Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERAN SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA PENGEMBANGAN


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Multicultural
Dosen Pengampu: M. Triyanto, M.Pd.

Disusun oleh:

1. Putri Emil Yana (190102163)


2. Raudatul Jannah (190102165)
3. Riadatul Hikmah (190102166)
4. Siti Rahmatul Hudaeni (190102173)
5. Siti Widiana Maesuroh (190102174)
6. Suryani Irmawati (190102175)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN (FIP)

UNIVERSITAS HAMZANWADI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Adapun penyusunan makalah ini dilakukan sebagai salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Inklusi di Universitas Hamzanwadi selong jurusan ilmu
pendidikan program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

Dalam penyusunan Makalah ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada: bapak M. Triyanto, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah.

Penyusun menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sangat diharapkan.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dilingkungan Universitas Hamzanwadi
dan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Pancor, 25 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Multikultural
1. Pengertian Pendidikan Multikultural
2. Tujuan pendidikan multikultural
3. Fungsi pendidikan multikultural
B. Penerapan Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar
C. Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Multicultural di
Sekolah Dasar
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia.
Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang
begitu beragam dan luas. Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang mengharagai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan
tersebut tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi
inilah yang nantinya akan menjadikan keberagaman yang dinamis, kekayaan
budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk dilestarikan. Karakter
budaya yang khas pada masyarakat tersebut dapat diamati pada masyarakat
Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki
daerah teritorial dan budaya masing-masing yang khas.(Zakiyuddin : 2003 :
142).
Dalam pendidikan multikultural, setiap peradaban dan kebudayaan
yang ada berada dalam posisi yang sejajar dan sama, tidak ada kebudayaan
yang lebih tinggi atau dianggap lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang
lain, dialog meniscayakan adanya persamaan dan kesamaan diantara pihak-
pihak yang terlibat, anggapan bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari
kebudayaan yang lain akan melahirkan fasisme, nativisme dan chauvinism,
dengan dialog, diharapkan terjadi sumbang pemikiran yang pada gilirannya
akan memperkaya kebudayaan atau peradaban yang bersangkutan sehingga
nantinya terwujud masyarakat yang makmur, adil, sejahtera yang saling
menghargai perbedaan.
Hanum (2009) menyatakan tujuan utama pendidikan multikultural
mengubah pendekatan pembelajatan kearah memberi peluang yang sama pada
setiap peserta didik, yakni: 1). Tidak ada yang dikorbankan demi persatuan;
2). Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman; 3). Keunikan itu
juga dihargai. Hal ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-
nilai khususnya civitas akademika sekolah. Penekanan pemdidikan
multikultural lebih difokuskan pada pendidikannya. Siswa seharusnya dilatih
dan dibiasakan untuk memahami semua jenis pengetahuan, aktif
mendiskusikan konstruksi pengetahuan dan interpretasi.
Disadari atau tidak siswa sekolah dasar saat ini telah memasuki zona
budaya maya bahkan menjadi aktor sekaligus korban dalam wilayah geografi
mental tersebut. Tidak lagi menjadi hal baru dan mengherankan bahwa anak-
anak sekolah dasar di kota bima khususnya di desa sangiang mempunyai akun
pribadi seperti facebook, instagram, whatsaap, dan telegram sehingga kapan
saja dapat meng-update statusnya, merekayasa gambar, berita, dan
memposting ke wilayah publik. Siswa sekolah dasar sudah mampu
mendeskripsikan dirinya dengan bebas dengan siapa pun, merasa ok, hebat,
terkenal dan berlomba mengumpulkan teman sebanyak-banyaknya di media
sosial. Wilayah sosial siswa tidak lagi dibatasi tembok rumah dan halaman
sekolah tetapi diukur oleh kemampuan dan waktu mereka berkutat menjagkau
siapapun dan apapun dengan teknologi informasi (Dike, 2017).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural. Pengertian
pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian
istilah tersebut. Artikel ini akan membahas tentang pengertian, prinsip, tujuan,
dan relevansi pendidikan multikultural dengan tujuan pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan multicultural di sekolah?
2. Apa saja tujuan pendidikan multikultural di sekolah dasar ?
3. Apa fungsi pendidikan multikultural di sekolah dasar ?
4. Mengapa Pendidikan multicultural perlu diterapkan di sekolah dasar?
5. Bagaimana peran guru dalam Implementasi Pendidikan Multicultural Di
Sekolah Dasar?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian dari Pendidikan multicultural di sekolah.
2. Menjelaskan tujuan pendidikan multikultural di sekolah dasar
3. Mendeskripsikan fungsi pendidikan multikultural di sekolah
4. Mendeskripsikan Pendidikan multicultural perlu diterapkan di sekolah
dasar.
5. Mengetahui peran guru dalam implementasi Pendidikan multicultural di
sekolah dasar.
D. Manfaat
Manfaat yang penulis harapkan dari hasil penulisan makalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dalam Peran Sekolah Sebagai Lembaga Pengembangan
Pendidikan Multikultural
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Dapat meningkatkan kreativitas, kualitas siswa dalam Peran Sekolah
Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural
b. Bagi Siswa
Menambah pengetahuan dan motivasi belajar siswa dalam Peran
Sekolah Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Multikultural
1. Pengertian Pendidikan Multikultural
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian
kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini
kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka
multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana
untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya.
Multikulturalisme mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Multikulturalisme memandang sebuah masyarakat mempunyai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat yang coraknya seperti
sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat lebih kecil yang membentuk terwujudnya
masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah
mosaik tersebut.
Istilah “multibudaya” (multiculture) jika ditelaah asal-usulnya
mulai dikenal sejak tahun 1960-an, setelah adanya gerakan hak-hak sipil
sebagai koreksi terhadap kebijakan asimilasi kelompok minoritas terhadap
melting pot yang sudah berjalan lama tentang kultur dominan Lebih jauh
Alo Liliweri menjelaskan bahwa banyak budaya hidup di daerah-daerah
perbatasan antar Negara, antar-suku bangsa, antar-etnik, antar yang
memiliki keragaman budaya. Kita menggunakan istilah methaphors untuk
menggambarkan kebudayaan campuran (mixed culture).
Ada beberapa istilah yang menggunakan methapor yaitu: Pertama,
melting pot adalah masyarakat masih memelihara keunikan budaya untuk
membedakan keturunan mereka dengan orang lain. Dalam konsep ini
masing-masing etnis dengan budayanya menyadari adanya perbedaan
antara sesamanya. Namun, dengan perbedaan tersebut mereka dapat
membina hidup bersama dengan baik dan sehat. Hal ini dapat ditafsirkan
bahwa melting pot terdapat kekuatan untuk mensintesiskan kebudayaan
dari masing-masing kelompok. Kedua, tributaries yaitu menggambarkan
aliran sungai yang airnya merupakan campuran dari air dari sungai-sungai
kecil lain. Aliran sungai itu menuju kearah yang sama, ke sebuah muara.
Hal ini menggambarkan bahwa sungai itu merupakan lintasan dari
sejumlah budaya yang terus mengalir.
Masyarakat yang dibangun Amerika khususnya di New York dan
California. Will Kymlicka berpendapat, multibudaya merupakan suatu
pengakuan, penghargaan dan keadilan terhadap etnik minoritas baik yang
menyangkut hak-hak universal yang melekat pada hak-hak individu
maupun komunitasnya yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan
kebudayaannya. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme
antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan
etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa,
kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan,
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, hak asasi manusia,
hak budaya komunitas, dan konsepkonsep lainnya yang relevan.
Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai
interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia
yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, dan
kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yang
bersangkutan. Interaksi tersebut berakibat pada terjadinya perbedaan
pemahaman tentang multikulturalisme. Lebih jauh, perbedaan ini
berimplikasi pada perbedaan sikap dan perilaku dalam menghadapi kondisi
multikultural masyarakat. Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme harus
diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya
demokrasi, hak asasi manusia dan kesejahteraan hidup masyarakatnya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural.
Pengertian pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman
dalam pengertian istilah tersebut James Banks menyatakan bahwa
pengertian pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of
color. Pengertian ini senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh
Sleeter bahwa pendidikan multikultural adalah sekumpulan proses yang
dilakukan oleh sekolah untuk menentang kelompok yang menindas.
Pengertian-pengertian ini tidak sesuai dengan konteks pendidikan di
Indonesia karena Indonesia memiliki konteks budaya yang berbeda dari
Amerika Serikat walaupun keduanya memiliki bangsa dengan multi-
kebudayaan. Andersen dan Cusher (1994) mengatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman dikemukakan di atas.
Meskipun demikian, posisi kebudayaan yaitu keragamaan kebudayaan
menjadi sesuatu yang dipelajari dan berstatus sebagai objek studi.
Dengan kata lain, keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran
yang harus diperhatikan para pengembang kurikulum. Pendidikan
multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan multikultural.
Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang
atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-cara yang mendidik.
Disisi lain Pendidikan adalah Transfer of knowledge atau memindah ilmu
pengetahuan. Sedangkan Multikultural secara etimologis multi berarti
banyak, beragam dan aneka sedangkan kultural berasal dari kata culture
yang mempunyai makna budaya, tradisi.
2. Tujuan Pendidikan Multikultural
a. Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya
Mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa,
karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang
berpengaruh, dan kondisi social, politik, dan ekonomi dari berbagai
kelompok etnis mayoritas dan minoritas.
b. Perkembangan Pribadi
Menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih
besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas
pribadinya yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang
berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya
berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan
social siswa.
c. Klarifikasi Nilai dan Sikap
Merupakan langkah kunci dalam proses melepaskan potensi
kreatif individu untuk memperbarui diri dan masyarakat untuk tumbuh-
kembang lebih lanjut.
d. Kompetensi Multikultural
Dengan mengajarkan keterampilan dalam komunikasi lintas
budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif, analisis
kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir alternatif,
dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap,
harapan, dan perilaku.
e. Kemampuan Keterampilan Dasar
Untuk memfasilitasi pembelajaran untuk melatih kemampuan
keterampilan dasar dari siswa yang berbeda secara etnis dengan
memberi materi dan teknik yang lebih bermakna untuk kehidupan dan
kerangka berpikir dari siswa yang berbeda secara etnis.
f. Persamaan dan Keunggulan Pendidikan
Tujuan persamaan multikultural berkaitan erat dengan tujuan
penguasaan ketrampilan dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis.
Untuk menentukan sumbangan komparatif terhadap kesempatan belajar,
pendidik harus memahami secara keseluruhan bagaimana budaya
membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan pendidikan.
g. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial
Tujuan terakhir dari Pendidikan multikultural adalah memulai
proses perubahan di sekolah yang pada akhirnya akan meluas ke
masyarakat. Tujuan ini akan melengkapi penanaman sikap, nilai,
kebiasaan dan ketrampilan siswa sehingga mereka menjadi agen
perubahan sosial (social change agents) yang memiliki komitmen yang
tinggi dengan reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan
(disparities) etnis dan rasial dalam kesempatan dan kemauan untuk
bertindak berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu
memperbaiki pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping
mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan, ketrampilan
tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan komitmen moral atas
harkat dan persamaan.
h. Memiliki Wawasan Kebangsaan/Kenegaraan yang Kokoh
Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh
rasa kebangsaan yang kuat. Rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan
berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu
Pendidikan Multikultural perlu menambahkan materi, program dan
pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan
dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan
stereotipe.
i. Memiliki Wawasan Hidup yang Lintas Budaya dan Lintas Bangsa
sebagai Warga Dunia.
Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai
warga dunia (world citizen). Namun siswa harus tetap dikenalkan
dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa yang ada di
sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak berpikir secara internasional dengan
mengajak mereka untuk tetap peduli dengan situasi yang ada di
sekitarnya – act locally and globally.
j. Hidup Berdampingan secara Damai
Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan,
dengan menjunjung tinggi nilai kemanusian, dengan menghargai
persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok lain dan pada
gilirannya dapat hidup berdampingan secara damai.
3. Fungsi Pendidikan Multikultural
The National Council for Social Studies (Gorski, 2001)
mengajukan sejumlah fungsi yang menunjukan pentingnya keberadaan dari
pendidikan multikultural. Fungsi tersebut adalah :
a. Memberi konsep diri yang jelas.
b. Membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya
ditinjau dari sejarahnya.
c. Membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu
memang ada pada setiap masyarakat.
d. Membantu mengambangkan pembuatan keputusan (decision making),
partisipasi social, dan keterampilan kewarganegaraan (citizenship
skills)
e. Mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa.
B. Penerapan Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar
Dalam penerapan pendidikan multikultural guru harus memperhatikan
beberapa hal antara lain :
1. Perbedaan Agama
Pengertian agama menurut agama-agama monoteistik seperti
Kristen, Islam dan Yahudi menyimpulkan arti agama sebagai sebuah
pengakuan adanya Tuhan dan sebagai wadah untuk penyerahan diri
terhadapNya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan segala
keterbatasannya harus mentaati segala yang diperintaahkan Tuhannya dan
meninggalkan segala yang dilarang. Manusia harus selalu berada pada
jalan kebenaran, menjunjung tinggi moral, etika dan menegakkan
keadilan.
Di Indonesia, terdapat 6 agama yang di akui oleh
pemerintah.Selama ini, kebanyakan dari masyarakat Indonesia
menganggap agama sebagai Tuhan. Meskipun juga tidak bisa dikatakan
bahwa mereka mengesampingkan ajaran agama. Padahal, menegakan
ajaran agama yang penuh dengan nila-nilai kemanusiaan, menegakan
kebenaran dan menjauhi perbuatan yang merugikan diri sendiri tau orang
lain. Adalah inti dari ajaran dalam sebuah agama.
Di sekolahsekolah yang berbasis negeri, terdapat siswa-siswi yang
mempunyai keyakinan yang berbeda-beda. Maka, di situlah peran sekolah
terutama guru, untuk menjaga toleransi agar tidak terjadi benturan antara
siswa yang berbeda agama.Peran guru penting untuk menerapkan secara
langsung beberapa aksi guna membangun keberagaman siswa, guru
merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai
keberagaman disekolah, diantaranya:Seorang guru harus mampu untuk
bersikap demokratis, artinya dalam setiap tingkah launya, baik sikap
maupun perkataanya tidak diskriminatif (bersikap adil dan tidak
menyinggung) murid-murid yang berbeda agama dengannya.
Misalnya, ketika pelajaran sejarah guru menjelaskan tentang
materi perang salib yang melibatkan kelompok islam dan Kristen, maka ia
harus bersikap tidak memihak kelompok agama yang terlibat didalamnya.
Apabila guru memihak terhadap salah satu agama yang terlibat dalam
perang tersebut, maka analisa dan penjelasan akan menjadi subyektif,
akibatnya, akan melikai hati murid yng menganut agama yang berbeda,
selain itu, juga dapat meimbulkan permusuhan dalam diri diantara murid-
muridnya. Guru harus mempunyi kepedulian yang tinggi terhadap
kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama.
Contohnya, dalam peristiwa bom Bali (2003), maka seorang guru
harus menjelaskan bahwa sebaiknya kejadian tersebut jangan sampai
terjadi. Didalam semua agama jelas dikatakan bahwa penggunaan segala
macam bentuk kekerasan tidak dibenarkan.Seorang guru, harus mampu
menjelaskan inti dari ajaran agama adalah menciptakan perdamaian dan
kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Dialog dan musyawarah adalah
cara-cara penyelesaian segala bentuk masalah yang sangat dianjurkan oleh
agama dan segala kepercayaan yang ada. (M. Ainul Yaqin : 2005 : 36)
2. Perbedaan Bahasa
Bahasa merupakan alat manusia untuk berkomunikasi dan
berinteraksi antara yang satu dengan lainnya. Namun, pada
perkembangannya bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk
berkomunikasi tetapi bahasa juga mampu memasuki wilayah-wilayah
yang lebih luas yakni politik, sosial dan budaya Dalam masyarakat saat
ini, akan timbul rasa bahwa kelompok kita lebih baik dari kelompok
bahasa-bahasa lainnya seperti tumbuhnya diskriminasi terhadap bahasa-
bahasa yang di gunakan orang lain.
Hal ini salah satunya di pengaruhi oleh penggunaan bahasa yang
ada dalam sinetron diberbagai stasiun televisi. Dalam beberapa kisah
sinetron ada pelebelan dalam bahasa atau dialek tertentu yang
membedakan status sosial. Misalnya, dialek jawa, Madura dan betawi di
identikkan dengan bahasa orang-orang pinggiran yang berstatus sosial
rendah seperti pembantu rumah tangga, penjual sate dan orang-orang yang
tinggal di komplek perkampungan.
Hal ini, tentu merambah kepada siswa yang tidak lepas pada
penggunaan televisi dalam kehidupan sehari-hari.Untuk itu, peran guru
penting untuk membangun kesadaran kepada peserta didik agar mampu
melihat secara postif tentang keberagaman bahasa yang ada. Dalam hal
ini, ada dua poin penting yang dapat dilakukan guru:Guru harus
mempunyai wawasan yang cukup tentang bagaimana seharusnya
menghargai keberagaman bahasa.
Wawasan ini adalah dasar seorang guru agar sikap dan tingkah
lakunya menunjukan sikap yang sama dan selalu menghargai perbedaan
bahasa yang ada. Guru harus mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap
masalah-masalah yang menyangkut adanya dikriminasi bahasa yang
terjadi di dalam dan di luar kelas. Contohnya, ketika ada kejadian
mayoritas peserta didik menertawakan salah satu dialek dan aksen bahasa
salah seorang siswa yang sedang mengungkapkan pendapatnya di kelas,
maka guru harus segera mengambil tindakan seperti menghentikan
tindakan siswa yang sedang mentertawakan dan memberikan penjelasan
bahwa mentertawakan aksen dan dialek orang lain adalah tindakan yang
tidak terpuji dan dalam dunia akademis tidak dibenarkan karena
seharusnya penuh dengan nuansa saling menghargai antar sesama.(M.
Ainul Yaqin : 2005 : 74)
3. Perbedaan Gender
Gender adalah peran, sifat dan perilaku manusia dalam kehidupan
sehari-hari (bagi perempuan atau laki-laki). Dalam prakteknya peran, sifat
dan perilaku ini sangat dipengaruhi oleh anggapan-anggapan terhadap apa
yang layak diperankan atau dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.
Ataupun sebaliknya apa yang tidak boleh diperankan atau dilakukan oleh
perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun saat ini
hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan di anggap sama.
Namun, dalam realitanya kita masih melihat adanya peminggiran
hak-hak perempuan seperti jumlah wanita yang masih sedikit di lembaga
legislatif (DPR) sekitar 97 orang atau 17,32%[10] dibandingkan dengan
laki-laki. Selain itu, citra negatif yang lebih mudah melekat pada
perempuan yang memiliki status tertentu. Misalnya, perempuan lebih
mudah di cap negatif jika selesai bekerja tengah malam atau bekerja di
malam hari. Perempuan juga lebih banyak menjadi obyek kekerasan dan
kejahatan.
Perbedaan perlakuan juga sering terjadi di sekolah, misalnya
seorang guru lebih lembut jika berbicara dengan murid perempuan di
banding laki-laki. Padahal disini peran guru sangat strategis dalam
membangun kesadaran peserta didik untuk menjunjung hak yang sama
dan membangun sikap anti diskriminatif. Agar dapat mewujudkan sikap
seperti itu, guru mempunya peran:Guru mempunyai wawasan yang cukup
tentang kesetaraan gender. Wawasan ini penting karena guru adalah figur
utama yang menjadi pusat perhatian siswa dikelas, maka harus mampu
bersikap adil dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik perempuan
maupun lakilaki.Sensitif terhadap permasalahan gender.
Seorang guru harus sensitive terhadap prmasalahan gender yang
terjadi di dalam maupun diluar kelas seorang guru harus bisa mencegah
dan memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa tindakan
mereka adalah tindakan diskriminatif yang tidak dibenarkan. (M. Ainul
Yaqin : 2005 : 115)
4. Perbedaan Status Sosial
Dalam Negara yang sedang dilanda krisis sosoial seperti Indonesia,
timbulnya kesenjangan social di dalam kelompok masyarakat yang miskin
dan kaya sulit dihindari. Hal ini menimbulkan berbagai kelompok social
di dalam masyarakat. Seperti, kelompok masyarakat kelas atas yang
mempunyai sumber penghasilan yang lebih. Kelompok masyarakat kelas
menengah yakni yang mempunyai penghasilan tetap yang digunakan
untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Dan kelompok masyarakat
kelas bawah, yakni golongan masyarakat yang yang tidak mempunyai
penghasilan tetap tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan.
Dari realitas yang ada, biasanya kelompok masyarakat kelas atas
cenderung lebih berkuasa. Misalnya, siswa yang berstatus sebagai anak
pejabat atau orang kaya di perlakukan berbeda dengan siswa yang
termasuk kelompok masyarakat kelas bawah. Disini guru mempunyai
peran pokok terhadap pengembangan sikap siswa yang peduli dan kritis
terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang ada
disekitarnya.
Guru mempunyai peran penting dalam menumbuhkan sikap
kepedulian sosial siswa antara lain;Seorang guru sebaiknya mempunyai
wawasan yang cukup tentang berbagai macam fenomena social yang ada
di lingkungan murid-muridnya. Terutama yang berkaitan dengan
ketidakadilan social, politik, dan ekonomi seperti masalah kemiskinan,
pengangguran, korupsi.Guru sebaiknya mempunyai sensitifitas terhadap
diskriminiasi dan keyidakadilan social, ekonomi dan politik yang sedang
terjadi.Guru harus menerapkan secara langsung sikap anti diskriminatif,
sosial, politik dan ekonomi di kelas. Guru tidak membeda-bedakan antara
siswa anak pejabat dan siswa anak tukang becak, semua diperlakukan
sama. (M. Ainul Yaqin : 2005 : 147)
5. Perbedaan Etnis
Adanya keberagaman etnis dan ras yang berbeda di Indonesia
seharusnya tidak membuat masyarakat terpecah belah dan saling
memusuhi. Dalam sejarah banyak kisah yang menceritakan pernah terjadi
konflik antar etnis di Indonesia seperti yang terjadi di Kalimantan barat
sejak tahun 1933 dan di Sampit Kalimantan Tengah akhir tahun 2000
terjadi kerusuhan antara etnis Madura dan Dayak yang menyebabkan
banyak korban sia-sia. Perlakuan diskriminasi juga kerap terjadi di
sekolah misalnya, anak dengan etnis tertentu sering di bully karena
dianggap beda dengan teman-temannya.
Peran guru sangat penting unuk menghindari hal ini, antara
lain:Sebaiknya setiap guru harus mempunyai pemahaman dan wawasan
yang cukup tentang sikap anti diskriminasi etnis. Guru sebaiknya
mempunyai sensitifitas yang kuat mengenai gejala-gejala diskriminasi
etnis. Sekecil apapun bentuknya yang terjadi didalam dan di luar kelas.
Guru harus mamberikan contoh secara langsung melalui sikap dan tingkah
lakunya yang tidak memihak atau berlaku diskriminatif terhadap siswa
yang mempunyai latar belakang etnis atau ras tertentu.(M. Ainul Yaqin :
2005 : 191)
6. Perbedaan Kemampuan
Manusia dilahirkan dengan kemampuan berbeda, ada yang
dilahirkan berbeda secara fisik seperti diffable, tuna netra dan lain-lain.
Dan aja juga yang berbeda secara non fisik seperti gangguan mental dan
tingkat kecerdasan yang rendah.Perbedaan kemampuan tersebut, dapat
menyebabkan timbulnya diskriminasi dan pengurangan hak-hak individu
terhadap seseorang yang mempunyai kemampuan berbeda. Hal ini akan
memberikan hambatan bagi mereka untuk menjalankan aktifitasnya dan
berperanserta di masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan multicultural perlu
memberikan adanya upaya-upaya untuk menumbuhkan pemahaman dan
sikap siswa agar selalu menghormati, menghargai dan melindungi hak-hak
orang lain yang mempunyai perbedaan kemampuan.Guru harus
mempunyai wawasan dan pemahaman yang baik tentang pentingnya sikap
anti diskriminasi terhadap orang-orang yang mempunyai perbedaan
kemampuan.
Guru sebagai penggerak utama kesadaran siswa agar selalu
mengindari sikap yang diskriminatif, mampu mempraktekan wacana anti
diskriminasi langsung di dalam da di luar kelas.Guru harus tanggap
melihat adanya diskriminasi yang berkaitan dengan kemampuan ini dan
memberikan pemahaman kepada siswa bahwa semua manusia mempunyai
kekurangan tergantung bagaimana dapat mengelola kekurangan tersebut
menjadi kelebihan.
7. Perbedaan Umur
Kesalah pahaman dalam memahami dan mengartikan apa yang
diucapkan oleh lawan bicara, kadang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini sering terjadi diakibatkan oleh perbedaan umur
menyebabkan perbedaan pengetahuan antara individu. Misalnya,
kemampuan berbicara, memahami dan menganalisa siswa kelas satu SD
yang masih berusia 6 tahun berbeda dengan kemapuan siswa kelas empat
yang terusia 10 tahun. Apabila perbedaan umur ini tidak dipahami oleh
peserta didik maka akan terjadi kesalahpahaman ketika berinteraksi
dengan peserta didik.Selain terjadi kesalahpahaman, perbedaan umur juga
dapat menimbulkan diskriminasi terhadap anak dibawah umur dan orang
yang berusia lanjut.
Bentuk diskrimanasi yang terjadi beragam. Seperti
pengesampingan hak-hak anak untuk berkembang, untuk mendapatkan
perlindungan hukum, umtuk mendapatkan kasih sayang dari kedua orang
tuanya dan untuk mendapatkan pendidian yang layak. Leih lanjut
diskriminasi ini dapat juga berbentuk kekerasan terhadap anak dibawah
umur, pelecehan seksual erhadap anak dan pemaksaan terhadap anak
dibawah umur untuk bekerja.(M. Ainul Yaqin : 2005 : 260)
C. Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Multicultural di Sekolah
Dasar
Peran guru sebagai perangkai transisi keilmuan dari satu generasi ke
generasi lain sudah setua perjalanan peradaban manusia sendiri. Guru adalah
orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah
orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta
mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada
akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari suatu
proses pendidikan.( Hamzah B. Uno : 2008 : 15).
Guru merupakan ujung tombak dalam mengimplementasikan nilai-
nilai pendidikan multikultural di sekolah. Dalam usaha menentukan
keberhasilan pemahaman lintas budaya peserta didik, cara mengajar,
kepribadian guru, materi pembelajaran dapat mempengaruhi keberhasilan
proses pembelajaran dalam mendukung pengembangan situasi dan kondisi
yang kondusif di sekolah berdasarkan pada kehidupan mutltikultural bagi
warga sekolah khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya (Gaharu,
2014). Kegiatan pembelajaran pendidikan multikultural menurut Zubaidi
(2004: 77) adalah guru dituntut mau dan mampu menerapkan strategi
pembelajaran kooperatif harus menerapkan di antaranya: adanya saling
ketergantungan, adanya interaksi tatap muka yang membangun, pertanggung
jawaban secara individu, ketrampilan sosial dan efektivitas proses
pembelajaran dalam kelompok. Sekolah yang mengelola pendidikan
berdasarkan multikultural senantiasa menghormati, menghargai perbedaan
yang ada pada warga sekolah dengan latar belakang nilai agama, suku, ras,
bahasa, etnis dan golongan yang ada di sekolah, baik terhadap peserta didik,
guru, karyawan, staf kependidikan maupun komite sekolah dan semua
komponen yang berkepentingan dengan sekolah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan salah satu guru
SD Negeri Sangiang Pulau melalui via telepon seluler pada hari Jumat 30
oktober 2020 yang menyatakan bahwa: “Pada intinya peran saya sebagai guru
dalam implementasi nilai pendidikan multikultural di sekolah yaitu: dengan
kegiatan intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Dalam kegiatan intra misalnya
saya selalu memberikan pemahaman kepada peserta didik petingnya menjaga
keberagaman dan saya lakukan itu melalui penguatan materi keberagaman di
kelas, pada diskusi siswa saya tetap utamakan komunikasi 2 arah yang
humanis seperti layaknya seorang seorang anak dan orang tuanya.
Selanjutnya peran yang saya lakukan adalah sebagai fasilitator yang
berusaha memahami keunikan tiap individu di kelas dan selanjutnya pada
kegiatan ektrakurikuler yang saya lakukan adalah kegiatan kemah kebudyaan,
karnaval pakaian adat istiadat tiap-tiap daerah yang ada di indonesia serta
pendalaman nilai tentang bhineka tunggal ika dan pancasila”
(W.G.30.10.2020).
Guru memperhatikan anak secara personal dan menjalin hubungan
yang humanis bukan otoriter. Melalui komunikasi 2 arah, terjalin relasi seperti
layaknya teman. Guru selalu mengutamakan komunikasi, diskusi dan
kesepakatan kepada anakanak. Komunikasi dan kesepakatan dilakukan
kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Melalui diskusi,
perbedaan diolah menjadi hal yang wajar. Setiap diskusi menghasilkan
kesepakatan bersama. Melalui kesepakatan bersama guru menerapkan nilai-
nilai universal kemanusiaan Kemudian, peran guru dalam menerapkan
pendidikan multikultural di kelas yaitu guru berperan sebagai fasilitator, guru
berperan memahami keunikan individu dan guru berperan membangun
hubungan yang humanis kepada setiap anak, orangtua dan masyarakat.
Peran tersebut, sejalan dengan konsep pendidikan multikultural yang
dibangun oleh SD Negeri Sangiang Pulau: Menerapkan keadilan sosial
melalui memberi kesempatan setiap anak untuk mengalami proses belajar.
Anak berkebutuhan khusus juga memiliki kesempatan belajar di SD Negeri
Sangiang Pulau. Menerapkan kemanusiaan melalui memberikan ruang
kepercayaan kepada anak, dialog, kesepakatan dan tidak menjauhkan anak
dari lingkungannya. Dan dalam kegiatan ektrakurikuler guru melakukan
kegiatan kemah kebudyaan, karnaval pakaian adat istiadat tiap-tiap daerah
yang ada di indonesia serta pendalaman nilai tentang bhineka tunggal ika dan
pancasila, ini dilakukan untuk mendorong kesadaran peserta didik tentang
pentingnya menjaga keberagaman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian
kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini
kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka
multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya. Multikulturalisme
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan. Multikulturalisme memandang sebuah
masyarakat mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam
masyarakat yang coraknya seperti sebuah mosaik.
Peran guru sebagai perangkai transisi keilmuan dari satu generasi ke
generasi lain sudah setua perjalanan peradaban manusia sendiri. Guru adalah
orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah
orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta
mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada
akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari suatu
proses pendidikan.( Hamzah B. Uno : 2008 : 15).
B. Saran
Setelah saya menyelesaikan penulisan makalah ini, saya sadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya.untuk itu saya mohon
saran dan kritik dari pihak yang membacanya. Dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ainul Yaqin, M. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk


Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media. 2005.
Andersen dan Cusher, “Multicultural and Intercultural Studies” dalam C. Marsh (ed),
Teaching Studies of Society and Environment ( Sydney: Prentice-Hall, 1994).
Agil, Said Munawar Husin al-Munawar. 2006. Fiqih Kehidupan antar Agama Menata
Masyarakat Berbasis Multikultural, dalam Masa Depan Bangsa dan
Radikalisme Agama. Bandung: Gunung Djati Press.
Agus Wibowo dan Hamrin. 2012. Menjadi Guru Berkarakter : Strategi Membangun
Kompetensi dan Karakter Guru. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Akhmad Hidayatulloh Al Arifin. Implementasi Pendidikan Mutikultural dalam
Praktis Pendidikan di Indonesia, Jurnal Pengembangan Pendidikan Fondasi
dan Aplikasi. Vol.1 No.1 Juni 2012.
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. Sukabumi: CV
Jejak (Jejak Publisher).
Baldah, Wardatul. Sumarna, Cecep dan Yuniarto, Bambang. 2016. Pengaruh
Penanaman Nilai-nilai multikultural Terhadap Pembentukan Sikap Pluralis
Siswa di MTS Negeri Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon.
Jurnal Edueksotis, 1 (1). Budianta, M. (2003). “Multikulturalisme dan pendidikan
multikultural: Sebuah Gambaran Umum”. Tsaqafah Vol 1, No. 2 P: 8-16

Anda mungkin juga menyukai