Sejarah Pembentukan Desa, Desa di Zaman Belanda dan Desa di Zaman Jepang
Pada zaman penjajahan jepang di tahun 1942 mereka membagi wilayah indonesia
menjadi tiga bagian yaitu jawa madura yang dipimpin terpusat dari jakarta, daerah sumatera
yang dip[impin oleh pemerintahan bukit tinggi serta kepulauan kepulauan lain yang dipimpin
melalui makassar. Mereka juga mengeluarkan peraturan Osamu Seirei 1942 No. 1. Dalam
Pasal 3 yang mana pemerintahan dan bada hukum belanda masih diterapkan sementara waktu
selama tidak melanggar ketentuan dari pemerintah jepang. Mereka membagi wilayah
administratif dalam berbagai istilah yaitu 1. Syu (yang dapat disamakan dengan Karisidenan).
Syu terbagi dalam Ken dan Si. 2. Ken dan Si (masing-masing dapat disamakan dengan
kabupaten dan kotamadya). 3. Gun (dapat disamakan dengan kawedanaan). Gun terbagi atas
Son. 4. Son (dapat disamakan dengan kecamatan). Son terbagi atas Ku. 5. Ku (dapat
disamakan dengan desa).
Sifat demokrasi yang telah ada pada zaman belanda mulai dihapuskan dan digantikan
oleh pemerintahan yang tersentralisasi untuk mempermudah pengawasan pemerintah.
Pemerintah jepang juga mulai menarik masyarakat indonesia untuk memnduduki jabatan
pemerintahan antaranya dewan kepulauan) yang anggota-anggotanya terdiri dari bangsa
Indonesia, yang dipilih oleh Dewan Keresidenan dan kotapraja luar biasa. Dewan kepulauan
ini mirip seperti wakil dalam dewan perwakilan rakyat akan tetapi mereka hanya
diperbolehkan menjalankan perintah yang sesuai dengan kemampuan pemerintah jepang.
Jelas dalam pemilihan dewan kepulauan tidak terlihat serius untuk menghadirkan suara
masyarakat indonesia, namun lebih kepada cara menarik simpati rakyat Indonesia.
Dalam pengelolaan desa, pemerintah jepang masih mengarah pada IGO no. 83 Tahun
1906 bentukan belanda. Hal tersebut terjadi karena pada masa penjajahan jepang hal yang
difokuskan adalah optimalisasi sumberdaya dalam mendukung peperangan. Namun ada juga
beberapa perbedaan pengelolaan desa dari masa belanda ke masa jepang, seperti
ditentukannya masa jabatan seorang kepala desa yaitu 4 tahun. Dalam peraturan Osamu
Seirei juga dijelaskan bahwa seorang camat diharuskan untuk menentukan tanggal pemilihan
kepala desa dan diumumkan selambat lambatnya 20 hari sebelum hari pemilihan. Camat
jugalah yang mengonfirmasi siapa nama calon calon dari kepala desa. Apabila kepala desa
tidak dapaty menjalankan perannya untuk mengusahakan kebutuhan perang pemerintah
jepang maka kepala desa akan dicopot dari jabatannya. Hal tersebut menegaskan peran vital
desa sebagai sarana logistik perang. Kebijakan ini membebani rakyat dengan menambah
kewajibannya untuk dapat menyediakan kebutuhan bala tentara jepang.