Deskripsi Umum
Modul Keluarga dan Pendidikan di dalam Keluarga KB 1 akan
membawa kita untuk menggali konsep keluarga secara umum yang
dikembangkan tentang keluarga yang dimulai dengan pengertian
keluarga menurut beberapa ahli, tipe-tipe keluarga, fungsi keluarga yang
dikembangkan di dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dengan
anak serta tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak.
Capaian Pembelajaran
Menguasai konsep keluarga secara umum serta dapat serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari khusunya dalam
tanggungjawab di dunia pendidikan.
1|P age
Sub Capaian Pembelajaran
1. Menguraikan Konsep keluarga
2. Menganalisis tipe-tipe keluarga
3. Menilai fungsi keluarga
4. Menilai tanggungjawab orang tua dalam mendidik anak
Tanggung
Konsep tipe-tipe fungsi jawab orang tua
keluarga keluarga keluarga dalam
mendidik anak
2|P age
Uraian Materi:
A. Konsep keluarga
Keluarga adalah struktur kecil dari masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih
besar. Para ahli filsafat dan analis sosial telah melihat bahwa masyarakat
adalah struktur yang terdiri dari keluarga, Confucius berpendapat bahwa
kebahagiaan dan kemakmuran akan tetap ada dalam masyarakat jika saja
semua orang bertindak benar sebagai anggota keluarga dan menyadari
bahwa orang harus mentaati kewajibannya sebagai anggota masyarakat
(Evi dan Ajeng, 2020,31).
Secara tradisional dan legal, keluarga mengacu pada dua atau
lebih orang yang dihubungkan dengan kelahiran, pernikahan, atau
adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga (Eshlemen,
2003). Definisi ini menunjukkan sesuatu yang penting tentang ikatan
kehidupan dan hubungan yang legal. Kata keluarga mengacu pada
orang-orang (suami, istri, saudara, paman, bibi, nenek, kakek, dst), dan
keberadaan anak, serta termasuk perasaan khusus, cinta dan kasih
saying (Coltrane dan Collins,2002). Menurut, Newman dan Grauerholz
(2002), kata keluarga digunakan untuk menggambarkan hubungan
sebagian besar orang yang biasa disebut sebagai kerabat, yaitu: suami
dan istri, orangtua dan anak, saudara laki-laki dan saudara
perempuan, kakek-nenek, keponakan, paman, bibi dst. Terlebih, kata
keluarga juga dapat dipergunakan untuk menggambarkan hubungan
yang nyata dan imaginasi yang berlandaskan cinta, komitmen,
pengorbanan, dan kewajiban. Kata keluarga juga sering digunakan
untuk menunjuk rumah tangga (household), walau sebenarnya
keduanya memiliki definisi yang berbeda. Konsep rumah tangga
hanya ditekankan pada orang atau kelompok orang yang hidup bersama
di sebuah tempat tinggal, sehingga bisa terdiri dari satu orang yang
tinggal sendirian atau banyak orang yang tinggal bersama.
Sementara secara sosiologis, sebuah keluarga adalah sebuah
kelompok sosial (social group), sebuah sistem sosial (social system), dan
sebuah lembaga sosial (social institution) (Endry, 105).
3|P age
sexual bonded, intimate, and primary network. As social
system, it has many interdependent components with major
differentiations by gender, race, class, age, size and so
forth. As social intitution, the family meets broads societal
goals that center on intimate relationships and the
reproduction and socialization of children ” (Roos, 2003,3).
4|P age
kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan
darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.
Meskipun keluarga didefenisikan secara berbeda, namun terdapat
kesamaan dalam rumusan yang berbeda. Kesamaan itu mencakup ciri-ciri
pokok, yakni:
a. Keluarga merupakan kelompok atau persekutuan sosial yang paling
kecil.
b. Keluarga terbentuk apabila ada ikatan darah, perkawinan atau adopsi
tetapi juga bisa karena tidak memiliki ikatan darah
c. Keluarga merupakan suatu persekutuan yang berawal dari dua orang
yang berbeda jenis kelamin
d. Saling memiliki ketergantungan dan kedekatan secara emosional.
Di dalam keluarga peran orang tua menjadi penting untuk
mengatur anggota keluarga. Proses sosialisasi terjadi di dalamnya juga
peran orang tua dalam hubungan dengan mendidik anak-anak. Peran
orang tua itu bukan dilakukan dalam waktu yang terbatas saja tetapi akan
berkesinambungan dalam pendidikan anak, terutama dalam memotivasi
belajar mereka. Besar kecil kontribusi seorang orang tua di dalam
keluarga sangat berpengaruh pada anggota keluarga yang lainnya. Dalam
hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak maka peran keluarga
dalam hal ini orang tua menjadi sangat diperlukan dalam poses
pendidikan anak. Hal yang lebih luas tentang peran dan tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan anak akan dibahas lebih lanjut pada
bagian berikutnya.
B. Tipe-tipe Keluarga
Penting juga untuk menjelaskan pada bagian ini tentang tipe
keluarga sebab tipe keluarga juga turut memengaruhi pola atau
pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan proses pendidikan bagi
anak di dalam keluarga.
Tipe Keluarga dibedakan atas dua bagian yakni Tipe keluarga
tradisional dan non tradisional. Tipe keluarga Tradisional (Maria, 2017,
16-17) terdiri atas:
a. Keluarga inti (nuclear family) Keluarga inti ialah keluarga kecil dalam
satu rumah. Dalam keseharian, anggota keluarga inti ini hidup
bersama serta saling melindungi. Mereka merupakan bapak, ibu, dan
anak- anak.
5|P age
b. Keluarga Besar (extended family) Keluarga besar merupakan gabungan
dari beberapa keluarga inti yang bersumbu dari satu keluarga inti.
Satu keluarga memiliki beberapa anak, lalu anak-anak-nya menikah
dan memiliki anak, dan kemudian menikah lagi dan memiliki anak
pula. Anggota keluarga besar terdiri dari kakek, nenek, paman, tante,
keponakan, saudara sepupu, cucu, cicit, dan lain sebagainya.
c. Keluarga Dyat (Pasangan inti). Pasangan inti adalah sepasang suami
istri yang baru menikah. Mereka telah membina rumah tangga tetapi
belum dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak
memiliki anak lebih dulu. Akan tetapi jika dikemudian hari memiliki
anak, maka status tipe keluarga ini menjadi keluarga inti.
d. Keluarga Single Parent Single parent adalah kondisi seseorang tidak
memiliki pasangan lagi. Hal ini bisa disebabkan oleh perceraian atau
meninggal dunia. Akan tetapi, single parent mensyaratkan adanya
anak, baik anak kandung maupun anak angkat. Jika ia sendirian maka
tidak bisa dikatakan sebagai keluarga meski sebelumnya pernah
membina rumah tangga.
e. Keluarga Single Adult. Keluarga single adult yaitu pasangan yang
mengambil jarak atau berpisah sementara waktu untuk kebutuhan
tertentu, misalnya bekerja atau kuliah. Seseorang yang berada jauh
dari keluarga ini kemudian tinggal di rumah kontrakan atau indekost.
Orang yang mengambil jarak inilah yang kemudian disebut sebagai
single adult. Meski ia telah memiliki pasangan di suatu tempat namun
ia terhitung single di tempat lain.
6|P age
orang tua tirinya inilah yang dimaksud dengan the stepparent
family.
d. Comunal Family. Keluarga ini berada di dalam penampungan
atau memang memiliki kesempatan bersama untuk hidup satu
atap. Hal ini bisa berlangsung dalam waktu yang singkat,
sampai dengan waktu yang lama. Mereka tidak memiliki
hubungan darah namun memutuskan hidup bersama dalam
satu rumah, satu fasilitas dan pengalaman yang sama.
e. The non Marital Heterosexual Conhabiting Family. Tanpa ikatan
pernikahan, sesorang memutuskan hidup bersama pasangannya.
Namun dalam waktu yang relative singkat, sesorang itu
kemudian berganti pasangan lagi dan tetap tanpa hubungan
pernikahan.
f. Gay and Lesbian Family. Seseorang dengan jenis kelamin yang
sama menyatakan hidup bersama sebagaimana pasangan suami
istri (material partners).
g. Cohabiting Couple. Sesorang yang tinggal merantau karena
merasa satu negara atau satu daerah, kemudian dua atau lebih
orang bersepakatan untuk tinggal bersama tanpa ikatan
pernikahan. Kehidupan mereka seperti kehidupan berkeluarga.
h. Group-Marriage Family. Beberapa orang dewasa menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama dan mereka merasa sudah
menikah, sehingga berbagai sesuatu termasuk seksual dan
membesarkan anaknya.
i. Group Network Family. Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan
atau nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama
lainnya, dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga
bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
j. Foster Family. Seorang anak kehiangan orangtua nya, lalu ada
sebuah keluarga yang bersedia menampungnya dalam kurun
waktu tertentu. Hal ini dilakukan hingga anak tersebut bertemu
dengan kedua orangtua kandungnya. Dalam kasus lain, bisa jadi
orangtua si anak menitipkan kepada seseorang dalam waktu
tertentu hingga ia kembali mengambil anaknya.
k. Institutional. Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu
panti. Entah dengan alasan dititipkan oleh keluarga atau
7|P age
memang ditemukan atau kemudian ditampung oleh panti atau
dinas social.
l. Homeless Family. Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang
dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
Selain tipe keluarga yang disebutkan di atas, ada juga jenis keluarga.
Jenis keluarga dibedakan berdasarkan kekuasaan, jenis perkawinan dan
jenis anggotanya.
1. Keluarga berdasarkan kekuasaan dibedakan atas 3 jenis yaitu
Patriakal, matriakal dan equalitarian.
2. Keluarga berdasarkan jenis perkawinan dibedakan atas 3 jenis yakni
monogamy, poligami dan poliandri
3. Keluarga berdasarkan jenis anggotanya dibedakan atas keluarga inti,
keluarga besar, keluarga berantai, keluarga tunggal (single family) dan
keluarga berkomposisi. Jenis yang terakir ini jarang dijumpai di
negara kita karena kita tidak menganut budaya demikian dan tidak
mengakuinya. Lebih banyak terjadi di dunia Barat. Jenis keluarga ini
lebih dikenal di Indonesia dengan istilah kumpul kebo.
C. Fungsi keluarga
Setiap orang tua di dalam keluarga memiliki cara tersendiri dalam
melakukan fungsinya secara maksimal dalam rangka membentuk
kepribadian anak tetapi juga anggota keluarganya agar menjadi pribadi
yang baik, yang dapat bertanggungjawab untuk dirinya tetapi juga untuk
orang lain yang ada disekelilingnya. Anak atau anggota keluarganya
dapat melakukan interaksi yang baik dengan orang-orang di luar
keluarganya bahkan dengan masyarakat luas. Agar harapan itu dapat
berjalan dengan baik maka setiap keluarga khususnya orang tua harua
dapat melakukan fungsinya dengan baik. Fungsi keluarga yang dilakukan
dengan baik turut memberi pengaruh bagi berbagai segi kehidupan
manusia.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
merumuskan delapan fungsi keluarga. Delapan fungsi ini sesungguhnya
menjadi pengetahuan setiap keluarga dan dapat diwujudkan oleh masing-
masing keluarga. Delapan fungsi keluarga itu adalah
8|P age
1. Fungsi Agama
Fungsi ini terkait dengan tanggung jawab keluarga untuk memberi
penanaman nilai-nilai dasar keagamaan sesuai dengan agama yang dianut
oleh masing-masing keluarga. Penanaman nilai keagamaan ini menjadi
penting mengingat di negara kita ada multi agama dan bukan mono. Ada
enam agama yang diakui oleh negara. Pengakuan terhadap keberagaman
agama dan pengakuan tentang nilai-nilai yang dihidupi oleh masing-
masing agama dan pemeluknya mesti dihargai. Penghargaan terhadap hal
itu akan bisa diwujudkan jika dmulaii dari dalam keluarga sudah
ditanamkan nilai penghargaan terhadap agama lain dan nilai-nilai yang
dihidupi di masing-masing agama. Kemajemukan agama adalah sesuatu
yang tidak bisa terhindari namun harus bisa dijaga dengan toleransi antar
umat beragama yang dimulai dari dalam keluarga masing-masing.
2. Fungsi Perlindungan
Keluarga adalah tempat dimana seorang anak mendapat
perlindungan yang pertama dan utama karena dengan demikian maka
anak akan dapat mengembangkan potens dirinya dan akan menjadi
pribadi yang akan terus berkembang sesuai dengan potensi diri yang
dimilikinya. Kepercayaan diri kepada anak perlu dipupuk sebagai bentuk
perlindungan keluarga bagi sang anak.
9|P age
diapun akan mampu menjadi pribadi yang dapat mengasihi orang
lain/sesamanya yang dijumpai dalam kehdupannya. Benih cinta kasih itu
disemai mulai dari dalam keluarga masing-masing.
.
5. Fungsi Reproduksi
Reproduksi atau melahirkan generasi baru adalah bagian dari fungsi
keluarga. Hal ini dimaksudkan agar dari keluarga-keluarga yang
dibentuk akan lahir generasi-generasi baru yang bisa melanjutkan tongkat
estafet bagi pembangunan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Artinya bahwa fungsi ini tetap menjadi penting untuk dilakukan, namun
tidak dapat dipungkiri juga bahwa dalam perkawinan tidak semua
keluarga dapat melahirkan generasi baru sama sekali atau secara alamiah.
Itu persoalan lain yang dapat menjadi bahan untuk didiskusikan bersama
di luar ini.
6. Fungsi Ekonomi
Tidak ada satu orangpun yang tidak membutuhkan uang dalam
hidupnya walaupun uang bukan segalanya bagi setiap orang. Uang
memang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan setiap individu
maupun keluarga. Uang dapat membatu setiap orang maupun keluarga
untuk memenuhi kebutuhan ekonominya karenanya setiap orang di
dalam keluarga mesti saling menopang dalam upaya untuk pemenuhan
kebutuhan ekonomi bahkan mengupayakan peingkatan ekonominya.
8. Fungsi Lingkungan
10 | P a g e
Keluarga juga berperan dalam menanamkan nilai pelestarian
lingkungan dimana dia berada. Hal itu dimulai dengan perilaku yang
kelihatannya sederhana tetapi memberi dampak yang besar yakni
menjaga kebersihan lingkungan dengan cara membuang sampah pada
tempatnya. Tidak semua orang memiliki kesadaran dan perilaku
membuang sampah pada tempatnya sebagai bentuk menjaga kebersihan
lingkungan. Sesuatu hal dapat menjadi kebiasaan jika hal itu diajarkan
berulang-ulang dan dipraktekkan juga berulang-ulang. Hal ini menjadi
bagian penting juga dari fungsi keluarga yang menanamkan kesadaran
dan mempraktikkan perilaku menjaga lingkungan secara berulang-ulang,
mulai dari hal yang sederhana sehingga dapat diperluas dalam wujud
yang lain dan lebih besar.Jika hal ini dianggap sepeleh maka akan menjadi
masalah serius bagi semua orang dan bahkan seluruh mahkluk.
11 | P a g e
d. Memelihara dan membesarkan anaknya. Tanggung jawab ini
merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan. Tanggung jawab
dalam hal ini melindungi dan menjamin keshatan anaknya, baik
secara jasmani maupun rohani.
e. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga
bila ia telah dewasa akan mampu untuk mandiri.
Apa yang dijelaskan Hasbullah ini megisyaratkan bahwa tanggung
jawab orang tua kepada anak mencakup berbagai aspek kehidupan.
Bukan saja memelihara dan membesarkan anak tetapi juga memberikan
cinta kasih, motivasi, memberikan dasar-dasar moral, tanggungjawab
sosial, serta pendidikan bagi anak.
Dalam hubungan dengan tanggung jawab orang tua bagi anak,
maka dikenal apa yang diisebut sebagau pola asuh dalam mendidik anak.
Pola asuh adalah suatu cara atau model yang digunakan orang tua dalam
mendidik anaknya agar mencapai suatu tujuan yang diharapkan.
Pendidikan di dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian anak dan sangat memengaruhi perkembangan
anak karena orang tua adalah pembentuk pribadi pertama bagi anak. Apa
yang menjadi gaya hidup orang tua akan menjadi gaya hidup anak
kelak karena anak cenderung meniru apa yang dicontohkan orang tua.
Pola asuh adalaj juga suatu proses interaksi antara orang tua dan anak
dalam rangka menuju proses kedewasaan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Dorothy Law Nolte pernah menulis sebuah puisi :
Jika anak dibesarkan dengan celaan ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan dengan permusuhan, ia belajar
berkelahi.
Jika anak dibesarkan denga cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan teloransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia
belajar menemukan cinta dalam kehidupan”.
Puisi yang ditulis Dorothy ini menggambarkan tentang sebuah pola
pendidikan dan hasilnya. Apa yang diharapkan orang tua, sangat
12 | P a g e
ditentukan oleh cara atau pola yang dipakai orang tua dalam mendidik
anaknya.
Penelitian Diana baumrind pada 1971, sebagaimana dikutip oleh
Estlein menyebutkan bahwa tipe pola asuh adalah sikap orang tua
terhadap pengasuhan anak sebagai upaya untuk mensosisalisasikan anak-
anak mereka (Estlein, 2016,1-3). Ada beberapa pola asuh yang ditunjukan
oleh para orang tua. Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak
dapat dibedakan atas 5 jenis yaitu
1. Pola asuh otoriter (Authoritarian parenting) Merupakan gaya
pengasuhan anak yang bersifat hirarki. Orang tua berada pada posisi
teratas sehimgga otrang tua dengan bebas memberikan aturan
dengan tujuan untuk melakukan pengontrolan dan pembatasan
terhadap anak. Tujuannya agar anak dianggap patuh dan wajib
mengikuti aturan yang sudah ditetapkan orang tua. Orang tua yang
otoriter juga cenderung memukul anak itu, menegakkan aturan
dengan tegas tetapi tidak menjelaskannya, dan menunjukkan
kemarahan kepada anak itu. Anak-anak dari orang tua otoriter dapat
berperilaku agresif.
13 | P a g e
yang lepas kontrol seperti ini akan sangat mudah dipengaruhi oleh
lingkungan sehingga mereka akan cenderung terlibat dalam
narkoba, merokok, minuman beralkohol atau yang lainnya. Anak
akan sulit mengendalikan diri ketika lingkungan menawarkan
sesuatu yang sifatnya negatif seperti yang disebutkan di atas karena
orang tua tidak pernah menyalahkan atau membenarkan.
5. Pola asuh Neglectful (Neglectful parenting). Pada pola asuh ini, orang
tua memahami peran dan tanggung jawab mereka hanyalah sebatas
memenuhi kebutuhan dasar saja. Aspek material saja yang lebih
diprioritaskan sedangkan aspek non material diabaikan seperti pada
perkembangan emosi anak, kehidupan sosiannya, bahkan juga pada
perkembangan emosi, social dan emosional. Anak yang dididik
dengan pola asuh seperti ini akan cenderung memiliki harga diri yag
rendah, memiliki ketidaksesuain psikologis yang buruk sama seperti
anak yang diasuh secara otoriter. Dari sisi akademik, anak dengan
pola asuh seperti ini memberikan dampak yang negative. Hal ini
terjadi karena kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak dan
sumber belajar menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam hal
belajat yang baik.
14 | P a g e
b. Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan turut menentukan cara
berpikir dan tentu mempengaruhi kemampuan orang tua untuk
mempraktekkan pola asuh yang tepat
c. Status ekonomi serta pekerjaan orang tua. Orang tua yang cendrung
sibuk dengan pekerjaannya cenderung mengabaikan waktu untuk
memperhatikan kebutuhan anaknya.
Tiga argument di atas menunjuksn bahwa faktor yang memengaruhi pola
asuh orang tua tidak hanya ditentukan dari dalam (internal) saja tetapi
juga dari luar (faktor eksternal).
Forum Diskusi
1. Bacalah kasus pembunuhan yang terdapat dalam link berikut :
https://www.kompas.tv/article/370042/satu-keluarga-di-bekasi-
yang-tewas-ternyata-diracun-suami-untuk-tutupi-kasus-
pembunuhan-berantai
Cobalah untuk menganalisa kasus itu kemudian berikan argument
Anda sejauh mana sang pelaku memahami konsep keluarga bagi
dirinya sehingga dia tega melakukan hal itu bagi istri dan anak-
anaknya?
Apakah ada sesuatu yang bermasalah dengan konsep berpikirnya
atau ada factor lain di luar dirinya yang membentuk konsep pikirnya?
2. Pilihlah satu kasus yang dijumpai pada anak di sekolah Anda yang
paling menonjol dan berat dan lakukanlah analisa terhadap
keberadaan anak tersebut. Dengan memperhatikan tipe pola asuh
yang diurakan dalam uraian materi, termasuk kategori manakah pola
asuh yang diterapkan orang tua sang anak. Bagaimana Anda selaku
seorang guru dapat menolong sang anak agar persoalannya tidak
memengaruhi proses dan hasil belajarnya?
15 | P a g e
4. Masih dijumpai banyak kasus dimana ada orang tua yang
mempunyai pandangan yang negatif terhadap orang lain yang
berbeda agama. Bahkan tidak jarang pula perilaku itu ditujukan
kepada keluarga dekatnya. Hal yang sama kemudian diwarisi oleh
sebagian anggota keluarganya tetapi sebagian justru menunjukkan
sikap yang berbeda. Bagaimana Anda menganalisa masalah ini
dengan melihat salah satu fungsi keluarga sebagai fungsi agama.
16 | P a g e
Daftar Pustaka
Baktri Maria H, 2017 Manajemen keperawatan (konsep dan aplikasi dalam
praktik keperawatan profesional). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga
Becona, E., Martínez, et.al,. (2011). Parental styles and drug use: A review.
Drugs: Education Prevention and Policy,
Clara Evi &Wardani Ajeng A.D, 2020, Sosiologi Keluarga, UNJ Press,
Jakarta
Coltrane, S. and Collins, R. 2001, Sociology of marriage anda the family;
gender, love, and Property, Canada: Wadsworth Thompson Learning
Estlein, R. (2016). Parenting Styles. Dalam C. L. Shehan (Ed.), Encyclopedia
of Family Studies., h. 1–3). John Wiley & Sons, Inc.
Eshleman, J. Ross. 2003. The family, USA: Pearson Education, Inc
Newman, D.M.and Grauerholz,L, 2002, Sociology of family, New York
Sage Publications, Inc.
Fatimaningsih Endry, Jurnal Sosiologi, Vol. 17, No. 2
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, 2012, Jakarta, Rajawali Press
Irma Rostiana, Wilodati, Mirna Nur Alia A, Hubungan Pola Asuh Orang
Tua dengan Motivasi Anak untuk Bersekolah, Jurnal Sosietas,Vol.5
No 2
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Suhendi Hendi, et al, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, Pustaka Setia,
Bandung
https://doi.org/10.3109/09687637.2011.631060
https://doi.org/10.1002/9781119085621.wbefs030
https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
17 | P a g e