Dampak Miskonsepsi Cara Pandang terhadap Peran Laki Laki berdasarkan Gender di
Lingkungan Keluarga terhadap Pembentukan Karakter Maskulinitas Beracun
Proposal Skripsi
Disusun Oleh : Yulia Salsabila Putri 072011733028
Program Studi Antroplogi
Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
Semester Genap 2022/2023
Latar Belakang Menurut Gayle, seks dan gender merupakan suatu rangkaian pengaturan, yang digunakan oleh masyarakat untuk mentransformasi seksualitas biologis menjadi produk kegiatan manusia (Tong, 2013). Dalam hal ini Seks dan Gender sejatinya merupakan kedua konsep yang terpisah dimana Seks merupakan sesuatu yang secara biologis memisahkan antara perempuan dan laki laki. Seks meliputi alat kelamin seperti vagina dan rahim pada perempuan serta penis, testis dan buah zakar para laki laki (Kartini, Ade, and Asep Maulana, 2019). Selain itu alat reproduksi seperti sperma, sel telur, kelenjar payudara juga termasuk bagian dari seks. Perbedaan seks dalam perempuan dan laki laki bersifat pemberian dari tuhan sejak manusia lahir, sehingga bersifat tidak dapat diubah (Rokhimah, 2014). Apabila diubah pun hanya akan merubah bentuknya saja namun tidak dapat merubah fungsinya. Sedangkan Gender merupakan konstruksi sosial yang membentuk sifat yang melekat pada perempuan dan juga laki laki (Marzuki, 2007). Konstruksi gender terbentuk karena beberapa faktor antara lain dari budaya maupun kondisi sosial masyarakat. Perempuan disifatkan sebagai makhluk yang penuh kasih sayang, dimana perempuan diharapkan sebagai makhluk yang penuh cinta karena dia harus mengasuh anaknya dari kecil hingga dewasa dan melayani suaminya. Perempuan juga dituntut menjadi makhluk yang penurut, karena hal tersebut akan memudahkan pihak laki laki sebagai ordinat dalam mengambil keputusan. Sifat ceria juga diharapkan ada dalam diri perempuan sebagai bentuk upaya penghiburan terhadap suaminya setelah beraktivitas dan bergelut di ruang public (Tong, 2013). Kemudian ada sifat empati, dimana perempuan dituntut untuk lebih peka dalam memahami perasaan orang lain, karena dia bertanggung jawab dalam memelihara sifat sifat positif dalam keluarganya. Disisi lain menurut gender laki laki dicirikan sebagai makhluk yang menguasai peran publik sehingga mereka diharapkan sebagai manusia yang berani, dalam mengambil tindakan dan juga berbicara di depan umum untuk menyuarakan pendapatnya. Laki laki juga disifatkan sebagai manusia yang kuat khususnya dalam kekuatan fisik yang akan digunakan untuk melindungi diri dan keluarganya. Laki laki juga dituntut sebagai sosok yang tegar dan tabuh untuk mengekspresikan perasaan seperti menangis. Disisi lain laki laki yang marah lebih diterima masyarakat karena terkait dengan sifat ketegasan dan kekuatan yang harus dimilikinya. Konstruksi yang dilekatkan baik kepada perempuan dan laki laki membuat perbedaan antara laki laki dan perempuan dalam segi sosial budaya, nilai yang harus mereka pahami. Pada masyarakat patriarkal sendiri, mereka memiliki pemahaman bahwa aspek seks atau aspek fisiologis yang tidak diubah secara alamiah akan membentuk konstruksi sosial yang dilekatkan pada laki laki dan perempuan. Dimana dalam paham ini terdapat miskonsepsi bahwa seks dan gender diamini sebagai suatu kesatuan dan sebagai kewajiban yang harus dilakukan. Bentuk kewajiban tersebut diwujudkan sebagai suatu standar antara maskulin dan feminim. Laki laki dianggap telah sukses menjadi laki laki apabila telah memenuhi standar maskulinnya seperti menjadi kuat, menyukai tantangan, dapat bertarung dan memimpin kelompok. Apabila terdapat manusia dengan fisiologis seperti laki laki namun tidak dapat menjalankan sifat sifat maskulinitas tersebut maka dia akan dianggap kurang maskulin. Dalam masyarakat patriarkal mereka dianggap telah gagal untuk menjadi laki laki. Hal tersebut menyebabkan munculnya fenomena maskulinitas beracun dimana laki laki akan dituntut sedari kecil untuk memenuhi standar standar maskulinitas yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Sifat sifat feminitas yang bersifat subordinat dianggap sebagai hal yang memalukan, sehingga seorang laki laki harus menghindari sifat sifat tersebut. Hal tersebut membentuk mereka menjadi pribadi yang sangat mengutamakan harga diri, terutama pada hal yang menunjukkan maskulinitasnya.. Tekanan dalam laki laki dapat diwujudkan dalam berbagai hal seperti laki laki pantang untuk menunjukkan perasaan, laki laki diwajibkan sebagai pemberi, dan laki laki harus kuat untuk menjadi pelindung. Tekanan tekanan tersebut secara tidak sadar mempengaruhi kehidupan laki laki pada tingkat mereka menjunjung tersebut sebagai kodrat tuhan yang tidak dapat diubah dan harus dilaksanakan. Lebih lanjut, tekanan tekanan yang diterima laki laki baik dalam segi ekonomi serta sosial budaya dapat merusak pandangan serta rasa percaya diri laki laki terhadap dirinya di masyarakat. Hadirnya masalah maskulinitas beracun dapat ditemui di berbagai kalangan utamanya pada mahasiswa dan laki laki yang telah menikah. Dimana para mahasiswa laki laki mulai memasuki usia dewasa muda, dimana mereka mulai menjajaki kehidupan dewasa dan lepas dari orang tua. Pada periode ini, para laki laki mulai untuk dituntut untuk membentuk identitasnya sendiri di kalangan masyarakatnya seperti siapa dirinya, bidang apa yang digeluti serta peran mereka dalam kelompok. Selain itu mereka juga mulai diharapkan mampu mulai mandiri secara ekonomi dengan bekerja. Pencarian posisi dalam masyarakat ditentukan dengan pandangan gender lingkungan masyarakat yang ditinggalinya, seperti pekerjaan yang dianggap maskulin dan kepribadian ego agresif yang harus muncul sebagai simbol maskulin. Maka dari itu peneliti tertarik untuk mendalami karakter maskulinitas yang ditekankan oleh keluarga laki laki pada usia dewasa muda. Selain itu peneliti juga menemui masalah maskulinitas beracun pada laki laki usia dewasa madya, utamanya yang telah berkeluarga. Mereka dibebankan tekanan untuk menjadi kepala keluarga, pelindung keluarganya erta pencari nafkah yang cukup. Dalam dunia laki laki madya terdapat diksi “mapan” yang menjadi patokan seorang laki laki telah sukses dalam hidupnya baik secara ekonomi dan sosial. Mereka juga mulai dituntut oleh lingkungannya memiliki posisi publik yang sentral. Maka dari itu peneliti juga tertarik dalam meneliti tekanan sosial yang diterima oleh laki laki usia dewasa madya dalam lingkungan tempat tinggalnya. Peneliti membandingkan dengan judul penelitian serupa yang dilakukan dalam penelitian ini. Seperti yang dimuat dalam jurnal obsesi pendidikan anak usia dini yang berjudul “Bias Gender dalam Pola Asuh Orangtua pada Anak Usia Dini” yang ditulis oleh Ika Kurnia Sofiani, Titin Sumarni, Mufaro’ah pada 2020. Dimana pada pola pengasuhan yang otoriter dan demokratis dan bias gender menimbulkan adanya gangguan emosi pada anak, pembangkangan dan gangguan perilaku. Selanjutnya dalam penelitian syarifah (2018) yang mengangkat mengenai Kekerasan Berbasis Gender dalam Victim-Blaming pada Kasus Pelecehan yang Dipublikasi Media Online menyatakan bahwa perspektif maskulinitas dimana laki laki seharusnya bisa melawan saat terjadi kekerasan seksual membuat laki laki diabaikan saat menjadi korban kekerasan seksual. Hal tersebut juga didorong pengaruh bahwa laki laki tidak seharusnya mengekspresikan perasaanya. Penelitian selanjutnya “Maskulinitas dalam Iklan Gillette We Believe: What Best Man Can Be” oleh nunung dan rizal menjelaskan perspektif maskulinitas beracun yang digambarkan melalui dominasi, kekuasaan dan pembuktian eksistensi diri melalui kekerasan. Ketiga penelitian tersebut memiliki fokus yang berbeda mengenai dampak miskonsepsi seks dan gender membentuk karakter maskulinitas beracun pada laki laki. Hal yang membedakan dari penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah peneliti memfokuskan diri pada efek miskonsepsi terhadap laki laki dewasa muda dan madya. Kemudian peneliti mencari asal usul peran maskulinitas beracun tersebut dari lingkungan terdekat yaitu keluarga. Daftar Pustaka Kartini, Ade, and Asep Maulana. "Redefinisi Gender dan Seks." An-Nisa': Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman 12.2 (2019): 217-239. Juditha, C. (2015). Gender dan seksualitas dalam konstruksi media massa. JURNAL SIMBOLIKA: Research and Learning in Communication Study (E-Journal), 1(1). Marzuki, M. (2007). Kajian tentang teori-teori gender. In Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan (Vol. 4, Issue 2). https://doi.org/10.21831/civics.v4i2.6032 Ramli, M. A. (2012). Analisis Gender Dalam Hukum Islam. Jurnal Fiqh, 9, 137-162. Tong, R. (2013). Feminist Thought: A Comprehensive Introduction. Taylor & Francis. https://books.google.co.id/books?id=XT5GAQAAQBAJ
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri
Abraham Maslow, dari hierarki kebutuhan hingga pemenuhan diri: Sebuah perjalanan dalam psikologi humanistik melalui hierarki kebutuhan, motivasi, dan pencapaian potensi manusia sepenuhnya