Anda di halaman 1dari 81

BAB I

keberadaan Desa di Indonesia


Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 yaitu negara kesatuan berbentuk
Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa
daerah/wilayah provinsi dan setiap daerah/wilayah provinsi terdiri atas beberapa daerah
kabupaten/kota. Desa dan kelurahan adalah satuan pemerintahan terendah dibawah
pemerintah kabupaten/kota.

Desa adalah dua satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat sehingga
merupakan badan hukum sedangkan kelurahan adalah satuan pemerintahan administrasi yang
hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten/kota. Kelurahan bukan
badan hukum melainkan hanya sebagai tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari
pemerintah kabupaten/kota wilayah kelurahan setempat. Sedangkan desa adalah wilayah
dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum (alat) yang berhak mengatur
dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya.

Kedudukan desa sangat penting baik sebagai alat untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional ataupun sebagai lembaga yang memperkuat struktur pemerintahan
negara Indonesia. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, desa
merupakan agen pemenrintah terdepan yang dapat menjangkau kelompok sasaran riil yang
hendak disejahterakan, sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan lembaga yang dapat
memperkuat lembaga pemerintahan nasional karena sebagai kesatuan masyarakat hukum adat
desa telah terbukti memiliki daya tahan luar biasa sepanjang keberadaannya.

Sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan ujung tombak pemberian layanan


kepada masyarakat. Sedangkan sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum, desa merupakan
basis sistem kemasyarakatan bangsa Indonesia yang sangat kokoh sehingga dapat menjadi
landasan yang kuat bagi pengembangan sistem politik, ekonomi, sosial-budaya dan bahkan
yang stabil dan dinamis.

Desa adalah suatu wilayah yang ditinggali sejumlah orang yang saling mengenal,
hidup gotong royong, memiliki adat istiadatnya yang relatif sama, dan mempunyai tata cara
sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. Desa dihuni oleh masyarakat yang
hidup dalam satu budaya yang relatif homogen. Mereka bermasyarakat secara rukun dan
guyub. Karena itu disebut masyarakat paguyuban (grmeninschaft).

Dalam konteks UU No 32 tahun 2004 tentang Pemda, desa dibedakan dengan


kelurahan. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat yang diakui negara, sedangkan kelurahan adalah satuan
administrasi pemerintahan dibawah kecamatan yang merupakan wilayah pelayanan
administrasi dari kabupaten/kota.

1
Penduduk desa umumnya berasal dari satu keturunan (geneologi) sehingga
mempunyai sistem kekerabatan yang erat. Mata pencaharian penduduknya umumnya
pertanian dan perikanan. Wilayah perkotaan adalah wilayah yang berada di pusat ibukota
kecamatan. Penduduknya umumnya imigran, mata pencaharian penduduknya umumnya
diluar bidang pertanian: pedagang, PNS, profesional.

Masyarakat desa yang dicirikan seperti itu disebut sebagai masyarakat yang bersifat
komunal, hidup dalam kebersamaan. Masyarakat dengan ciri-ciri demikian disebut sebagai
masyarakat, community. Maksudnya adalah kesatuan masyarakat yang terikat oleh tata cara
tertentu yang mengatur perikehidupannya sendiri.

Berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat kelurahan relatif mandiri dalam arti
tidak terlalu terikat dengan adat istiadat yang berlaku sebagaimana diikuti oleh masyarakat
desa pada umumnya. Mereka hidup secara otonom atau sendiri. Tidak seperti orang desa
yang merasa satu ikatan persaudaraan dengan orang sedesa. Mereka pun memiliki mobilitas
yang tinggi, suka pergi kemana-mana. Kehidupan bermasyarakat seperti itu disebut
masyarakat patembayan (gesellschaft) (Bayu Surianingrat; 1992).

Desa yang didalamnya terdapat kesatuan masyarakat tersebut kemudian dilegalkan


melalui UU No. 32/2004 yang disebut sebagai masyarakat hukum (adat). Adapun kelurahan
bukan merupakan kesatuan masyarakat hukum karena UU No.32/2004 tidak melegalkannya
kesatuan masyarakat hukum. Keluarahan hanya wilayah pelayanan yaitu lurah, yang diberi
tugas oleh Bupati/wali kota di bawah koordinasi camat.

Para pakar mendefinisikan desa sebagai berikut :

1. Desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis
sosial ekonomis, politis, dan kultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan
pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain. ( R. Bintarto 1968: 95 ).
2. Desa adalah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang,
hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari
pertanian, dan sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan
kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga
yang rapat, kataat, dan kaidah-kaidah sosial. ( PJ. Bournen 1971: 19 ).
3. Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat
hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan hukum” adalah pula “Badan
Pemerintahan” yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang
melingkunginya. ( I. Nyoman Beratha 1982: 27 ).
4. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap
dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan lahir dan batin yang
sangat kuat baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan
politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang terpilih
bersama, memiliki dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah
tangga sendiri. ( R.H Unang Soenardjo 1984; 11 ).

2
Berdasarkan penjelasan keempat penulis tersebut dapat ditarik suatu pemahaman desa
adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang saling mengenal atas dasar
hubungan kekerabatan dan kepentingan politik, sosial, ekonomi dan keamanan yang dalam
pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehingga atercipta
ikatan lahir batin antara warganya. Desa sudah dikenal sejak zaman kerajaan Nusantara
sebelum kedatanagan Belanda. Desa adalah wilayah yang mandiri di bawah taklukan
kerajaan pusat.

Tulisan pada prasasti Himad-Walandit menunjukkan bahwa desa pada zaman


kerajaan Kediri-Jenggala memiliki status swatantera (otonomi). Berdasarkan prasasti dan
piagam yang dikemukakan kemudian pada 1880 di Penanjangan Tengger, Jawa Timur; Bayu
Surianingrat (1992: 18) menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Desa sebagai lembaga pemerintahan terendah telah ada sejak dahulu kala dan bukan
impor dari luar indonesi, murni bersifat Indonesia.
2. Desa adalah tingkat yang berada langsung di bawah kerajaan.
3. Masyarakat indonesia sejak dahulu telah mengenal sistem-sistem pemerintahan di
daerah dan sekarang menjadi hakekat dari asas-asas penyelenggaraan pemerintahan.
4. Terdapat jenis-jenis desa antara lain desa keramat, desa perdikan dengan hak-hak
khusus.

Menurut Kern dan Van Den Berg, desa-desa di jawa dibentuk atas pengaruh orang
Hindu, karena mempunyai kesamaan dengan desa-desa yang ditemukan di India. Artinya,
sejak kedatangan orang Hindulah desa mulai ada.

Dilihat dari asal usulnya desa dapat dilihat dari empat kategori:

1. Desa yang lahir, tumbuh, dan berkembang berdasarkan hubungan kekerabatan sehingga
membentuk persekutuan hukum geneologis atau seketurunan.
2. Desa yang muncul karena adanya hubungan tinggal dekat sehingga membentuk
persekutuan hukum teritorial.
3. Desa yang muncul karena adanya tujuan khusus seperti kebutuhan yang ditentukan oleh
faktor-faktor ekologis.
4. Desa yang muncul karena adanya kebijakan dari atas seperti titah raja.

Bedasarkan letak topografinya, desa dapat diklasifikas menjadi tiga kelompok, desa-
desa pesisir khususnya yang mempunyai pelabuhan mempunyai fungsi politik dan ekonomi
yang penting. Secara ekonomi kelompok desa ini menjadi tempat ekspor-impor barang-
barang paerdagangan sedengkan politik merupakan tempat rawan yang sewaktu-waktu bisa
dipakai musuh untuk menyerang kerajaan dari arah laut. Desa-desa dataran rendah
merupakan gudang pangan untuk kebutuhan kerajaan maupun untuk di ekspor. Sementara itu,
desa-desa pegunungan merupakan wilayah yang digunakan untuk pertahanan terakhir ketika
kerajaan terdesak oleh musuh.

3
Desa-desa yang mempunyai perlakuan khusus dari raja yaitu :

1. Desa Perdikan
Perdikan berasal dari kata merdeka, mahardika, artinya bebas, tidak terbelenggu. Desa
perdikan dibebaskan dari membayar upeti kepada kerajaan karena tokoh pendirinya
dinilai berjasa kepada kerajaan misalnya ikut mendirikan kerajaan.
2. Desa Mutihan
Mutihan berasal dari kata putih. Diambil dari kain putuh yang biasa dipaki oleh warga
desa sebagai serban, tutup kepala atau baju. Warga desa ini taat menjalankan agama
yang disimbolkan dengan pakaian serba putih.
3. Desa Pakuncen
Pakuncen berasal dari kata kunci, kuncen. Kuncen adalah pemegang kunci makam
keramat/leluhur. Desa pakuncen terdapat makam keramat yang harus dihormati oleh
raja dan masyarakat lainnya.
4. Desa Mijen
Mijen berasal dari kata siji, ijen, atau satu. Desa ini awalnya tinggal seorang diri tokoh
besar/ulama yang akhirnya menajadi guru atau penasihat raja.

BAB II
Dari Self-Governing Community Menjadi Hukum Berbasis Asal-usul dan
Adat Istiadat

Sejarah perkembangan desa dimulai dari adanya seseorang yang mempunyai


pengaruh besar sehingga dapat menggerakkan banyak orang untuk menjadi pengikut "orang
besar" kemudian mengajak "para pengikutnya" membuka lautan atau jalan kosong untuk
menjadikan pemukiman baru.mereka lali tinggal di wilayah tersebut yang kemudian disebut
desa.kegiatan membuka lahan baru tersebut disebut bubak alas atau bubak yasa.
umumnya,lahan yang di pilih untk dijadikan desa telah mempunyai syarat sebagai tempat
yang bisa mendukung kehidupan warga desa yang akan menepatinya tersebut yaitu: jalan nya
mencukupi untuk menjadikam tempat pemukiman,pusat pemerintah atau kerajaan,tanahnya
relatif subur,ada sumber mata air,lahan atau potensi nya bisa menghasilkan mata pencaharian
penduduk nya dan sumber pembiayaan pemerintahan desa.
Setelah terbentuknya sang tokoh lali membentuk pemerintahan nya biasanya dia
menjadi kepala desa pertama yang dibantu oleh keluarga nya. Umum nya susunan lembaga
pemerintahannya terdiri dari kepala desa yang di bantu oleh petugas yang diperlukan yaitu
petugas yang bertugas sebagai perairan,perkebunan, kerohanian,hubungan masyarakat,
keamanan dan pelaksanaan tugas wilayah,di samping itu,juga di bentuk lembaga sesepi desa

4
yang waktu bubak Yasa yang merupakan orang orang tua desa dan penduduk spiritual.
Sesepuh desa ini berfungsi sebagai penasehat kepala desa dan sumber legitimasi atas
kebijakan yang di buat nya.mereka inilah orang orang pertama desa tersebut yang disebut
sebagai dayang desa,yaitu orang orang desa yang memiliki kekuatan lebih dari orang orang
biasa.
Pada umumnya pengaturan sistem kemasyarakatan dibagi atas 3 pilar: 1.kerajaan
perintahan 2.lahan untuk kepemilikan pribadi 3.lahan kepemilikan komunal.
Kerajaan,pemerintah adalah pusat pemerintahan dimana elit desa di akui dan diberi hak hak
istimewa oleh warga desa untuk mengatur hak hak desanya. Kerajaan diberi wewenang
menciptakan hukum dan menegakkan demi keamanan,ketertiban dan ketentraman warga
desa. Pengurus desa mendapatkan tanah jabatan dan lungguh sebagai honor untuk
pengabdiannya.dalam mengatur dan mengurus masyarakat desa.
Magang tani adalah proses yang dilakukan oleh seorang kepala keluarga untuk
mendapatkan tanah komunal dengan cara membuktikan diri kepada desa melalui kerja bakti
dan gotong royong membersihkan saluran air,membendung sungai,memperbaiki jalan dan
tanggul,merawat masjid,merawat makam keramat, dan lain-lain.magang tani ini sangat
menentukan bagi masyarakat yang bersangkutan untuk dapat atau tidak menerima giliran
untuk mengarap tanah komunal yang telah kembali ke desa tadi,sebab kepala desa dan tani
melebih jumlah petak tanah komunal yang tersedia.
Model pengaturan sistem kemasyarakatan seperti dilukiskan tersebut disebut "self-
governing community", masyarakat merupakan inisiatif sendiri tanpa campur tangan pihak
manapun mengatur dan mengurus dirinya sendiri dengan mengembangkan sistem
kelembagaan sendiri sehingga mampu mangatasi masalah kehidupan yang mereka
hadapi.komunitas seperti ini menjelma menjadi organisasi komunitas lokal yang mempunyai
batas-batas wilayah,dihuni oleh sejumlah penduduk,dan mempunyai adat istiadat,untuk
mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut self-governing community.
Dalam perkembangan selanjutnya, status masyarakat desa sebagai self-governing
community tersebut oleh pemerintah oleh komunitas kolonial Belanda,di formalkan sebagai
masyarakat hukum, melalui "regeeringsreglement "1854 pasal 71 desa berkedudukan
sebagai "inladsnce gemeteen" yang berhak memilih kepala daerah (residen),kepala desa juga
diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya dengan memperhatikan peraturan
peraturan yang keluar dari gubernur jendral atau dari kepala daerah (residen) .
Yang dimaksud dengan pernyataan "desa merupakan suatu sistem sosial dengan
lembaga sendiri" adalah bahwa desa memiliki lembaga politik,ekonomi,peradilan, lembaga

5
ekonomi,lembaga pendidikan,dan sosial budaya yang di kembangkan oleh masyarakatnya
sendiri. Misalnya dalam lembaga politik masyarakat mempunyai kepala desa dan perangkat
desa yang tata cara dan pengaturan tugas pokok serta fungsinya dikembangkan sendiri oleh
masyarakatnya berdasarkan inisiatif mereka ,bukan merupakan instruksi dari pemerintahan
atas nya. Pada lembaga ekonomi, desa memiliki sistem tanah komunal/ulayat yang
pangaturannya dibuat sendiri.
Kelembagaan masyarakat desa yang terus menerus dan Ajeng tersebut akhirnya
menjadi adat istiadat, oleh karna itu para pakar menyebutkan bahwa desa telat menjadi satu
kesatuan hukum adat karna lembaga yang dibuat dan di lakukan terus menerus dan akhirnya
menjadi adat istiadat bagi masyarakat desa yang bersangkutan.
Dengan memahami apa yang di uraikan oleh Van vollenhoven dan terr haar, maka
yang di maksud dengan satu kesatuan hukum adat adalah suatu etintas masyarakat yang tertib
dan teratur yang berdasarkan pada nilai-nilai komunal yang mengembangkan sendiri lembaga
politik,ekonomi,peradilan,dan sosial budaya untuk mempertahankannya dan mengatur
perikehidupannya. selanjutnya menurut teer haar bahwa masyarakat itu terdapat 3 faktor:
1. Masyarakat Teritorial.
Masyarakat hukum terbentuk karena adanya keterkaitan
Antara orang-orang yang ada di sana dengan tempat tinggalnya,artinya orang-orang
yang berada di suatu tempat berada adanya suatu ikatan dengan tempat yang di
tempatinya unsur-unsur yang menyatukan mereka yaitu unsur teritorial/wilayah yang di
tempatinya. Masyarakat memiliki 3 bentuk :
 Masyarakat Dusun
Yaitu masyarakat yang merupakan himpunan orang-orang pada suatu daerah
kecil biasanya meliputi perkampungan (pendukuhan) yang di dukung oleh
seluruh pemuka masyarakat serta pusat kedudukan nua berada di daerah tersebut
contohnya desa di Jawa, Bali, Aceh Gampong.
 Masyarakat Wilayah
Masyarakat wilayah adalah pengembangan dari beberapa dusun yang
membentuk suatu masyarakat hukum yang lebih besar.
 Masyarakat Federasi Atau Gabungan Dusun-Dusun
Yaitu beberapa masyarakat dusun yang berdampingan membentuk suatu
persekutuan yang membentuk untuk mengatur dan mengurus kepentingan secara
bersama-sama.

6
2. Faktor Geologis
Masyarakat hukum terbentuk karna adanya rasa merasa berasal dari suatu
keturunan/trah. Dalam masyarakat hukum ini merupakan orang-orang komponen nya
yang berasal dari keturunan/trah.

3. Faktor Campuran
Masyarakat itu terbentuk karena adanya faktor teritorial dan geologisnya

Dalam penelitian nya di seluruh Nusantara Van vollenhoven menemukan bahwa


penduduk Indonesia hidup dalam berbagai masyarakat hukum adat yang memiliki beberapa
aspek khusus dengan struktur sosial yang berlainan, Van vollenhoven membagai masyarakat
Indonesia dalam 19 bagian:
1. Aceh yang terdiri dari Aceh Besar, Aceh Barat, Sinkel dan Simeuluen
2. Gayo, Alasa, dan Batak yang meliputi
a. Tapanuli Utara
 Batak Pakpak
 Batak Karo
 Batak Simalungun
 Batak Toba yang meliputi Samosir,Balige,Laguboti Lambun
b. Tapanuli Selatan
 Padang Lawas
 Angkola
 Mandailing
 Nias
c. Minang Kabau yang terdiri atas Padang, Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota,
Tanah Kampar, Kerinci, dan Mentawai.
d. Sumatra Selatan yang meliputi
e. Bengkulu
f. Lampung yang terdiri atas Abang, Paminggir, Pubian.
g. Palembang yang terdiri atas anak Lakitan, Jelma Daya.
h. jambi yang terdiri atas daerah Batin Dan Penghulu.

7
i. Melayu yang terdiri dari Langga Riau, Indragiri, Sumatra Timur Dan Banjar.
j. Bangka dan Belitung
k. Kalimantan yang terdiri atas Dayak, Kapuas Hilir, Kalimantan
Tenggara,Mahakam Hilir, Pasir, Dayak Kenyah, Dayak Klemanten, Dayak
Landak Dan Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timai, Long Glatt,
Dayak Manyanan Patai, Dayak Mayanan Siung
l. Minahasa
m. Gorontalo yang terdiri dari Bolang, Mingodou, Boeloang.
n. Toraja yang terdiri atas Bare, Toraja Barat, Sivi, Kail, Tawali, Torajasa dan,To
Mori,To Lainang.
o. Sulawesi terdiri atas Bugis, Bone, Gowa, Laikang, Ponre, Mandar ,Makasar,
Sealir dan Muna.
p. Kepulauam Ternate terdiri atas Ternate, Todote, Halmahera, Tidore, dan
kepulauan Sula.
q. Maluku yang terdiri atas Ambon,Hire,Banda,Kepulauan Ulasar.
r. Irian
s. Kepulauan Timur yang terdiri atas pulau Timor-Timor,Timur Tengah dan
Mollo,Sumbu Tengah Dan Sumbu Timur,Flores,Ngada,Rote.
t. Bali dan Lombok yang terdiri atas tendangan pagrisingan, Kastala ,Karang Asem,
Buleleng, Jembrangan, dan Sumbawa.
u. Jawa Tengah terdiri atas Purworejo, Tulung Agung, Jawa timur,dan Madura.
v. Solo dan Yogyakarta
w. Jawa Barat yang terdiri atas Priangan, Sunda, Jakarta, Banten.

Menurut Teer Haar, desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum adat.masyrakat
hukum adat dinyatakan sebagai kelompok kelompok teratur yang bersifat ajeg dengan
pemerintah sendiri yang memiliki benda benda material maupun immaterial.ciri-ciri kesatuan
masyarakat hukum adat adalah
1. Masyarakat merupakan kelompok kelompok teratur yang memiliki sifat ajeg dan
normal tertentu yang terus menerus di jalan kan dan di kembangkan
2. Masyarakat desa memiliki pemerintahan sendiri,yang pemerintahan dibentuk dan di
pertahankan oleh Masyarakat sendiri 3.memiliki benda-benda baik yang berwujud
maupun tidak.

8
Winarno mengatakan bahwa masyarakat masyarakat hukum adat yang berada di
Jawa,marga di Sumatra Nagari di Minang kabau kuria di Tapanuli tengah,wanua di Sulawesi
Selatan adalah kesatuan kesatuan bermasyarakat yang mempunyai kelengkapan kelengkapan
untuk sanggup berdiri sendiri,yaitu mempunyai kesatuan hukum,kesatuam penguasa,dan
kesatuan lingkungan hidup bersama atas tanah dan air bagi anggota nya.masyarakat hukum
adat mempunyai hukum kekeluargaan dan sistem pemerintahan.
Para ahli hukum adat (Surjono jatiaman,1995) menyebutkan ciri ciri masyarakat
hukum adat atau persekutuan hukum adat Sebagi berikut:
1. Adanya ikatan atas persamaan ikatan daerah/wilayah tempat tinggal atau kesamaan
nenek moyang/hubungan darah atau ikatan tempat atau hubungan darah
2. Mempunyai tata susunan pemerintahan yang tepat
3. Mempunyai harta benda baik material maupun imaterial
4. Mempunyai teritori atau wilayah yang berbatas batas diketahui oleh warga masyarakat
setempat dan hukum adat yang ada di sana.

BAB III

Otonomi Desa
A. Periode Sebelum dan Sesudah IGO/IGOB

Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat desa memiliki lembaga-lembaga politik,


ekonomi, peradilan, sosial-budaya, dan hankam yang dikembangkan sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya baik lahir maupun batin. Dan untuk menunjang kelangsungan hidup
kesatuan masyarakat hukum tersebut desa mempunyai rumah tangga sendiri. Desa yang
mempunyai kekayaan yang diatur sesuai dengan sistem kelembagaan yang dikembangkan
sendiri. Desa mempunyai keadaan seperti itu disebut mempunyai rumah tangga sendiri, yaitu
mempunyai wilayah yang hanya masyarakat desa bersangkutan boleh mengatur dan
mengurus urusannya.

Sebagai masyarakat hukum ( adat ) yang memiliki otonom maka desa merupakan
subyek hukum. Taliziduhu Ndraga ( 1991:7-8) menjelaskan bahwa desa yang otonom adalah
desa yang merupakan subyek hukum, artinya dapat melakukan tindakan-tindakan hukum.
Tindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan antara lain:

9
1. mengambil keputusan atau membuat peraturan yang dapat mengikat segenap warga
desa atau pihak tertentu sepanjang menyangkut rumah tangganya

2. Menjalankan pemerintahan desa

3. Memilih kepala desa

4. Memiliki harta benda dari kekayaan sendiri

5. Memiliki tanah sendiri

6. menggali dan menetapkan sumber-sumber keuangan sendiri

7. menyusun APPKD ( anggaran pendapatan dan pengeluaran keuangan Desa )

8. menyelenggarakan gotong royong

9. Menyelenggarakan peradilan desa

10. Menyelenggarakan usaha lain demi kesejahteraan masyarakat desa

Soetardjo telah menginventarisir dan menguraikan bentuk dan isi otonomi desa ini.
Pertama, ontonomi dibidang ketentraman dan ketertiban masyarakat. Desa secara otonom
mengatur sistem keamanan menyeluruh yang mencakup membuat dan memelihara gardu
desa, penjagaan kelililng desa, penjagaan dirumah kepala desa, penjagaan atas keselamatan
yayasan dan pengairan dan pembagian air, penjagaan di pelabuhan dan penyebrangan desa,
dab penjagaan lumbung desa. Kedua, otonomi dilapangan pertanian/perternakan/perikanan.
Desa memikul tanggung jawab atas tersedianya pangan bagi warganya. Untuk itu, Desa
mengatur tanah komunal, menetapkan hak dan kewajiban kepada warganya yang mendapat
giliran memakai tanah komunal tersebut, memelihara tanah pangonan, pengembalaan,
memelihara dan mengatur sistem pengairan, memelihara pelabuhan air. Ketiga, otonomi
dibidang kegamaan, bagi warga desa menciptakan harmoni antara mikrokosmos dan
makrokosmos. Keempat, otonomi dibidang kesehatan rakyat. Desa mempunyai kewajiban
menjaga kebersihan rumah dan lingkungan warganya dan lingkungan desa lainnya.

Kelima, otonomi dibidang pengajaran. Pemerintah desa erkewajban mendata anak


usia sekolah dan menyuruh orang tuanya memasukkan anaknya ke sekolah desa/sekolah
rakyat. Keenam,otonomi dibidang perkreditan. Desa mempunyai hak untuk
menyelenggarakan usaha perkreditan bagi arga desanya. Ketujuh, otonomi dibidang pasar
desa, desa mempunyai hak untuk menyelenggarakan pasar desa. Aasar desa dikelola oleh
desa sendiri. penghasilan dari pasar desa masuk ke kas desa yang selanjutnya dipakai untuk
kesejahteraan dan pembangunan desa. Seduai dengan kondisi desa yang bersangkutan.

10
Disuatu desa bisa terdapat salah satu atau gabungan dari pasar-pasar desa pasar umum.
Kedelapan, otonomi atas ha katas tanah, dsa mempunyai dua hak atas tanah: 1) hak yasan 2)
hak komunal. Hak yasan adalah hak yang diberikan kepada seorang warganya untuk dmiliki
secara perorangan. Antar hak ini yang bersangkutan bisa menjual atau memberikannya
kepada orang lain, jadi hakyasan ini sama dengan hak milik. Hak ini desa untuk memiliki
tanah desa secara tetap. Warga yang menerima hak ini hanya mempunyai hak menggarap,
warga tiidak boleh menjualnya. Kepemilikannya sepenuhnya tetap ada pada desa. Setiap desa
mempunyai tanah komunal yang pengaturannyasepenuhnya menjadi wewenang pemerintah
desa yang bersangkutan. Kesembilan,otonomi dibidang gugur/gunung/kerja wajib/kerja
bakti/gotong royong. Pemerintah desa mempunya hak untk mengarahkan warganya bekerja
bakti utuk kepentingan desanya. Ini berkaitan dengan hak dan kewajiban system tanah
komunal tersebut.

Warga diberi hak untuk menggarap tanah milik desa yang hasilnya dimanfaatkan
untuk kesejahteraan diri dan keluarganya. Bersamaan dengan itu dengan itu ia mempunyai
kewajiban terhadap desanya untuk berbakti dalam bentuk kerja wajib/ gotong royong. Oleh
karena itu lembaga morawito menjadi instrument yang efektif bagi tegaknya otonomi desa.
kesepuluh otonomi dibidang sinoman, biodo, atau arisan. Adalah suat perkumpulan warga
desa yang bertujuan menyelesaikan pekerjaan salah satu anggotanya . kesebelas, adalah
otonomi dibidang pengadilan desa .pengadilan desa adalah lembaga hukum asli yang dimiliki
oleh hampir semua desa di Indonesia dalam asasnya pengadilan desa hanya menalankan
hukum pendidikan berdasarkan prinsip bahwa hukum itu ada bukan untuk dilanggar
melainkan untuk dihormati dan ditaati. Orang yang melanggar hukum akan merasakan suatu
keberatan batin. Oleh karena itu, jangan sekali-kali melanggarnya.

System social dan politik desa mulai zaman kerajaan-kerajaan nusantara sampai
dengan datangnya VOC pada akhir abad ke-16 dan dilanjutkan oleh pemerintahan langsung
oleh negeri Belanda sejak 1800 masih tetap sebagaimana aslinya. Sejak bangkrutnya VOC
pada akhir abad ke-18 sampai sebelum dikuasai inggris, pemeritah belanda yang mengambil
alih kekuasaan VOC melakukan kebijakan terhadap jajahannya dengan berpijak pada tiga
prinsip yaitu :

1. Pemerintahan secara tidak langsung


2. Mengendalikan penduduk melalui penindasan
3. Hak pemilikan tanah tetap ditangan pribumi.

11
Gejala berkurangnya otonomi desa dimulai metoka desa desa di.asukkan kedalam
wilayah negorogung. Wilayah inti wilayahkerajaan. Kemudian sejalan dengan perkembanga
kota yang memerlukan wilayah baru untuk dijadikan bagian dari wilayahdesa- desa yang
berada dipinggiran kota dimasukkan menjadi bagia wilayahNya. Desa-desa yang telah masuk
menjadi bagian daro wilayah perkotaan juga kehilangan otonominya.
Pada akhirabad ke-18 VOC bangkrut dan dibubarkan daerah jajahannya lalu diserahka
pada pemerintah belanda. Pemerintah hindia belanda yang mengambil alih pemerintahan dari
tangan VOC , sampai dengan pengambilan rafres pada 1811 juga belum melakukan
peribahan apapun terhadap sistem pemerintahan pribumi. Sistem pemerintahan pribumi
beserta kelembagaannya masih seperti sedia kala, dengan demikian, sistem sosial budaya
didesa dengan sistem otonominya masih tidak mengalami perubahan apa-apa.
Pada 1811 terjadi perubahan politik yang sangat mendasar. Daerah hindia belanda
dikuasai rafles, wakil pemerintah inggris yang berkedudukan dikepala pemerintah singapura,
oleh karena itu daerah jajahan hindia belanda lalu diserahkan pada pemerintahan inggris.
Melalui gubernur jendral rafles memperkenalkan kebijakan baru yaitu menerapkan pajak
perkepala penduduk dengan memperalat kepala desa sebagai agennya.
Dalam refenyu instruktion 11 februari1811 pada pasal 20 disebutkan bahwa, kepala
desa ditetapkan sebagai tengkulak pemerintah dalam hal pemungutan pajak. Pasal 11
disebutkan bahwa kepala desa diserahi kewajiban mengurus hal-hal yang berkenaan dengan
pendapatan atau penerimaan dalam desa. Dan kewajiban yang dapat ia kerjakan lebih baik
dari siapapun juga, berhubungan dengan pengaruh pribadinya dan pengertiannya tentang
keadaan khusus daripenduduk desanya. Kepala desa ditaruh dibawah pemerintahan.
Sistem tersebut mempunyai dua tujuan yang hendak dicapai terutama rakyat akan
diperkenalkan dengan sistem ekonomi ruang sehingga kewajibannya terhadap penguasa
tradisional yang selama ini berupa upeti akan dengan uang. Kedua, dengan dihapusnya sistem
upeti dominasi bupati atas penduduknya dapat dikurangi karena dengan sistem ini bupati
akan digaji langsung oleh pemerintah. Seandainya bisa berjalan sistem ini bupati tentu akan
memberi perubahan yang cukup penting bagi tatanan budaya masyarakat. Namun , sebelum
sistem ini dilaksanakan secara sempurna, inggris dipakasa kembali menyerahkan kembali
kekuasaannya kepada pemerintah belanda sebagai akibat perjanjian perdamaian belanda
inggris.
Setelah indonesia di perintah oleh belanda kembali.maka pada 1854 pekerintah
kolonial belanda mengeluarkan reggeringsregiemens yang merupakan cikl bakal pengaturqn

12
tentang daerah dan desa dalam pasal 71 (pasal 128.I.S) desa di atur sebagai berikut (dalam
suehartoni) 2001.16-17) :
1) desa.disebut “inland schegeementen” yang merupakan kesatuan masyarakat hukum
pribumi disahkan oleh kepala daerah (presiden.berhal untuk mrmilih kepalany dn
oemerintah drsanya sendiri.
2) Kepala desa diberi keleluasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
dengan memperhatikan perarutursn-peraturan yang dikeluarkan oleh gubernur jendral
atau kepala daerah (residen).
3) Kepala desa dan anggota pemerintah desa diangkat oleh penguasa yang ditunjuk untuk
itu. Kepala desa berwenang untuk : a). Memungut pajak dibawah pengawasan tertentu
dan b). Didalan batas-batas tertentu menetapkan hukuman terhadap pelanggaran atas
aturan yang diadakan oleh desa. Gubernur jenderal menjaga hak tersebut terhadap
segala pelanggarannya.

Dalam penjelasan, Bijblad 5687 dijelaskan bahwa ketetapan-ketetapan dalam


ordonnantie secara konkriet mengatur bentuk, kewajiban dan hak kekuasaan pemerintah desa
baik berdasarkan hukum ketataprajaan maupun berdasarkan hukum perdata. Dengan ordonasi
tersebut kedudukan desa menjadi jelas yaitu sebagai badan hukum, tidak sekedar keaatuan
komunal masyarakat. Peraturan tersebut juga telah berhasil mengembangkan kemajuan
kedudukan hukum desa sebagai pemilik harta benda ( soetardjo kartohadikoesoemo, 1984).
Menurut ordinasi ini hak dan kewajiban kepala desa adalah :
a) Mengurus rumah tangga desa
b) Setelah berunding dengan warga desa mengambil keputusan desa
c) Mengurus dan memelihara pekerjaan umum seperti jalan umum, jembatan, bangunan,
tanah lapang, pasar, saluran-saluran air, dan peresapan air
d) Mengurus dan memelihara segala harta benda milik desa seperti gedung, lumbung,
balai desa , langgar/mesjid, dam, dan tanah desa.
e) Dalam menjalankan kewajiban tadi kepala desa berhak mengundang warga desa untuk
menjalankan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam peraturan desa.
f) Mengurus dan memelihara yayasan desa yang seperti pasar, pemandian, tambangan
dam sekolah desa.
g) Melakukan pengawasan atas segala ha mengenai kepentingan desa.
h) Bertanggung jawab atas kerugian yang diderita desa yang disebabkan oleh
kesalahannya baik yang disengaja maupun tidak.

13
Dalam kaitannya dengan otonomi desa/hak mengatur rumah tangganya sendiri
tersebut IGO tidak menggunakan istilah otonomi desa untuk desa melainkan huisboulfelijke
belangen ( kepentingan rumah tangga). Hal ini disesuaikan dengan RR ( Regerings
Reglement) pasal 128 (s) yang menyebutkan:
“kepala desa diserahkan pengaturan dan pengurusan rumah tangga dengan memperhatikan
verodering yang dikeluarkan oleh gubernur jenderal , oleh pemerintah wilayah, atau
pemerintah kesatuan hukum yang berdiri sendiri yang ditunjuk dengan verordering.
Kata diserahkan bukan berarti diberikan melainkan “ terserah” atau dibiarkan
kepada” dengan kata lain , pengaturan dan pengurusan rumah tangga desa terserah kepada
desa sendiri. ( Bayu Surianingrat; 1976:41). Namun IGO memberi rambu-rambu dalam
menyelenggarakan rumah tangga desa sebagaimana tersebug dibawah ini :
Pasal 5 :
Kepala desa menjaga supaya pemegang pembuktian, uang, dan hak-hak milik kepunyaan
desa lainnya dijalankan dengan sepatutnya, menurut peraturan tentang hal itu yang telah
ditetapkan oleh kepala kepresidenan, dan dalam hal apa juga diwajibkan ia mengganti
kerugian yang jatuh pada desa karena kejahatan atau kealpahannya.

Pasal 7 :
Pemerintah desa harus menjaga baik-baik mengenai pemakaian dan pemeliharaan pekerjaan
desa menurut peraturan yang ditentukan untuk itu, seperti jalan-jalan , jembatan dan saluran
air, bangunan, tanah lapang, pasar-pasar dan tempat penyimpan air.

Menurut UU Desentrslisasi 1908, yang ditunjuk sebagai daerah otonom adalah resor
lokal yang merupakan gemeente ( kesatuan masyarakat hukum), gemeente tersebut terdiri
atas dua bentuk : 1). Yang diatur dan diurus oleh orang eropa disebut staadgemeente, dan 2)
yang diatur dan diurus oleh orang pribumi disebut regency ( kabupaten ) . Inilah daerah yang
diberikan hak otonomi.

Oleh karena itu, di daerah tersebut dibentuk dewan (raad) , semacam DPRD,
sedangkan desa, yang dalam IGO disebut Indlansche gementhe atau kesatuan masyarakat
hukum pribumi, diletakan dibawah kecamatan adalah wilayah administrasi ( local state
government) , maka baik di ke amatan maupun didesa tidak dibentuk dewan, oleh karena itu ,
dalam menetapkan pendapatan dan belanja serta pengangkatan pamong, desa tidak bisa
membuat keputusan sendiri sebagaimana daerah otonom melainkan harus mendapat

14
persetujuan dewan kabupaten. Berdasarkan peraturan demikian, sebenarnya desa lebih
cenderung sebagai kesatuan administrasi pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasitapi
diberi hak otonom, akan tetapi otonomonya bukanlah otonomi sebagaimana dimiliki daerah
otonom (stategemente dan regensi ) . Otonominya adalah otonomi yang sudah melekat sejak
keberadaan deaa tersebut.
Pada tahun 1941 pemerintah kolonial mempertinggi status desa dengan
mengeluarkan sebuah ordonatie yang terkenal dengan sebutan desa ordo nantie ( S. 19:1) (
nitinigoro, 1994 dalam suhartono, 2001:48). Substansi desa ordonantie baru ini berbeda
dengan ordonangie sebelumnya. Prinsipnya ialah desa diberi keleluasaan untuk berkembang
menurut potensi dan kondisinya swndiri untuk mencapainya, desa tidak lagi dikekang dengan
aturan-aturan yang mengikat dan instutif.
Desa ordonantie membedakan antara desa yang sudah maju dan desa yang belum
maju. Untuk desa yang sudah maju pemerintahan dilakukan oleh sebuah dewan desa,
sedangkan desa yang belum maju pemerintahan disusun seperti sedia kala yaitu oleh rapat
desa yang dipimpin oleh kepala desa yang dibantu oleh parentah desa. Dalam desa
ordonantie baru itu pemerintah hendaknya jangan terlalu banyak mencampuri urusan desa
dengan peraturan-peeaturan yang mengikat. Bahkan disarankan agar penyelenggaraan
pemerintahan desa lebih banya menggunakan hukum adat. Akan tetapi desa ordonantie ini
belum bisa dijalankan karena pemerintah kolonial belanda harus menyerahkan kekuasaannya
kepada pasukan jepang pada 1942.
Jadi sampai dengan akhir kekuasaan hindia belanda diindonesia tahun 1942,
otonomi desa relatif masih diselenggarakan sebagai mana adanya baik dalam bidang politik,
ekonomi, sosial maupun budaya. pemerintah atas hanya mengendalikan kegiatan-kegiatan
ekonomi sosial budaya. Namun desa sebagai kesatuan masyarakat terus berkembang sesuai
dengan dinamika internalnya.

B. Periode awal kemerdekaan sampai akhir zaman orde lama


Sebenarnya 3 tahun setelah proklamasi kemerdekaan diundangkan UU No 22 tahun
1948 tentang pemerintah daerah , menurut undang-undang ini , desa ditetapkan sebagai salah
satu bentuk pemerintahan daerah. Pada pasal 1 ayat 1 ditetapkan bahwa negara republik
indonesia tersusun dalam 3 tingkatan : provinsi, kabupaten, dan desa, sebagaimana yang
berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut UU ini desa diposisikan
sebagai daerah otonomi tingkat 3. Disini terdapat perubahan dalam hal otonomi. Jika dalam
UU hindia belanda otonomi deaa adalah otonomi asli yang kemudian diakui. Tapi menurut

15
UU no 22, otonomi desa menjadi otonomi formal karena diatur dalam undang-undang.
Adapun isi otonominya akan ditemukan berdasarkan UU pembentukannya yang ditetapkan
kemudian akan tetapi karena kondisi negara kita masih menghdapi ancaman belanda dan
belum stabil, UU ini tidak bisa dilaksanakan. Oleh karena itu, kondisi desa sampai dengan
tahun 1950 masij tetap seperti sedia kala.
Pada 1965 diundangkan UU No 19 1965 tentang desa praja. Pada pasal 1 undang-
undang ini dijelaskan apa yang dimaksud dengan desa praja, yaitu kesatuan masyarkat hukum
yang tertentu batasan-batasan daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih
penguasanya dan mempunyai harta bendanya sendiri. Sebagaimana UU no 22 tahun 1948,
istilah desa praja tidak menunggu pada desa desa sebagai masyarakat hukum adat yang sudah
ada. Desa praja menurut undang-undang ini menunjuk pada suatu kesatuan masyarakat
hukum yang sengaja, kaan dibentulk kemudian akan untuk dipersiapkan menjadi daerah
tingkat tiga.
Kedua UU tersebut berbeda dengan IGO dan IGOB zaman hindia belanda. IGO dan
IGOB hanya memberi landasan hukum atas keberadaan desa. Desa tetap dibiarkan
sebagaimana adanya. IGO dan IGOB tidak merubah dan mengatur kelembagaan desa yang
sudah ada. Adapun kedua undang-undang no 2 tahun 1948 dan undang-undang no 19 tahun
1965 mengatur kembali kelembagaan desa sebagai kelembagaan baru yang ditentukan dalam
undang-undang, dengan demikian menurut kedua undang-undang tersebut desa menjadi
otonomi formal bukan otonomi adat. Sebagaimana diatur dalam IGO dan IGOB.
Nasib UU no 19 tahun 1965 juga sama dengan UU no 22 tahun 1948. Belum pernah
dilaksanakan oleh katena itu, isi , bentuk, dan mekanisme penyelenggaraan rumah tangga
desa praja juga belum pernah dilaksanakan . Dengan demikian, sampai pada periode ini
sistem administrasi pemerintahan desa tradisional tidak mengalami perubahan secara
mendasar. Namun sejalan dengan birokratis yang telah dimulai sejak zaman kolonial dan
makin intensif pada zaman kemerdekaan.
Pelaksanaan otonomi desa tidak lagi bebas seperti sebelumnya tetapi semakin
diawasi dan diatur oleh suprastruktur hanya isi dan bentuknya secara substantif tidak diubah.,
kecuali tanah norowito. Untuk kasus tanah norowito , status berubah dari tanah komonial
menjadi tanah hak milik perorangan berdasarkan undang-undang pokok agrariah pada tahun
1960. Menurut UU PA 1960 ini semua tanah norowito dikonfersi menjadi hak milik dan
diberikan kepada penggarapnya. Dengan ganti rugi kepada negara sejak saat itu, desa sudah
tidak memiliki tanah narowito, desa tinggal mempunyai tanah bangga desa dan tanah
dengkok.

16
Perubahan status ini ternyata membawa dampak yang luas pada sistem sosial
masyarakat desa, didepan telah disinggung bahwa tanah komunal desa merupakan salah satu
instrumen yang penting untuk menyelenggarakan rumah tangga desa. Melalui tanah komunal
desa bisa mengarahkan dan mengontrol prilaku warganya dengan hak dan kewajiban yang
dilembagakan secara adat. Pemilik tanah komunal adalah desa dalam arti sebagai lembaga
pengelola masyarkat hukum. Pada desa-desa kuno pengaturan sistem kemasyarakatan
berbasiskan sistem tanah komunal ini. Pranata-pranata sosial berikut kelembagaannya yang
dibuat untuk mendukung terselenggaranya sistem sosial masyarakat desa dikaitkan dengan
penempatan tanah komunal karena dari sinilah hak dan kewajiban warga desa diatur dan
diawas oleh desa dan sistem sossial yang terbentuk. Dalam hal ini ada 3 pihak yang
mempunyai hubungan resiflokal :
1. Kepala desa
2. Warga desa
3. Lembaga desa.

C. Periode Undang-undang no 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa


UU no 19 tahun 1965 tidak dilaksanakan karena terjadi perubahan politik yang
sangat mendasar, setelah adanya upaya kudeta G30spki, setelah TNI angkatan darat perlahan
tapi pasti mengambil alih kekuasaan pada tangan ir.soekarno. Maka semua tokoh hukum
dibawah rezim soekarno dijalankan ulang. Salah satu tokoh hukum yang harus ditinjau ulang
adalah, UU no 19 tahun 1965, dengan ditundanya pemberlakuan undang-undang no 19 tahun
1965 tersebut, bemtuk landasan yuridis tentang desa kembali berada dalam status kuok. Baru
Pada 1979 dikeluarkan UU no 3 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.
UU no 6 tahun 1979 tentang pemerintahan desa secara formal mendefenisikan desa
sebagai satuan masyrakat hukum yang mempunyai hak penyelenggaraan rumah tangganya
sendiri dan berada dibawah kecamatan. Namun apa isi, bentuk, dan cara menyelenggarakan
rumah tangga itu tidak ada penjelasan yang gamblang dalam UU ini. bayu suryaningrat
mengajukan teori sisa untuk mengemukakan hak prnyelrngaaraan rumah tangga sendiri atau
otonomi desa tersebut. Menurut teori ini, yang menjadi urusan rumah tangga desa adalah
segala urusan didesa yang bukan urusan pemerintah pusat. Peran pemerntah daerah tingkat 1
dan pemerintah daerah tingkat 2 yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum . Untuk
itu desa dalam kedudukannya sebagai bagian daro negara kesatuan republik indonesia tidak
mungkin mempunyai otonomi seluas jaman kerajaan.

17
Bayu suryaningrat menjelaskan bahwa otonomi desa dirujukan oleh pasal 21 UU no
5 tahun 1979 yaitu pada bagian sumber pendapatan kekayaan dan anggaran pemerintah dan
pengeluaran anggaran desa yaitu meliputi :
a. Pendapatan asli desa sendiri yang terdiri atas :
 Hasil tanah khas desa
 Hasil swadaya dan partisipasi masyarkaat
 Hasil gotong royong
 Hasil lain dari usaha desa yang saha
b. Pendapatan yang berasal dari pembetian pemerintah dan pemerintah daerah
terdiri atas:
 Sumbangan dan bantuan pemerintah
 Sumbangan dan bantuan penetintah daera
 Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang dibetikan kepada desa.
 Lain-lain pendapatan yang sah, adanya pemiharaan sumber sumber pendapatan
desa , baik yang berasal dari sumber pendaptan asli desa maupun pemerintah
daerah seperti itu berarti desa akan dapat menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri alias otonominya .

BAB IV
Pertumbuhan Pemerintahan Desa

A. Zaman Kerajaan-Kerajaan Nusantara


Keberadaan desa telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Sangat sedikit
informasi tertulis mengenai masalah ini. Salah satunya adalah dari seorang ahli purbakala
bangsa Belanda yang menemukan prasasti dari abad ke-14. Prasasti tersebut
menginformasikan adanya desa. Bayu Surianingrat menjelaskan bahwa pada tahun 1939 ,
A.Gall mengirimkan prasasti Himad Walandit ke Dinas Purbakala Jakarta. Prasasti tersebut
menginformasikan adanya Desa Walandit dan Desa Himad. Dimana kesua desa tersebut
terlibat perselisihan soal wilayah, yang kemudian diselesaikan melalui pengadilan Kerajaan
Jenggala-Kediri. Pada tahun 1880 juga ditemukan sebuah piagam tentang desa walandit di
daerah Penanjangan, Tengger, Jawa Timur. Piagam tersebut menginformasikan bahwa warga
desa walandit dikenakan pungutan untuk upacara menghormati Berahma (Gunung Bromo)
oleh perintah raja.

18
Prasasti dan Piagam membuktikan bahwa pada abad ke-14 di Indonesia sudah
terdapat desa dengan status swatantra, otonom. Mengenai hirarkinya, tampaknya susunan
pemerintahan desa pada waktu itu langsung dibawah kerajaan, tidak ada wilayah semacam
kabupaten/kota di atas desa. Untuk mengetahui tentang kehidupan masyarakat desa pada
zaman tersebut, kita dapat mengambil contoh pada Masyarakat Suku Baduy.
Masyarakat baduy di Banten adalah contoh kesatuan masyarakat hukum adat yang
bersifat geneologis, terdiri atas satu keturunan. Diduga kuat mereka adalah pelarian pasukan
Kerajaan Padjajaran yang melarikan diri ke hutan, yang kemudian membentuk komunitas
tertutup. Masyarakat Baduy dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Puun. Puun adalah
kepala adat, kepala pemerintahan, dan pemimpin kepercayaan. Di bawah Puun terdapat
Girang Seurat atau juru tulis dan pejabat-pejabat yang berfungsi mengurusi bidang keamanan,
pengadilan, pengairan, dan kepala-kepala kampung.
Snouck Hurgronje (1983:67-90) menginformasikan tentang sistem pemerintahan desa
asli Aceh sebelum pemerintah Hindia Belanda secara efektif menguasai Aceh. Unit
pemerintahan terendah di Aceh adalah Gampong, yang terdiri atas :

1. Keuchi. Adalah pemimpin atau bapak gampong yang menerima wewenang dari
uleebalang dari wilayah yang membawahi gampong itu. Ia memiliki wewenang untuk
menjaga ketertiban, keamanan, dan menciptakan kesejahteraan warganya.
2. Teungku, menurut orang Aceh adalah “ibu” warga gampong. Gelar ini diberikan
kepada seseorang yang berhubungan dengan agama. Teungku mempunyai berbagai
tugas yang berkaitan dengan bidang agama Islam.
3. Ureueng Tuha adalah kelompok sesepuh desa. Mereka adalah orang-orang yang
dianggap mempunyai mempunyai pengalaman, kebijaksanaan, sopan santun, dan
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang adat. Mereka mempunyai pengaruh yang
cukup kuat dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah gampong.

Di Demak, Jawa Tengah pemerintahan desa diselenggarakan oleh kepala desa yang
dipilih oleh semua penduduk dewasa di desa. Kepala desa dibantu oleh pamong desa, carik
sebagai pejabat yang mengurusi administrasi/tata usaha desa, kamituwa yang merupakan
seorang sesepuh, bayan yang merupakan petugas pengantar surat/pemberi informasi kepada
penduduk tentang kebijakan pemerintah seperti pajak, upacara, maupun undangan di
kelurahan. Pemerintah desa mengurus sekolah desa, pasar, kesehatan, dan masalah-masalah
lainnya.

19
B. Zaman Hindia Belanda
Pada akhir abad ke-16 bangsa Belanda tiba di Banten dan terus ke Makasar. Belanda
dengan armada dagangnya yang disebut VOC kemudian menundukan kerajaan-kerajaan di
Nusantara. Oleh karena itu, secara politik desa juga berada di bawah kekuasaaan Belanda.
Namun demikian, hingga akhir kekuasaan VOC desa tetap dibiarkan seperti sedia kala. Baru
setelah wilayah Indonesia diurus langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian
menerapkan organisasi pemerintahan yang modern, desa mendapatkan pengaturan yang
formal.
Pada tahun 1854, berdasarkan ketatanegaraan Hindia Belanda sebagaimana tersurat
dalam Indische Staatsregeling, pemerintah colonial memberikan hak untuk
menyelenggarakan pemerintahan sendiri kepada desa. Dalam aturan tersebut dijelaskan
bahwa :
1. Desa-desa bumiputera dibiarkan memilih anggota-anggota pemerintahannya sendiri,
dengan persetujuan penguasa yang ditunjuk untuk itu menurut ordonansi .
2. Dengan ordonansi dapat ditentukan keadaan kepala desa dan anggota pemerintah desa
diangkat oleh penguasa yang ditunjuk untuk itu.
3. Kepala desa bumiputera diberikan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, pemerintah wilayah atau residen atau pemerintah otonom yang
ditunjuk oleh ordonansi
4. Dengan ordonansi dapat diatur wewenang dari desa bumiputera untuk memungut pajak
dibawah pengawasan tertentu dan dalam batasan tertentu menetapkan hukuman
terhadap pelanggaran atas aturan yang diadakan oleh desa.

Pada tahun 1906, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Inlandse Gemeente


Ordonantie (IGO) yaitu aturan dasar mengenai desa yang berlaku hanya di daerah Jawa dan
Madura. Menurut aturan tersebut, Penguasaan Desa dijalankan oleh beberapa orang yang
ditunjuk. Ketentuan tersebut adalah yang pertama berlaku di Indonesia menyangkut
kelembagaan pemerintahan desa, dimana kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat.
Untuk desa-desa diluar Jawa dan Madura diberlakukan peraturan yang bernama
Inlandse Gemeente aoardonantie Buitengewesteen (IGOB) tentang pemerintahan desa.
Aturan dasarnya antara lain :

20
1. Adanya kewajiban pemerintahan desa untuk membuat anggaran belanja setiap triwulan.
Aturan ini tidak dijumpai dalam IGO..
2. Ketentuan mengenai kerja bakti bagi warga desa. Dalam IGOB, warga yang tidak
melaksanakan kerja bakti tersebut diwajibkan membayar sejumlah uang yang disetor ke
kas desa.
3. Mengenai “Tanah Bengkok” di dalam IGOB tidak dijumpai. Hal ini disebabkan karena
di luar Jawa dan Madura tersedia banyak tanah yang bisa diusahakan siapa saja.

C. Zaman Pendudukan Jepang


Setelah Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perang Dunia area Asia Timur Raya,
maka sejak 1942 kekuasaan beralih ke tanangan tentara pendudukan Jepang. Bala tentara
Jepang yang memerintah Indonesia selama 3,5 tahun tidak sempat mengeluarkan kebijakan
baru. Peraturan peninggalan Belanda, yaitu IGO dan IGOB tetap berlaku. Hanya sebutan
kepala desa (kuchoo), masa jabatan (dari tak terbatas menjadi 4 tahun), dan cara pemilihan
serta pemberhentiannya diatur lebih lanjut. Pemerintahan desa pada zaman pendudukan
Jepang terdiri dari 9 pejabat, yaitu : Lurah, Carik, 5 orang Mandor, Polisi Desa, dan Amir
yang mengerjakan urusan agama.
Menurut Suhartono (2001:49), pada masa pendudukan Jepang, desa ditempatkan di
atas Aza (kampung, dusun) yang merupakan institusi terbawah. Pada masa ini, otonomi desa
juga kembali dibatasi, bahkan desa dibawah pengaturan dan pengendalian yang sangat ketat.
Dalam waktu ini, desa tak lagi dipandang sebagai milik pribumi yang otonom, malainkan
ditempatkan di atas aza.
Desa dibagi-bagi atas beberapa kampung. Kampung-kampung tersebut diorganisir ke
dalam RK (Rukun Kampung) dan keompok rumah tangga diorganisir ke dalam RT (Rukun
Tetangga). Mulai saat itulah RK dan RT dipakai bangsa Indonesia, yang saat ini berubah
menjadi RW dan RT.
Dengan demikian, pemerintahan desa pada zaman pendudukan Jepang lebih
menekankan pada fungsi pengawasan, pengendalian, dan pengarahan rakyat untuk
kepentingan pemerintahan atasnya (Jepang).

D. Zaman Kemerdekaan
1. Desa dalam Konsepsi Founding Father dan Konstitusi
Menjelang kemerdekaan, pada sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

21
(PPKI) antara 28 Mei sampai 22 Agustus 1945, Muhammad Ymin salah satu peserta sidang,
menyampaikan pokok pikirannya tentang susunan negara. Muhammad Yamin dalam
pidatonya pada 29 Mei 1945 menyampaikan susunan negara :
a. Negari, desa, dan segala persekutuan hukum adat yang dibarui dengan jalan
rasionalisme dan pembaruan zaman, dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian
bawah.
b. Pemerintah pusat dibentuk disekeliling kepala negara, terdiri atas :
 Wakil kepala negara
 Satu kementerian sekeliling seorang pemimpin kementerian
 Pusat parlemen balai perwakilan, yang terdiri atas Majelis dan Balai Perwakilan
Rakyat.
c. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah berupa pemerintah daerah
untuk menjalankan pemerintah urusan dalam, Pangreh Praja.
Dalam usulan ini status desa berada dalam pemerintah daerah. Kemudian proses
penyusunan pemerintah daerah harus memandang dan mengingati dasar permusyawaratan
dan hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Daerah-daerah yang bersifat
istimewa itu adalah daerah kerajaan baik di jawa maupun luar jawa, kedua daerah-daerah
yang mempunyai susunan asli seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dusun dan marga
di Palembang, huta dan kuria di Tapanuli, gampong di Aceh.
Pada 18 Agustus 1945 sidang PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar. Dalam
UUD ini, desa masuk dalam ketentuan pasal 18 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 18 ini
berbunyi :

“Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-
usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1945. UU ini mengatur


kedudukan desa dan kekuasaan Komite Nasional Daerah, sebagai badan legislative yang
dipimpin oleh seorang kepala daerah. Di dalamnya terlihat bahwa letak otonomi terbawah
bukanlah kecamatan, melainkan desa sebagai kesatuan masyarakat yang berhak mengatur
rumah tangga pemerintahannya sendiri.

22
2. Pemerintahan Desa pada Zaman Orde Lama dan Orde Baru
Pada 1965 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 tentang
desapraja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terbentuknya Daerah Tingkat III
diseluruh Indonesia. Pada pasal 1 dijelaskan tentang desapraja yaitu “Kesatuan masyarakat
hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri ,
memilih penguasanya, dan mempunyai harta benda sendiri”.
Secara organisasi desapraja didukung oleh alat-alat kelengkapan yang diatur dalam
pasal 7. Menurut pasal ini, alat kelengkapan desapraja terdiri atas Kepala Desapraja, Badan
Musyawarah Desapraja, Petugas Desapraja, Pamong Desapraja, Panitera Desapraja, Petugas
Desapraja, dan Badan Pertimbangan Desapraja. Fungsi dan tugas alat-alat kelengkapan
tersebut adalah :
a. Kepala desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumah tangga desapraja dan
merupakan alat pemerintah pusat.
b. Badan musyawarah desapraja adalah perwakilan dari masyarakat desapraja
c. Pamong desapraja adalah pembantu kepala desapraja yang mengepalai suatu dukuh
dalam lingkungan daerah desapraja
d. Panitera desapraja adalah pegawai desapraja yang memimpin penyelenggaraan tata
usaha desapraja dan tata usaha kepala desapraja di bawah pimpinan langsung kepala
desapraja
e. Petugas deparaja adalah pembbantu-pembantu kepala desapraja dan pamong desapraja
dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga desapraja
f. Setiap desapraja memiliki badan pertimbangan desapraja. Badan ini bertugas
meberikan nasehat yang diminta atau yang tidak diminta oleh kepala desapraja.

Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 ini tidak sempat dilaksanakan karena


terjadinya peristiwa G-30S/PKI. Akibat peristiwa tersebut terjadi pergantian rezim dari Orde
Lama dibawah Soekarno menjadi Orde Baru dibawah Soeharto. Orde baru yang fokus pada
pembangunan menata ulang sistem ketatanegaraan untuk disesuaikan dengan tujuan
pembangunan.
Orde Baru memandang UU No 19 Tahun 1965 tidak sesuai dengan pembangunan
yang dijalankan, sehingga melalui UU No 6 Tahun 1969, UU No 19 Tahun 1965 dinyatakan
tidak lagi berlaku. Akibatnya dasar hukum desa menjadi tidak jelas. Untuk mengatasi
kekosongan landasan hukum tentang desa tersebut, dikeluarkanlah surat edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 5/I/1969, tentang pokok-pokok pembangunan desa.

23
Setelah 10 tahun, akhirnya dikeluarkanlah UU No 5 Tahun 1979 tentang
pemerintahan desa. Undang-undang ini mengatur hal0hal sebagai berikut :
a. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat hukum termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI.
b. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa.
c. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa yang terdiri atas
unsur staf dan kepala dusun sebagai unsur pelaksana.
d. Sekretaris desa memimpin sekretariat desa yang terdiri atas kepala-kepala urusan.
e. Desa bukanlah daerah otonom sebagaimana daerah otonom dalam pengertian Daerah
Tingkat I/ Daerah Tingkat II.
f. Desa bukanlah suatu satuan wilayah. Desa hanya bagian dari wilayah kecamatan.
g. Desa adalah satuan ketatanegaraan yang berkedudukan langsung dibawah kecamatan.

1. Pemerintahan Desa pada Masa Reformasi


Setelah terjadinya reformasi terjadilah perubahan-perubahan paradigma
penyelenggaraan pemerintahan, dari pemerintahan yang bercorak sentralistik-militeristik
menjadi pemerintahan reformasi yang demokratis. Setelah tejadinya Amandemen UUD 1945,
pada pasal 18 diubah menjadi pasal 18, 18 A, dan 18 B yang berbunyi :
a. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
b. Negara mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan Pasal 18 B ayat 2, kedudukan desa masuk sebagai kesatuan masyarakat


hukum adat. Menurut pasal tersebut, keberadaan desa yang masih eksis sebagai kesatuan
masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnyadiakui oleh konstitusi dan diatur
dengan undang-undang.
Setelah UUD 1945 di amandemen, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selanjutnya pada tahun 2004,
UU No 22 Tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

24
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 diganti dengan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemrintah Pusat dan
Daerah.
Baik UU No 22/1999 maupun UU No 32/2004 menganut prinsip-prinsip demokrasi,
partisipasi masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan keanekaragaman. Berdasarkan prinsip
tersebut, desa diatur sebagai berikut : status desa dikembalikan sebagai kesatuan masyarakat
hukum adat yang berwenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat
berdasarkanasal usul dan adat istiadat, nomenklatur desa bisa menggunakan nama lain sesuai
dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat, selain itu di desa juga dibentuk
lembaga perwakilan rakyat yang berfungsi sebagai pengayom adat istiadat, egislasi, dan
pengawasan.

2. Empat Tipe Desa


a. Desa Adat, merupakan bentuk desa asli dan tertua di Indonesia. Desa adat mengatur
dan mengelola dirinya sendiridengan kekayaan yang dimiliki tanpa campur tangan
negara. Desa adat tidak menjalankan tugas-tugas administrative yang diberikan negara.
Contoh : Desa Adat Pakraman di Bali.
b. Desa Administrasi, merupakan satuan wilayah administrasi, yaitu satuan pemerintahan
terendah untuk memberikan pelayanan administrasi dari pemerintah pusat. Desa
administrasi secara substansi tidak memiliki otonomi dan demokrasi. Contoh : semua
desa yang berubah menjadi keluarahan.
c. Desa Otonom, adalah desa yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dengan
undang-undang. Desa otonom memiliki kewenangan yang jelas karena diatur dalam
undang-undang pembentuknya. Karena itu, desa otonom memiliki kewenangan penuh
dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Contoh : Desa Praja dibawah
UU No 19/1965
d. Desa Campuran (Adat dan Semiotonom), merupakan tipe desa yang memiliki
kewenangan campuran antara otonomi asli dan semi otonomi formal. Disebut campuran
karena otonomi aslinya diakui undang-undang dan juga diberi kewenangan dari
kabupaten/kota. Disebut semiotonom karena model penyerahan urusan pemerintahan
dibawahnya ini tidak dikenal dalam teori desentralisasi.

25
BAB V

Pemerintah Desa Dalam Pengaturan UU N0. 32 Tahun 2004

A. Nomenklatur dan Status Desa

Dalam UU No.5 / 1979 Tentang pemerintahan desa, satuan pemerintahan terendah dibawah
kecamatan disebut dengan nomenklatur desa. Di seluruh Indonesia nomenklatur, struktur
organisasinya dan mekanisme kerjanya disamakan agar tercipta pemerintahan desa yang
efesien sehingga dapat menerima tugas-tugas pembangunan yang menjadi prioritas
pemerintah saat itu. Penyeragaman nomenklatur dan organisasi desa tersebut kemudian
menciptakan perasaan kurang senang dalam masyarakat luar Jawa karena merasa dipaksa
untuk menerima konsep desa Jawa. Bahkan banyak kelompok masyarakat yang menyebut
jawanisasi desa luar Jawa tersebut sebagai penjajahan kultural oleh penguasa Jawa kepada
masyarakat luar Jawa. Masyarakat luar Jawa kurang senang karena secara kelembagaan,
sosial budaya, dan tata kerjanya “desa” di luar Jawa tidak sama dengan desa di Jawa. Dalam
kenyataannya desa di luar Jawa mempunyai kelembagaan, struktur organisasi, dan
mekanisme kerja yang sangat beragam.

Oleh karena itu dibuatlah UU No 32 / 2004 masalah nomenklatur diserahkan kepada


masing-masing daerah. Artinya, setiap daerah bisa menyebut satuan pemerintahan terendah
tersebut dengan istilah yang sudah hidup sejak zaman dulu, tidak harus dengan istilah desa.
Dengan demikian, di daerah luar Jawa sebutan untuk desa menjadi beragam. Di Sumatera
Barat disebut nagari, di Sumatera Selatan disebut marga, di Aceh disebut gampong, dan
seterusnya.

Berdasarkan UU No 32 / 2004 Status desa adalah satuan pemerintahan di bawah


kabupaten/kota. Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya di bawah camat.
Kelurahan hanyalah wilayah kerja lurah di bawah camat yang tidak mempunyai hak
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

26
Kecamatan bukan lagi sebagai wilayah administrasi yang membawahi desa-desa,
melainkan hanyalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten. Camat sendiri
bukan kepala wilayah dan penguasa tunggal di wilayahnya (sesuai UU No.5/1974),
melainkan hanya sebagai pejabat pemerintah kabupaten yang mengepalai kecamatan. Atau
dengan kata lain, camat adalah tangan panjang bupati di wilayah kerja tertentu yaitu
kecamatan yang salah satu tugasnya adalah melakukan koordinasi, sinkronisasi, pengawasan
dan pembinaan terhadap desa-desa. camat adalah perangkat daerah di bawah bupati/wali kota
yang mengkoordinir desa-desa. Desa Iangsung berada di bawah bupati/wali kota. Camat tidak
di bawah hirarki wilayah administrasi kabupaten/kota madya, provinsi, dan departemen
dalam negeri seperti pada zaman Orde Baru.

B. Kewenangan Desa
1. Kewenangan yang Sudah Ada Berdasarkan Hak Asal Usul Desa \

Desa tumbuh dari komunitas yang menyelenggarakan urusannya sendiri, self-


goberning community, kemudian diakui oleh pemerintah kolonial sebagai kesatuan
masyarakat hukum. dan akhirnya berkembang menjadi kesatuan masyarakat hukum adat.
Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, desa telah memiliki lembaga yang mapan dan ajeg
yang mengatur perikehidupan masyarakat desa yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat
Teer Haar, masyarakat hukum adat mempunyai tiga komponen yaitu:

a. Sekumpulan orang yang teratur


Di desa tinggal orang-orang yang membentuk sistem kemasyarakatan yang teratur.
Sistem kemasyarakatan yang teratur menunjuk pada adanya pola tata tindak
sekumpulan orang tersebut berdasarkan peran, status, dan fungsi masing-masing yang
mengacu pada nilai dan norma yang disepakati bersama. Orang-orang yang tinggal di
desa mengatur diri dengan cara memposisikan diri dalam status, peran, dan fungsi
tertentu dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

b. Mempunyai lembaga yang bersifat tetap dan ajeg


Masyarakat desa mempunyai lembaga sosial yang mapan. Lembaga berasal dari
kebiasaan, tata kelakukan, dan adat istiadat. Lembaga ini menjadi pola perilaku
masyarakat yang fungsional dalam rangka memenuhi kehidupannya. Masyarakat Desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat mempunyai lembaga-lembaga sosial yang
melekat dalam dirinya. Pola perilaku itu berjalan begitu adanya, berjalan dengan

27
sendirinya, tanpa ada yang mengatur atau memaksa, dan jika tidak dilakukan akan
mengganggu keteraturan masyarakat. Seperti, masyarakat desa mempunyai lembaga
pemerintahan yang berbentuk organisasi pemerintahan desa untuk memenuhi
Kebutuhan dibidang Pemerintahan, lembaga ekonomi berupa sistem kepemilikan tanah
yang berbentuk organisasi Kelompok Tani dan KUD untuk memenuhi kebutuhannya di
bidang ekonomi, dan lain-lain. Semua lembaga tersebut begitu teratur, mapan, dan
fungsional dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat desa yang bersangkutan.

c. Memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengurus harta benda


Desa mempunyai harta benda sendiri yang diatur dan diurus oleh masyarakat desa
sendiri. Harta benda milik desa tersebut tidak diatur dan ditentukan oleh pemerintah
atasnya (Kabupaten, Provinsi, Pusat). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur hampir semua
desa mempunyai harta benda berupa tanah komunal milik masyarakat desa yang
diperuntukkan untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaan desa (Tanah banda
desa) dan tanah komunal milik masyarakat desa yang diperuntukkan sebagai honor/gaji
pada pengurus desa selama menjabat (tanah bengkok). Di samping memiliki tanah ada
juga desa yang mempunyai pasar desa, tempat wisata, tempat pemandian, dermaga,
pelabuhan, dan lain-lain.

Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan kewenangan yang sudah ada
berdasarkan asal usulnya adalah kewenangan yang mengacu pada pengertian desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum adat tersebut.

2. Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kabupaten/ Kota yang


Diserahkan Pengaturannya kepada Desa

Dalam UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan ada


yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, ada yang diselenggarakan oleh pemerintahan
daerah provinsi, dan ada yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Pengaturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan PP No 38/2007 tersebut urusan pemerintahan
yang pengaturan dan pengurusannya diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota
sangat jelas dan rinci. Dalam rangka memperkuat desa, pemerintah mengehiarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyerahan Urusan

28
Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa. Dalam Peraturan ini dijelaskan bahwa terdapat
31 bidang urusan pemerintahan kabupaten/kota yang dapat diserahkan kepada desa. Adapun
ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan
Kabupaten/Kota kepada Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

3. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah


Kabupaten/Kota

Menurut UU No. 32/2004, pemerintah pusat menyelenggarakan urusan pemerintahan


bidang luar negeri, keamanan, pertahanan, keuangan dan moneter nasional, justisi, dan
agama. Sedangkan pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sisanya yang mencakup 31 urusan
pemerintahan baik berupa urusan wajib maupun urusan pilihan; Pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tersebut diatur dalam PP
No. 38/ 2007.

Tugas pembantuan merupakan sebuah model dimana pemerintah atasan meminta


kepada pemerintah bawahan untuk melaksanakan sebagian atau seluruh kewenangannya bisa
berasal dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, bisa berasal dari provinsi saja,
atau bisa berasal dari kabupaten/kota saja. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota kepada desa wajib disertai dengan dukungan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Penyelenggaraan tugas
pembantuan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Jika tugas pembantuan tidak
disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia, desa berhak
menolak.

4. Urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan


diserahkan kepada desa

Di samping mempunyai kewenangan asli, kewenangan yang diserahkan dari kabupaten/kota,


dan tugas pembantuan, desa juga dapat menerima urusan pemerintahan lainnya yang
diserahkan kepadanya. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa
berdasarkan undang-undang sampai saat ini belum ada.

29
C. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
1. Pemerintah Desa

Penyelenggaran pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa dan Badan


Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah desa adalah organisasi pemerintahan desa yang
terdiri atas:

a. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa;


b. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas:
 Sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris
desa;
 Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepah desa yang melaksanakan
urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan, keagamaan, dan Iain-Iain;
 Unsur kewilayahan, yaitu pembantu Impala desa di wilayah kerjanya seperti
kepala dusun.

Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,


pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa mempunyai
wewenang;

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan


bersama BPD;
b. Mengajukan rancangan peraturan desa;
c. Menetapkan peraturari desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa untuk
dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
e. Membina kehidupan masyarakat desa;
f. Membina perekonomian desa;
g. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk .
i. Kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
j. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

30
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepala desa mempunyai kewajiban:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi; .
e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi,
korupsi dan nepotisme;
f. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
i. Melaksanakan dan mempertanggungiawabkan pengelolaan keuangan desa;
j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan
o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan


desa diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan pemerintah. Agar
fokus pada pelayanan kepada masyarakat, kepala desa dilarang:

a. Menjadi pengurus partai politik;


b. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, dan lembaga
kemasyarakatan di desa bersangkutan;
c. Merangkap jabatan sebagai anggota DPRD;
d. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan
e. Pemilihan kepala daerah; merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok
masyarakat, dan
f. Mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;

31
g. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/ atau jasa dari
pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
h. Menyalahgunakan wewenang; dan
i. Melanggar sumpah/janji jabatan.

Kepala desa berhenti karena, (l) meninggal dunia; (2) permintaan sendiri; atau (3)
diberhentikan. Kepala desa diberhentikan karena:

a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;


b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;
d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan;
e. Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa; dan/atau
f. Melanggar larangan bagi kepala desa.

Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun, yang dihitung sejak yang bersangkutan
dilantik. Kepala desa yang sudah menduduki jabatan kepala desa hanya boleh menduduki
jabatan kepala desa lagi untuk satu kali masa jabatan.

Sebagaimana disinggung di depan, kepala desa dibantu oleh perangkat desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat desa bertanggung jawab kepada kepala
desa. Perangkat desa terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa
diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:

a. Berpendidikan paling rendah lulusan SMA atau sederajat;


b. Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
c. Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
d. Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; ,
e. Memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan
f. Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.

Sekretaris desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota atas nama bupati/wali
kota. Adapun perangkat desa lainnya diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa yang
bersangkutan. Pengangkatan perangkat desa ditetapkan dengan keputusan kepala desa. Untuk
bisa diangkat sebagai perangkat desa calon harus berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun

32
dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat desa
lainnya diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Persyaratan calon;
b. Mekanisme pengangkatan;
c. Masa jabatan;
d. Kedudukan keuangan;
e. Uraian tugas;
f. Larangan; dan
g. Mekanisme pemberhentian.

Jumlah perangkat desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan
peraturan desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan organisasi dan tata
kerja pemerintahan desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. peraturan daerah
kabupaten/kota sekurang-kurangnya memuat:

a. Tata cara penyusunan struktur organisasi;


b. Perangkat;
c. Tugas dan fungsi;
d. Hubungan kerja.

Kepala desa dan perangkat desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau
tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa yang ditetapkan setiap tahun
dalam APBDesa. Penghasilan tetap tersebut paling sedikit sama dengan upah minimum
regional kabupaten/kota.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa
diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang sekurangkurangnya memuat:

a. Rincian jenis penghasilan;


b. Rincian jenis tunjangan;
c. Penentuan besarnya dan pembebanan pemberian;
d. Penghasilan dan/atau tunjangan.
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

33
Pemerintah berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah atas nya dan kebijakan
desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Atas fungsi tersebut BPD mempunyai
wewenang:

a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa


b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan Peraturan Kepala
Desa
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa
d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat
f. Menyusun tata tertib BPD

Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah
yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri atas Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka
masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat atau
diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BPD ditetapkan
dengan jumlah ganjil paling sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang dengan
memperhatikan luas wilayah, Jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa.

Pimpinan BPD terdiri dari 1 orang ketua, 1 orang wakil ketua dan 1 orang sekretaris.
Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang
diadakan secara khusus. Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh
anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

BPD mempunyai hak:

a. Meminta keterangan kepada pemerintah Desa


b. Menyatakan pendapat
c. Anggota BPD mempunyai hak:
d. Mengajukan rancangan peraturan desa
e. Mengajukan pertanyaan
f. Menyampaikan usul dan pendapat
g. Memilih dan dipilih

34
h. Memperoleh tunjangan
i. Anggota BPD mempunyai kewajiban:
j. Mengamalkan Pancasila melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan.
k. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
l. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
m. Menyerap, menampung, menghimpun, menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
n. Memproses pemilihan kepala desa.
o. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
p. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.
q. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan menjadi kepala
desa dan perangkat desa. Pimpinan dan anggota BPD dilarang:

a. Menjadi pelaksana proyek desa.


b. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan
mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain.
c. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan jasa dari pihak
lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.
d. Menyalahgunakan wewenang
e. Melanggar sumpah atau janji jabatan.

BAB VI

Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintah Desa

A. Keuangan Desa
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah desa yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa bersal
dari pendapatan asli desa, APBD, dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa
yang menjadi kewenangan desa didanai dari ABPDesa, bantuan pemerintah pusat, dan
bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diselenggarakan

35
oleh pemerintah desa didanai oleh APBD, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintah
pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBN.

B. Anggaran belanja dan pendapatan desa (APBDesa)


1. APBDesa
Anggaran belanja dan pendapatan desa adalah rencana keuangan desa dalam satu
tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan, dan
rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan badan
permusyawaratan desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.

2. Struktur APBDesa
Terdiri atas:

 Pendapatan desa
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
Pendapatan desa terdiri atas:

1. Pendapatan asli desa


2. Bagi hasil pajak kabupaten/kota
3. Bagian dari retribusi kabupaten/kota
4. Alokasi dana desa
5. Bantuan keuangan dari pemerinah, pemerintah proinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
desa lainnya
6. Hibah
7. Sumbangan pihah ketiga

 Belanja desa. Terdiri atas:


Belanja langsung yang terdiri atas:
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja modal

36
Belanja yang tidak langssung terdiri atas:
a. Belanja pegawai/penghasilan tetap
b. Belanja subsidi
c. Belanja hibah (pembatasan hibah)
d. Belanja bantuan sosial
e. Belanja bantuan keuangan
f. Belanja tak terduga
 Pembiayaan desa
Terdiri atas:

1. Penerimaan pembiayaan, yang mencakup:


 Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya
 Pencairan dana cadangan
 Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan
 Penerimaan pinjaman
2. Pengeluaran pembiayaan yan mencakup:
 Pembentukan dana cadangan
 Penyertaan modal desa
 Pembayaran utang
3. Penyusunan Rancangan APBDesa
Program pembangunan tahunan desa diturunkan dari program pembangunan jangka
menengah desa (lima tahun), yang disebut rencana pembangunan jangka menengah desa
(RPJMDesa). RPJMDesa merupakan penjabaran visi dan misi dari kepala desa terpilih. Perlu
diketahui bawa seseorang yang mencalonkan diri sebagai kepala desa harus menyusun visi
dan misi yang disampaikan saat kampanye pemilihan kepala desa.

Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan


RKPDesa. Sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa
kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan. Kemudian kepala desa menyampaikan
rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh
persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambbat minggu pertama
bulan november tahun anggaran sebelumnya.

Rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan oleh desa paling lambat 1
bulan setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan. Dengan ditetapkannya APBDesa,

37
pemerintah desa menyelenggarakan pemerintahan desa dan pembangunan desa berdasarkan
APBDesa tersebut.

4. Pelaksanaan APBDesa
Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Khusus bagi desa
yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, pengaturannya diserahkan kepada
daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan desa dan
pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang
lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris desa atas kebenaran
material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud. Pengeluaran kas desa yang
mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa
tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.

Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan
belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Bendahara
desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya wajibb menyetorkan
seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipengutnya ke rekening kas negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Sisa lebih perhitungan anggaran taun sebelumnya merupakan penerimaan


pembiayaan yang digunakan untuk:

1. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih keil dari pada realisasi
belanja.
2. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung .
3. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.
Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa
tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak dapat digunakan
untuk membiayai kegiatan lain di luar tyang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang
pembentukan dana cadangan.

5. Perubahan APBDesa
Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:

38
a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja.
b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebi perhitungan anggaran tahun sebelmnya harus
digunakan dalam tahun berjalan.
c. Keadaan darurat
d. Keadaan luar biasa

6. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban keuangan Desa


Kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa haris menetapkan
bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun
anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa. Penatausahaan penerimaan
wajib dilaksanakan oleh bendahara desa dengan menggunakan:

1. Buku kas umum


2. Buku kas pembantu perincian objek penerimaan
3. Buku kas harian pembantu
Dokumen yang digunakan bendahara desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran
meliputi:

1. Buku kas umum


2. Buku kas pembantu perincian objek pengeluaran
3. Buku kas pembantu
7. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa
Jangka waktu penyampaian pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa paling
lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Peraturan desa tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDesa dan keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban
kepala desa disampaikan kepada bupati/wali kota melalui camt. Waktu penyampaian paling
lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan.

8. Alokasi dana desa


Tujuan alokasi dana desa

1. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan


2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan
pemberdayaan masyarakat
3. Meningkatkan pembangunan infrakstruktur perdesaan

39
4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
mewujudkan peningkatan sosial
5. Meningkatkan ketrentraman dan ketertiban masyrakat
6. Meningkatkan pelayanan pada masysrakat desa dalam rangka pengembangan
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat
8. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui badan usaha milik
desa
Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap
atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota. Pelaksanaan
kegaiatn-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam ABPDesa sepenuhnya
dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada peraturan bupati/wali kota.
Penggunaan anggaran alokasi dana desa adalah sebesar 30% untuk belanja aparatur dan
operasional pemerintah desa, sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat.

9. Pertanggungjawaban daan pelaporan ADD


Penyampaian laporan pertanggungjawaban dilaksanakan melalui jalur struktural, yaitu
dari tim pelaksana tingkat desa dan diketahui kepala desa ke tim pendamping tingkat
kecamatan secara bertahap. Tim pendamping tingkat kecamatan membuat laporan/rekap dari
seluruh laporan tingkat desa di wilayah dan secara bertahap melaporkannya kepada bupati cq
tim fasilitasi tingkat kabupaten/kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas
pendampingan tim pendamping dibebankan pada APBD kabupaten/kota diluar dana alokasi
dana desa.

10. Pembinaan dan pengawasan ADD


Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran alokasi dana
desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan camat wajib membina
dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan
pemerintah kabupaten/kota meliputi:

 Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD


 Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa yang
mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan
perttanggungjawaban APBDesa
 Membinan dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa

40
 Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan adminstrasi keuangan desa

C. Kekayaan Desa
Salah satu perbedaan desa dengan kelurahan adalah dimilikinya kekayaan desa. Desa
sebagai badan hukum mempunyai kekayaan. Jenis kekayaan desa terdir atas:

 Tanah kas desa


 Pasar desa
 Pasar hewan
 Tambatan perahu
 Bangunan desa
 Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa
Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian
hukum, keterbukaan, efesiensi, akuntabilitas dan kepstian nilai. Pengelola kekayaan desa
harus berdayagunaa dan berhasil guna untuk meningkatkan pendapatn desa. Pengelolaan
kekayaan desa harus mendapatkan pesetujuan BPD.

D. Laporan pertanggungjawaban
1. Laporan kepala desa
Dalam rangka pertanggungjawaban atas penyelenggaraab pemerintah desa tersebut, kepala
desa harus membuat:

1. Laporan penyelenggaraan pemerintah desa, yang meliputi:


a. LPPD akhir tahun anggaran dan
b. LPPD akhir masa jabatan
2. Laporan keterangan pertanggungjawaban yang meliputi:
a. LKPJ akhir tahun anggararan
b. LKPJ akhir masa jabatan
c. Informasi LPPD kepada masyarat
Ruang lingkup LPPD, meliputi:
 Urusan pemerintahan berdasarkan hak asal usul desa
 Urusan pemerintahan yang diserahkan kebupaten/kota
 Tugas pembantuan
 Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa

41
LPPD kepala desa akhir tahun disampaikan kepala dea kepada bupati/wali kota
melalui camat, paling lambat 3 bulan setelah tahun anggarran berakhir. LPPD akhir masa
jabatan kepala desa disampaikan kepala desa kepada buapati/wali kota melalui camat paling
lambat 3 bulan sebelum masa jabatan kepala desa berakhir. Buapti/wali kota melakukan
evaluasi terhadap LPPD kepala desa. LPPD akhir masa jabatan kepala desa meliputi:

a. Ringkasan laporan tahun tahun sebelumnya


b. LPPD sisa masa jabatan yang belum dilaporkan
c. Hasil yang dicapai dan yang belum dilaksanakan
d. Hal-hal yang dianggap perlu untuk perrbaikan
2. Laporan Keuangan BPD
BPD juga wajib menyampaikan administrasi keuangan BPD yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja desa kepada kepala desa selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa. BPD wajib menyampaikan laporan kareba BPD juga
menggunakan dana dari APBDesa. Oleh karena itu, dalam rangka akuntabilitas BPD juga
membuat laporan penggunaan keuangannya. Laporan adminstrasi keuangan BPD
disampaikan secara tertulis.

BAB VII

Pelayanan, Pembangunan, dan Kerjasama Desa

A. Pelayanan Pemerintahan Desa

Fungsi pemerintahan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa

pelayanan publik, pelayanan pembangunan, dan pelayanan perlindungan, baik itu di pusat,

kota maupun tingkat desa. Pemberian pelayanan ditujukan agar menciptakan kesejahteraan

masyarakat. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada

publik, yaitu sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berpikir, perasaan, harapan,

sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai dan norma yang mereka

miliki. Adapaun pada konteks pemerintahan desa, publik di sini maksudnya adalah sejumlah

penduduk atau rakyat yang tinggal dalam wilayah/ desa yang mempunyai pikiran, perasaan,

42
dan kepentingan yang sama terhadap keberadaan pemerintah desa berdasarkan nilai-nilai

yang mereka pegang. Masyarakat desa sangat berkepentingan agar pemerintah desa

menyediakan barang-barang publik (public goods) dan layanan publik (public services).

Barang-barang publik yang dimaksudkan adalah barang-barang yang dapat digunakan secara

bersama oleh semua orang tanpa seorang pun dikecualikan dalam menggunakannya

(nonexcludable), ciri ciri nya yaitu tidak adanya persaingan (nonrivalary) dalam

penyediannya, contoh nya lapangan sepak bola, pemakaman umum, sumur artetis untuk air

minum, dan gardu-gardu untuk pos keamanan. Sedangkan layanan publik merupakan

pelayanan yang diterima oleh semua orang tanpa pengecualian dalam pelayanannya, seperti

pemberian surat keterangan untuk pembuatan KTP/SlM/SKCK/sertifikat tanah, surat

keterangan miskin, surat pengantar untuk mendapatkan pengobatan gratis, dan lain-lain.

Pelayanan pembangunan adalah pelayanan pemerintah desa dalam bentuk melakukan

pembangunan yang berdampak kepada peningkatan pendapatan warga desa baik langsung

maupun tidak langsung. Pembangunan yang berdampak langsung kepada peningkatan

kesejahteraan warga desa contohnya seperti pembangunan jalan dan jembatan yang

menghubungkan desa dengan ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten, dan pasar. Adapun

pembangunan yang dampaknya tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan warga

desa misalnya pembangunan TK dan SD, dampaknya akan terlihat setelah para murid

tersebut dewasa. Anak desa yang terdidik akan bisa lebih sejahtera daripada anak desa yang

tidak terdidik.

Pelayanan pemerintah desa yaitu dengan memberikan perlindungan kepada warga

desa yang berupa upaya pemerintah desa memberikan rasa aman dan tenteram kepada warga

desa. Pemerintah desa harus dapat menciptakan rasa aman kepada warganya dari tindak

kejahatan, kerusuhan, dan bencana alam seperti pencurian, perampokan, perjudian, pelacuran,

kekerasan warga yang jahat, konflik antarwarga dan antarkampung, kebakaran, dan banjir.

43
Pemerintah desa bekerja sama dengan Polsek dan Koramil di bawah koordinasi camat harus

melakukan upaya untuk menciptakan rasa aman dan tenteram tersebut kepada warganya

sehingga warga desa melakukan kehidupan dengan aman dan tenteram.

Pelayan pemerintahan desa tersebut berhubungan dengan tiga fungsi yang dimiliki

pemerintahan desa yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat (publik services

function), melakukan pembangunan (development function), dan menciptakan ketenteraman,

ketertiban, dan keamanan masyarakat (protective function). Fungsi pertama bisa diberikan

kepada perorangan dan bisa juga kepada kelompok, misalnya untuk perorangan yaitu

memberi surat pengantar pembuatan KTP warga, memberi surat pengantar surat kelakuan

baik, membuatkan surat keterangan miskin bagi warga yang miskin untuk macam-macam

keperluan, memberi surat keterangan tentang orang yang akan nikah, rujuk, dan talak, dan

lain-lain. Sedangkan yang disediakan kepada kelompok misalnya menyediakan pos jaga,

lapangan olah raga. taman desa, kuburan, dan lain-lain. Pelayanan publik yang diberikan oleh

pemerintah desa tersebut antara lain memberikan pelayanan bidang pendidikan anak usia dini

dan pendidikan dasar, memberikan pelayanan bidang kepemudaan dan olah raga,

memberikan pelayanan di bidang keagrariaan, melakukan bimbingan dan pelayanan di

bidang perkoperasian dan pengusaha ekonomi lemah, melakukan bimbingan dan pelayanan

di bidang kesehatan dan keluarga berencana, melakukan pelayanan di bidang kependudukan,

melakukan bimbingan dan pelayanan di bidang keagamaan (talak, rujuk. nikah, urusan

kematian, zakat, infaq, dan sadakah), memberikan pelayanan di bidang bantuan kemanusiaan

akibat bencana alam dan lain-lain, melakukan bimbingan dan pelayanan di bidang pengairan,

melakukan pelayanan di bidang perpajakan dan retribusi, melakukan pelayanan kepada

organisasi kemasyarakatan/keagamaan/kepemudaan/perempuan, dan lainnya, membantu

pelaksanaan dan pengawasan pemilihan umum (pemilu).

44
Fungsi kedua diwujudkan dengan melakukan pembangunan (development) sarana dan

prasarana yang dapat menciptakan kegiatan dan kegairahan ekonomi masyarakat yang pada

gilirannya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Contohnya adalah

membangun jalan, jembatan. irigasi, pintu air, dam, lampu penerangan, sumur artetis, pos

jaga, dan lain-lain. Jalan dan jembatan yang baik akan memperlancar pengangkutan hasil

pertanian dan hasil bumi lainnya untuk dipasarkan di kota dan juga memperlancar

pengangkutan sarana dan prasarana pertanian ke desa. Dengan adanya irigasi, pintu air, dan

dam yang baik maka akan tercipta sistem pengairan yang baik dan lancar sehingga usaha

pertanian terjamin, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran rakyat. Dengan

adanya sumur artetis maka kebutuhan warga desa akan aur bersih dapat terpenuhi sehingga

kesehatannya pun terjaga. Dengan pos jaga yang difungsikan sebagai ronda untuk sistem

keamanan lingkungan. warga desa akan mendapatkan rasa tenteram, aman. dan tertib

sehingga dapat tenang bekerja, berusaha, dan menikmati kehidupan sebagai orang yang

berbudaya.

Dalam melaksanakan pembangunan di desa, perencanaan pembangunan harus

menghitung bahwa hasilnya benar-benar membawa manfaat, yaitu meningkatkan

kesejahteraan warga desa. Pembangunan jalan, penerangan jalan, jembatan, saluran irigasi,

pintu air, dam, serta saluran tersier dan sekunder adalah contoh pembangunan yang

berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Demikian pula

pembangunan pasar desa; pembangunan lembaga pendidikan seperti TPA, TK, SD, SMP,

SMA, SMK: pembangunan gedung pertemuan warga: dan pembangunan tempat ibadah.

Pembangunan yang tidak membawa manfaat bagi peningkatan kesejahteraan warga desa

secara langsung hendaknya tidak dijadikan prioritas.

Fungsi ketiga yaitu menciptakan kondisi yang tenteram, aman, dan tertib dilakukan

dengan cara bekerja sama dengan pihak Kepolisian Sektor dan KORAMIL, membina dan

45
memberdayakan semua unsur keamanan rakyat yang mencakup perangkat desa bidang

keamanan (misalnya jogoboyo/bayan polisi), HANSIP (Pertahanan Sipil), HANRA

(Pertahanan Rakyat), KAMRA (Keamanan Rakyat); dan semua rakyat desa menciptakan

kondisi yang aman dan tertib di desa. Secara operasional pemerintah desa bekerja sama

dengan RT dan RW membentuk sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dengan cara

membuat satuan-satuan pos penjaga keamanan di setiap RT atau dukuh/ dusun. Dalam sistem

keamanan lingkungan tersebut pemerintah desa mengatur sistem ronda malam bagi setiap

kepala keluarga, tata cara bermalam bagi tamu yang berasal dari luar desa, tata cara

pertunjukan seni di malam hari, tata cara penggunaan pengeras suara di malam hari, dan

sanksi bagi pelanggar keamanan dan ketertiban desa. Pemerintah desa juga membina

kerukunan masyarakat melalui pembinaan sosial budaya seperti mengadakan upacara

sedekah bumi/ bersih desa, mengadakan pesta seni pada peringatan HUT kemerdekaan,

menggiatkan dan mendukung kegiatan olah raga, membina dan memupuk lembaga gotong

royong, seni budaya, olah raga. keagamaan. dan adat. Melalui semua itu, masyarakat desa

diarahkan untuk membangun suasana yang rukun, aman, dan damai dalam sistem sosial

budaya masyarakat desa. Disamping itu, pemerintah desa dalam rangka menciptakan suasana

yang tenteram, aman, dan tertib di wilayahnya, diberi wewenang melakukan peradilan desa

dalam rangka penciptaan perdamaian. Maksudnya, pemerintah desa dapat berperan sebagai

lembaga judikatif atas sengketa antarwarga demi perdamaian. Pemerintah desa yang diwakili

oleh kepala desa bersama dengan sesepuh desa, kepala adat/suku, dan pemuka agama,

bertindak sebagai juru damai atas warga desa yang berselisih atau bersengketa. Juru damai

tersebut mendamaikan para pihak yang berselisih/bersengketa tersebut dalam suatu sidang

peradilan yang khusus diadakan untuk itu. Keputusan juru damai mengikat semua pihak dan

harus dijalankan.

46
Dengan demikian, pemerintah desa wajib melaksanakan ketiga fungsi tersebut. Wujud

konkret pelaksanaan ketiga fungsi tersebut adalah kegiatan memberikan pelayaan kepada

masyarakat dalam lingkup tiga fungsi tersebut. Jika dilaksanakan dengan baik dan prima

(excellent), ketiga fungsi tersebut akan berdampak nyata pada penciptaan kesejahteraan

masyarakat desa. Dampak yang paling dirasakan pertama adalah kepuasan masyarakat

terhadap keberadaan pemerintahnya. Masyarakat desa puas karena masalah bersama yang

mereka hadapi dapat terpecahkan berkat pelayanan yang mudah, cepat, murah, dan baik dari

pemerintah desa. Selanjutnya, jika semua urusan mendapatkan pelayanan prima, maka segala

sesuatunya akan berjalan lancar yang pada gilirannya pula akan berdampak baik langsung

maupun tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

B. Perencanaan Desa

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan

pembangungan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pem bangunan daerah

kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif, yaitu melibatkan

semua unsur masyarakat desa yang terdiri atas ketua RT/RW, tokoh masyarakat, pemangku

adat, ketua organisasi kemasyarakatan, ketua organisasi perempuan, LSM, dan lain-lain.

Perencanaan pembangunan desa terdiri atas :

a. Rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) RPJMDesa adalah suatu

dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan

pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, dan program, dan

program perangkat desa, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana

kerja

b. Rencana kerja pembangunan desa (RKPDesa) RKP-Desa adalah dokumen perencanaan

untuk periode l (satu) tahun, merupakan penjabaran RPJM-Desa yang memuat

47
rancangan kerangka ekonomi desa., dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan

yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan

pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa

maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu

kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa. RPJMD Desa ditetapkan

dengan peraturan desa dan RKP Desa dan ditetapkan dalam keputusan kepala desa

dengan berpedoman pada peraturan daerah.

Penyusunan perencanaan pembangunan desa harus didasarkan pada data dan

informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dan informasi yang

diperlukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan mencakup penyelenggaraan

pemerintahan desa, organisasi dan tata laksana pemerintahan desa, keuangan desa, profil

desa, informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan

masyarakat. Perencanaan desa disusun oleh kepala desa dan perangkatnya. Kepala desa

bertanggung jawab dalam penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa. Setelah Kepala desa

membuat rancangan pembangunan desa, rancangan ini dibawa dalam forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa). Dalam forum inilah rencana

pembangunan desa dimatangkan sehingga menjadi Rencana Pembangunan Desa. Adapun

peserta forum Musrenbang desa terdiri atas :

a. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPM-Desa) membantu pemerintah desa

dalam menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa;

b. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama sebagai narasumber;

48
c. Rukun Warga/Rukun Tetangga, Kepala Dusun, Kepala Kampung, dan lain-lain sebagai

anggota; dan

d. Warga masyarakat sebagai anggota.

Perencanaan desa yang sudah disepakati ditetapkan dalam peraturan desa untuk

RPJMDesa dan dalam peraturan kepala desa untuk RKPDesa. Kepala desa melaporkan

RPJM-Desa dan RKP-Desa kepada bupati/wali kota melalui camat. Laporan RPJM-Desa dan

RKP-Desa disampaikan paling lambat l (satu) bulan sejak ditetapkan. Setelah dinyatakan

resmi oleh bupati/wali kota, RPMDesa dan RKPDesa dilaksanakan oleh kepala desa.

C. Kerja Sama Desa

Dengan melakukan kerja sama dengan desa-desa di sekelilingnya, potensi konflik

antarwarga desa, ketimpangan pertumbuhan akibat akses transportasi yang tidak sama, dan

potensi alam yang tidak sama dapat dicarikan jalan keluar yang menguntungkan kedua belah

pihak. Kerja sama desa dimaksudkan untuk kepentingan desa dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Tujuan kerja sama desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

bersama dan mencegah ketimpangan antardesa. Kerja sama desa harus berorientasi pada

kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Ruang lingkup kerja sama

antardesa meliputi bidang pemerintahan, pembangunan. dan kemasyarakatan. Kerja sama

meliputi bidang peningkatan perekonomian masyarakat desa, peningkatan pelayanan

pendidikan, kesehatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban, pemanfaatan sumber daya

alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerja sama

antardesa dapat dilakukan antara:

1. Desa dengan desa dalam l (satu) kecamatan

2. Desa dengan desa di lain kecamatan dalam satu kabupaten/kota.

49
Apabila desa dengan desa di lain kabupaten dalam 1 (satu) provinsi mengadakan kerja

sama, ketentuan kerja sama antardaerah harus diikuti, selain itu desa juga dapat melakukan

kerja sama dengan pihak ketiga, yaitu semua pihak di luar pemerintah desa baik dalam

bentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.

Kerja sama desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan instansi pemerintah atau

swasta maupun perorangan sesuai dengan obyek yang dikerjasamakan seperti dalam bidang

peningkatan perekonomian masyarakat desa, peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan,

sosial budaya, ketenteraman dan ketertiban, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi

tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, tenaga kerja, pekerjaan umum,

batas desa dan lain-lain kerja sama yang menjadi kewenangan desa. Kerja sama antardesa

ditetapkan dengan keputusan bersama, antara lain ruang lingkup kerja sama, bidang kerja

sama, tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama, jangka waktu, hak dan kewajiban,

pembiayaan, tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan, penyelesaian perselisihan dan

lain-lain ketentuan yang diperlukan.

Dalam rangka pelaksanaan kerja sama desa perlu dibentuk pengurus badan kerja sama

desa. Pengurus badan kerja sama desa terdiri atas unsur pemerintah desa, anggota badan

permusyawaratan desa, lembaga kemasyarakatan, lembaga lainnya yang ada di desa, dan

tokoh masyarakat. Pembentukan badan kerja sama desa adalah dengan keputusan bersama.

Mekanisme dan tata kerja badan kerja sama desa ditetapkan dengan peraturan desa. Badan

kerja sama desa bertanggung jawab kepada kepala desa. Rencana kerja sama desa dibahas

dalam rapat musyawarah desa dan dipimpin langsung oleh kepala desa yaitu membahas

tentang ruang lingkup kerja sama, bidang kerja sama, tata cara dan ketentuan pelaksanaan

kerja sama, jangka waktu, hak dan kewajiban, pembiayaan, penyelesaian perselisihan dan

lain-lain ketentuan yang diperlukan. Hasil kesepakatan pembahasan kerja sama desa

ditetapkan dalam keputusan bersama atau perjanjian bersama kerja sama desa. Perubahan dan

50
pembatalan kerja sama desa harus dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat dengan

melibatkan berbagai pihak yang terikat dalam kerja sama desa. Perubahan kerja sama desa

dapat dilakukan apabila :

a. Terjadi situasi force majeur;

b. Atas permintaan salah satu pihak dan atau kedua belah pihak;

c. Atas hasil pengawasan dan evaluasi badan permusyawaratan desa;

d. kerja sama desa telah habis masa berlakunya.

Pembatalan kerja sama desa dapat dilakukan apabila salah satu pihak dan atau kedua

belah pihak melanggar kesepakatan dan kerja sama desa bertentangan dengan ketentuan di

atasnya atau merugikan kepentingan masyarakat. Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja

sama desa harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat serta dilandasi dengan

semangat kekeluargaan. Perselisihan kerja sama desa dalam satu kecamatan difasilitasi dan

diselesaikan oleh camat. Perselisihan kerja sama desa lain kecamatan pada satu kabupaten/

kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/wali kota. Perselisihan kerja sama desa lain

kabupaten/ kota dalam satu provinsi difasilitasi dan diselesaikan oleh gubernur.

Kepala desa selaku pemimpin penyelenggaraan pemerintahan desa mempunyai tugas

memimpin pelaksanaan kerja sama desa. Kepala desa mempunyai tugas mengkoordinasikan

penyelenggaraan kerja sama desa secara partisipatif. Kepala desa wajib memberikan laporan

keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan kerja sama desa kepada masyarakat melalui

BPD.

51
BAB VIII
Administrasi Pemerintahan Kota dan Desa

Desa berwewenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai


dengan asal usul dan adat istiadatnya. Dalam menjalankan wewenangnya Desa berhak
membuat Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa bersama BPD dan bentuk regulasi yang
akan dikeluarkan pemerintah desa sebagaimana kabupaten membuat peraturan daerah yang
memperhatikan kondisi budaya masyarakat desa setempat. Isi dari peraturan tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, serta norma kesusilaan masyarakat.
Yang harus dipenuhi dalam pembuatan peraturan Perundang-undangan yaitu:
1. Kejelasan tujuan;
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan keberhasilan;
6. Kejelasan rumusan, dan;
7. Keterbukaan

Kepala Desa dan BPD dalam penyusunan dan perencanaan peraturan desa membagi
tugas dan saling bekerja sama dalam penyusunan tersebut dan masyarakat berhak
memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan. Dan untuk rancangan peraturan desa
tentang anggaran pendapatan dan belanja desa, pungutan dan penataan ruangan yang telah di
setujui bersama dengan BPD, diberikan waktu selama 3 hari sebelum di tetapkan oleh kepala
desa untuk dievaluasi kepada Kepala Desa/Bupati/Walikota, dan diberikan waktu 20 hari
untuk penyampaian hasil evaluasi tersebut.
Selain dari peraturan desa dan peraturan kepala desa ada juga produk hukum lainnya
yaitu keputusan kepala desa, dimana keputusan kepala desa yang dibuat oleh kepala desa
untuk mengesahkan sebuah perbuatan pemerintah misalnya SK tentang pengangkatan
perangkat desa, SK tentang pembentukan tim penaggulangan banjir, SK tentang panitia
pembangunan balai desa dan lain lain.
Dalam prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, desa diberikan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat

52
istiadat setempat yang diakui. Dalam penyusunan peraturan desa, peraturan kepala desan
keputusan kepala desa harus disusun dan dibuat sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan
teknik penyusunannya sesuai dengan pedomannya.
Dalam penyusunan peraturan desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa
terdapat kerangka struktur yang terdiri dari:
1. Penamaan/judul
Memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau
keputusan yang diatur dan dibuat singkat dan mencerminkan isi peraturan ditulis
dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca.
2. Pembukaan
Dibuka dengan frasa “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”, jabatan pembentuk
peraturan desa, konsiderans, dasar hukum, frasa”Dengan persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa” memutuskan, dan menetapkan.
3. Batang tubuh
Batang tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal-pasal atau diktum-
diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan dan
Peraturan Kepala Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan
Kepala Desa yang bersifat penetapan (bersehikking), batang tubuhnya dirumuskan
dalam diktum-diktum.
a. Batang tubuh Peraturan Desa
 Ketetapan umum
 Materi yang di atur
 Ketentuan peralihan (kalauada); dan
 Ketentuan Penutup
Pengelompokan materi dalam bab, bagian, dan paragraf tidak merupakan
keharusan
Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan
mempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi
bab, bagian dan paragraph. Pengelompokan materi-materi dalam bab, bagian dan
paragraph dilakukan atas dasar kesamaan katefori atau kesatuan lingkup isi materi
yang diatur.
4. Penutup

53
Penutup suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau keputusan Kepala
Desa memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan disebelah kanan
b. Nama jabatan ditulis dengan huruf capital dan pada akhir kata di beri tanda baca
koma
c. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf capital tanpa
gelar dan pangkat.
d. Penetapan peraturan desa, peraturan kepala desa atau keputusan kepala desa di
tandatangani oleh kepala desa
e. Lampiran (bila diperlukan)

Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Depala Desa, Atau Keputusan Kepala Desa
1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus
ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk bab, bagian paragraph, pasal, ayat
maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran diktum dan lain-lainnya
2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk bab, bagian,
paragraph, pasal, ayat maupaun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran diktum
dan lain lain.
Yang harus diperhatikan adalah:
a. Dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuknya
b. Peraturan desa dan peraturan kepala desa diubah dengan peraturan kepala desa,
sedangkan keputusan kepala desa diubah dengan keputusan kepala desa
c. Perubahan peraturan desa, peraturan kepala desa, atau keputusan kepala desa
dilakukan tanpa mengubah sistematika yang diubah
d. Dalam penanaman disebutkan peraturan desa, peraturan kepala desa, keputusan
kepala desa mana yang diubah, dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan
yang keberapa kali.
e. Dalam konsiderans menimbang peraturan desa, peraturan kepala desa, atau
keputusan kepala desa yang diubah harus dikemukakan alasaan-alasan atau
pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu diadakan
perubahan
f. Batang tubuh peraturan desa, peraturan kepala desa atau keputusan kepala desa
yang diubah hanya ditulis dengan angka romawi

54
g. Apabila peraturan desa, peraturan kepala desa atau keputusan kepala desa sudah
mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya peraturan desa, peraturan tersebut
dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru.
h. Apabila pembuat peraturan tersebut berniat mengubah secara besar-besaran demi
kepentingan pemakai, lebih baik apabila dibentuk peraturan yang baru.

Pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala desa atau Peraturan kepala Desa
1. Pencabutan dengan penggantian
Terjadi apabila peraturan tersebut yang ada digantiakn dengan peraturan yang baru.
Bentuk luar peraturan yang baru ini sama seperti lazimnya peraturan lainnya.
2. Pencabutan tanpa penggantian
Bentuk luar peraturan memunyai kesamaan dengan perubahan peraturan yaitu bahwa
batang tubuh peraturan tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka arab

BAB IX

Administrasi Pemerintahan Desa

A. Administrasi Desa

Demi efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa, pemerintah desa

harus didukung dengan tata usaha yang besar. Tata usaha adalah kegiatan mencatat semua

proses penyelenggaraan pemrintahan desa yang disebut administrasi desa. Jadi, administrasi

desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai

penyelnggaraan pemerintahan desa pada buku administrasi desa.

Administrasi desa sangat penting bagi kegiatan penyelanggaraan pemerintahan desa.


Pemerintahan desa akan berjalan dengan lancarmanakala didukung oleh sistem tata
uasaha/administrasi yang benar , rapih, dan tertib. Sistem administrasi yang benar, rai,dan
tertib akan memberikan data dan informasi yang mudah dan sistematis yang sangat berguna
untuk pengambilan keputusan pembuatan rencana, kontrol kegiatan, evaluasi, dankomunikasi
dan informasi baikke dalam maupun keluar organisasi.

Administrasi desa terdiri atas :


1. Administrasi Umum

55
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai kegiatan pemerintahan desa
pada buku administrasi umum.
2. Administrasi Pendudukan
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penduduk dan mutasi
penduduk pada buku administrasi penduduk.
3. Administrasi Keuangan
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi pengelolaan keuangan desa pada buku
admnistrasi keuangan.
4. Administrasi Pembangunan
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi pembangunan yang akan sedang dan
telah dilaksanakan pada buku admnistrasi pembangunan.
5. Administrasi Badan Permusyawaratan Desa atau BPD
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi menganai BPD.
6. Administrasi lainnya
adalah administrasi selain kelima administrasi tersebut yang dianggap penting oleh
desa.

Model buku administrasi desa sebagai berikut :

1. Buku Administrasi Umum


a. Model A.1 : Buku Data Peraturan Desa
b. Model A.2 : Buku Data Keputusan Kepala Desa
c. Model A.3 : Buku Data Inventaris Desa
d. Model A.4 : Buku Data Aparat Pemerintahan Desa
e. Model A.5 : Buku Data Tanah Milik Desa/Tanah Kas Desa
f. Model A.6 : Buku Data Tanah Di Desa
g. Model A.7 : Buku Agenda
h. Model A.8 : Buku Ekspedisi
2. Buku Administrasi Penduukan
a. Model B.1 : Buku Data Induk Penduduk Desa
b. Model B.2 : Buku Data Mutasi Penduduk Desa
c. Model B.3 : Buku Data Rekapitulasijumlah Penduduk Akhir Bulan
d. Model B.4 : Buku Data Penduduk Sementara
3. Buku Administrasi Keuangan Desa
a. Model C.1.a : Buku Anggaran Penerimaan
b. Model C.1.b : Buku Anggaran Pengeluaran Rutin
c. Model C.1.c : Buku Anggaran Pengeluaran Pembangunan

56
d. Model C.2 : Buku Kas Umum
e. Model C.3.a : Buku Kas Pembantu Penerimaan
f. Model C.3.b : Buku Kas Pembantu Pengeluaran Rutin
g. Model C.3.c : Buku Kas Pembantu Pengeluaran Pembangunan
4. Buku Admnistrasi Pembangunan
a. Model D.1 : Buku Rencana Pembangunan
b. Model D.2 : Buku Kegiatan Pembangunan
c. Model D.3 : Buku Investaris Proyek
d. Model D.4 : Buku Kader-Kader Pembangunan
5. Buku Administrasi BPD
a. Model E.1 : Buku Data Anggota BPD
b. Model E.2 : Buku Data Keputusan BPD
c. Model E.3 : Buku Data Kegiatan BPD
d. Model E.4 : Buku Agenda BPD
e. Model E.5 : Buku Ekspedisi
6. Buku Administrasi Lainnya
a. Model F.1 : Buku Data Pengurus dan Anggota Kemasyarakatan
b. Model F.2 : Buku Register
c. Model F.3 : Buku Profil Desa

B. Pembangunan desa
Pembangunan adalah merupakan proses perubanan yang disengaja dan direncanakan
lebih lengkap lagi, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau Direncanakan
dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehandaki ke arah yang dikehendaki.
Istilah pembangunan umum- nya dipadamkan dengan istilah developmen, sekalipun istilah
developmen sebenarnya berarti perkembangan tanpa perencanaan. Maka pcmbangunan
masyarakat desa juga disebut rurar development. Demikian pula istilah modemisasi juga
sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni mengingat artinya sebagai proses
penerapan pungetahnan dan teknologi modem pada berbagai segi atau bidang kchidupan
masyarakat. Sehingga, ada pula yang mendefinisikan pcm- bnngunan sebagai usaha yang
dilakukan secara sadar untuk menciptakan. perubahan sosial melalui modemisasi. Di negara-
negara berkembang, proses perubahan dan perkem- bangan yang terjadi padu ntasyarakat --
termasuk masyarakat desa-- tidak lepas dari campur tangan Pemerintah. Dengan demikian
jelas bahwa yang merencanakan dan merekayasa prubahan adalah Negara (cq. pemerintah),
Campur tangan Negara ini dilakukan dengan tujuan untnk mempercepat akselerasi
pembangunan agar bangsanya tidak tertinggal dari dunia Barat. Istilah dan pengertian
pembangunan tersebut di atas tidak lazim bagi negara-negara industri Barat yang telah maju
dan modern.

Hal ini dapat dimengerti karena proses modemisasi di Barat merupakan peroses
perkembangan (developmen) intemal dan wajar lewat industri dungan sistem kapitalisasinya.

57
Proses ini bersifat wajar dalam arti tidak ada perencanaan, pengendalian, atau kesengajaan
terhadap jalannya proses tcrsebut. Peran Pemerintah bersifat pasif. Kalaulah ada yang dapat
diperhitungkan sebagai kekuatan pengendali yang aktif, adalah kekuatan pasar. Modernisasi
ini, dengan industri dan system. Kapitalisme yang melandasainya, telah mengantarkan
negara- ncgara. Barat tersebut ke tingkat kemajuan yang telah dicapainya sejauh ini.
Bagaimana dengan dunia Ke tiga, terasuk Indonesia? Mengapa pembangunan diperlukan?
Hal ini mudah dimengerti. Sebab, Negara negara berkembang (dunia ke tiga) semenjak
memperoleh kemerdekaannya; merasa bebas untuk menentukan-nasibnya sendiri. Hal yang
segera dirasakan adalah keterbelakangan dan ketertinggalan- nya dari dunia Barat. Maka
untuk memajukan Negara dan sekaligus untuk mengejar ketertinggalan itu; proses
modemisasi (dengan atau tanpa industrialisasi) yang biasa tidaklah cukup.

Moderenisasi itu harus direncanakan, dipacu, dan diakselerasikan, sedemikian rupa


sehingga ibarat kendaraan segcra bisa mengantar negara-negara berkembang_tersebut
menjadi negara yang maju dan sejahtera setara dengan dunia`Barat. Pembangunan secara
umum mengandung penger- tian secaman ini. Bagaimana kegiatan pembangunan nasional di
Indonesia? Scbagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pembangunan adalah mcrupakan
kegiatan yang direncanakan. Oleh negara atau khususnya pemerintahu Di Indonesia kegiatan
pernbangunan nasiona1 secara berencana telah dilancarkan semenjak tahun 1950-an,
khususnya lewat pcran Dewan Perancang Nasional (DEPPERNAS) yang memprioritas- kan
pembangunan di bidang ekonomi. Dengan diemikian, pemba~ nggunan nasional telah
dilancarkan semenjak jaman Orda, Orba, hingga sekarang. Bagaimana rumusan pengertian
pembangungm nasional kita? Diawali dengana penugasan Deppernas oleh Presiden untuk
"meran- cangkan pola masyarakat 'adil' dan makmur sebagaimana dimaksudkan oleh
Pembukaan_UUD 1945”, maka Undang-undang Nomor ;85,Tabun 1958 menyiratkan
pengcrtian pembangunan nasional kita sebagai usaha untuk mempertinggi tingkat kehidupan
bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan pengubahm: struktur pereko-
nomian yang ada-menjadi struktur perekonomian nasional. Rurnusan semacam ini ditegaskan
kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 Lentang-Garis-garis Besar Pola
Pembanggunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Rencana ini tidak
berjalan seperti yang diharapkan. karena pecahnya pemberontakan G30S PKI tahun l965.

Kemudian, tahun.1966 Badan Perancang Pembangunan Naaional (BAPPENAS) yang


dibentuk tahun l967 mulai mengambil peran dalam rancangan pembangunan nasional.
Program-program pembangunan memperoleh landasannya lewat pelbagai keputusan politik
seperti tertera dalam Kepres Nomor 319 Tahun 1968 tentang Repelita I, Ketetapan MPR
Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang
GBHN 1978, dan lainnya. Tap MPR Nomor II/MPR/1983 menegas- kan hakekat
pembnngunan nasional sebagai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indo- nesia. Bagaimana dengan pembangunan masyarakat
desa? Dalam rumusan pembangunan nasional tersebut ditetapkan bahwa pembangunan
masyarakat desa merupakan bagian integral dari pemba- ngangunan nasional. Secara lebih
khusus pembangunan masyarakat dcsa memiliki beberapa pengertian, antara lain: 1.
Pembangunan "masyarakat delsa berarti pembangunan masyarakat tradisional rnenjadi
manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex Inkeles, 1765) 2. Pembangunan masyarakat
desa berarti membangun swadaya masyarakat dan rasa percaya pada diri sendiri (Mukerjee
dalam Bhattacharyya, 1972). Pembangunan pcdesaan tidak lain dari pembangunan usaha tani
atau membangun pertanian (Mosher, 1974, Bertrand, 1958).

58
Di samping batasan-batasan tersebut, pembangunan desa di Indonesia memiliki arti:
pembangunan nasional yang ditujukan pada usaha peningkamn taraf hidup masyarakat
pedesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan,
dan menciptakan hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya
(berdasarkan GBHN dan Repelita-repelita). * Dalam pada itu, istilah asing untuk
pcmbangunan desa bukan hanya rural development (RD), rnelainkan juga community
development (CD).`Dua istilah ini sering muncul dalam berbagai wacama tentang
pembangunan masyarakat desa. Sekalipun ada yang Cenda- rung tidak memperlihatkan
perbedaannya, namun sebcnamya tcrdapat perbedaan antara dua konsep itu. CD merupakan
pendekatan pemba- ngunan yang mengutamakan panisipasi aktif masyarakat. CD berlaku
baik di desa maupun di perkotaan. RD di lain pihak hanya berlaku di pedesaan, dan
mengutamakan keserasian masyarakat dengan Iing- kungannya. Sejak tahun 1977 Indonesia
mengembangkan konsep Integrated Rural Development (IRD).

IRD menekankan keterpaduan program-program pembangunan yang ada di desa,


yang kalau tidak dipadukan akan bersifat fragmentaristik, terikat pada berbagai depanernen
yang ada (Penanian, Sosial, Perindustrian, dan lainnya) Berlandaskan Undang-undang'Nomor
5 'Tahun 1974, pemba- ngunan desa yang diIaksanakan oleh Pemerintah terutama bertumpu
pada Departemen Dalam Negeri. Pasal 80 Undang-undang itu menyai takan bahwa Kepala
Wilayah (Gubernur, Bupatit,.Camat) adalah pcnguasa tunggal di bidang pemerintahan dan
berkewajiban untuk mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyara- kat
di segala bidang. Departemen Dalam Negeri rnemiliki program program pembangunan
jangka pendek dan panjang. Progranm-program jangka pendek bertujuan untuk mensukses-
kan sector-sektor yang diprioritaskan dalam skala nasional seperti: menggerakkan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalarn pembangunan, penggunaan teknologi dan ilmu
pengetahuan, pening- katan produksi pangan (pertanian); perluasan .kesempatan kerja,
pemerataan pendapatan dan kegiatan pembangunan, menggcrakan dan meningkatkan
kegiatan perkoperasian, menggalakkan dan meningkatkan Keluarga Berencana, Serta
meningkatkan kesehatan' masyarakat.

Program-program jangka panjang dalam' garis besamya bertujuan untuk memajukan


dan mengembangkan selumh dcsa di Indonesia. Ukuran kemajuan didasarkan atas tipologi
desa yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri; khususnya Ditjen Pembangunan
Desa (BANGDES), yakni tipe desa swadaya, swakarya, dan swasembada. Péngembangan ini
tidak terlepas dari kerangka Pembangunan Regional dan Nasional. Langkah-langkah yang
ditempuh Departemen Dalam Negeri dalam kaitannya dengan program-program jangka
pendek dan panjang tersebut rantara lain adalah memperluas dan menyernpurnakan jaringan
prasarana desa, meningkatkan pengetahuan dan kcterampilan masyarakat desa, memper1uas
fasilitas serta pelayanan keehatan dan perbaikan sanitasi, pengembangan dan perbaikan
pernukiman, perlu- asan lapamgan kerja, pengembangan dan pcningkatan perkoperasian,
perbaikan dalam penggunaan dan peruntukan tanah, dam lainnya. PERUBAHAN-
PERUBAHAN KHUSUS Yang dimaksud dengan perubahan-perubahan khusus adalah
perubahan-perubahan yang menyangkut aspek-aspek tenentu yang diperkirakan sangat
penting dalam memahami kehidupan masyarakat desa.

Dengan demikian, analisa terhadap perubahan tentang atau yang berkait dengan
aspek-aspek ini akan dapat memperdalam pemahaman kita tentang dinamika
kehidupan masyarakat desa. Aspek-aspek yang akan dibahas dalam bab ini adalah:
urbanisasi, kultur, struktur,1ern- baga, dan pertanian. ‘ I. Urhanisasi dan perkembangan
masyarakat desa Urbanisasi, terlebih dalam artinya sebagi proses pengkotaan, adalah suatu

59
bentuk khusus proses modemisasi. Dengan kata lain, konsep modemisasi yang sangat Iuas
cakupan pengeniannya itu men- dapatkan bentuknya yang khusus di pedesaan dalam konsep
urbami- sasi. Sebagaimana diketahui, urbanisasi kecuali berarti (1) 'proses péngkotaan
(proscs mengkotanya suatu daerah/desa) juga berarti: (2) proporsi penduduk yang tinggal di
kota dibanding dengan yang tinggal di desa, dan (3) perpindahan utau pergeseran penduduk
dari desa ke Kota (urbanward migration). " Pengertian pertama dan ke dua umunya dinilai
sebagai bersifat posltip, karena proses' ini menunjukkan perkernbangan dan kemajuan desa.
Dengan demikian, proses ini sesuai dengan perspektif evolusioner.

Dalam beberapa model khusus teori evolusi diwacanakan bahwa desa yang masih
terbelakang dan bersifat tradisional menjadi berkcmbang dan maju setelah mendapatkan
pengaruh kota. Model teori ini lazim disebut teori dfusi kultural, ' Urbanisasi dalam arti
proses pengkotaan hakekatnya menggam- barkan proses perubahan dan suatu wilayah dengan
masyarakatnya yang semula adalah desa atau bersifat pedesaan kemudian berubah dan
berkembang menjadi kota atau bersifat kekotaan. Dalam kenyataannya secara urnum desa
memang se1a1u mengalami perubahan dan perkembangan. Cepat-1ambatnya atau besar-
kecilnya perubahan dan perkembangan yang terjadi tergantung pada banyak; faktor, antara-
lain tergantung kepada potensi wilayah yang bersangkutatan.) Perubahan itu secara umum
cenderung mengarah ke sifat-sifai perkotaa namun, tidak semua pembahan dan
perkernbangan yang terjadi di desa itu dapat disimpulkan sebagai proses pengkotaan (proses
perubahan desa menjadi kota). Proses perubahan itu seringkali hanya merupakan proses
perubahan. biasa-saja, yang hakekatnya secara umum, terjadi-di semua kelompok
masyarakat. Mcnurut Ro1and L Warren, proses perubahan yang menunjukkan terjadinya
rnetamorpose, dari; desa rnenjadi kota hanya dapat disimak lewat adanya gejala yang
Olehnya disebut great change. Indikator dan adanya great change ini adalah:
1. division of labor, yakni bila desa itu telah menunjukkan tumbuh dan.berkernbangnya
kelompok-kelompok kerja yang berbeda-beda tetapi saling ada ketergantungan atau
jalinan;
2. munculnya diferensiasi kepentingan dan asosiasi;
3. semakin bertambahnya hubungana yang sistemik déngan masyarakat yang lebih luas;
4. muncul dan berkembangnya fenomena birokratisasi dan impersonali- sasi dalam
kegiatan usaha;
5. pengalihan fungsi-fungsi ke lembaga pémerintahan dan ke bidang-bidang usaha yang
menguntungkan;
6. adanya proses penyerapan gaya hidup perkotaan dan
7. adanya proses perubahan nilai-ni1ai.(RoIand L Warren, 1963: 54). Yang sering, diu1as,
da1am berbagai pembahasan;

pembahasan adalah konsep urbanasasi dalam artian pergeseran penduduk dari desa ke
kota. Urbanisasi dalam artian ini banyak diulas berkaitan dengan kerugian- Kerugian yang
dialarni desa. Dari sekian banyak penelitian yang ada' di Amerika Serikat misalnya,
kebanyakan mengungkapkan betapa besar kerugian yang diderita desa; akibat adanya
urbanisasi ini. Beberapa penelitian itu berkesimpulamsani, yakni bahwa urbanisasi meng-
akibatkan desa-desa kehilangan tenaga-tenaga terbaik' (kaum muda) dan terpandainya.

C. Perencanaan Pembangunan Administrasi Desa


Di Indonesia kegiatan pernbangunan nasiona1 secara berencana telah dilancarkan
semenjak tahun 1950-an, khususnya lewat pcran Dewan Perancang Nasional (DEPPERNAS)
yang memprioritas- kan pembangunan di bidang ekonomi. Dengan diemikian, pemba~
nggunan nasional telah dilancarkan semenjak jaman Orda, Orba, hingga sekarang.

60
Bagaimana rumusan pengertian pembangungm nasional kita? Diawali dengana penugasan
Deppernas oleh Presiden untuk "meran- cangkan pola masyarakat 'adil' dan makmur
sebagaimana dfnuaksudkan o1ch Pembukaan_UUD 1945”, maka Undang-undang Nomor
;85,Tabun 1958 menyiratkan pengcrtian pembangunan nasional kita sebagaiusaha untuk
mempertinggi tingkat kehidupan bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan
pengubahm: struktur pereko- nomian yang ada-menjadi struktur perekonomian nasional.
Rurnusan semacam ini ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960
Lentang-Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional

Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Rencana ini tidak berjalan seperti
yang diharapkan. karena pecahnya pemberontakan G30S PKI tahun l965. Kemudian,
tahun.1966 Badan Perancang Pembangunan Naaional (BAPPENAS) yang dibentuk tahun
l967 mulai mengambil peran dalam rancangan pembangunan nasional. Program-program
pembangunan memperoleh landasannya lewat pelbagai keputusan politik seperti tertera
dalam Kepres Nomor 319 Tahun 1968 tentang Repelita I, Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN
1978, dan lainnya. Tap MPR Nomor II/MPR/1983 menegas- kan hakekat pembnngunan
nasional sebagai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indo- nesia. Bagaimana dengan pembangunan masyarakat desa? Dalam rumusan
pembangunan nasional tersebut ditetapkan bahwa pembangunan masyarakat desa merupakan
bagian integral dari pemba- ngangunan nasional. Secara lebih khusus pembangunan
masyarakat dcsa memiliki beberapa pengertian, antara lain:
1. Pembangunan "masyarakat delsa berarti pembangunan masyarakat tradisional rnenjadi
manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex Inkeles, 1765)
2. Pembangunan masyarakat desa berarti membangun swadaya masyarakat dan rasa
percaya pada diri sendiri (Mukerjee dalam Bhattacharyya, 1972).
3. Pembangunan pcdesaan tidak lain dari pembangunan usaha tani atau membangun
pertanian (Mosher, 1974, Bertrand, 1958).

Di samping batasan-batasan tersebut, pembangunan desa di Indonesia memiliki arti:


pembangunan nasional yang ditujukan pada usaha peningkamn taraf hidup masyarakat
pedesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan,
dan menciptakan hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya
(berdasarkan GBHN dan Repelita-repelita). * Dalam pada itu, istilah asing untuk
pcmbangunan desa bukan hanya rural development (RD), rnelainkan juga community
development (CD).`Dua istilah ini sering muncul dalam berbagai wacama tentang
pembangunan masyarakat desa. Sekalipun ada yang Cenda- rung tidak memperlihatkan
perbedaannya, namun sebcnamya tcrdapat perbedaan antara dua konsep itu.

CD merupakan pendekatan pemba- ngunan yang mengutamakan panisipasi aktif


masyarakat. CD berlaku baik di desa maupun di perkotaan. RD di lain pihak hanya berlaku di
pedesaan, dan mengutamakan keserasian masyarakat dengan Iing- kungannya. Sejak tahun
1977 Indonesia mengembangkan konsep Integrated Rural Development (IRD). IRD
menekankan keterpaduan program-program pembangunan yang ada di desa, yang kalau tidak
dipadukan akan bersifat fragmentaristik, terikat pada berbagai depanernen yang ada
(Penanian, Sosial, Perindustrian, dan lainnya) Berlandaskan Undang-undang'Nomor 5 'Tahun

61
1974, pemba- ngunan desa yang diIaksanakan oleh Pemerintah terutama bertumpu pada
Departemen Dalam Negeri. Pasal 80 Undang-undang itu menyai takan bahwa Kepala
Wilayah (Gubernur, Bupatit,.Camat) adalah pcnguasa tunggal di bidang pemerintahan dan
berkewajiban untuk mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat
di segala bidang. Departemen Dalam Negeri rnemiliki program program pembangunan
jangka pendek dan panjang.

Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun. Perencanaan


pembangunan 5 (lima) tahun tersebut merupakan RPJM-Desa yang memuat arah kebijakan
keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa, dan ditetapkan dengan
peraturan desa. kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP
Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
RKP-Desa memuat:
1. kerangka ekonomi desa,
2. prioritas pembangunan desa,
3. rencana kerja, dan
4. pendanaan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada RPJM-
Desa.

Rencana pembangunan desa didasarkan pada:


1. pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
2. partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses
pembangunan;
3. berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara
serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya
masyarakat miskin;
4. terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat
dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa;
5. akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat
dipertanggungjawabkan dengan benar, bailc pada pemerintah di desa maupun pada
masyarakat;
6. elektif, yaitu sernua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang
optimal;
7. efisien dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia;
8. keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan
secara berkelanjutan;
9. cermat, yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya,
dan menampung aspirasi masyarakat;
10. proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan secara
berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan penggalian informasi,yaitu di
dalam menemukan masalah dilakukan penggalian informasi melalui alat kajian
keadaan desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan.

62
RPJM-Desa bertujuan untuk:
1. mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
keadaan setempat;
2. menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program
pembangunan di desa;
3. memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa;
dan menumbuhkembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan di desa.

BAB X

Lembaga Kemasyarakatan Desa


Lembaga-lembaga maasyarakat terdiri atas lembaga formal dan lembaga nonformal.
Lembaga masyarakat yang bersifat formal ialah lembaga yang didirikan atau disponsori oleh
pemerintah, dan mungkin dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan lembaga nonformal ialah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat berdasakan inisiatif masyarakat itu sendiri atau
kelompok warga tertentu dan pembiayaan atau dananya diperoleh melalui hasil swadaya
masyarakat bersangkutan.

Lembaga formal yang di bentuk pemerintah ialah :

1. Lembaga politik
2. Lembaga pendidikan
3. Lembaga ekonomi
4. Lembaga pengaturan air
5. Lembaga keamanan
6. Lembaga kependudukan
7. Lembaga kesehatan
8. Lembaga kepemudaan

Lembaga nonformal yang di bentuk oleh masyarakat ialah :

1. Lembaga kekeluargaan
2. Lembaga sosial
3. Lembaga pendidikan (pondok pesantren dan taman pendidikan al-qur’an)
4. Lembaga olah raga
5. Lembaga seni dan budaya
6. Lembaga adat

Dalam UU No.32/2004 “di desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan
kebutuhan dan di tetapkan dengan peraturan desa”. Di zaman orde baru bahwa didesa banyak
dibentuk lembaga-lembaga formal yang tentu sesuai yang tentu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Lembaga semacam RT,RW,LKMD,LMD,PPK, karang taruna dll.

Pada zaman dahulu masalah keamanan diurus oleh khusus bidang keamanan. Di
bidang ekonomi perlu direvitalisasi lembaga lumungdesa karna desa membutuhkan padi dan

63
modal pada saat musim tanam padi. Sebelum pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979 desa di
jawa tengah mempunyai petugas khusus bidang keamanan yang di sebut sebagai bayan polisi
atau jagabaya.

Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu pemerintah desa dan


merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Tugas masyarakat sebagaimana
dimaksud dengan peraturan meliputi:

1. Menyusun rencana pembangunan secara partisipatif


2. Melaksanakan,mengadalikan,memanfaatkan dan memelihara dan mengembangkan
pembangunan secara parisipatif
3. Mengembangkan dan mengerakan partisipasi
4. Menumbuhkembangkan kondisi dinamis dimasyarakat dalam rangka pemberdayaan
masyarakat

Lembaga masyarakat memiliki fungsi :

a. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan


b. Menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam rangka
pengokohan NKRI
c. Mengikat kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat
d. Pemberdayaan hak politik masyarakat

kegiatan kelembagaan kemasyarakatan ditunjukan untuk mempercepat terwujudnya


kesejahteraan masyarakat melalui :

a. Peningkatan pelayanan masyarakat


b. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan
c. Pengembangan kemitraan
d. Pemberdayaan masyarakat
e. Pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat

Pengurusan lembaga kemasyarakatan dipilih secara musyawarah dari anggota


masyarakat yang mempunyai kemauan, kemampuan dan kepedulian dalam pemberdayaan
masyarakat. disusunan dan jumlah pengurus lembaga kemasyarakatan disesuaikan dengan
kebutuhan. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan pemerintahan desa
bersifat kemitraan, konsultatif, dan koordinatif.

Dana kegiatan lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari :

a. Swadaya masyarakat
b. Anggaran pendapatan dan belanja desa
c. Anggaran pendapatan dan belanja daerah kebupaten/kota dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah provinsi
d. Bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
e. Bantuan lain yang sah dan tidak mengikat

64
Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga kemasyarakatan diatur dengan peraturan daerah
kabupaten dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat. Peraturan daerah
kabupaten sekurang-kurangnya memuat :

a. Tata cara pembentukan


b. Maksud dan tujuan
c. Tugas,fungsi dan kewajiban
d. Kepengurusan
e. Tata kerja
f. Hubungan kerja
g. Sumber dana

BAB XI

Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pemerintahan Desa


A. Pembinaan dan Pengawasan Atasan

Pembinaan atas penyelengaraan pemerintahan desa adalah upaya yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten atau kot kepada desa agar penyelengaraaan pemerintah desa berjalan
sesuai dengan tujuanya. Yaitu menciptakan kesejahteraan warganya. Pengawasan atas
penyelengaraan pemerintahan desa adalah proses kegiatan yang dilakukan oeleh
pemerintahan pusat. Pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten atau kota. Pers dan
masyarakat sipil kepada pemerintahan desa yang ditunjukan untuk menjamin agar
pemerintahan desa berjalan secara efesien dan efektif sesuai rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pembinaan pemerintahan provinsi kepada desa meliputi:

1. Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari provinsi;


2. Menetapkan bantuan keuangan dari pemerintahan provinsi;
3. Memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten kota;
4. Melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten kota;
5. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga
adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala ekonomi;
7. Melakukan penelitian tentang penyelengaraan pemerintah desa pada desa-desa tertentu;
8. Memberikan pengharagaan atas prestasi penyelengaraan pemerintahan desa dan
lembaga kemasyarakatan tingkat provinsi; dan
9. Melakukan upaya-upaya percpatan atau akselerasi pembangunan perdesaan skala
provinsi.

65
Pembinaan pemerintahan kabupaten atau kota kepada desa meliputi:

1. Menetapkan pengaturan kewenangan kabupaten atau kota yang diserahkan


pengaturanya kepada desa;
2. Memberikan pedoaman pelaksanaan tugas pembentuan dari kabupaten atau kota ke
desa;
3. Memberikan pedoman penyusanan peraturan desa dan peraturan kepada kepala desa;
4. Memberikan pedoman penyusunan teknis pelaksanaan dan pengembangan lembaga
kemasyarakatan;
5. Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
6. Melakukan penelitian tentang penyelengaraan pemerintahan desa;
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa;
8. Menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa;
9. Mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
10. Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan pemerintahan desa dan
lembaga kemasyarakatan;
11. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat,
lemabaga adat beserta halk-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
12. Menyelengaraakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintahan desa dan lembaga
masyarakat;
13. Menetapkan pakaian dan atribut lainya bagi kepala desa, perangkata desa dan BPD
sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat;
14. Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelengaraan
pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
15. Memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana
diatur dalam peratiran perundang-undangan;
16. Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan
perdesaan.pembinaan camat sebagai tangan panjang bupati atau wali kota meliputi:

a. Memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa;


b. Memfasilitasi admnisitrasi tata pemerintah pemerintahan desa
c. Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa
d. Memfasilitasi pelaksanaan urusan otonomi
e. Memfasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
f. Memfasilitasi pelaksanaan tugas kepala desa dan perangkat desa;
g. Memfasilitasi upaya penyelengaraan ketentaman dan ketertiban umum;
h. Memfaslitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i. Memfasilitasi penyususnan perencanaan pembangunan partisipasif;
j. Memfasilitasi kerjasama antar dsa dan kerja sama densa dengan pihak ketiga;
k. Mefasilitasi pelaksanaan pemebrdayaan desa;
l. Memfasilitasi kerja sama antar lembaga kemasyrakatan dan kerja sama lembaga
kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
m. Memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan;
dan

66
n. Memfasilitasi oordinasi unti kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan.

Bukan hanya pembinaan, tentunya pemerintah juga melakukan pengawasan kepada PemDa.
Pengawasan nya sebagai berikut:

1. Administrasi pemerintahan desa yang mencakup;


a. Kebijakan desa;
b. Kelembagaan desa;
c. Keuangan desa dan
d. Kekayaan desa
2. Urusan pemerintahan sebagai berikut;
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewewengana kabupaten atau kota yang
disrahkan pengaturanya kepada desa;
c. Tusag pembantuan dari pemerintahan, pemerintahan provinsi, dan pemerintah
kabupaten kota dan
d. Urusan pemerintahan lainya yang diperoleh peraturan

Pengawasan terhadap penyelengaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pejabat


pengawas pemerintahan pada inspektorat kabupaten atau kota yang dikoordinasikan oleh
inpekstur kabupaten atau kota. Pejabat pengawas pemerintahan membuat program kerja
pengawasan atas penyelengaraan pemerintahan desa. Berkoordinasi dengan camat setempat.

B. Pengawasan oleh warga sendiri.

Dalam pengwasana pemerintahan desa oelh warga desa sendiri terkait dengan sisitem
demokrasi yang berlaku di negara kita. Dalam sistem demokrasi yang diartikan
“pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.’ Semua kebijkan dan tindakan pemerintahan
harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat karena rakyat adalah pemilki kedaulatan.

Kepala desa dipilih oleh warga desa setelah itu dengan tugas utama mengurusi urusan
warganya maka dia harus membuat kebijakan desa yang berat ke arah warga, bukan nya
kepada pemilik modal atau yang lebih parah ke arah camat atau bupati atau walikota.
Kebijakan desa dituangkan dalam peraturan desa. Peraturan desa yang paling utama adalahh
peraturan desa tentang APBD Desa. Dalam APBD desa penyususnan program pelayanan dan
pembangunan desa disertai pembiyaan dalam satu tahun. Kepala desa bersama dengan BPD
harus menyusun APBD Desa.

Warga desa sangat berhak melakukan pengawasan atas kebijakan desa yang
dirancang oleh kepala desa dan BPD tersebut. Jika kebijakan desa tidak pro rakyat, maka
warga desa dengan baik-baik agar diperbaiki.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah salah satu tugas atau fungsi Pemda
adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Seperti yang dijelaskan dalam UU No.
25/2009 tentang pelayanan publik, pelayanan publik harus:

67
1. Kepentingan umum
2. Kepastian hukum
3. Kesamaan hak
4. Keseimbangan hak dan keajiban
5. Keprofessionalisme
6. Partisipatif
7. Persamaan perlakuan atau tindakan diskrimatif
8. Keterbukaan
9. Kuntabilitas
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan
11. Ketepatan waktu dan
12. Kecepatan, kumudahan, dan keterjangkauan

Jadi pada dasarnya itu merupakan kewajiban pemerintahan desa dalam melakukan
pelayanan publik. Dan berikut merupakan hak-hak yang ada di masyarakat

1. Mengetahui kbenaran isi standar isi pelayanan


2. Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan
3. Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan
4. Mendapat advokasi,perlindungan dan atau pemenuhan pelayanan
5. Memberitahukan kepada pimpinan penyelengaraa untuk memberbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan
6. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidka sesua dengan standar pelayanan;
7. Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan atau
tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelengara dan ombudsman dan
8. Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asa dan tujuan pelayanan.

Banyak temuan yang dimana pemerintahan desa melanggar kewajiban mereka dala
melakukan pelayanan kepada masyarakat, jika ditemukan maka warga yang dilayani berhak
melakukan pengaduan ke ombudsman. Tentunya pengaduan ini tertulis oleh warga
masyarakat.

Penyelengara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengadaan lambat dari 60 hari yang telah
ditentukan keputusan hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling
lambat 14 hari.

C. Pengawasan oleh lembaga peradilan

Bukan hanya ombudsma yang melakukan pengawasan ataupu masyarakat sendiri


akan tetapi ada lagi yang melakukan pengawasan kepada pemerintahan desa yaitu dari
lembaga peradilan, pengadilan negri, peradilan tinggi, dan mahkamah agung lembaga
peradilan melakukan pengawasan kipeda pemerintahan esa dalam hal ketaatanya terhadap
peraturan perundang-undangan yang sah. Kewajiban kepala desa dan BPD dalam melakukan
penyelengaraan pemerintahan desa harus sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

68
Jika pelangaraan hak dan wewenang dilanggar yang mengarah kepada tindakan
kriminal maka akan di adili lewat jalur aparat penegak hukum. Anggota polisi akan
melakukan tugas nya dan menyelidiki kasus tersebut.

Jika terkait korupsi seperti melakukan pengelapan uang APBD dang uang negara
makan dihukum dengan tindakan sesuai dengan yang dilakukan.

D. Pengawasan oleh Lembaga Ombudsman

Agar penyelenggara layanan publik tidak menyalahgunakan wewenangnya maka


negara mendirikan Ombudsman. Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Desa serta badan swasta
atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan
atau ancrgaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman bertugas:

1. Meneritna laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelavanan


publik:
2. Melakukan petneriksaan substansi atas laporan:
3. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsrnan:
4. Melakukan investitçasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga
pernerintahan lainnva serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
6. Membangun jaringan kerja;
7. Melakukan upaya pencegahan Inaladlninistrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik; dan
8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Warga desa dapat tnengvadukan penyelenggara layanan publik di desa kepada


Ombudstnan .iika penyelenggara tnelakukan tindakan rnaladminstrasi. Nlaladtninistrasi
adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian
atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang Inenimbulkan kerugian materiil dan/atau
immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Ombudsman wajib menerima dan berwenang memproses pengaduan dari masyarakat


mengenai penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman wajib menyelesaikan pengaduan
masyarakat dengan cara melakukan pemeriksaan materi laporan pengaduan. Ombudsman
membuat rekomendasi setelah melakukan pemeriksaan dan menvampaikan rekomendasi
tersebut kepada atasan penyelenggara. Terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan
rekomendasi Ombudsman. Atasan terlapor wqiib menyampaikan laporan kepada
Ombudsman tentang pelaksanaan rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil

69
pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya rekomendasi.

Ombudsman dapat rnerninta keterangan terlapor dan/atau atasannya dan melakukan


pemeriksaan lapangan untuk Inemastikan pelaksanaan rekomendasi. Dalmn hal terlapor dan
atasan Terlapor tidak melaksanakan rekomendasi atau hanya rnelaksanakan sebagian
rekomendasi dengan alasan vang tidak dapat diterirna oleh Ombudsman, Ombudsman dapat
Inernpublikasikan atasan terlapor vang tidak rnelaksanakan rekotnendasi itu dan
menvampaikan laporannva kepada Perwakilan Rakvat dan presiden.

BAB XIII
Pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa

A.Pembinaan Dan Pengawasan Oleh Pemerintahan Atasan


Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, desa adalah subsistem pemerintahan daerah
dibawah susbsistem pemerintahan nasional. Desa adalah satuan administrasi pemerintahan
terendah dengan hak otonom berbasis asal-usul dan adat istiadatnya. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pemerintahan desa harus tetap terintegrasi dalam subsistem administrasi
daerah dan sistem dan sistem administrasi negara kesatuan republik Indonesia. Untuk
menjaga agar penyelenggaraan pemerintahan desa tetap terintegrasi dalam dalam subsistem
administrasi daerah dan sistem pemerintahan nasional maka perlu dilakukakn pembinaasn
dan pengawasan terhadap pemerintah desa.
Pembinan atas penyelenggaraan pemerintahan desa berjalan sesuai dengan tujuannya
yaitu menciptakan kesejahteraan warganya. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
desa adalah proses kegiatan yang dilakukakn oleh pemerintah puasat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, pers, dan masyarakat sipil kepada pemerintahan desa berjalan
secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa di lakukan
oleh pemerintah atasan : pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi,, dan pemerintah
pusat. Di samping oleh pemerintahan atasan,pemerintah desa juga mendapat pengawasan dari
lembaga di luar pemerintah, yaitu dari warga desa, pers, LSM, dan dari lembaga peradilan.
Pengawasan dari warga sendiri terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa berkenaan
dengan pelaksanaan kebijakan desa yang dituangkan dalam peraturan desa.

70
Pengawasan dari pers dan LSM menyangkut semua kegiatan pemerintahan desa,
kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD terhadap peraturan perundang-undangan yang
sah. Pengawasan peradilan terhadap kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD
difokuskan pada ada tidaknya tindak pidana korupsi. Terhadap kepala desa sebagai pejabat
negara juga dilakukan pengawasan oleh peradilan tata usaha negara dari adanya tidaknya
praktik maladministrasi.
Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan camat selaku
tangan panjang bupati/walikota wajib membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan
lembaga kemasyarakatan desa.pembinaan pemerintah pusat meliputi :
a) Memberikan pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan.
b) Memberikan pedoman tentang bantuan pembiayaan dari pemerintah, pemerintah
provinsi dan kabupaten /kota kepada desa.
c) Memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan.
d) Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembanguan partisipatif ;
e) Memberikan pedoman dan standar tanda jabatan, pakaian dinas dan atribut bagi kepala
desa serta perangakat desa;
f) Memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan pemerintahan desa dan
lembaga kemasyarakatan.
g) Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
h) Menetapakan bantuan keuangan langsung kepada desa.
i) Melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada aparatur pemerintah daerah yang
bertugas membina pemerintahan desa;
j) Melakuakan penelitian tentang peneyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa
tertentu;
k) Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan dan
l) Pembinaan-pembinaan lainya yang diperlukan.
Pembinaan pemerintah provinsi kepada desa meliputi
a. Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pemabantuan dari provinsi;
b. Menetapkan bantuan keuangan dari pemerintahan provinsi;
c. Memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten/kota;
d. Melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten/kota;

71
e. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat,
lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa.
f. Melaksanaan pendidikan dan pelatihan tertentu skala prioritas;
g. Melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa
tertentu;
h. Memberikan penghargaan atas prestasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan
lembaga kemasyarakatan tingkat provinsi; dan
i. Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan skala
provinsi.

Pembinaan pemerintah kabupaten /kota kepada desa meliputi :


1. Menetapkan pengaturan kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya
kepada desa;
2. Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari kabupaten/kota ke desa;
3. Memberikan pedoman penyusunan peraturan desa dan peraturan desa dan peraturan
kepala desa;
4. Memberikan pedoman teknis pelaksanaan dan pengembangan lembaga
kemasyarakatan;
5. Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
6. Melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan desa ;
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa;
8. Menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa;
9. Mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
10. Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan
lembaga kemasyarakatan;
11. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat,
lembaga adat, beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
12. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintah desa dan lembaga
kemasyarakatan;
13. Menetapkan pakaian dan atribut lainnya bagi kepala desa, perangkat desa, dan BPD
sesuai dengan kondisi dan sosial budaya masyarakat setempat;
14. Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam menyelenggarakan
pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;

72
15. Memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
16. Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.
Pembinaan camat sebagai tangan panjang bupati/wali kota meliputi:
a. Memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
b. Memfasilitasi administrasi tata pemerintahan desa;
c. Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan peraturan kepala desa;
d. Memfasilitasi pelaksanaan urusan otonomi daerah kabupaten/kota yang
diserahkan kepada desa;
e. Memfasilitasi penerapan dan penegakkan peraturan perundang-undangan;
f. Memfasilitasi pelaksaaan tugas kepala desa dan perangkat desa;
g. Memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
h. Memfasilitasi pelaksaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarkatan;
i. Memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
j. Memfasilitasi kerja sama antar desa dan kerja sama desa dengan pihak ketiga;
k. Memfasilitasi pelaksaan pemberdayaan masyarakat desa;
l. Memfasilitasi kerja sama antar lembaga kemasyarakatan dan kerja sama lembaga
kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
m. Memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan;
dan
n. Memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan.
Di samping melakukan pembinaan, pemerintah atasan juga melakukan pengawasan kepada
pemerintah desa. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa meliputi:
a. Administrasi pemerintahan desa, yang mencakup:
1. Kebijakan desa;
2. Kelembagaan desa;
3. Keuangan desa; dan
4. Kekayaan desa.
b. Urusan pemerintahan desa, yang mencakup:
1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;

73
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota; dan
4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada desa.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pejabat


pengawas pemerintah pada inspektorat kabupaten/kota yang dikoordinasikan oleh inspektur
kabupaten/kota. Pejabat pengawas pemerintah membuat program kerja pengawasan tahunan
(PKPT) yang di sahkan dengan keputusan bupati/wali kota. Berdasarkan PKPT tersebut
pejabat pengawas pemerintah pada inspektorat kabupaten/kota melaksanakan pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan desa, berkoordinasi dengan camat setempat.
B. Pengawasan oleh Warga Desa Sendiri
Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa oleh warga desa sendiri
terkait dengan sistem demokrasi yang di artikan “pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat”,
semua kebijakan dan tindakan pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat
karena rakyat adalah pemilik kedaulautan. Pemerintah berasal dari rakyat, bukan dari langit
atau restu dewa-dewa seperti yang di doktrinkan oleh pemerintah model raja-raja zaman dulu.
Kepala desa adalah rakyat biasa yang dipercaya oleh warga desa untuk mengurus desanya,
bukan orang istimewa yang datang dari langit atau keturunan dewa. Karena ia dipilih warga
desa dengan tugas utama mengurusi urusan warganya, maka kebijakan yang dibuat harus
diperuntukkan kepada warga yang memilihnya, bukan diperuntukkan kepada atasannya:
camat, bupati/wali kota, gubernur, dan presiden.
Karena kepala desa dipilih oleh warga dengan tugas utama mengurusi urusan
warganya maka dia harus membuat kebijakan desa yang pro warga, bukan pro pemilik modal
atau pro camat/bupati/wali kota. Kebijakan desa dituangkan dalam peraturan desa. Peraturan
desa yang paling utama adalah peraturan desa tentang APBD Desa. Dalam APBD Desa yang
outputnya adalah memberi nilai tambah bagi kesejahteraan warga desa. Yang dimaksud
memberi nilai tambah kesejahteraan adalah peningkatan nilai manfaat dan dampak dari
barang dan jasa yang dilaksanakan. Misal, jalan, jembatan, saluran air, gorong-gorong, dam-
dam, jaringan imigrasi, TK dan SD, pos siskamling, lapangan dan sarana olah raga, dan
penerangan jalan menjadi lebih baik; pelayanan surat keterangan dari desa seperti KTP, SIM,
sertifikat tanah, pajak, keterangan sehat, jamkesmas, keterangan miskin, dan lain-lain
menjadi lebih mudah dan cepat; kondisi keamanan dan ketentraman masyarakat menjadi
lebih aman, tentram, dan tertib karena tidak terjadi pencurian, perampokan, perjudian,

74
perbuatan mabuk akibat minum-minuman keras, prostitusi, pemerasan, penipuan, konflik
antar warga yang menyebabkan luka dan/atau kematian, kebakaran rumah, dan perukasana
harta benda.
Warga desa berhak melakukan pengawasan atas kebijakan desa yang dibuat oleh
kepala desa dan BPD tersebut. Jika kebijakan desa tidak pro rakyat, maka warga desa dengan
baik-baik melalui BPD dan tokoh-tokoh masyarakat minta agar kebijakan desa yang dibuat
sudah pro rakyat, tapi jika tidak mendapat pengawasan pelaksanaannya bias menyimpang.
Oleh karena itu, warga desa juga berharap melakukan pengawasan atas pelaksaan kebijakan
desa. Jika dalam melaksakan kebijakan desa, kepala desa melakukan penyimpangan dan
penyalahgunaan wewenang, warga desa daoat menyampaikannya kepada BPD secara baik-
baik. BPD lalu segera melakukan rapat pleno untuk membahas masukan warga desa tersebut
dan kemudian menyampaikan rekomendasi kepada kepala desa agar melaksanakan kebijakan
desa sebagaimana mestinya. Jika kepala desa tidak memperhatikan masukan dan
rekomendasi BPD, BPD dapat menyampaikannya kepada bupati/wali kota melalui camat
untuk rekomendasi yang berkenaan dengan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan
kepada penegak hukum untuk rekomendasi yang berkenaan dengan adanya dugaan tindak
pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Di depan telah dijelaskan bahwa salah satu fungsi pemerintahan desa adalah
memberikan pelayanan publik. Dalam UU No.25/2009 tentang pelayanan publik,
penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan:
1. Kepentingan umum;
2. Kepastian hukum;
3. Kesamaan hak;
4. Keseimbangan hak dan kewajiban;
5. Keprofesionalan;
6. Partisipatif;
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
8. Keterbukaan;
9. Akuntabilitas;
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
11. Ketepatan waktu; dan
12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

75
Hal ini berarti bahwa pemerintah desa sebagai penyelenggara pelayanan publik harus
memberikan pelayanan kepada warganya dengan berdasarkan asas-asas tersebut.
Masyarakat berhak:
a. Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang di ajukan;
d. Mendapat advokasi, perlidungan, dan/atau pemenuhan pelayanan:
e. Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai degan standar pelayanan;
f. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memprbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai dengan standard pelayanan;
g. Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau
tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
h. Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan
dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan
ombudsman; dan
i. Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

Jika pemerintah desa tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan dan
memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar layanan, warga desa berhak
mengadukan perangkat desa yang menangani pelayanan kepada kepala desa, ombudsman,
dan DPRD kabupaten/kota. Pengaduan dilakukan secara tertulis oleh warga desa yang
dirugikan.
Kepala desa sebagai atasan perangkat desa tersebut berwenang menjatuhkan sanksi
kepada perangkat desa yang tidak memberikan pelayanan sebagaimana mwstinya.
Penyelenggaraan layanan publik wajib menanggapi pengaduan masyarakat paling lambat 14
hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak
lengkapnya materi aduan.
Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan paling lambat 60 hari sejak
berkas pengaduan dinyatakan lengkap. Keputusan hasil pemeriksaan wajib disampaikan
kepada pihak pengadu paling lambat 14 hari sejak diputuskan. Dalam hal pengadu menuntut
ganti rugi, keputusan tersebut memuat jumlah ganti rugi dan batas waktu pembayarannya.
Atas keputusan yang juga memuat ganti, penyelenggara wajib menyediakan anggaran guna
membayar ganti rugi.

76
C. Pengawasan oleh Lembaga Peradilan
Penyelenggaraan pemerindesa juga mendapatkan pengawasan dari lembaga peradilan:
pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Lembaga peradilan
melakukan pengawasan kepada pemerintah desa dalam hal ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan yang sah. Kepala desa dan BPD wajib menyelennggarakan
pemerintahan desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sah. Kepala desa dan
BPD tidak boleh menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Kepala desa dan anggota BPD tidak boleh melakukan korupsi uang dan/atau kekayaan desa
dan uang negara yang dikuasai desa. Jika kepala desa, BPD, dan anggota BPD
menyelahgunakan wewenang dan melakukan korupsi maka mereka akan berhadapan dengan
lembaga peradilan.
Penyalahgunaan wewenang yang berindikasikan kejahatan akan ditangani oleh aparat
penegak hukum. Polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jika terdapat bukti
permulaan yang cukup polisi akan meneruskan kasusnya ke kejaksaan. Selanjutnya
kejaksanaan akan mengajukan tuntutan ke pengadilan negeri. Dalam siding pengedilan, jika
hakim yakin adanya tindakan kejahatan maka si pelaku akan dijatuhi hukuman penjara
dan/atau denda.
Demikian juga jika kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD melakukan tindak
pidana korupsi atas uang APBDesa dan/ uang negara yang dikuasai desa, polisi dan/atau
kejaksaan akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Langkah berikutnya, si pelaku akan
di siding di pengadilan negeri atau dipengadilan tindak pidana korupsi di provinsi di mana si
pelaku tinggal.
Masyarakat dapat menggugat penyelenggara atau pelaksana melalui peradilan tata
negara apabila pelyanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara.

D. Pengawasan oleh Lembaga Ombudsman


Agar penyelenggara layanan publik tidak menyalahgunakan wewenangnya maka
negara mendirikan ombudsman. Ombudsman dalah lembaga negara yang mempunyai
kewenanangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik desa serta badan
swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman bertugas:

77
a. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik;
b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman;
d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga
pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f. Membangun jaringan kerja;
g. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik; dan
h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Warga desa dapat mengadukan penyelenggara layanan publik di desa kepada


ombudsman jika penyelenggara melakukan tindakan maladministrasi. Maladministrasi adalah
prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,

Bab XIV

Desa Dalam Konsepsi Founding Fathers dan Penataan Masa Depan

Visi dari founding fathers tentang desa adalah terwujudnya desa yang makmur, aman,
tertib, guyup, modern dan demokratis. Sedangkan misinya adalah menarik desa ke dalam
system sebagaimana pemerintahan formal. Unsur-unsur demokratis dalam kehidupan
masyarakat desa adalah, 1) adanya rapat, 2) adanya mufakat untuk kebijakan bersama, 3)
adanya gotong royong untuk mengerjakan pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama,
4) warga desa mempunyai hak protes bersama dan menyingkir dari kekuasaan raja jika tidak
setuju dengan kebijakan raja. Unsur-unsur tersebut dapat diperbaharui dan dikembangkan
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi modern untuk membangun Indonesia baru.

1. Konsepsi Muhammad Yamin tentang desa disampaikan pada siding pertama BPUPKI
rapat besar pada 29 Mei 1945 ( secretariat Negara RI, 1993;22).
a. V.Negeri, desa dan segala persekutuan adat yang dibaharui dengan jalan rasionalisme
dan pembaharan zaman dijadikan kaki susunan Negara sebagai bagian bawah;.
2. VI. Pemerintah pusat dibentuk di sekeliling kepala Negara, terbagi atas:
78
3. Wakil kepala Negara
4. Satu kementerian sekeliling seorang pemimpin kementrian
5. Pusat parlemen balai perwakilan, yang terbagi atas majelis dan balai perwakilan rakyat.
a. VII. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai pemerintah
daerah untuk menjalankan pemerintah urusan dalam, pangreh praja;
b. VIII. Negara rakyat Indonesia yang menjalankan pembagian pekejaan Negara atas
jalan desentralisasi dan dekonsentrasi.

Dalam sidang kedua BPUPKI rapat besar yang diselenggarakan pada 11 juli 1945,
Muhammad Yamin memperjelas kosepsinya yang tertuju ke sebelah dalam yang akan
tersusun dari badan-badan masyarakat seperti desa. Desa merupakan susunan pemerintah
yang paling bawah. Sedangkan untuk pemerintah pusat akan terbentuk ibukota Negara dan
ini dinamai dengan pemerintah atas.

Kemudian, Soepomo menyampaikan konsepsinya dalam sidang kedua BPUPKI pada 15 juli
1945 dengan acara pembahasan rancangan undang-undang dasar lanjutan. Jadi, rancangan
UUD mmeberikan kemungkinan untuk mengadakan pembagian daerah Indonesia dalam
daerah-daerah besar dan untuk membagi daerah-daerah besar tersebut atas daerah-daerah
kecil. Dengan memandang dang mengingat “ dasar permusyawaratan”, artinya bagaiamanpun
terbentuknya pemerintahan daerah maka pemerintahan tersebut harus berdasar tas
permusyawaratan.

Dari maket sederhana yang disampaikan soepomo pada sidang pengesahan UUD
1945 tersebut tampak jelas bahwa desa diletakkan di bawah pemerintahan daerah sejajar
dengan kooti: daerah swapraja bekas kerajaan pribumi tradisional. Maket tersebut
menunjukkan bahwa desa dijadikan pemerintah bawahan dan pemerintah daerah dijadikan
pemerintah tengah ( konsepsi Yamin) sekaligus sebagai daerah yang memiliki susunan asli
sebagaimana kooti ( Konsepsi Soepomo ). Desa akan dipertahankan sebagai self governing
community atau kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana desa pada masa lampau (UU
No. 22/1999 dan UU No. 32/2004).

Sebagai daerah otonom yang berbasiskan kesatuan masyarakat hukum dan sangat
jelas bahwa startegi pembangunan kelembagaan desa ke depan serta sesuai dengan konsepsi
bapak pendiri bangsa Indonesia sampai dengan masa akhir pemerintahan Soekarno tidak
berubah. Desa yang memiliki unsur-unsur demokrasinya, kelembagaannya, amupun adat
istiadatnya dijadikan daerah otonom (local self governing) sebagai pemerintahan bawah

79
dengan cara dibaharui jalan rasionalisme dan pembaharuan zaman serta ditaruh dalam
lingkungan pemerintahan yang modern dan tidak ditaruh di luarnya sebagaiaman masa
lampau serta dipertahankan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat.

Rezim orde baru mengembalikan desa sebagaimana desa di zaman colonial Belanda
dan pendudukan Jepang. Desa tidak jadi ditarik ke dalam system pemerintahan formal yang
modern tapi tetap dipertahankan sebagai lembaga tradisional sebagaimana zaman Belanda.
Untuk struktur organisasinya diubah sesuai dengan struktur birokrasi modern. Kemudian,
desa kendalikan dari mobilisasi untuk kepentingan politik dan ekonomi penguasa. Desa juga
dijadikan sebagai wilayah adminsitrasi kecamatan yang berhak mengatur rumah tangganya,
tetapi isi rumah tangganya pernah didefinisikan dengan struktur organisasinya diubah tapi
status kepegawaiannya tetap dengan aslinya. Desa tidak mendapatkan anggaran yang
dialokasikan dari Negara, tapi hanya diberikan bantuan desa. Model pemerintahannya bukan
pemerintahan rakyat melainkan pemerintahan subordinat dekonsentrasi di bawah wilayah
administrasi kabupaten, kecamatan, provinsi dan departemen dalam negeri.

Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 tidak mempercerah masa depan desa
melainkan menggelapkan masa depannya. Di bawah UU No. 22/1999 tentang pemerintahan
daerah bahwasanya desa dikembalikan keadaannya sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul serta adat istiadat setempat. Perumusan UU No. 22/1999 khususnya
pasal-pasal pengaturan desa dipengaruhi terutama oleh penjelasan pasal 18 ayat 2 UUD
1945. Pengaturan desa berdasarkan UUD tersebut adalah pengaturan desa yang setback,
mundur. Pemahaman mengenai desa dalam struktur modern tidak bisa semata-mata melalui
penjelasan UUD 1945 angka II buatan Soepomo tersebut, tetapi harus memahami wacana dan
perdebatan dalam sidang-sidang BPUPKI dan jiwa serta semangat UU No. 1/1945, UU No.
22/1948, UU No. 1/1957 , UU No. 18/1965 dan UU No. 19/1965. Jika desa dipahami melalui
jalan ini maka terdapat konsistensi antara kosnepsi Hatta, Yamin, dan Soepomo.

Dalam pembahasan pengaturan tentang desa selalu terjadi perdebatan seru antara
penganut sakralisasi desa adat/tradisional yang berjiwa romantisme masa lalu keluar sebagai
pemenang karena mendapat dukungan penuh dari birokrat didikan orde baru yang kolot dan
sosiologi konservatif. Pengikut founding fathers dan konseptor visional yang kalah, akhirnya
megkonservasi desa sebagai peninggalan masa lalu yang antic dan disakralkan. Pengaturan

80
desa berdasarkan UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 mirip dengan pengaturan desa di
bawah IGO dan IGOB zaman belanda.

Pemerintah melalui camat sebagai fasilitator dalam mempersiapkan desa-desa yang


sudah maju dalam satu kecamatan menjadi daerah otonom kabupaten dan desa-desa tersebut
sudah termasuk urban/metropolis. Tidak hanya masyarakat urban saja yang difasilitasi dalam
membentuk daerah otonom baru melalui pengubahan beberapa kecamatan dalam kabupaten
menjadi beberapa daerah otonom kota, tetapi masyarakat pendesaan juga harus difasilitasi
dalam membentuk daerah otonom baru melalui pengubahan beberapa kecamatan yang
bersifat pendesaan menjadi daerah otonom baru kabupaten. Dalam pembentukan daerah
otonom baru yang berasal dari desa-desa adat tersebut pemerintah membuat kebijakan
pengaturan sebagai berikut:

a. Melakukan rekognisi atas urusan-urusan pemerintahan yang masih hidup dan berasal
dari desa adat tersebut.
b. Melakukan desentralisasi secara rinsi (ultra vires doctrine)
c. Menentukan skema anggaran dalam undang-undang perimbangan keuangan secara
proporsional
d. Membuat tugas pembantuan
e. Mengatur kelembagaan, keuangan, kepegawaian, dan pengawasannya.

Administrasi buatan rezim orde baru disamping tidak sesuai dengan system
desentralisasi modern juga tidak mempunyai akar sejarah ketatanegaraan bangsa Indonesia.
Dan penempatan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum menurut UU No. 32/2004 tidak
dapat menciptakan penguatan desa sebagai basis penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat
desa karena dinamika dan tenaga progresif dan terkunci sehingga kelembagaan desa yang
sangat sederhana dan sumer keuangannya sangat minim tidak pernah mampu
menyelenggarakan urusan pemerintahan formal

81

Anda mungkin juga menyukai