Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROBLEMA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

OLEH :

KELOMPOK 4

DOMINIKA DESRYANI NDAUMANU

HELENA MARIA BE BUNGA AN

HELLEN S.K.M. KILMAS

ELDA YEWANGU

ESMA KOTE

KELAS/ SEMESTER :

B/III

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas bekat dan penyertaan-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah dengan judul “Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia”
dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah


Pendidikan Multikultural. Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan pembaca mengenai Problema Pendidikan
Multikultural di Indonesia.

Makalah ini dapat diselesaikan dengan adanya bimbingan dan dukungan


dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Petrus Ly,M.Si dan Bapak Sumardi W. Ndolu,M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Multikultural. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini belum sempurna, baik dari segi


sistematika penulisan maupun tata bahasa. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun guna pengembangan dan
penyempurnaan makalah ini menjadi yang lebih baik.

Akhir kata, kami mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan pengetahuan bagi pembaca.

Kupang, 23 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural

2.2 Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu Negara besar di dunia dan jumlah


penduduk yang sangat banyak dengan berbagai macam
agama,suku,ras,bahasa,sosial,budaya yang mendiami wilayah Indonesia
menjadikan masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat multicultural.
Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan. Bila
dikelola dengan baik dan benar, kemajemukan dan multikulturalitas
menghasilkan kekuatan positif bagi pembangunan bangsa. Sebaliknya, jika
tidak dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas bisa
menimbulkan konflik dan kekerasan sosial.
Jika melihat dari sejarah Indonesia, mulai dari masa-masa
prakemerdekaan, seputar kemerdekaan, seputar pergantian tahun 1965,
sepanjang kurun orde baru, semasa kejatuhan pemerintahan Soeharto, dan
selama pemerintahan orde Reformasi hingga hari ini, kehidupan bangsa
Indonesia penuh diwarnai tragedy sosial dan konflik yang berujung pada
terjadinya tindakan kekerasan seperti kerusuhan Sampit, konflik agama di
Maluku,Poso,Ambon, menunjukan betapa rapuhnya konstruksi kebangsaan
berbasis multicultural di Indonesia.
Kasus Sampit adalah kasus etnis yang paling mengegerkan negeri ini,
konflik warga Dayak dan warga Madura di kota Sampit ibukota Waringin
Timur, Kalimantan Tengah memakan ratusan korban jiwa. Padahal mereka
telah lama hidup berdampingan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Pendidikan Multikultural ?

2. Bagaiamana Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pendidikan Multikultural


2. Untuk mengetahui bagaimana problematika multicultural di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural

Bhinneka tunggal Ika adalah semboyan dari Negara Indonesia yang


berarti berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hal ini sudah jelas menandakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku bangsa,
agama, bahasa,dan sebagainya. Kelompok-kelompok budaya seperti
Aceh,Batak, Minangkabau, Dayak, Jawa, Bugis, Ambon, Papua dan lain-lain
adalah contoh dari keragaman tersebut. Oleh sebab itu pula, Negara Indonesia
disebut sebagai negara multikultural. Keragaman ini memang diakui telah
memunculkan beberapa persoalan, misalnya perkelahian antarsuku,
separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak
orang lain. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu solusi,
salah satunya adalah model pendidikan yang bersifat multikultural. Pendidikan
multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan penekanan
terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. \

Dengan model pendidikan ini, diharapkan masyarakat Indonesia mampu


menerima, menolerir, dan menghargai keragaman yang ada di Indonesia. Dalam
dunia pendidikan multikultural, seorang pendidik seharusnya tidak saja
profesional dalam bidang akademik, tetapi juga harus mampu menanamkan
nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural itu, yakni demokrasi, humanisme,
dan pluralisme.Pendidikan multikultural diharapkan mampu menjawab
tantangan aman di masa globalisasi ini. Pendidikan merupakan salah satu tolak
ukur dan standar mengenai seberapa jauh suatu negara mampu bersaing di
dunia internasional. Semakin baik mutu pendidikan suatu negara, maka negara
itu semakin siap dalam menghadapi persaingan global. Multikulturalisme
berasal dari kata multi : yang berarti plural, kultural: yang berarti kultur atau
budaya, dan isme: yang berarti paham atau aliran. Dalam perkembangannya,
multikulturalisme tidak lebih dari sebuah istilah yang menyempurnakan
gagasan sebelumnya yaitu pluralisme. Multikulturalisme adalah respon
terhadap realitas, dimana masyarakat selalu menjadi plural ; jamak dan tidak
monolitik.

Keanekaragaman membawa perbedaan dan dapat berujung pada


konflik. Namun bukan berarti konflik selalu disebabkan oleh perbedaan. Dari
sudut pandang agama, keragaman keyakinan,budaya, dan pandangan hidup
penting untuk diangkat kembali mengingat penganut agama-agama di Indonesia
masih awam, sehingga sangat rawan dengan konflik dan kekerasan. James A.
Banks memberikan pengertian tentang Pendidikan Multikultural sebagai
konsep, ide, atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan ( set of
believe ) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman
budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas
pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu,kelompok maupun
negara. Pendidikan multikultural juga dapat diartikan sebagai sebuah gerakan
reformasi yang dirancang untuk menghasilkan sebuah transformasi di sekolah,
sehingga peserta didik baik dari kelompok gender maupun dari kelompok
budaya dan etnik yang berbeda akan mendapat kesempatan yang sama untuk
menyelesaikan sekolah.(Menurut )Paul Gorski pendidikan multikultural
merupakan pendekatan progresif untuk mengubah pendidikan secara holistik
dengan mengkritik dan memusatkan perhatian pada kelemahan,kegagalan, dan
praktek diskriminatif di dalam pendidikan. Keadilan sosial, persamaan
pendidikan, dan dedikasi melandasi pemberian kemudahan pengalaman
pendidikan dalam mewujudkan semua potensinya secara penuh dan
mewujudkan manusia yang sadar dan aktif secara lokal, nasional, dan global.
a. Problem umum kependidikan

Problema pendidikan timbul akibat dari pesatnya kemajuan teknologi


modern yang semakin bnayak mempengaruhi sistem kehidupan di Negara
berkembang dan yang sedang berkembang. Meskipun kemajuan teknologi itu
sendiri mula-mula bersumber dari sistem kependidikan yang telah ada, akan
tetapi dampaknya terhadap kehidupan masyarakat sangat kompleks.Karena
pengaruh dari kemajuan teknologi, berbagai sistem kehidupan yang telah ada
terdorong kearah berbagai perubahan sosial, baik yang mengandung dampak
negatif maupun dampak positif diukur dengan kebudayaan pada masing-masing
masyarakat itu sendiri.

Di semua Negara, bila kita teliti secara cermat, akan didapati problema
pokok yang tekait dengan sistem dengan sistem dan pola kependidikan
nasionalnya masing-masing dalam lima permasalahan dasar, serupa dengan
identikasi dari Phillips H. Coombs, yang ia sebutkan sebagai “Lima faktor
krisis kependidikan ” (The five educational crisis) yaitu :

1. Pertambahan anak usia sekolah, yang mengakibatkan banyaknya


anak yang tidak dapat tertampung di sekolah.
2. Produk (hasil) atau out put pendidikan di sekolah tidak seimbang
dengan kebutuhan masyarakat, terutama yang sedang membangun
dimana dari sekolah itu diharapkan tenaga-tenaga ahli yang terampil
untuk memacu proses pembangunan yang sedang dijalankan.
3. Kurangnya sumber biaya merupakan faktor yang sungguh
memberatkan pihak pengelola sekolah. di samping harus
meningkatkan mutu hasil pendidikan di sekolahnya, ia harus pula
dengan susah payah mencari dana untukmembiayai jalannya
pendidikan di sekolah. Oleh kerena itu,memerlukan bantuan dari 3
instansi Pemerintah,Masyarakat, dan Keluarga, sebagai
tritunggalnya penanggung jawab pendidikan.
4. Kurangnya efektivitas dan efisiensi kerja. Meskipun faktor ini
banyak berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah, akan tetapi faktor guru dan tenaga
administratif juga berpengaruh, misalnya karena sarana ekonomis
rendah (tidak mencukupikebutuhan hidup), para guru terpaksa harus
merangkapkerja di luar kependidikan atau bekerja di beberapa
sekolah lainnya.
5. Kurang jelasnya tujuan pendidikan yang dirumuskan, menjadi arah
proses kependidikan di sekolah atau di luar sekolah ( pendidikan
non formal) .Menurut hillips . Cooms, faktor-faktor tersebut di atas
terdapat hampir di seluruh Negara, terutama di Negara-negara yang
sedang berkembang.

Di Indonesia, selain menghadapi problem di atas, juga menghadapi


permasalahan pendidikan yang lain, seperti :

1. Pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat masihdalam perjuangan


melalui program pembnagunan nasioanal. Agar sekolah dapat
menjangkau rakyat banyak, maka titik berat pembangunan bidang
pendidikan diletakkan pada memperluas pendidikan tingkat dasar.
2. Profesi guru kurang menarik minat para pemuda-pemudiIndonesia,
karena satu hal dan lain hal gajinya relatif lebih rendah daripada
bekerja di bidang non guru misalnya di bank atau di perusahaan
swasta nasional maupung asing. Di samping itu, status sosial guru
kurang dipandang tinggi dibandingkan misalnya status sosial kepala
kantor atau direktur suatu perusahaan.
3. Berkaitan dengan pembinaan watak bangsa yang beridentitas
Pancasila, masalah metode pendidikan dan materinya masih belum
efektif. Bidang studi yang berkaitan dengan pembinaan watak
bangsa, seperti Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa, belum nampak adanya keterpaduan
kurikulum, sehingga masing-masing guru yang memegang bidang
studi tersebut belum beranjak serempak.

Oleh karena permasalahan kependidikan bagi masyarakatmodern


merupakan akibat dari proses kehidupan yang semakin meningkat, maka
permasalahannya tetap berkembangan sejalan dengan proses kehidupan
masyarakat itu sendiri, pemecahannya harus didasarkan pada skala prioritas
permasalahan mana yang harus dipecahkan lebih dahulu dan mana yang masih
dapat ditunda.

b. Faktor-faktor munculnya Problematika di Indonesia

Masalah"masalah yang muncul dari pendidikan multikultur ada dua


hal,yaitu

Pertama, pendidikan multikultural merupakan suatu proses,


artinya konsep pendidikan multikultural yang baru dimulai dalam dunia
pendidikan di Indonesia merumuskan proses perumusan, refleksi, dan
tindakan di lapangansesuai dengan perkembangan konsep-konsep yang
fundamental mengenai pendidikan dan hak asasi manusia.

Kedua, pendidikan multikultural merupakan suatu yang


multifaset, oleh sebab itu meminta suatu pendekatan lintas disiplin ilmu,
maupun dari para pakar dan praktisi pendidikan untuk semakin lama
semakin memperhalus dan mempertajam konsep pendidikan
multikultural yang dibutuhkan oleh masyarakat.

c. Upaya Penyelesaian Poblematika Pendidikan Multikultural di


Indonesia. Upaya terhadap konsep tersebut antara lain,

Pertama, reformasi kurikulum yaitu diperlukan teori kurikulum


baru, antara lain yang berisi analisis historis, termasuk dianalisis buku-
buku pelajaran yang tidak sesuai dengan pluralisme budaya.
Kedua, mengajarkan prinsip"prinsip keadilan sosial juga dalam
hal inidiperlukan aksi"aksi budaya atau social action untuk
mengembangkan nilai-nilai budaya dan ras.

Ketiga, mengembangkan kompetensi mulitkultural. Hal ini


meliputi pengembangan identitas etnis dan sub etnis melalui kegiatan-
kegiatankebudayaan.

Keempat , melaksanakan pedagogik kesetaraan (equality


pedagogy). Pedagogik kesetaraan dilaksanakan di sekolah misalnya Para
belajar dan mengajar yang tidak menyinggung perasaan atau tradisi
dalam suatu kelompok tertentu.

2.2 Problem Pendidikan Multikultural di Indonesia

Penerapan pendidikan multikultural di Indonesia masih


mengalami berbagai hambatan atau problem. Problem pendidikan
multikultural di Indonesia memiliki keunikan yang tidak sama dengan
problem yang dihadapi oleh negara lain. Keunikan faktor-faktor
geografis, demografi, sejarah dan kemajuan sosial ekonomi dapat
menjadi pemicu munculnya problem pendidikan multikultural di
Indonesia. Problem pendidikan multikultural di Indonesia secara garis
besar dapat dipetakan menjadi dua hal, yaitu : problem kemasyarakatan
pendidikan multikultural dan problem pembelajaran pendidikan
multikultural.

1. Problem Kemasyarakatan Pendidikan Multikultural Di Indonesia

Dalam studi sosial, ajakan agar selalu hidup berdampingan


secara damai ( koeksistensi damai) ini merupakan bentuk sosialisasi
nilai yang terkandung dalam multikulturalisme. Kesadaran akan
pentingnya kemajemukan mulai muncul seiring gagalnya upaya
nasionalisme negara, yang dikritik karena dianggap menekankan
kesatuan daripada keragaman. Bertolakdari kenyataan ini, kini dirasakan
semakin perlunya kebijakan multikultural yang memihak keragaman.

a.Keragaman "Identitas Budaya Daerah”

Keragaman budaya daerah memang memperkaya khasanah


budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia
yang multikultural. Namun kondisi neka-budaya itu sangat berpotensi
memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecembururuan sosial. (salah ini muncul jika tidak ada komunikasi antar
budaya daerah. tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada
berbagai kelompok budaya lain justru dapat menjadi konflik dan
menghambat proses pendidikan multikultural. Dengan adanya
pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah
tertentu bisa saling mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling
berkomunikasi.

b. Pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah

Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, Indonesia


dihadapkan para beragam tantangan baru yang sangat kompleks. Salah
satu di antaranya yang paling menonjol adalah persoalan budaya. -alam
arena budaya, terjadinya pergeseran kekuatan dari pusat ke daerah
membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan
keragamannya.

c. kurang kokohnya nasionalisme

Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang


menyatukan (integrating force) seluruh pluraritas negeri ini. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional dan ideologi
negara berfungsi sebagai integrating force.
d. fanatisme sempit

Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang


salah adalah fanatisme sempit, yang menganggap bahwa kelompoknya
yang paling benar, paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi.
Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak
terjadi di masyarakat. Di Gejala bonek (bondo nekat) di kalangan
supporter sepak bola nampak menggejala di tanah air.

e. Konflik kesatuan nasional dan multikultural

Ada tarik menarik antara kepentingan kesatuan nasional dengan


gerakan multikultural. Di satu sisi ingin mempertahankan kesatuan
bangsa dengan berorientasi pada stabilitas nasional. Namun dalam
penerapannya, bangsa Indonesia pernah mengalami konsep stabilitas
nasional ini dimanipulasi untuk mencapai kepentingan-kepentingan
politik tertentu.

f. kesejahteraan ekonomi yang tidak merata diantara kelompok budaya

Kejadian yang nampak bernuansa SARA seperti Sampit


beberapa tahun yang lalu setelah diselidiki ternyata berangkat dari
kecemburuan sosial yang melihat warga pendatang memiliki kehidupan
sosial ekonomi yang lebih baik dari warga asli. Jadi beberapa peristiwa
di tanah air yang bernuansa konflik budaya ternyata dipicu oleh
persoalan kesejahteraan ekonomi. pendidikan multikultural diharapkan
dapat mendidik seseorang untuk berperilaku menurut aturan yang
berlaku. Selain itu, pendidikan multikultural diharapkan dapat
mengajarkan perbedaan-perbedaan yang dijumpai di masyarakat karena
di masyarakat terdiri dari beragam lapisan, seperti si kaya dan si miskin
atau golongan borjuis dan proletar.
2. Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural di Indonesia

Pendidikan multikultural yang akhir-akhir ini sedang hangat


dibicarakan ternyata tidak terlepas dari berbagai problem yang
menghambatnya. Selain problem kemasyarakatan, pendidikan
multikultural juga tidak lepas dari problem dalam proses
pembelajarannya.

Beberapa permasalahan awal pembelajaran berbasis budaya


multikultural pada tahap persiapan awal, antara lain :

 Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokalmaupun


budaya peserta didik.
 Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta
didiknya, terutama dalam konteks mata pelajaranyang akan
diajarkannya.
 Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkanperalatan yang
dapat merangsang minat, ingatan, danpengenalan kembali peserta
didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam konteks
budaya masing!masing serta dalam dimensi pengalaman belajar
yang diperoleh.
Pada kenyataannya berbagai dimensi dari keberagaman budaya
Indonesia dapat menimbulkan masalah dalam proses pembelajaran,
terutama dalam kelas yang budaya etnis peserta didiknya sangat
beragam, antara lain:
a. Masalah seleksi dan integrasi (content selectionand integration)
mata Pelajaran
Implementasi pendidikan mutikultural dapat terhambat oleh problem
seleksi dan integrasi isi mata pelajaran yang akan diajarkan. Masalah
yang muncul dapat berupa ketidak mampuan guru memilih aspek
dan unsur budaya yang relevan dengan isi dan topik mata pelajaran.
Untuk mengatasi problem di atas, guru harus memiliki pengetahuan
budaya yang memadai. selain itu diperlukan sikap dan keterampilan
yang bijaksana dalam memilih metode atau materi pelajaran yang
mengandung sensivitas budaya, misalnya materi tentang perbedaan
etnis atau agama.
b. Masalah “Proses mengkonstrusikan Pengetahuan”, (the knowledge
construction process).
Selain masalah seleksi dan integrasi isi mata pelajaran,masalah
proses mengkonstruksi sebuah pengetahuan dapatmenjadi problem
bagi pendidikan mutikultural. Jika peserta didik terdiri dari berbagai
budaya, etnis, agama, dan golongan dapat memunculkan kesulitan
tersendiri untuk menyusun sebuah bangunan pengetahuan yang
berlandaskan atas dasar perbedaan dan keragaman budaya.
c. Masalah mengurangi Prasangka (prejudice reduction)
Salah satu masalah lain yang muncul dalam pembelajaran
mutikultural adalah adanya prasangka dari peserta didik terhadap
guru bahwa guru tertentu cenderung mengutamakan unsur budaya
kelompok tertentu. Selain itu, guru belum dapat mengusahakan
kerjasama (cooperation) dan pengertian bahwa strategi pemakaian
budaya tertentu bukan merupakan kompetisi, tetapi sebuah
kebersamaan. Oleh karena itu guru harus mengusahakan bagaimana
agar peserta didik yang belum mengenal budaya yang dijadikan
media pembelajaran menjadi tidak berprasangka bahwa guru
cenderung mengutamakan budaya tertentu.
d. Masalah kesetaraan paedagogi (equity paedagogy)
Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya
etnis atau kelompok tertentu dan secara tidak sadar menafikan
budaya kelompok lain. untuk mempersiapkan atau memilih unsur
budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi dari berbagai
sumber dan pustaka sehingga guru dapat melaksanakan kesetaraan
paedagogi. Guru harus memiliki “khasanah budaya” mengenai
berbagai unsur budaya dalam tema tertentu. Misalnya jika
menerangkan tentang kesenian teater, guru dapat menyebutkan dan
mengidentikasi beragam kesenian dari berbagai daerah seperti
Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah), Lenong
(Betawi), dan Ketoprak (Yogyakarta)
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikanyang


memberikan penekanan terhadap proses penanaman carahidup yang
saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat
pluralitas yang tinggi.

Problematika Pendidikan Multikultural di Indonesia meliputi 2 hal


yakni,

1. Problem Kemasyarakatan Pendidikan Multikultural dan


2. Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/28505971/
problematika_Pendidikan_multikultural_di_Indonesia_docx

Anda mungkin juga menyukai