DI INDONESIA
Dosen Pengampu :
MEDAN
2022/2023
I
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Segala puja setinggi puji kami panjatkan kepada sang Ilahi Allahu Rabbi, atas
segala limpahan Rahmat dan karunianya serta nikmat yang diberikan kepada kami
selaku pemakalah Kelompok 12. Karena dialah yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelasaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelasaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya diakhirat kelak.
Ribuan terima kasih kami tak henti ucapkan atas sega;la hal sehingga kami mampu
untuk menyelasaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah
Pendidikan Multikultural yang di ampu oleh Ibu Dosen Dr. Meyniar Albina M.A.
Maka dari itu Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 12
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Masalah...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Kesimpulan.........................................................................................................9
B. Saran....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
i
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa sebelum merdeka sampai orde reformasi terlihat bahwa hubungan
multikultural di Indonesia sangat rendah sehingga menyebabkan beberapa kejadian yang
sangat disayang terjadi misalnya, terjadinya konflik di Ambon, Maluku, Poso dan juga
kerusuhan di kota Sampit. Hal ini menunjukkan bahwa multikultural masih kurang
diperhatikan sehingga menyebabkan hal-hal tersebut.
Dan kasus yang mencengangkan yaitu kasus di kota Sampit ( Kasus Etnis ) dan kasus
sangat menggegerkan warga Indonesia karena tak bisa dipungkiri bahwa daerah yang
bermasalah ialah warga Madura dengan warga Dayak yang tepatnya ada di Kalimantan
Tengah, padahal kedua daerah ini sudah lama hidup berdampingan. Tetapi dengan adanya
masalah yang terjadi menyebabkan banyak korban.
Jadi karena itu kami sebagai penulis akan membahas tentang problematika pendidikan
multikultural di Indonesia.1
1
Tobroni, dkk, pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, Civil society, dan Multikulturalisme, PuSAPoM,
Malang, 2007, hal. 280
1
BAB II
PEMBAHASA
2
Sedangkan menurut Paul Gorski Pendidikan Multikultural adalah pendekatan
progresif untuk mengubah pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan
memusatkan perhatian pada kelemahan dan kegagalan.
Problem Pendidikan itu timbul akibat daru pesatnya kemajuan teknologi modern
yang semakin bangak mempengaruhi oleh kehidupan sistem di negara ini yang
berkembang dan yang sedang berkembang. Meskipun kemajuan teknologi ini sendiri
bermula bersumber dari sistem kependidikan yang telah ada, akan tetapi dampaknya
terhadap kehidupan masyarakat sangatlah kompleks.
Karena Pengaruh dari arus kemajuan teknologi, Banyak sistem dari kehidupan yang
telah ada menjadi terdorong ke arah perubahan sosial.
Di semua negara, bila kita teliti, akan didapati problema pokok yang sudah terkait
dengan sistem dan pola kependidikan nasionalnya masing-masing dalam lima
permasalahan dasar.
1. Pertambahan anak usia sekolah yang menakibatkan banyaknya anak yang tidak
dapat tertampung di sekolah dikatenakan jumlah peserta didik yang semakin
meningkat.
2. Produk pendidikan di sekolah tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat.
Karena sekolah kurang manpu untuk menampung aspirasi dari tuntutan
masyarakat.
3. Kurangnya sumber biaya yang harus diatasi oleh oemerintah bahkan
masyarakatnya itu sendiri.
4. Kurangnya efektivitas dan efesiensi kerja, karena ini sangat berkaitan dengan
Penyediaan sarana dan sarana pendidikan di sekolah.
5. Kurang jelas ha tujuan pendidikan yang dirumuskan menjadi arah proses
pendidikan di luar sekolah
3
1. Pemerataan pendidikan bai seluruh rakyat yang masuk si perjuangan melalui
probgam pembangunan nasional
2. Profesi guru kurang menarik minat para pemuda di Indonesia, karena hal lain
yang gajinya relatif lebih rendah daripada bekerja pada bidang non guru.
3. Berkaitan dengan pembinaan yang berfokus pada watak bangsa yang
beridentitas Pancasila, Pendidikan sejarah perjuangan bangsa ini belum nampak,
sehingga masing-masing guru yang memegang bidang studi tersebut.
Oleh karena permasalahan kependidikan bagi masyarakat modern merupakan akibat
dari proses kehidupan yang semakin meningkat, maka permasalahannya tetap berkembangan
sejalan dengan proses kehidupan masyarakat itu sendiri, pemecahannya harus didasarkan
pada skala prioritas permasalahan mana yang harus dipecahkan lebih dahulu dan mana yang
masih dapat ditunda.
Kedua, untuk mempromosikan nilai-nilai budaya dan ras, tindakan sosial atau budaya
juga diperlukan ketika mengajarkan ide-ide keadilan sosial.
2
H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan
Nasional, Grasindo, Jakarta, 2004, hal. 170
4
Kembangkan kompetensi multikultural Anda ketiga. Penciptaan identitas etnis dan
sub-etnis melalui kegiatan budaya termasuk dalam kategori ini.
Mengadopsi pedagogi kesetaraan, keempat. Pedagogi kesetaraan digunakan di
sekolah, misalnya, untuk menemukan cara belajar dan mendidik yang tidak menyakiti
perasaan atau tradisi seseorang.3
B. Problem Pendidikan Multikultural di Indonesia
Pendidikan multikultural ini juga bisa diterapkan dalam proses pembelajaran tetapi
karena masyarakat menyukai pembelajaran ini memberikan kesan yang tidak baik, dan
perbedaan budaya lokal/ etnis juga bisa mempengaruhinya.
Oleh karena itu ada beberapa masalah tentang kebudayaan/ multikulturalisme dalam
proses pembelajaran yaitu:
3
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan, Indonesia Tera, Magelang, 2003, hal 171-172
5
Untuk mempersiapkannya, keragaman yang sudah ada harus diakui sebagai sesuatu
yang harus ada dan dibiarkan berkembang secara alami. Selain itu, sistem manajemen konflik
diperlukan untuk mengidentifikasi kemungkinan konflik lebih awal dan mengambil tindakan
untuk menyelesaikannya, termasuk di dalamnya melalui pendidikan multikultural. Dengan
adanya pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah tertentu bisa
saling mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling berkomunikasi.
d. Fanatisme sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah fanatisme
sempit, yang menganggap bahwa kelompoknya yang paling benar, paling baik dan kelompok
lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak
terjadi di masyarakat. Gejala bonek (bondo nekat) di kalangan supporter sepak bola nampak
menggejala di tanah air. Kecintaan pada klub sepak bola daerah memang baik, tetapi
kecintaan yang berlebihan terhadap kelompoknya dan memusuhi kelompok lain secara
membabi buta maka hal ini tidak sehat. Apalagi bila fanatisme ini berbaur dengan isu agama
6
(misalnya di Ambon, Maluku dan Poso, Sulawesi Tengah) maka akan dapat menimbulkan
gejala ke arah disintegrasi bangsa. Di sini pendidikan multikultural memiliki peran yang
penting sebagai wahana peredam fanatisme sempit. Karena di dalam pendidikan multikultural
terkandung ajaran untuk menghargai seseorang atau kelompok lain walaupun berbeda suku,
agama, rasa atau golongan.
7
berbagai permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen pembelajaran, sejak persiapan
awal dan implementasinya.
Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik.
Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama
dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya.
Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang
minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-
masing dalam konteks budaya masing-masing serta dalam dimensi pengalaman belajar
yang diperoleh.
Pada kenyataannya berbagai dimensi dari keberagaman budaya Indonesia dapat
menimbulkan masalah dalam proses pembelajaran, terutama dalam kelas yang budaya etnis
peserta didiknya sangat beragam, antara lain :
a. Masalah seleksi dan integrasi isi (content selection and integration) mata
pelajaran
Implementasi pendidikan mutikultural dapat terhambat oleh problem seleksi dan
integrasi isi mata pelajaran yang akan diajarkan. Masalah yang muncul dapat berupa
ketidakmampuan guru memilih aspek dan unsur budaya yang relevan dengan isi dan topik
mata pelajaran. Selain itu masih banyak guru yang belum dapat mengintegrasikan budaya
lokal dalam mata pelajaran yang diajarkan, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna
bagi peserta didik.
Untuk mengatasi problem di atas, guru harus memiliki pengetahuan budaya yang
memadai. selain itu diperlukan sikap dan keterampilan yang bijaksana dalam memilih metode
atau materi pelajaran yang mengandung sensivitas budaya, misalnya materi tentang
perbedaan etnis atau agama. Guru juga dapat memberikan sentuhan warisan budaya sehingga
dapat memotivasi peserta didik mendalami akar budayanya sendiri dan akan menghasilkan
pembelajaran yang kuat bagi peserta didik. Guru juga dapat menggunakan teknik belajar
kooperatif dan kerja kelompok untuk meningkatkan integrasi ras dan etnis di sekolah dan di
kelas.
8
b. Masalah “proses mengkonstrusikan pengetahuan” (the knowledge construction
process)
Selain masalah seleksi dan integrasi isi mata pelajaran, masalah proses
mengkonstruksi sebuah pengetahuan dapat menjadi problem bagi pendidikan mutikultural.
Jika peserta didik terdiri dari berbagai budaya, etnis, agama, dan golongan dapat
memunculkan kesulitan tersendiri untuk menyusun sebuah bangunan pengetahuan yang
berlandaskan atas dasar perbedaan dan keragaman budaya. Seringkali muncul kesulitan
dalam menentukan aspek budaya mana yang dapat dipilih untuk membantu peserta didik
memahami konsep kunci secara tepat.
Selain itu, guru juga masih banyak yang belum dapat menggunakan frame of
referencedari budaya tertentu dan mengembangkannya dari perspektif ilmiah. Hal ini terkait
kurangnya pengetahuan dari guru tentang keragaman budaya. Problem lain yang dapat
muncul adalah munculnya bias dalam mengembangkan perspektif multikultur untuk
mengkonstruksi pengetahuan. Kekhawatiran yang muncul adalah munculnya diskriminasi
dalam pemberian materi pelajaran sehingga hanya memunculkan satu kelompok atau
golongan tertentu yang menjadi pokok bahasan pembelajaran.
Dengan mengambil contoh yang sepadan, guru dapat menghindari prasangka bahwa
dia mengutamakan unsur budaya tertentu. Situasi tersebut mendorong kebersamaan antar
peserta didik dan saling memperkaya unsur budaya masing-masing.
9
Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok
tertentu dan (secara tidak sadar) menafikan budaya kelompok lain. Untuk mempersiapkan
atau memilih unsur budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi dari berbagai sumber
dan pustaka sehingga guru dapat melaksanakan kesetaraan paedagogi. Guru harus memiliki
“khasanah budaya” mengenai berbagai unsur budaya dalam tema tertentu. Misalnya jika
menerangkan tentang kesenian teater, guru dapat menyebutkan dan mengidentifikasi beragam
kesenian dari berbagai daerah seperti Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah),
Lenong (Betawi), dan Ketoprak (Yogyakarta).
1
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan
penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi. Maka dari sebagai pemaham dan pengamat pendidikan
multicultural harus senantiasa menjadi smart dan terintergritas
1
DAFTAR PUSTAKA
Banks, James. A. 1993. Multicultural Education: Issues and Perspective. Needham Heights,
Massachusetts: Allyn and Bacon.
Gorski, Paul. 2001. Six Critical Paradigm Shiifd For Multicultural Education and The
Question We Should Be Asking, http/www. Edchange.org/multicultural, diakses
tanggal 1 Juli 2011.