembangan potensi, pendidikan
manusia melalui upaya pengajaran, multikultural adalah pendidikan yang
pelatihan, proses, perbuatan, dan cara- menghargai heterogenitas dan
cara yang mendidik. Sedangkan istilah pluralitas, pendidikan yang menjunjung
multikultural sebenarnya merupakan tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku, dan
kata dasar yang mendapat awalan. Kata agama serta menghargai dan
dasar tersebut adalah kultur yang

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 197


menghormati keragaman budaya yang keagamaan dari berbagai macam
ada di dalam kehidupan masyarakat. kebudayaan; (b) Pendekatan aditif.
Pendekatan aditif merupakan bentuk
penambahan muatan-muatan, tema-
Dimensi pendidikan Multikultural tema, dan persfektif- persfektif ke
James Banks menjelaskan bahwa dalam kurikulum tanpa mengubah
pendidikan multikultural memiliki lima struktur dasarnya. Pendekatan ini
dimensi yang saling berkaitan, yakni: melibatkan upaya memasukkan
(a) Content Intergration: literatur oleh dan tentang masyarakat
Mengintegrasikan berbagai budaya dan dari berbagai kebudayaan ke dalam
kelompok untuk mengilustrasikan meainstream kurikulum; (c)
konsep mendasar, generalisasi, dan Pendekatan transformatif. Pendekatan
teori dalam mata pelajaran/disiplin transformatif yaitu mengembangkan
ilmu; (b) The Knowledge Contruction suatu paradigma baru bagi kurikulum
Process: Membaca siswa untuk atau membuat kurikulum baru dimana
memahami implikasi budaya ke dalam konsep-kosep, isu-isu, tema-tema dan
sebuah mata pelajaran (disiplin); (c) An problem-problem didekati dengan
Pedagogy: Menyesuaikan metode pendekatan muqaran (perbandingan)
pengajaran dengan cara belajar siswa untuk memperbaharui pemahaman,
dalam rangka memfasilitasi prestasi presfektif dan sudut pandang; dan (d)
akademik siswa yang beragam baik dari Pendekatan Aksi Sosial. Pendekatan
segi ras, budaya maupun sosial; (d) aksi sosial yaitu mengkombinasikan
Prejudice Reduction: Mendefenisikan pendekatan transformatif dengan
karakteristik ras siswa dan menentukan berbagai aktivitas untuk melakukan
metode pengajaran mereka; dan (e) perubahan sosial (Sulalah, 2012: 127-
Melatih kelompok untuk berpartisipasi 128).
dalam kegiatan olahraga, berinteraksi
dengan seluruh staf dan siswa yang
berbeda etnis dan ras dalam upaya Nilai-nilai Multikultural Dalam
menciptakan budaya akademik. Pendidikan Islam
Adapun pembahasan terkait
Pendekatan Pendidikan Multikultural dengan nilai-nilai multikultural
Dalam mengkaji sebuah menurut Abdullah Aly terdapat
pendekatan, Banks menawarkan empat kesesuaian antara nilai-nilai
pendekatan dalam pendidikan multikultural persektif Barat dengan
multikultural, yaitu: pendekatan nilai-nilai multikultural persektif Islam.
kontributif, aditif, aksi sosial, dan Namun demikian, sumber kebenaran
transformatif. Adapun pendekatan- dari nilai-nilai multikultural dalam
pendekatan yang ditawarkan Banks persfektif Barat bersumber dari filsafat
tersebut akan dijelaskan sebagai yang bertumpu pada hak-hak asasi
berikut: (a) Pendekatan kontributif. manusia, maka nilai-nilai multikultural
Pendekatan kontributif adalah dalam persfekti Islam bersumber pada
pendekatan yang dilakukan dengan cara wahyu (aly, 2011: 124). Adapun
menyeleksi buku-buku teks wajib atau pembagiannya terdapat pada tabel
anjuran dan aktivitas-aktivitas tertentu berikut:
seperti hari-hari besar kenegaraan dan

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 198


Tabel 1: Perbedaan Karakteristik Nilai Multikultural antara
Perspektif Barat dan Perspektif Islam
Nilai multikultural Nilai multikultural
Karakteristik
persfektif Barat persfektif Islam
Berprinsip pada
Demokrasi, kesetaraan Al-musyawarah, al-
demokrasi, kesetaraan,
dan keadilan musawah dan al-‘adl
dan keadilan
Berprinsip pada Kemanusiaan, Hablum min al-nas, al-
demokrasi, kesetaraan, kebersamaan, dan ta’aruf, al-ta’awun, dan as-
dan keadilan kedamaian salam
Mengembangkan sikap Al-ta’adudiyat, al-
Toleransi, empati, simpati
mengakui, menerima dan tanawwu’ al-tsamuh, al-
dan solidaritas sosial
menghargai keragaman ‘afw, dan al-ihsan

Sedangkan terkait dengan muatan yang terdiri dari asal “santri” awalan
nilai-nilai multikultural dalam Islam, “pe” dan akhiran “an” yang menentukan
Prof. Assegaf lebih lengkap dan tempat, yang berarti tempat para santri.
terperinci membagi ke dalam tiga
Dalam arti yang paling umum pondok
kategori. Pertama, nilai-nilai utama
yang meliputi: Tauhid (mengesakan pesantren mungkin dibedakan pusat
Tuhan), ummah (hidup bersama), ibadah Islam, mesjid, yang dapat
rahmah (kasih sayang), al-musawah, diartikan sebagai lembaga pengajaran
taqwa (egalitarianism). Kedua, nilai- dan pelajaran ke-Islaman (Ziemek, t.t.:
nilai-nilai penerapan: Ta’aruf, ihsan 99).
(saling mengenal dan berbuat baik), Menurut Soegarda Poerbakawtja
tafahum (saling memahami), takrim
seperti yang dikutip Haidar Putra
(saling menghormati), fastabiqul
khayrat (berlomba dalam kebaikan), Daulay mengatakan bahwa pesantren
amanah (saling mempercayai), berasal dari kata santri yaitu seorang
husnuzhan (berfikir positif), tasamuh yang belajar agama Islam, sehingga
(toleransi), ‘afw, magfirah dengan demikian pesantren
(pemberian/permohonan ampun), sulh mempunyai arti tempat orang
(perdamaian), islah (resolusi konflik). berkumpul untuk belajar agama Islam.
Ketiga: nilai-nilai tujuan: silah, salam
Ada juga yang mengartikan pesantren
(perdamaian), layyin (lemah lembut
atau budaya anti-kekerasan), dan ‘adl adalah suatu lembaga pendidikan Islam
(keadilan) (Assegaf, 2011: 313-314). Indonesia yang bersifat tradisional
untuk mendalami ilmu agama Islam dan
Pendidikan dalam pesantren mengamalkannya sebagai pedoman
Pengertian pondok pesantren hidup keseharian (Daulay, 2004: 26).
Istilah pondok pesantren
Bentuk Pesanteran yang tersebar
dimaksudkan suatu bentuk pendidikan di Indonesia dewasa ini mengandung
ke-Islaman yang melembaga Indonesia. unsur-unsur yang cirinya adalah: Kyai
Kata pondok (kamar, gubuk, rumah sebagai pendiri, pelaksana dan guru,
kecil) dipakai dalam bahasa Indonesia pelajar (santri) yang secara pribadi
dengan menekankan kesederhanaan langsung diajar berdasarkan naskah-
naskah Arab klasik tentang pengajaran,
bangunan. Sedangkan kata pesantren
faham, dan aqidah ke-Islaman. Disini,

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 199


Kyai dan santri tinggal bersama-sama bersama, mengatur kebutuhan sehari-
untuk masa yang lama, membentuk hari, olahraga, belah diri, belajar
suatu komune pengajar dan belajar, bersama, ibadah dengan tertib dan lain
yaitu pesantren bersifat asrama sebagainya (Rahardjo, 1995: 86).
(tempat pendidikan, pemondokan dan Adapun metode pengajarannya,
makan) (Daulay, 2004: 101). sebenarnya adalah suatu hal yang
Dorongan pemerintah atas setiap kali dapat berkembang dan
pesantren untuk memperluas dasar berubah sesuai dengan penemuan
pendidikannya pada umumnya terlau metode yang lebih efektif dan efesien
membebani subyek. Juga ukuran kelas untuk mengajarkan masing-masing
menjadi kelewat besar dan tugas guru cabang ilmu pengetahuan. Meskipun
terlalu berat serta hasil yang dibawah demikian, dalam waktu yang sangat
“standar pendidikan”. Peribadatan, panjang, pesantren secara seragam
pengkajian dan penyebaran Islam menggunakan metode pengajaran yang
merupakan dasar pemikiran inti bagi lazim disebut sebagai weton dan
sebuah pesantren. Ada rasa enggan sorogan (Rahardjo, 1995: 87).
untuk mengorbankan aspek kajian
keagamaan bagi kepentingan akademis
umum (Daulay, 2004: 123). Pesantren dan Pembentukan
Masyarakat Madani
Menurut Nurcholis, masyarakat
Metode dan sistem Pengajaran dalam madani itu adalah masyarakat yang
Pesantren mengacu kepada masyarakat Madinah
Dalam dunia pesantren yang berada dibawah pimpinan
pelestarian pengajaran kitab-kitab Rasulullah ketika beliau hijrah ke
klasik berjalan terus-menerus dan Madinah. Beliau membangun tatanan
secara kultural telah menjadi ciri kehidupan masyarakat yang
khusus pesantren sampai saat ini. Di berperadaban (Daulay, 2004: 31).
sini peran kelembagaan pesantren Masyarakat madani dijadikan
dalam meneruskan tradisi ke-Ilmuan acuan oleh pondok pesantren guna
Islam klasik sangatlah besar. membentuk masyarakat dengan
Pengajaran kitab-kitab klasik tersebut melihat ciri-ciri dari masyarakat
pada gilirannya telah menumbuhkan madani. Adapun ciri-ciri dari
warna tersendiri dalam bentuk paham masyarakat madani adalah: (a)
dan sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini Masyarakat Rabbaniyah, adalah
berkembang secara wajar dan masyarakat yang didasarkan atas dasar
mengakar dalam kultur pesantren, baik ketuhanan yang dilandasi atas tiga pilar
yang terbentuk dari pengajaran kitab- yaitu: akidah, syariah, dan akhlak.; (b)
kitab klasik, maupun yang lahir dari Masyarakat demokratis dan egalitarian.
pengaruh lingkungan pesantren itu Kehidupan santri sangat demokratis
sendiri (Yasmadi, 2002: 90). dan egalitarian dimana mereka hidup
Kurikulum pesantren sebenarnya tanpa disekat oleh status sosial dan
meliputi seluruh yang dilakukan di ekonomi; (c) Hidup toleran, salah satu
pesantren selama sehari semalam (yang di antara kehidupan yang
saat itu belum dirumuskan). Diluar dikembangkan adalah hidup
proses pembelajaran, banyak kegiatan bertoleransi sesama mereka.
yang bernilai pendidkan dilakukan di Menghargai orang lain,
pondok berupa latihan hidup mengembangkan hidup tenggang rasa,
sederhana, mengatur kepentingan mengikis sikap-sikap egois,

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 200


ditumbuhkan semangat persaudaraan dapat diimplementasikan melaui
(ukhuwah); (d) Berkeadilan, sikap yang kegiatan belajar mengajar formal di
berkeadilan ini timbul dari sikap kiai sekolah dan kegiatan belajar mengajar
yang memberikan pendidikan, non formal melalui kegiatan pengajin
perhatian, serta kasih sayang yang sama dengan menekankan pada aspek moral
kepada santri; dan (e) Masyarakat dan akhlak terpuji yang termuat dalam
berilmu. Pesantren adalah lembaga materi pelajaran.
untuk menimba ilmu oleh karena itu
pesantren tentu saja dapat dipastikan
bahwa pesantren tidak dapat Kegiatan pengembangan diri
dipisahkan dengan ilmu (Daulay, 2004: Kegiatan pengembangan diri
24-25). merupakan upaya untuk membentuk
watak, karakter dan kepribadian
peserta didik yang dilakukan melalui
HASIL DAN PEMBAHASAN beberapa kegiatan ekstrakurikuler.
Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Kegiatan pengembangan diri tersebut
di Pondok Pesantren DDI Mangkoso berupa latihan dasar kepimpinan santri,
Berdasarkan hasil analisis data kepramukaan, olahraga, seni dan
dari observasi, wawancara, budaya, drum band, latihan dakwah dan
dokumentasi dan data-data yang kegiatan pengajian kitab kuning yang
mendukung penelitian ini yang terkait rutin dilaksanakan setelah selesai solat
dengan penanaman nilai-nilai magrib dan subuh.
pendidikan multikultural di madrasah
berbasis pondok pesantren DD-AD
Mangkoso Barru Sulawesi Selatan yang Kegiatan pembiasaan diri
telah diuraikan dalam bab-bab Program pembiasaan diri
sebelumnya, maka pada bab ini peneliti mencakup kegiatan yang bersifat
dapat menyimpulkan sebagai berikut: pembinaan karakter peserta didik.
Adapun bentuk pelaksanaan kegiatan
pengembangan diri tersebut meliputi:
Proses penanaman nilai-nilai kegiatan terprogram, kegiatan rutin,
pendidikan multikultural di kegiatan spontan, dan kegiatan
madrasah berbasis pondok keteladanan.
pesantren DDI-AD Mangkoso Barru Adapun kegiatan terprogram
Sulawesi Selatan meliputi: Latihan Dasar Kepemimpinan
Dalam proses penanaman nilai- Santri (LDKS), Daurah Mubaligh
nilai pendidikan multikultural di (Pelatihan Muballigh), Pentas Dakwah,
madrasah berbasis pondok pesantren Porseni dalam rangka Milad.
DDI-AD Mangkoso, pembina dan guru- Sedangkan bentuk pelaksanaan
guru dapat menerapkannya melalui kegiatan rutin adalah upacara bendera
beberapa kegiatan seperti kegiatan setiap hari Senin, shalat berjamaah lima
formal sekolah berupa kegiatan belajar waktu di mesjid/aula, shalat berjamaah
mengajar dan kegiatan non formal dhuha sebelum pelajaran di sekolah di
melalui kegiatan pengembangan diri mulai dan setelah berakhirnya
dan kegiatan pembiasaan diri. pelajaran dilanjutkan dengan salat
zuhur secara berjamaah pula dan
Kegiatan belajar mengajar mudzakarah atau diskusi (belajar
Proses penanaman nilai-nilai bersama) setiap pukul 21.00-22.30.
pendidikan multikultural di madarasah

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 201


Bentuk pelaksanaan kegiatan
spontan adalah budaya antri pada saat Penanaman nilai toleransi dan saling
pengambilan ransum, memberi salam menghormati
kepada guru pada waktu awal dan akhir Toleransi diajarkan melalui
pelajaran, membuang sampah pada pembelajaran formal sekolah maupun
tempatnya, menghentikan semua pembelajaran lewat kegiatan pengajian.
aktivitas sore pada saat shalawat di Disamping itu dapat ditanamkan
masjid. melalui kegiatan Ordas dengan
Bentuk Pelaksanaan kegiatan mengadakan Porseni antar Ordas dan
keteladanan meliputi: memberi contoh melalui Peringatan Hari Besar Nasional
berpakaian rapi, memberi contoh hidup (PHBN) yang dilakukan dengan
sederhana dan memberi contoh tidak berbagai bentuk kegiatan serta
merokok. meliburkan para santri pada saat
Keseluruhan rangkaian kegiatan Peringatan Hari Besar Agama (PHBA).
tersebut mengandung beberapa nilai-
nilai pendidikan multikutural, yaitu:
demokrasi, keadilan, kerjasama, Penanaman nilai keadilan dan
disiplin, saling menghargai, saling kesetaraan
menghormati, bertanggung jawab, Keadilan di kalangan santri
belajar hidup bersama atau maupun pembina di lingkungan pondok
berdampingan dengan kelompok lain pesantren mangkoso juga dapat dilihat
yang berbeda, saling tolong-menolong, dari beberapa kebijakan yang
keragaman budaya, keberagaman dikeluarkan oleh pihak kampus. Seperti
bahasa, toleransi antar suku yang terkait dengan larangan memakai
berbeda dan lain sebagainya. celana levis dan larangan membawa
barang-barang elektronik ke dalam
lingkungan pondok pesantren.
Nilai-nilai Pendidikan Multikultural Tentunya ini bukan larangan yang tidak
yang di tanamkan di pondok beralasan tapi untuk menghindari rasa
pesantren DDI-AD Mangkoso Barru kecemburuan sosial antara santri yang
Sulawesi Selatan satu dengan santri lainnya.
Penanaman nilai demokrasi dan
saling menghargai
Dalam lingkungan pondok Penanaman nilai kebersamaan,
pesantren DDI-AD Mangkoso, semua kerjasama dan tolong menolong
santri diajarkan tentang demokrasi baik Dalam kehidupan santri diasrama
itu dalam kegiatan formal sekolah yang juga ditanamkan nilai kebersamaan dan
termuat dalam beberapa mata sikap tolong-menolong. Apabila ada
pelajaran, lewat pengajian yang di santri yang memerlukan pertolongan
adakan setiap selesai sholat subuh dan maka santri-santri yang lain secara
maghrib serta lewat kegiatan organisasi spontan memberikan pertolongan
ISIM dan OSKN. Contoh kegiatan tanpa ada permintaan dari santri yang
perilaku demokrasi terdapat dalam bersangkutan. Adapun beberapa
musyawarah guru yang dilaksanakan kegiatan yang memuat nilai
pada saat rapat dan musyawarah santri kebersamaan santri di luar dari jam
dalam kegiatan ISIM dan OSKN dengan belajar formal disekolah yang juga
saling menghargai atau menerima menjadi program kurikulum pesantren
setiap hasil keputusan rapat. adalah: Kegiatan pengajian yang
dilaksanakan setiap selesai sholat

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 202


magrib dan subuh secara bersama- pendidikan multikultural tersebut
sama, Sholat dhuha dan zuhur bersama bermula dari pendidikan multikultural
secara bejamaah, Muzakarah (Belajar belum mampu berdiri sebagi mata
bersama) dan Makan bersama. pelajaran. Untuk itu, perlu adanya
upaya integrasi dalam mata pelajaran
Hambatan dan Tantangan lain. Pendidikan multikultural
penanaman nilai-nilai pendidikan merupakan gerakan pembaharuan
multikultural di madrasah berbasis pendidikan dan proses untuk melatih
pondok pesantren DDI-AD Mangkoso dan membangun karakter peserta didik
Barru Sulawesi Selatan agar tertanam nilai-nilai humanis,
Dalam proses penanaman nilai- pluralis, demokratis yang mampu
nilai multikultural dilingkungan pondok diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
pesantren DDI-AD Mangkoso tentunya hari. Dari latar belakang budaya santri
juga mempunyai beberapa kendala, yang beragam adalah merupakan
baik itu berupa hamabatan ataupun tantangan yang harus menjadi
tantangan. Dari penulusuran penulis perhatian penuh oleh pembina dan guru
setelah melakukan observasi dan agar para santri tidak merasa ada
wawancara dengan beberapa pembina diskriminasi dan ketidakadilan yang
dan guru, hampir semua masih tercipta sehingga mereka bisa hidup
mengeluhkan infrastruktur yang ada di rukun dan tentram dalam kebersamaan.
pondok pesantren khususnya asrama
yang menjadi tempat santri berbaur
dengan santri-santri lainnya dan SIMPULAN
tentunya hal tersebut membutuhkan Dalam proses penanaman nilai-
perhatian yang serius agar dilingkungan nilai pendidikan multikultural di
pondok pesantren bisa tercipta suasana pondok pesantren DDI-AD Mangkoso,
yang menyenangkan. pembina dan guru-guru dapat
Kendala lainnya yang penghambat menerapkannya melalui beberapa
dalam proses penanaman nilai-nilai kegiatan seperti kegiatan formal
multikultural di lingkungan pondok sekolah berupa kegiatan belajar
pesantren DD-AD Mangkoso khususnya mengajar dan kegiatan non formal
pada pelajaran formal di sekolah adalah melalui kegiatan pengembangan diri
masih ada beberapa guru yang kurang dan kegiatan pembiasaan diri.
kompeten dalam mengajar serta Adapun keseluruhan rangkaian
kurangnya wawasan dalam proses kegiatan tersebut mengandung
pengajaran. Dalam menamamkan nilai- beberapa nilai-nilai pendidikan
nilai pendidikan multikultural, seorang multikutural, yaitu: demokrasi,
guru tidak hanya dituntut untuk keadilan, kerjasama, disiplin, saling
mampu secara profesional mengajarkan menghargai, saling menghormati,
mata pelajaran yang diampuhnya akan bertanggung jawab, belajar hidup
tetapi harus mampu menanamkan nilai- bersama atau berdampingan dengan
nilai keberagaman yang inklusif kepada kelompok lain yang berbeda, saling
para santri olehnya itu guru atau tolong-menolong, keragaman budaya,
pendidik harus memiliki minimal empat keberagaman bahasa, toleransi antar
kompetensi, yaitu: pedagogik, suku yang berbeda dan lain sebagainya.
komptensi personal, kompetensi sosial, Dalam proses penanaman nilai-
dan kompetensi profesional. nilai multikultural dilingkungan pondok
Sedangkan yang menjadi pesantren DDI-AD Mangkoso tentunya
tantangan dalam penanaman nilai-nilai juga mempunyai beberapa kendala,

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 203


baik itu berupa hamabatan ataupun tantangan yang harus menjadi
tantangan. Dari penulusuran penulis perhatian penuh oleh pembina dan guru
setelah melakukan observasi dan agar para santri tidak merasa ada
wawancara dengan beberapa pembina diskriminasi dan ketidakadilan yang
dan guru, hampir semua masih tercipta sehingga mereka bisa hidup
mengeluhkan infrastruktur yang ada di rukun dan tentram dalam kebersamaan.
pondok pesantren khususnya asrama Adapun beberapa rekomendasi
yang menjadi tempat santri berbaur yang penulis dapat berikan , yaitu: (a)
dengan santri-santri lainnya dan Memaksimalkan asrama sebagai salah
tentunya hal tersebut membutuhkan satu kelebihan yang menjadi ciri khas
perhatian yang serius agar dilingkungan pesantren dalam menanamkan nilai-
pondok pesantren bisa tercipta suasana nilai multikultural kepada santri yang
yang menyenangkan. mempunyai latar belakang budaya yang
Kendala lainnya yang penghambat berbeda; (b) Jadikan lingkungan asrama
dalam proses penanaman nilai-nilai menjadi sarana yang baik untuk
multikultural di lingkungan pondok meningkatkan kualitas pendidikan
pesantren DD-AD Mangkoso khususnya diluar jam pelajaran formal sekolah; (c)
pada pelajaran formal di sekolah adalah Gunakan sarana dan prasarana yang
masih ada beberapa guru yang kurang ada semaksimal mungkin untuk dapat
kompeten dalam mengajar serta bersaing terhadap kemajuan ilmu
kurangnya wawasan dalam proses pengetahuan dan teknologi yang terus
pengajaran. Dalam menamamkan nilai- berkembang utamanya dalam
nilai pendidikan multikultural, seorang meningkatkan prestasi santri; (d) Lebih
guru tidak hanya dituntut untuk meningkatkan pengawasan terhadap
mampu secara profesional mengajarkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam
mata pelajaran yang diampuhnya akan pondok pesantren agar tidak tercipta
tetapi harus mampu menanamkan nilai- kehidupan yang diskriminasi dan
nilai keberagaman yang inklusif kepada ketidakadilan; (e) Laksanakan
para santri olehnya itu guru atau semaksimal mungkin program
pendidik harus memiliki minimal empat kegiatan-kegiatan yang ada dalam
kompetensi, yaitu: pedagogik, pondok pesantrenagar bisa bersaing
komptensi personal, kompetensi sosial, dengan sekolah umum dan sekolah
dan kompetensi profesional. islam yang juga menerapkan sistem
Sedangkan yang menjadi asrama; (f) Permantapkan SDM
tantangan dalam penanaman nilai-nilai pendidik sebagai pembina santri pada
pendidikan multikultural tersebut kegiatan proses pembelajaran baik
bermula dari pendidikan multikultural disekolah maupu diasrama; (g)
belum mampu berdiri sebagi mata Meningkatkan pengawasan dari
pelajaran. Untuk itu, perlu adanya kegiatan-kegiatan baik kegiatan umum
upaya integrasi dalam mata pelajaran maupun kegiatan keagamaan yang ada
lain. Pendidikan multikultural di asrama yang menjadi ciri khas
merupakan gerakan pembaharuan pondok pesantren; dan (h) Mendorong
pendidikan dan proses untuk melatih dan memotivasi para santri untuk terus
dan membangun karakter peserta didik belajar dan mengembangkan setiap
agar tertanam nilai-nilai humanis, potensi yang dimilikinya agar bisa
pluralis, demokratis yang mampu mengharumkan nama pesantren.
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Dari latar belakang budaya santri
yang beragam adalah merupakan

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 204


DAFTAR RUJUKAN Pengembangan Masyarakat,
Aly, Abdullah. 2011. Pendidikan Islam Jakarta: P3M, 1988.
Multikultural Di Pesantren. Sulalah. 2012. Pendidikan Multikultural:
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Didaktika Nilai-Nilai Universalitas
Aly, Abdullah. 2008. pendidikan Islam Kebangsaan. Malang: UIN-Maliki
multikultural di pesantren: telaah Press.
terhadap kurikulum pondok Thobroni, Muhammad dan Mustafa,
pesantren modern Islam Assalam Arif. 2011. Belajar dan
Surakarta Tahun 2006/2007. Pembelajaran: Pengembangan
Disertasi, diajukan pada Program Wacana dan Praktik Pembelajaran
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dalam Pembangunan Nasional.
Yogyakarta. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Tilaar, H.A.R., 2009. Kekuasaan Dan
Pendidikan Metode dan Paradigma Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Baru. Bandung Remaja Ujan, Andre Atan dkk., 2009.
Rosdakarya. Multikulturalisme: Belajar Hidup
Assegaf, Abd. Rahman. 2011. Filsafat bersama dalam perbedaan.
Pendidikan Islam. Jakarta: Jakarta: PT Indeks.
Rajawali Press. Yaqin, M. Ainul. 2005. Pendidikan
Daulay, H. Haidar Putra. 2004. Multikultural, Cross-Cultural
Pendidikan Islam dalam Sistem Understanding Untuk Demokrasi
Pendidikan Nasional. Jakarta: dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar
Kencana. Media.
Hasil wawancara dengan Ibu Asriani Yasmadi. 2002. Modernisasi Pesantren:
Hamzah, pembina pondok Kritik Nurcholish Madjid Terhadap
pesantren DDI-AD Mangkoso. Pendidikan Islam Tradisional.
Tanggal, 12 November 2013. Jakarta: Ciputat Press.
Maksum, Ali. 2001. Pluralisme dan Ziemek, Manfred. t.t. Pesantren dalam
Multikulturalisme Paradigma Baru Perubahan Sosial. Jakarta: P3M
Pendidikan Agama Islam di Penghimpunan Pengembangan
Indonesia. Yogyakata: Aditya Pesantren dan Mayarakat.
Media Publishing.
Naim, Ngainun dan Sauqi, Ahmad. 2011. WEBSITE
Pendidikan Multikultural, Konsep Http://www.referensimakalah.com/20
dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz 12/11/pengertian-pendidikan-
Media. multikultural.html. di akses
Rahardjo, M. Dawam. 1995. Pesantren tanggal 16 november 2013.
dan Pembaharuan. Jakarta: PT. Http.id.
Pustaka LP3ES Indonesia. wikipedia/wiki/multikulturalisme
Soenhaji Saleh, Dinamika . Diunduh tanggal 05 september
Pesantren:Dampak Pesantren 2013.
Dalam Pendidikan dan

Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 2, Desember 2016 205

Anda mungkin juga menyukai