Anda di halaman 1dari 47

Laporan Akhir

PT. INNERINDO DINAMIKA

BAB 2
KONSEPSI KEMANDIRIAN DESA DAN
INTENSIFIKASI SUMBER-SUMBER
PENDAPATAN DESA

2.1. KONSEPSI KEMANDIRIAN DESA


2.1.1. Konsepsi desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan definisi desa


sebagai acuan makna yang didalamnya terkandung bermacam pengertian
tentang desa dari berbagai perspektif. Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 berbunyi : Desa adalah desa dan desa adat
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-1
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 diketahui bahwa Desa yang diawali


dengan huruf kapital mengandung makna ganda yaitu desa dan desa adat.
Jika yang dimaksud desa adat, dimana penyelenggaraan pemerintahan dan
kehidupan sosial kemasyarakatan diatur berdasarkan adat istiadat maka
ditulis dengan huruf kecil desa adat. Demikian juga, jika yang dimaksud
adalah desa yang bukan merupakan desa adat, yang penyelenggaraan
pemerintahan maupun kehidupan sosial kemasyarakatan diatur berdasarkan
hukum positif Negara maka ia cukup ditulis juga dengan huruf kecil desa.
Tetapi manakala keduanya, baik desa maupun desa adat, disebut dan
diperlakukan bersama, maka frasenya ditulis dengan huruf besar Desa.

Dari cara penulisan dan maksud, jelas bahwa Desa yang disebut dalam
undang-undang memiliki perspektif yang lain dari desa yang dikenal secara
umum. Persepektif umum tentang desa adalah suasana kehidupan yang jauh
dari keramaian, tentram, guyub, dan damai. Desa dilawankan dengan kota
yang maju, modern, memiliki stratifikasi sosial yang jelas, serta renggang
hubungan sosialnya.

Desa, menurut undang-undang memiliki lima unsur pembentukan. Pertama,


kesatuan masyarakat hukum. Kedua, batas wilayah desa. Ketiga, kewenangan.
Keempat, kepentingan masyarakat setempat. Kelima, bagian dari sistem
pemerintahan Indonesia. Kelima unsur diatas dapat dirinci sebagai berikut :

Kesatuan Masyarakat Hukum


- Adanya masyarakat yang mengikatkan diri menjadi satu kesatuan.
- Adanya hukum yang dibuat, dipatuhi dan dijaga.
- Adanya organisasi masyarakat
- Adanya kekayaan.
Batas Wilayah
- Adanya wilayah yang didiami.
- Adanya batas wilayah yang disepakati
- Adanya hak-hak privat dan komunal dalam wilayah desa
- Adanya batas wilayah pemerintahan

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-2
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Kewenangan
- Adanya hak dan kewajiban privat dan komunal
- Adanya otoritas yang diakui
- Adanya pengakuan atas kewenangan asal usul
- Adanya penyerahan sebagian urusan pemerintah tingkat atas kepada
desa.
- Adanya pelimpahan kewenangan pejabat tingkat atas kepada desa.
- Pengaturan masyarakat
- Pengurusan rumah tangga desa

Kepentingan Masyarakat Setempat


- Pemenuhan layanan dasar
- Pemenuhan layanan civil dan publik desa
- Demokrasi, partisipasi dan kebijakan inklusif.
- Perlindungan hak-hak minoritas termasuk kelompok perempuan dan
kelompok tidak berdaya.
- Kesetaraan gender
Bagian dari sistem pemerintahan Indonesia
- Desa berada dibawah dan didalam pemerintah kabupaten/kota.
- Desa dibina oleh pemerintah kecamatan.
- Desa menerima limpahan tugas disertai pendanaan dari pemerintah
tingkat atasnya dalam mewujudkan pembangunan desa.
- Desa tunduk pada peraturan yang lebih tinggi dari peraturan desa.

Kelima unsur ini yang kemudian diatur dalam seluruh batang tubuh undang-
undang desa. Pengaturan desa dan desa adat pada tataran tertentu dilakukan
bersamaan, tetapi pada kesempatan lain, diatur secara terpisah. Persoalan
pengaturan yang terpisah ini merupakan ciri dasar undang-undang desa yang
memisahkannya dengan undang-undang lainnya yang pernah mengatur desa
dalam masa pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah yang
umum dari pengaturan Desa yang tidak sama ini adalah asimetris. Asimetris

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-3
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

bermakna pengaturan terhadap desa yang satu tidak sama dengan pengaturan
desa yang lain, demikian juga pengaturan pada satu desa adat, tidak sama
dengan pengaturan desa adat lainnya.

Apa yang nampak pada desa saat ini, selain dari ciri tradisionalnya pada desa-
desa pedalaman, adalah apa yang disebut oleh Raharjo (2004:24), mengutip
M.Francis Abraham, sebagai model masyarakat transisi. Model transisi ini
ditandai oleh faktor-faktor (a) dualisme struktural yang memungkinkan
kehadiran bersama kereta lembu dan pesawat udara dalam pengertian
bertemunya nilai-nilai tradisional dengan modern, (b) kombinasi sumber energi
yang hidup serta perubahan budaya dimana norma modernitas secara
berangsur-angsur muncul di dalam kerangka nilai-nilai tradisional, (c)
industrialisasi, (d) mobilisasi politik dan (e) rekayasa sosial. Ciri-ciri transisi,
pada akhirnya menciptakan kognisi dualisme masyarakat desa. Masyarakat
desa memandang dirinya, pada suatu waktu adalah komunitas harmonis
guyub yang berjalan ke masa depan diiringi tabuhan gending berlagu mantra,
namun pada waktu yang lain memandang dirinya sebagai bagian dari
masyarakat tercerahkan, melek hukum, menuntut hak-haknya melalui
lembaga demokrasi modern serta berbicara dalam bahasa manajemen
perusahan saat bermusyawarah mengenai perbaikan jalan desa.

Beberapa sarjana telah mencoba mendefinisikan desa untuk menemukan


hakikatnya. Rahardjo (2004:29) mengutip Koentjaraningrat mengartikan desa
sebagai komunitas kecil yang menetap pada suatu tempat. Dalam definisi ini
terkandung makna pentingnya ikatan kekerabatan dari suatu masyarakat
yang saling mengenal satu dengan yang lain.

Sementara Hanif Nurcholis (2011:4) meletakkan pendapat PJ. Bournen sebagai


satu dari sekian pendapat yang diacunya saat melihat desa sebagai satu

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-4
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir
semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari
pertanian, perikanan dan sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi
oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat
banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan dan kaidah-kaidah sosial.
Selain unsur hukum dan kaidah-kaidah sosial yang mengatur kehidupan
masyarakat sebagai hakikat desa, pendapat Bournen terbaca seperti definisi
Koentjaraningrat dalam versi yang lebih lengkap.

Bertujuan mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap, Wasistiono-Tahir


(2007:12-17) mengartikan desa dalam beberapa dimensi antara lain: (a)
dimensi ekonomi dimana desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan
tenaga kerja. (b) dimensi sosiologis dimana desa menampil sebagai suatu
bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat
tinggal dalam suatu lingkungan dimana mereka saling mengenal, dan (c)
dimensi politik dan administrasi negara dimana desa lebih dipandang sebagai
suatu daerah kesatuan hukum dimana tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Dari sisi manapun para sarjana menyoroti keberadaannya, desa masih


menunjukkan ciri paguyuban atau gemeinschaft diseberang konsep
masyarakat patembayan atau gesellschaft dari konstruksi dikotomis Ferdinand
Tonnies. Walau harus diakui bahwa dikotomi gemeinschaft- gesellschaft tidak
selalu cocok dalam memandang desa sebagai unit analisis, setidaknya oleh
gejala transisi yang disebutkan Abraham. Namun diskursus tentang desa di
Indonesia masih menyisakan ruang cukup bagi dikotomi Tonnies. Menarik
bahwa, desa, dalam ranah kebijakan selalu ditempatkan pada ciri
gemeinschaft-nya.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-5
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

2.1.2. Konsepsi Kemandirian

Apakah yang dimaksud dengan kemandirian manakala kata sifat itu


dilekatkan pada desa sebagai entitas masyarakat? KBBI 12 memberi makna
kemandirian sebagai dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada pihak lain.
Tentu saja, istilah kemandirian disini ditujukan pada orang, person atau diri
sendiri. Karena jika kemandirian yang dimaknai sebagai berdiri sendiri tanpa
bergantung pada pihak lain dilekatkan pada masyarakat, maka maknanya
menjadi kabur, bahkan absurd.

Tidak ada masyarakat yang disusun oleh pribadi dan individu yang bekerja
sendiri-sendiri. Tiap orang dalam masyarakat saling berhubungan dan saling
bergantung. Kesalinghubungan dan kesalingtergantungan itulah yang
memungkinkan sebuah masyarkat terbentuk.

Jean-Luc Nancy(1997:112)13 menggambarkan masyarakat sebagai istana


dimana kehidupan bersama bertahta mengatasi kedirian. Komunitas adalah
berada bersama-sama(being together). Sementara diri adalah berada di
dalam (being with-in).

12
KKBI adalah singkatan dari kamus besar bahasa Indonesia. Penggunaan kamus dalam
memahami sebuah istilah hanya ditujukan untuk mendapatkan pengertian dasar yang sama
atas istilah itu. Lebih lanjut, istilah yang digunakan lebih dimaknai dari pendekatan
kontekstual dan konseptual.
13
Lihat pendapat Nancy sebagaimana ditulis Martin Coward dalam Teori-Teori Kritis
Menantang Pandangan Utama Studi Politik Internasional, ed. Jenny Edkins-Nick Vaughan
Wiliams, Alih bahasa: Teguh Wahyu Utomo, Pustaka Pelajar: Jogyakarta. 2013.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-6
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Nancy mengikuti lagika eksistensial Martin Heidegger tentang Ada 14. Menurut
Heidegger, dasar dari segala sesuatu adalah eksistensi atau keberadaan.
Sebuah piring hanya memiliki makna apabila piring itu ada. Dengan
keberadaannya, piring dapat dikenali, disebut, dicirikan, selanjutnya menjadi
objek dari pemikiran. Sebaliknya, jika piring tidak pernah ada, bagaimana ia
memiliki makna? Untuk memiliki makna semua hal harus ada. Keberadaan
benda dan hal-hal itu disebut sebagai ada (being) atau bereksistensi.

Manusia bereksistensi melalui diri (self). Diri adalah keadaan manusia yang
menyadari dirinya sendiri dan menyadari diri lain yang ada di sekelilingnya.
Itulah sebabnya, Heidegger membedakan adanya diri dengan adanya hal lain
yang bukan diri. Jika hal lain yang bukan diri (non-self) berada sebagaimana
adanya (being as it such), maka diri (self) berada dengan mempertanyakan
keberadaannya. Lebih jauh, diri (self) merefleksikan keadaannya (being)
dengan Ada yang pertama (Being) yang menjadikan segala yang ada berada.

Itulah sebabnya, diri (self) adalah elemen utama kehidupan yang utuh dan
tidak dapat dihancurkan. Diri adalah ada yang mandiri. Ia ada karena
keadaannya (being) itu sendiri.

Tetapi diri yang berada di dunia (being with-in the world) tergantung pada diri
yang lain. Itulah sebabnya, Nancy menyebutnya berada bersama yang lain
(being with others). Dalam konsepsinya tentang komunitas, Nancy menekankan
kesadaran akan perbedaan tiap diri sebagai konsekuensi logis dari berada
bersama yang lain. Karena tiap diri berbeda, maka berada bersama juga
berarti bersama dengan perbedaan (being with-difference).

14
Untuk penjelasan lanjut tentang eksistensialisme silahkan membaca karya Martin Heidegger
yang diterjemahkan John Macquarie dan Edward Robbinson yang berjudul Being and
Time :Oxford. Blackwell. 1962.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-7
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Dalam proses berada bersama, terkadang komunitas menciptakan figurasi 15


yang mengacu pada konsep tertentu tentang kesatuan masyarakat, yang pada
satu sisi menciptakan landasan imanen substantif bagi komunitas, tetapi pada
sisi lain menyangkali eksistensi diri sebagai yag ada. Figurasi menempatkan
diri berada pada posisi tidak bermakna dan sebagai gantinya komunitas
dipandang bermakna, eksistensial dan deterministik.

Komunitas dengan figurasi adalah komunitas yang dominan, tetapi tidak


kemudian mandiri. Konsep kemandirian komunitas lebih dekat dengan
konsepsi masyarakat otonom. Masyarakat otonom dalam kajian ini dibatasi
pada kontekstual masyarakat desa. Dalam istilah yang paling dekat,
pemahaman tentang kemandirian desa adalah otonomi desa.

Otonomi desa16 adalah ide yang ditempelkan pada fakta bahwa desa
merupakan sebuah entitas masyarakat otonom. Pertanyaan dasarnya adalah,
manakah yang lebih dulu ada: masyarakat otonom ataukah otonomi desa?
Guna menjawab pertanyaan sederhana ini, penting kemudian penemuan
makna dasar dari kedua kata yang digunakan secara bergantian untuk
konteks yang seringkali berbeda satu sama lain.

Otonomi adalah kata benda yang berasal dari kata bahasa Yunani autonomia
). Kata autonomia dibentuk dari kata sifat autonomos (
( ).
Kata autonomos dibentuk dari dua kata yaitu auto () yang berarti sendiri,
dan nomos (
) yang berarti hukum atau aturan. Dengan demikian, maka
autonomos atau otonom memiliki makna berhukum sendiri atau mempunyai
aturan sendiri. Otonom berarti suatu kondisi dimana kemerdekaan dan
kebebasan hadir sebagai identitas.
15
Figurasi dapat dimaknai sebagai cara yang mengasumsikan konsep tertentu atau figure
tertentu merepresentasikan atau membentuk landasan imanen substansial bagi komunitas.
Figur ini mengambil sejumlah bentuk seperti individu, Negara, bangsa dan kelas. Lihat
penjelasan tentang figurasi tulisan dalam Martin Coward, opcit.
16
Lihat penjelasan tentang otonomi desa dalam tulisan Rooy Salamony, kompasiana, 2
agustus 2014.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-8
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Michael Luck dan Mark dInverno (1995) dalam tulisan berjudul A Formal
Framework for Agency and Autonomy membantu mempertajam pemaknaan
kata otonom dan otonomi. Bertujuan menguraikan makna keagenan (agency)
dan otonomi (autonomy) dari konsep Multi Agent Systems, Luck dan dIvarno
mencanangkan otonomi sebagai suatu pencapaian dari agen yang bermotivasi.
Agen yang bermotivasi adalah agen yang memiliki otonomi. Ia adalah agen
yang tidak tergantung pada tujuan akhir agen lain, sebaliknya, memberikan
tujuannya untuk diacu dalam hubungan antar agen.

Dalam konstruksi Luck dan dIvarno, tiap agen atau subjek bersifat otonom
karena setiap mereka memiliki tujuan masing-masing. Agen yang otonom,
menyembunyikan dibelakang tindakannya untuk mencapai tujuan, suatu
agenda yang berbasis pada pelayanan diri sendiri dan kesenangan sendiri.
Tetapi hubungan antar agen atau antar subjek menghadirkan medan tempur
bagi tiap agenda tersembunyi. Hanya agen yang mampu menduduki pusat
hubungan, mempengaruhi tujuan agen yang lain, dan dengan demikian
menjadikan agendanya sebagai agenda umum yang layak disebut agen
bermotivasi atau agen yang memiliki otonomi.

Merujuk Luck dan dIvarno, sepintas nampak bahwa otonom adalah semacam
DNA bawaan yang bersifat statis. Sementara otonomi adalah capaian dari agen
termotivasi yang bersifat dinamis. Membawa konsep ini sebagai kerangka
untuk melihat otonomi desa dan masyarakat desa yang otonom akan
mempertegas makna dari masing-masing frasa.

Masyarakat desa yang otonom adalah masyarakat yang membawa dalam


dirinya sendiri unsur kemerdekaan dan kebebasan. Kebebasan dan
kemerdekaan untuk berperaturan sendiri dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi
sifat masyarakat otonom selalu statis.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-9
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Otonomi desa, sebaliknya. Ia adalah capaian dari usaha desa yang dilandasi
motivasi. Motivasi untuk berada pada pusat hubungan antar agen atau
subjek. Desa yang memiliki otonomi adalah desa yang memenangkan
pertempuran agenda antar subjek. Desa yang mampu menduduki pusat
hubungan, mempengaruhi tujuan agen yang lain, dan dengan demikian
menjadikan agendanya sebagai agenda umum. Otonomi desa, sejatinya adalah
sifat dinamis desa. Otonomi desa secara sederhana dapat disebut sebut
sebagai identitas kemenangan desa.

2.1.3. Konsepsi Kemandirian Desa dan Kemampuan Keuangan

Desa sebagai entitas komunal yang mandiri adalah desa yang otonom. Desa
otonom memiliki kekuasaan mengatur dan mengurus dirinya sendiri,
sekaligus memiliki sumber-sumber kekayaan sebagai modal dalam mengatur
rumah tangga desa. Kekayaan desa dapat berupa potensi fisik maupun potensi
non fisik, serta kekayaan berupa uang.

Potensi fisik desa antara lain: berupa lahan, air, iklim, flora, dan fauna.
a. Lahan
Lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga sebagai
sumber bahan tambang dan mineral. Lahan memiliki jenis tanah yang menjadi
media bagi tumbuhnya tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah aluvial cocok
bagi tanaman padi, jagung, dan kacang, jenis tanah berkapur cocok bagi
tanaman jati dan tebu. Pada lahan juga dimungkinkan terjadi eksploitasi
bahan tambang seperti batu bara, batu kapur, pasir kuarsa, batu marmer, dan
sebagainya.

b. Air
Pada umumnya desa memiliki potensi air yang bersih dan melimpah. Dari
dalam tanah, air diperoleh melalui penimbaan, pemompaan, atau mata air. Air
digunakan penduduk desa untuk keperluan minum, irigasi, mencuci,

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-10
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

memasak, dan keperluan lain. Secara kuantitas dan kualitas, air di perdesaan
dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan air penduduknya.

c. Iklim
Iklim memegang peranan penting bagi pertanian desa. Iklim dipengaruhi oleh
ketinggian tempat. Pada ketinggian tertentu, suatu desa menjadi maju karena
kecocokan iklimnya bagi pengembangan tanaman dan pemanfaatan tertentu
seperti: perkebunan buah, tempat rekreasi, dan tempat peristirahatan.

d. Flora dan Fauna


Di desa masih banyak lahan yang dapat dikembangkan untuk usaha di bidang
pertanian. Berbagai jenis tanaman pangan dan hewan ternak banyak
dibudidayakan di daerah perdesaan. Hal itu merupakan upaya pemenuhan
kebutuhan pangan di daerah perdesaan maupun di perkotaan.

Selain potensi fisik, desa juga memiliki potensi nonfisik. Potensi nonfisik desa
antara lain sebagai berikut.
a. Penduduk Desa
Masyarakat desa merupakan kelompok sosial dengan hubungan yang erat
dengan solidaritas tinggi. Hal itu merupakan kekuatan dalam membangun
wilayah perdesaan.

b. Lembaga dan Organisasi Sosial


Lembaga atau organisasi sosial merupakan suatu badan perkumpulan yang
membantu masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: Koperasi
Unit Desa (KUD), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), dan lain sebagainya.

c. Aparatur dan Pamong Desa

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-11
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Aparat desa bertugas menjaga kelancaran administrasi desa dan


menggerakkan sumber daya manusia di desa. Contoh: kepala desa, kepala
dusun, kepala adat, dan lain-lain.

Potensi yang dimiliki oleh setiap desa sesungguhnya berbeda karena ada
perbedaan lingkungan geografis dan keadaan penduduknya. Selain itu, luas
lahan, jenis tanah, dan tingkat kesuburan juga tidak sama. Sumber air dan
tata air yang berlainan menyebabkan corak kehidupannya juga berbeda.
Keadaan dan tata kehidupan penduduk desa memengaruhi karakteristik dan
tingkat kemajuan desa. Sebutan desa tradisional, desa swadaya, desa
swakarya (sedang berkembang), dan desa swasembada (maju) menunjukkan
tingkat kemajuan desa.

Akumulasi potensi fisik dan non fisik desa disebut kemandirian desa. Dengan
demikian dalam istilah kemandirian desa terkandung dua maksud yang telah
disajikan konseptualisasinya yakni otonomi desa sebagai kondisi yang
menggambarkan motivasi untuk berada pada pusat hubungan antar agen atau
subjek; serta tentu saja akumulasi potensi fisik dan non fisik desa.
Kemandirian dalam pengertian otonomi desa adalah kemandirian dalam hal
kewenangan. Sementara kemandirian dalam pengertian akumulasi potensi
adalah kemandirian dalam hal sumber daya.

Kemandirian desa dalam kajian ini selanjutnya dapat dikonstruksikan


sebagaimana profil berikut :

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-12
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Gambar 1.
Model Kemandirian Desa

OTONOMI DESA

KEMANDIRIAN

AKUMULASI
POTENSI

Frase otonomi desa sama sekali tidak ditemui dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, maupun dalam peraturan perundangan sebagai
penjabaran undang-undang. Tetapi istilah itu dapat dialamatkan pada
kewenangan desa yang dikonstruksikan undang-undang.

Disebutkan bahwa desa memilikii empat macam kewenangan yaitu (a)


kewenangan asal-usul, (b) kewenangan local berskala desa, (c) kewenangan
yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provisi atau pemerintah
daerah kabupaten/kota; dan (d) kewenangan lain yang ditugaskan oleh
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-13
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Yang dimaksud dengan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan
yang masih hidup dan merupakan prakarsa desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat antara lain sistem organisasi
masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas desa,
serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat desa.

Yang dimaksud dengan kewenangan local berskala desa adalah kewenangan


untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah
dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau yang
muncul karena perkembangan desa dan prakarsa masyarakat desa, antara
lain tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi,
sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar,
perpustakaan desa, embung desa dan jalan desa.

Yang dimaksud dengan kewenangan yang ditugaskan pemerintah, pemerintah


daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten kota kepada desa adalah
kewenangan-kewenangan yang disebut dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai urusan. Urusan
pemerintah terdiri atas (a) urusan absolut, (b) urusan konkuren, dan (c)
urusan pemerintahan umum.

Urusan absolut adalah urusan pemerintah pusat yang sepenuhnya menjadi


kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah
urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan konkuren yang diserahkan ke
daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Sedangkan Urusan
pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Urusan absolut terdiri atas urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiscal nasional serta agama. Dalam menyelenggarakan

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-14
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

uurusan absolut ini pemerintah dapat melaksanakannya sendiri atau


melimpahkan wewenang kepada instansi vertical atau kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat. Pelimpahan wewenang ini didasarkan atas
prinsip dekonsentrasi.

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas


(a) urusan pemerintahan wajib dan (b) urusan pemerintahan pilihan. Urusan
pemerintahan yang wajib terdiri atas (1) urusan pemerintahan yang berkaitan
dengan peyananan dasar; dan (2) urusan pemerintahan yang tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar.

Urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi :


(a) Pendididkan;
(b) Kesehatan;
(c) Pekerjaan umum dan penataan ruang:
(d) Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;
(e) Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat;
(f) Sosial

Sedangkan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan dengan


pelayanan dasar meliputi:
(a) Tenaga kerja;
(b) Pemberdayaan perempuan dan perllindungan anak
(c) Pangan;
(d) Pertanahan;
(e) Lingkungan hidup;
(f) Administrasi kependudukan dan pencatatan sispil;
(g) Pemberdayaan masyarakat dan desa
(h) Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
(i) Perhubungan
(j) Komunikasi dan informatika;
(k) Koperasi, usaha kecil dan menengah;
(l) Penanaman modal;

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-15
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

(m) Kepemudaan dan olah raga


(n) Statistic;
(o) Persandian
(p) Kebudayaan
(q) Perpustakaan, dan;
(r) kearsipan

Sementara urusan pilihan meliputi:


(a) kelautan dan perikanan;
(b) pariwisata;
(c) pertanian;
(d) kehutanan;
(e) energy dan sumber daya mineral;
(f) perdagangan;
(g) perindustrian
(h) dan, transmigrasi

Semua urusan yang disebut di atas, yang dikategorikan sebagai urusan


konkuren, merupakan bagian dari apa yang dimaksud sebagai kewenangan
yang ditugaskan pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah
daerah kabupaten kota kepada desa. Dalam hal pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten kota menugaskan pelaksanaan
kewenangan yang menjadi urusan konkurennya, maka pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur pelaksanaan
kewenangan dimaksud dengan ketentuan pemerintah
provinsi/kabupaten/kota. Desa hanya mengurus penyelenggaraan
kewenangan-kewenangan dimaksud.

Anggaran pelaksanaan kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah


kabupaten/kota bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi maupun anggaran pendapatan dan belanja pemerintah
kabupaten/kota. Alokasi belanja pelaksanaan kewenangan ini dalam APBD

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-16
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Provinsi maupun kabupaten/kota dapat berupa bantuan keuangan maupun


anggaran program.

Selain kewenangan konkuren pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten


sebagaimana disebutkan di atas, Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang pemerintahan daerah juga menyebutkan bahwa urusan
konkuren yang menjadi kewenangan daerah provinsi diselenggarakan (a)
sendiri oleh daerah Provinsi, dengan cara menugasi daerah kabupaten/kota
berdasarkan asas tugas pembantuan, atau, (c) dengan cara menugasi desa.
Penugasan urusan konkuren kepada desa ditetapkan dengan peraturan
Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Sementara urusan konkuren yang menjadi kewenangan daerah


kabupaten/kota diselenggarakan sendiri oleh kabupaten/kota atau dapat
ditugaskan sebagian pelaksanaannya kepada desa. Penugasan urusan
konkuren yang menjadi kewenangan kabupaten/kota kepada desa ditetapkan
dengan peraturan Bupati/Walikota sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Dalam penjelasan pasal 20 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan


menugasi desa adalah pemberian tugas dari gubernur kepada desa bukan
merupakan penerapan asas tugas pembantuan, sehingga tugas yang
diserahkan kepada desa tidak menjadi kewenangan yang dikelola sendiri oleh
pemerintah desa. Pemerintah desa bertanggung jawab kepada gubernur
terhadap tugas yang diserahkan kepadanya.

Hal yang sama juga berlaku bagi kewenangan pemerintah kabupaten/kota


kepada desa. Pemerintah desa bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota
melalui camat terhadap tugas yang diserahkan dalam rangka pelaksanaan
urusan yang ditugaskan kepada desa.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-17
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Selain kewenangan yang ditugaskan pemerintah, pemerintah daerah provinsi


atau pemerintah daerah kabupaten kota kepada desa sebagaimana yang
disebut dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, desa juga
menerima kewenangan lain yang dapat ditugaskan.
Ketentuan Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa juncto Pasal 33 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak
menyebutkan secara jelas pemaknaan dan bentuk dari kewenangan lain yang
ditugaskan kepada desa. Tetapi melihat rincian kewenangan pemerintah dan
pemerintah daerah dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, kewenangan lain yang ditugaskan kepada desa
hanyalah (a) kewenangan pemerintahan umum yang menjadi tanggung jawab
Presiden, dan (b) urusan yang termasuk tugas pemerintahan umum.

Kewenangan pemerintahan umum yang menjadi tanggung jawab Presiden


meliputi :
(a) memajukan kebudayaan nasional (Pasal 32 ayat 1 UUD 1945)
(b) melindungi fakir miskin dan anak terlantar (Pasal 34 ayat 1 UUD 1945)
(c) mengembangkan jaminan sosial (Pasal 34 ayat 2 UUD 1945)

Sedangkan secara teoritis, tugas pemerintahan umum adalah kegiatan


petugas pamong praja yang dalam jabatan kepala pemerintahan daerah adalah
wakil pemerintah pusat yang memegang kekuasaan sipil di daerah dan pada
dasarnya bertanggung jawab sebagai kepala teritorital dan sebagai wali rakyat
dengan tidak mengurangi kewenangan pejabat-pejabat dinas teknis spesialistis,
baik militer maupun sipil.
Lingkup tugas pemerintahan umum meliputi :
(a) mewakili kekuasaan dan menegakkan kewibawaan pemerintah pusat:
(b) menjamin keamanan dan ketertiban umum
(c) melaksanakan kebijakan politik pemerintah pusat

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-18
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

(d) menguasai lingkungan daerah hukumnya dan kekayaan alam milik


Negara;
(e) memegang kendali atas penduduk
(f) memelihara dan memajukan kemakmuran dan kesejahteraan daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah,


tugas pemerintahan umum dirinci mencakup:
(a) ketentraman dan ketertiban
(b) politik
(c) koordinasi
(d) pengawasan
(e) urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas suatu
instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga daerah

Dalam konstruksi undang-undang desa, kewenangan lain yang ditugaskan


nampaknya mengarah pada pemahaman tentang:
(a) adanya tugas lain yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah yang pelaksanaannya mendukung lingkup urusan yang disebut
pada pasal 9 angka (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah; contohnya urusan sosialisasi nilai-nilai
kebangsaan dan Pancasila.
(b) adanya tugas lain yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah yang pelaksanaannya di luar dari lingkup urusan yang disebut
dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah; contoh : program pengentasan kemiskinan dalam
PNPM dan program jaminan sosial dalam KIS.
(c) adanya tugas lain yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah yang pelaksanaannya di luar dari lingkup urusan yang disebut
dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah; contoh: gerakan bangun desa Saburai di Provinsi
Lampung.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-19
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Pada kenyataannya, banyak urusan dan program pemerintah dan pemerintah


daerah yang telah ada dan dikerjakan desa sebelum berlakunya Undang
Undang Nomor 23 Tahun 2014. Terbukanya pintu kewenangan lain yang
diserahkan kepada desa memungkinkan tetap terlaksananya urusan dan
program dimaksud. Permendagri 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa
memprasyaratkan kewenangan lain yang ditugaskan ke desa harus memenuhi
unsur-unsur berikut:
(1) urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan;
(2) sesuai dengan prinsip efisiensi;
(3) mempercepat penyelenggaraan pemerintahan; dan
(4) kepentingan nasional yang bersifat khusus dan strategis.

Pasal 22 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan


bahwa penugasan pemerintah dan pemerintah daerah kepada desa meliputi (a)
penyelenggaraan pemerintahan desa, (b) pelaksanaan pembangunan desa, (c)
pembinaan kemasyarakatan desa, dan (d) pemberdayaan masyarakat desa. Hal
ini bermakna bahwa semua urusan pemerintah dan urusan pemerintah
daerah masuk ke desa melalui keempat pintu bidang kewenangan ini.

Kewenangan sebagaimana tersebut diatas merupakan roh pengaturan rumah


tangga desa. Melalui kewenangan asal usul dan kewenangan local berskala
desa, desa dapat menggali potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang dimiliki dalam rangka memperoleh pendapatan asli desa. Desa
yang mampu meningkatkan pendapatan asli secara signifikan mampu pula
mengelola otonomi yang dimilikinya. Desa dapat mengembangkan potensi fisik
(lahan, air, iklim dan flora) serta potensi non-fisik
(penduduk,lembaga/organisasi, serta aparatur). Akumulasi antara factor fisik
dan non fisik merupakan merupakan salah satu dimensi kemandirian desa.
Dimensi lain adalah otonomi desa yang didalamnya memuat unsur-unsur
kewenangan beserta sumber pendanaan keuangan desa.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-20
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

2.2. KONSEPSI BASELINE KEBUTUHAN INTENSIFIKASI SUMBER-


SUMBER PENDAPATAN DESA

2.2.1. Baseline Kebutuhan

Kebutuhan mendesak dalam desain kebijakan keuangan desa adalah


kebijakan untuk mengembangkan dan memperluas sumber-sumber
pendapatan desa. Desa tidak mungkin terus menerus mengggantungkan
hidupnya pada kelompok transfer dana pemerintah. Pada tahun 2016, jumlah
transfer dana Negara ke desa telah mencapai angka di atas 70 trilun rupiah.

Tetapi pertanyaan yang menyertai kebutuhan desain kebijakan itu adalah :


Berapa nilai ideal dari pendapatan desa sehingga sebuah desa dapat
dikatakan mandiri? Atau berapa nilai ideal dari persentase pendapatan asli
berbanding dana transfer dalam postur Anggaran pendapatan desa? Apakah
pendapatan asli desa sebesar 60juta dapat dikatakan ideal? Atau apakah
APBDesa dengan besaran pendapatan asli desa 10% dari total pendapatan
desa yang dapat dikatakan ideal?

Pertanyaan ini kemudian bermuara pada satu jawaban yaitu kebutuhan akan
titik pijak, patokan, standar, dan berbagai istilah sejenis yang menggambarkan
proses kemandirian desa. Kajian tentang base line merupakan pendekatan
akademik untuk menjawab masalah di atas. Secara etimologis Baseline adalah
kata benda dalam Bahasa Inggris, yang salah satu artinya adalah garis dasar
atau basis. Dalam kamus bisnis.com, baseline adalah data tentang proses saat
ini yang menyediakan metrik patokan untuk mengukur perbaikan dan untuk
digunakan dalam pembandingan.

Terminologi baseline seringkali dikaitkan dengan data. Beberapa pengertian


mengenai baseline data adalah sebagai berikut.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-21
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

a. Baseline data adalah informasi dasar yang dihimpun sebelum


suatu program dimulai. Data ini kemudian digunakan sebagai
pembanding untuk memperkirakan dampak program (http://faa-
efa.blogspot.co.id/2013/01/ baseline.html).
b. Baseline data adalah informasi yang dikumpulkan pada layanan
sebelum program dimulai. Informasi ini dapat digunakan untuk
membantu dalam pemulihan program gagal atau hanya sebagai
basis untuk mengAnalisis kemajuan program dan bagaimana ini
bekerja (http://www.internetdict.com/id/answers/what-is-
baseline -data. html).

Dengan demikian, Studi Baseline adalah studi yang dilakukan untuk


menentukan basis, dasar, atau patokan untuk mengukur sesuatu.

Tujuan studi baseline secara konseptual adalah menyediakan informasi dasar


yang berguna untuk melakukan pengawasan dan penilaian terhadap sebuah
perkembangan dan efektifitas program baik pada saat program sedang
dilakukan maupun setelah program selesai dilaksanakan.

Studi Baseline penting dilakukan dalam rangka menetapkan landasan sebuah


kebijakan dan program agar lebih dapat dipercaya dan tepat sasaran. Dalam
kerangka kebijakan, Studi Baseline umumnya menjadi acuan bagi
pengambilan kebijakan sehingga kebijakan yang dibuat lebih terukur. Dalam
konteks ini, Studi baseline dapat dimaknai sebagai sebuah usaha yang
dilaksanakan secara sistematis dalam rangka pengumpulan data tentang
kondisi atau karakteristik sebuah populasi sebelum sebuah program atau
intervensi kebijakan dibuat. Data tersebut pada akhirnya dapat dimonitor dan
dievaluasi dari waktu ke waktu untuk melihat apakah ada perubahan atau
tidak.

Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa dalam konteks
kebijakan, studi baseline dapat menjadi garis imajiner untuk mengukur suatu
perubahan atau dampak program atau kebijakan; selain itu juga menjadi

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-22
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

dasar untuk membuat perbandingan; dan terakhir menjadi dasar untuk


mengevaluasi suatu program atau kebijakan. Dengan demikian, studi baseline
menjadi faktor penentu sebuah kebijakan karena menjadi landasan untuk
menyusun suatu kebijakan, program, atau advokasi, serta mempertajam atau
meningkatkan kualitas pelaksanaan suatu kebijakan, program atau kebijakan.

Penyusunan base line anggaran berkaitan dengan prinsip ZBB (zero based
budgeting). Dalam zero based budgeting anggaran sector public diasumsikan
mulai dari nol. Pendekatan ini memungkinkan dihindarinya proses pembuatan
kebijakan incremental dan line-item.
Kebijakan incremental diambil dalam tujuan menyelesaikan masalah secara
komprehensif. Tetapi sebagai akibatnya, penyusunan anggaran dengan
panduan kebijakan komprehensif menimbulkan masalah pengabaian detail
dari aktivitas sekaligus pengabaian pengetatan anggaran dalam kegiatan.
Sebaliknya, line-item anggaran disusun menyesuaikan dengan kegiatan-
kegiatan yang dapat berlangsung terus menerus.

Pendekatan zero based budget menyempurnakan kedua model perencanaan


anggaran tradisional diatas dengan langkah sebagai berikut :
(a) Perhitungan anggaran kegiatan dimulai dengan menentukan besaran
anggaran yang baru untuk perencanaan kegiatan tahun ini. Perhitungan
dasar anggaran tahun lalu ditiadakan dan dianggap nol atau kosong;

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-23
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

(b) Dasar perhitungan anggaran adalah kebutuhan masa sekarang. Item


kegiatan yang dahulu dilaksanakan dievaluasi dan dihilangkan apabila
tidak mendukung pencapaian tujuan.

Base line adalah model dari pendekatan zero based budget. Dalam base line
titik patokan anggaran ditentukan tanpa melihat hubungan antara anggaran
dan kegiatan. Angka dasar yang dijadikan base line digunakan untuk
membiayai kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan.

2.2.2. Intensifikasi Pendapatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, intensifikasi adalah kata benda yang
berarti perihal meningkatkan kegiatan yang lebih baik/hebat. Artinya
intensifikasi berkaitan dengan sebuah usaha/upaya yang dilakukan oleh
seseorang atau institusi dalam rangka mendorong peningkatan sebuah hasil
yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Intensifikasi umumnya
diarahkan untuk dapat menghasilkan capaian kegiatan yang lebih maksimal
dari kondisi yang ada sebelum program dilaksanakan.

Halim (2007:13)17 mengartikan intensifikasi sebagai suatu upaya, tindakan


atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan sehingga dapat tercapai
dan terealisasinya target yang diinginkan atau anggaran yang telah ditetapkan
dalam APBD sebelumnya dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat,
ketat dan teliti. Tunliu (2008) memberikan pengertian kepada intensifikasi
pendapatan dengan menekankan aspek tindakan atau usaha-usaha untuk
memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih
giat, ketat dan teliti.

17
Lihat tulisan Fierly Oktifauziah dalam Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Vol 3 No.1 (2014)
dengan judul Penilaian intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan pendapatan as]I
daerah.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-24
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Intensifikasi pendapatan18 dilakukan melalui dua langkah pokok, sebagaimana


direkomendaisikan Halim (2007:147) yaitu (1) perubahan tariff, dan (2)
peningkatan tata kelola. Tunliu (2008) mengusulkan langkah-langkah yang
lebih rigid dan rinci yang meliputi (1) penetapan target minimum penerimaan,
(2) memperluas area objek pendapatan, (3) memperpendek jarak antara objek
dan subjek penerimaan, (4) meningkatkan kemampuan apparatus, (5)
koordinasi vertical dan horizontal yang baik, (6) evaluasi kebiijakan secara
cepat.

Intensifikasi dalam apapun bentuknya akan menemukan kendala ketika


sumber daya yang dimiliki untuk menggerakan hal tersebut sangat terbatas.
Oleh karena itu, dalam pembahasan intensifikasi ini, perlu ada upaya secara
khusus mengaktifkan perangkat yang dapat mendukung ke arah pencapaian
hasil dari aktivitas yang ada.

Perangkat yang efektif menggerakan intensifikasi adalah melalui


pemberdayaan sumber daya manusia baik individu maupun kelompok. Dalam
konteks desa, maka pemberdayaan dapat dilakukan untuk masyarakat/aparat
desa. Menurut Sunartiningsih sebagaimana dikutip dalam Fajar Sidik (2015)
menguraikan bahwa pemberdayaan desa dalam konteks masyarakat desa
adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam mayarakat dan
membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain,
memberdayakan masyarakat sama artinya dengan memampukan dan
memandirikan masyarakat. Inti dari pemberdayaan adalah upaya
membangkitkan segala kemampuan desa yang ada untuk mencapai tujuan.
Pencapaian tujuan dilakukan melalui penumbuhan motivasi, inisiatif dan
kreativitas untuk memajukan perekonomian dan membawa kesejahteraan bagi
warga desa.

18
Lihat tulisan Fierly Oktifauziah:Ibid.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-25
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Dalam hal intensifikasi pendapatan desa, factor-faktor pelemah dari


konstruksi Halim adalah peningkatan tata kelola, sementara titik rawan dalam
sistem Tunliu terletak pada (1) kemampuan apparatus, (2) koordinasi vertical
dan horizontal dan (3) evaluasi kebiijakan secara cepat. Asumsi ini cukup
mendasar saat data-data pendapatan asli desa mengedepan.

2.2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APB Desa, dalam PP No. 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa, didefinisikan sebagai rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Desa.

Dalam Pasal 73 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Anggaran Pendapatan


dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja dan pembiayaan
Desa. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh
Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Sesuai dengan hasil musyawarah, Kepala Desa menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Selanjutnya dalam Ayat (5) Pasal 79 peraturan perundang-undangan yang


sama, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja
Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Secara sederhana, postur anggaran pendapatan dan belanja desa atau APBDes
terdiri atas (1) pendapatan, (2) pengeluaran/belanja, dan (3) pembiayaan.

Dalam postur pendapatan desa, terlihat bahwa terdapat 7 sumber pendapatan


yang dapat dibagi dalam tiga kelompok besar sumber-sumber pendapatan.
Ketujuh sumber pendapatan itu masing-masing adalah (a) pendapatan asli
desa, (b) alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara, (c) bagian dari

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-26
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, (d) alokasi dana desa
yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota, (e) bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah Provinsi dan anggaran pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota, (f) hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak
ketiga, dan (g) lain-lain pendapatan yang sah.

Jika ketujuh sumber itu diklasifikasikan dalam kelompok sumber pendapatan,


maka konstruksinya akan menjadi :
(a) Pendapatan asli desa/PADesa
Yang didalamnya terdiri atas
1. Hasil usaha desa yang terdiri dari antara lain BUMDes, tanah kas
desa,
2. Hasil asset yang terdiri dari antara lain tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum dan jaringan irigas.
3. Swadaya, partisipasi dan gotong royong adalah membangun dengan
kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa
tenaga, barang yang dinilai dengan uang
4. Lain lain pendapatan asli desa

(b) Transfer
Yang didalamnya terdiri atas:
(1) Dana Desa
(2) Bagian dari hasil pajak daerah Kabupaten/Kota dan retribusi daerah
(3) Alokasi dana desa/ADD
(4) Bantuan keuangan dari APBD Provinsi baik yang bersifat umum
maupun khusus. Bantuan keuangan yang bersifat khusus dikelola
oleh desa dalam APBDesa tetapi tidak menerapkan ketentuan
penggunaan paling sedikit 70% dan paliing banyak 30%.
(5) Bantuan keuangan dari APBD Kabupaten/Kota baik yang bersifat
umum maupun khusus. Bantuan keuangan yang bersifat khusus

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-27
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

dikelola oleh desa dalam APBDesa tetapi tidak menerapkan ketentuan


penggunaan paling sedikit 70% dan paliing banyak 30%.

(c) Pendapatan lain


Yang didalamnya terdiri atas :
(1) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;
(2) Lain-lain pendapatan desa yang sah.

Desa dapat menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis, jika persoalan
pendapatan ini teratasi. Ketujuh sumber pendapatan desa dapat dibaca
sebagai peluang dimana desa dapat menggunakannya untuk mengeksplorasi
kemampuan desa. Meski demikian, tidak semua desa mampu memanfaatkan
peluang ini.

Bagian kedua dari APBDesa adalah postur pengeluaran atau belanja. Belanja
desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa digunakan untuk membiayai
semua penyelenggaraan kewenangan desa.

Belanja desa dibagi atas lima kelompok yaitu (a) kelompok belanja
penyelenggaraan pemerintahan desa, (b) kelompok belanja pelaksanaan
pembangunan desa, (c) kelompok belanja pembinaan kemasyarakatan desa, (d)
kelompok belanja pemberdayaan masyarakat desa, dan (e) kelompok belanja
tak terduga.

Kelima kelompok belanja ini dibagi dalam kegiatan yang sesuai dengan
kebutuhan desa yang dituangkan dalam rencana kerja pemerintah desa.
Kegiatan-kegiatan kemudian dibagi atas jenis belanja/akun belanja (a)
pegawai, (b) barang dan jasa, dan (c) modal.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-28
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Belanja pegawai dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap bagi kepala


desa dan perangkat desa serta tunjangan BPD.

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan


barang yang nilainya kurang dari 12 bulan. Belanja barang dan jasa dimaksud
antara lain alat tulis kantor, benda pos, bahan/material, pemeliharaan,
cetak/penggandaan, sewa kantor desa, sewa perlengkapan dan peralatan
kantor, makanan dan minuman rapat, pakaian dinas dan atributnya,
perjalanan dinas, upah kerja, honorarium narasumber/ahli, operasional
pemerintah desa, operasional BPD, insentif RT/RW dan pemberian barang
kepada masyarakat/kelompok masyarakat.

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran dalam rangka


pembelian/pengadaan barang/bangunan yang nilai manfaatnya lebih dari 12
(dua belas) bulan. Pembelian/pengadaan barang atau bangunan tersebut
digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan kewenangan desa.

Dalam keadaan darurat dan keadaan luar biasa, pemerintah desa dapat
melakukan belanja yang belum tersedia anggarannya. Keadaan darurat
dimaksud dapat berupa bencana alam, bencana sosial, atau kerusakan sarana
dan prasarana. Keadaan luar biasa (KLB) seperti serangan wabah. Baik
keadaan darurat maupun keadaan luar biasa ditentukan dengan keputusan
Bupati/Walikota.

Postur ketiga APBDesa adalah pembiayaan. Pembiayaan meliputi semua


penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri atas penerimaan
pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-29
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Penerimaan pembiayaan mencakup (1) sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA)


tahun sebelumnya, (2) pencairan dana cadangan, dan (3) hasil penjualan
kekayaan desa yang dipisahkan.

Silpa dapat terjadi karena (a) pelampauan penerimaan pendapatan terhadap


belanja, (2) penghematan belanja, dan (3) sisa dana kegiatan lanjutan. Silpa
merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk :
- Menutupi deficit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil
dari realisasi belanja;
- Mendanai kegiatan lanjutan
- Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun
anggaran belum diselesaikan.

Pengeluaran pembiayaan terdiri atas (1) pembentukan dana cadangan dan (2)
penyertaan modal desa. Pembentukan dana cadangan dimaksudkan untuk
membiayai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat
sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun tahun anggaran.
Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan desa. Peraturan
desa tentang dana cadangan paling sedikit memuat (a) penetapan tujuan
pembentukan dana cadangan, (b) program dan kegiatan yang akan dibiayai
dari dana cadangan, (c) besaran dan rincian dana cadangan yang harus
dianggarkan, (d) sumber dana cadangan, dan (e) tahun anggaran pelaksanaan
dana cadangan.

Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas


penerimaan desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah
digunakan secara khusus berdasarkan ketentuan perundang undangan. Pada
saat desa membentuk dana cadangan, maka desa membuka rekening
tersendiri untuk dana cadangan dimaksud. Penganggaran dana cadanan tidak
melebihi masa jabatan kepala desa dimana kebiijakan dana cadangan
ditetapkan.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-30
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa dilakukan melalui


tahapan :

(a) perencanaan:
Tahap perencanaan dimulai dari penyusunan rancangan peraturan desa
tentang anggaran pendapatan dan belanja desa oleh sekretaris desa dan
timnya untuk diserahkan kepada kepala desa. Bahan rancangan
peraturan desa dimaksud kemudian menjadi dasar bagi pemerintah
desa dalam membahas APBDesa bersama Badan Permusyawaratan
Desa. Rancangan perdes APBDesa yang telah diisepakati disampaikan
kepala desa kepada Bupati melalui camat paling lambat 3 (tiga) hari
untuk dievaluasi. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi perdes
APBDesa paling lambat 20 (duapuluh hari) setelah diterima dari desa.
Dalam jangka waktu 20 hari, jika Bupati/Walikota tidak memberikan
evaluasi maka rancangan perdes APBDesa berlaku dengan sendirinya.

Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan rancangan Perdes APBDDesa


tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan
yang lebih tinggi, maka Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila setelah waktu tengat yang diberikan desa tidak menyerahkan
perbaikan Perdes APBDesa, maka

(b) pelaksanaan
(c) penatausahaan
(d) pelaporan

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-31
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

(e) pertanggungjawaban

(f) dimana rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan


belanja desa disusun oleh sekretaris desa dan timnya untuk diserahkan
kepada kepala desa. Bahan rancangan peraturan desa dimaksud
kemudian menjadi dasar bagi pemerintah desa dalam membahas
APBDesa bersama Badan Permusyawaratan Desa. Rancangan perdes
APBDesa yang telah diisepakati disampaikan kepala desa kepada Bupati
melalui camat paling lambat 3 (tiga) hari untuk dievaluasi.
Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi perdes APBDesa paling
lambat 20 (duapuluh hari) setelah diterima dari desa. Dalam jangka
waktu 20 hari, jika Bupati/Walikota tidak memberikan evaluasi maka
rancangan perdes APBDesa berlaku dengan sendirinya.

, (b)

alam postur pendapatan desa, terlihat bahwa terdapat 7 sumber pendapatan


yang dapat dibagi dalam tiga kelompok besar sumber-sumber pendapatan.
Ketujuh sumber pendapatan itu masing-masing adalah (a) pendapatan asli
desa, (b) alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara, (c) bagian dari
hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, (d) alokasi dana desa
yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-32
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

2.3. INSTRUMEN, INDIKATOR, DAN MODEL BASE LINE INTENSIFIKASI


SUMBER PENDAPATAN ASLI DESA

2.3.1. Instrumen Base Line Intensifikasi Sumber Pendapatan Asli

Dari cara penulisan dan maksud, jelas bahwa Desa yang disebut dalam
undang-undang memiliki perspektif yang lain dari desa yang dikenal secara
umum. Persepektif umum tentang desa adalah suasana kehidupan yang jauh
dari keramaian, tentram, guyub, dan damai. Desa dilawankan dengan kota
yang maju, modern, memiliki stratifikasi sosial yang jelas, serta renggang
hubungan sosialnya.

Desa, menurut undang-undang memiliki lima unsur pembentukan. Pertama,


kesatuan masyarakat hukum. Kedua, batas wilayah desa. Ketiga, kewenangan.
Keempat, kepentingan masyarakat setempat. Kelima, bagian dari sistem
pemerintahan Indonesia. Kelima unsur diatas dapat dirinci sebagai berikut :

2.3.2. Indikator Base Line Intensifikasi Sumber Pendapatan Asli

Dari cara penulisan dan maksud, jelas bahwa Desa yang disebut dalam
undang-undang memiliki perspektif yang lain dari desa yang dikenal secara
umum. Persepektif umum tentang desa adalah suasana kehidupan yang jauh
dari keramaian, tentram, guyub, dan damai. Desa dilawankan dengan kota
yang maju, modern, memiliki stratifikasi sosial yang jelas, serta renggang
hubungan sosialnya.

Desa, menurut undang-undang memiliki lima unsur pembentukan. Pertama,


kesatuan masyarakat hukum. Kedua, batas wilayah desa. Ketiga, kewenangan.
Keempat, kepentingan masyarakat setempat. Kelima, bagian dari sistem
pemerintahan Indonesia. Kelima unsur diatas dapat dirinci sebagai berikut :

2.3.3. Model Desa dengan Base Line Intensifikasi Sumber Pendapatan Asli

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-33
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Dari cara penulisan dan maksud, jelas bahwa Desa yang disebut dalam
undang-undang memiliki perspektif yang lain dari desa yang dikenal secara
umum. Persepektif umum tentang desa adalah suasana kehidupan yang jauh
dari keramaian, tentram, guyub, dan damai. Desa dilawankan dengan kota
yang maju, modern, memiliki stratifikasi sosial yang jelas, serta renggang
hubungan sosialnya.

Desa, menurut undang-undang memiliki lima unsur pembentukan.


Pertama, kesatuan masyarakat hukum. Kedua, batas wilayah desa.
Ketiga, kewenangan.

Dalam UU. N0.6/2014 tentang Desa Pasal 72 dan Ayat 1, disebutkan


sumber pendapatan Desa berasal dari:
- Pendapatan Asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa.
- Alokasi dari APBN dalam belanja transfer ke daerah/desa.
- Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/kota;
paling sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah.
- Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan
yang diterima Kabupaten/kota; paling sedikit 10% dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/kota dalam APBD setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus.
- Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/kota;
- Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Berdasarkan pasal 76, ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014


tentang desa, bahwa yang dimaksud dengan pendapatan asli desa dapat
berupa: tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan,
tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-34
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan
aset lain milik desa.

Dalam rangka mewujudkan pembangunan desa, maka salah satu


alternatif yang dilakukan adalah mengembangkan pendapatan asli desa.
Sumber pendapatan asli desa akan menghasilkan output secara
maksimal bagi pemerintah desa jika ditunjang dengan strategi yang
digunakan pemerintah desa dalam mengelola pendapatan asli desa.

Sebagaimana telah diungkapkan oleh Mardiasmo (2007) sasaran strategis


yang harus dicapai desa dalam kebijakan pengelolaan kekayaan desa,
sebagai berikut:
A. Identifikasi dan Inventarisasi Nilai dan Potensi Kekayaan Desa
Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi kekayaan desa merupakan
tahap proses mengetahui jumlah dan nilai kekayaan yang dimiliki desa,
baik yang saat ini dimanfaatkan maupun yang masih berupa potensi yang
belum dimanfaatkan. Kegiatan ini merupakan dimaksudkan untuk
memperoleh informasi yang akurat, lengkap, dan mutakhir mengenai
kekayaan yang dimiliki oleh suatu desa. Hal tersebut sesuai dengan
Undang-Undang no.6 tahun 2014 pasal 77 ayat 2 tentang aset desa.

Strategi yang dapat dilakukan desa dalam proses identifikasi dan


inventarisasi adalah dengan mengidentifikasi kekayaan desa yaitu dengan
berpedoman pada buku panduan Letter C yang berisi lahan atau
kekayaan yang dimiliki desa untuk merancang pembangunan yang akan
dilakukan di masa yang akan datang. Perencanaan pembangunan
dilakukan berdasarkan musyawarah bersama yakni Musrenbang-Desa
yang terdiri dari: pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan BPD. Alur
selanjutnya yaitu pembuatan peraturan desa, setelah peraturan desa
sudah ditetapkan maka langkah selanjutnya yaitu proses pengajuan
pembangunan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
sehingga potensi pendapatan asli desa yang dimiliki di suatu desa dapat
berkembang yang terdiri dari:
1) tanah bengkok atau tanah kas desa.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-35
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

2) tanah hibah.
3) Penampung air.
4) kios perdagangan.
5) serta peralihan wewenang pengelolaan pasar desa dan pasar hewa.n
6) dan lain-lain.

Kewenangan pemerintah desa terkait perolehan hak pendapatan asli desa


sesuai aturan yang telah dicantumkan dalam Undang-Undang nomor 6
Tahun 2014 pasal 76 ayat 5 tentang kekayaan milik desa yang telah
diambil alih oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dikembalikan
kepada desa.

Dengan adanya identifikasi terkait kekayaan pendapatan asli desa yang


dimiliki maka desa bisa mengelola dan mengembangkan pendapatan asli
desa secara maksimal dan pemerintah desa diharapkan mampu
mengembangkan sarana prasarana untuk mendukung lajunya kebutuhan
masyarakat terutama di bidang perdagangan.

B. Perlunya Sistem Informasi Manajemen Kekayaan Desa


Untuk mendukung pengelolaan kekayaan desa secara efisien dan efektif
serta menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan kekayaan desa
maka pemerintah desa perlu memiliki atau mengembangkan sistem
informasi manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk
pengambilan keputusan (Mardiasmo, 2007). Sistem informasi manajemen
Desa terkait pengelolaan pendapatan asli desa berupa database kekayaan
yang dimiliki oleh desa, yang terdiri dari inventarisasi sumber pendapatan
yang diperoleh dari pendapatan asli desa, perolehan hasil pengelolaan
pendapatan asli desa tiap tahun, peningkatan pendapatan asli desa,
struktur organisasi pengelola pendapatan asli desa.

Sistem informasi manajemen bermanfaat untuk dasar pengambilan


keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang dan estimasi
kebutuhan belanja pembangunan dalam penyusunan anggaran
pembangunan desa serta bermanfaat untuk menghasilkan laporan

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-36
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

pertangggungjawaban kepada pemerintah daerah maupun kepada


masyarakat. Sistem informasi manajemen desa lebih menekankan pada
kelengkapan database meskipun hanya sekadar database secara manual
sebagai laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah daerah
kabupaten.

C. Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Kekayaan Desa


Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan kekayaan desa sangat
penting dilakukan untuk menilai konsistensi antara praktik yang
dilakukan pemerintah desa dengan standar yang berlaku. Pengawasan
diperlukan untuk menghindari penyimpangan dalam perencanaan
maupun pengelolaan kekayaan yang dimiliki desa (Mardiasmo, 2007).
Untuk meningkatkan fungsi pengawasan pengelolaan pendapatan asli
desa, Desa memakai peran masyarakat sebagai pengawasan secara
langsung yakni dengan memberdayakan masyarakat sebagai pengelola
pendapatan asli desa yang terbentuk dalam tim penggerak pendapatan
asli desa yang disingkat Satgas PADesa.

Peran masyarakat dalam pengelolaan pendapatan asli desa di Desa


merupakan bentukan dari kepala desa dan perangkat desa sebagai tim
pengelola serta pelaksana yang bertanggungjawab terhadap pemerintah
desa. Sistem pengawasan diharapkan dapat berjalan secara optimal. Hal
ini disebabkan karena adanya keterlibatan secara langsung dari
masyarakat sebagai pengelola dan pengawas. Selain itu pengawasan dan
pengendalian pemanfaatan kekayaan desa dengan cara di atas terbukti
efektif karena masyarakat dirasa lebih berperan aktif dalam keikutsertaan
membangun desa melalui pengelolaan pendapatan asli desa.

D. Keterlibatan Jasa Penilai


Dalam otonomi desa pemerintah desa memiliki wewenang yang lebih
besar untuk mengelola kekayaan desanya, untuk itu pemerintah desa
dituntut untuk dapat mengelola kekayaan desa secara profisional. Kunci
keberhasilan dari pemerintah desa dinilai dari sejauh mana hasil kinerja

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-37
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

yang telah dilakukan, maka diperlukan jasa penilai sebagai bentuk


evaluasi dalam kinerja pemerintah desa.

E. Strategi Pengelolaan Pendapatan Asli Desa dalam Meningkatkan


Pembangunan Desa Strategi yang tepat dalam pengelolaan pendapatan
asli desa mempengaruhi dalam meningkatnya pendapatan asli desa,
begitu pula dengan pendapatan asli desa yang mampu memberikan
sumber pemasukan secara meningkat tiap tahunnya juga dapat
mempengaruhi dalam proses pembangunan desa.

Pentingnya Kelembagaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan


Korten (1993), menyatakan bahwa pembangunan adalah proses tempat
anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan
dan institusi mereka untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang
berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi
mereka sendiri. Dalam konteks penguatan kelembagaan, diperlukan
perubahan struktural terhadap kelembagaan lokal menuju: peningkatan
taraf hidup, produktifitas, kreatifitas, pengetahuan dan keterampilan
maupun kapasitas kelembagaan agar senantiasa survive dan mampu
beradaptasi dengan perubahan sosial yang melingkupinya. Transformasi
yang demikian, sedapat mungkin dilakukan secara mandiri dan atas
kebutuhan masyarakat sendiri. Kalaupun ada intervensi dari pihak lain
hanya bersifat memfasilitasi.

Dalam perspektif pembangunan yang berbasis pada kemampuan lokal,


sebagaimana dikemukakan Caventa dan Valderama dalam Suhirman
(2003) bahwa keberhasilan pembangunan diukur dari seberapa besar
masyarakat mampu mendayagunakan sumber-sumber lokal yang mereka
miliki yang secara kategoris terdiri dari:
- Modal Manusia (human resourches), yang meliputi: jumlah penduduk,
skala rumah tangga, kondisi pendidikan dan keahlian serta kondisi
kesehatan warga.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-38
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

- Modal Alam (natural resourches), meliputi: sumber daya tanah, air,


hutan, tambang, sumberaya hayati dan sumber lingkungan hidup.
- Modal Finansial (financial resourches), meliputi: sumber-sumber
keuangan yang ada seperti: tabungan, pinjaman, subsidi dan
sebagainya.
- Modal Fisik (physichal resourches), meliputi infrastruktur dasar yaitu:
transportasi, perumahan, air bersih, sumber energi, komunikasi,
peralatan produksi maupun sarana yang membantu manusia untuk
memperoleh mata pencaharian.
- Modal Sosial (sosial capital resourches), yakni: jaringan kekerabatan
dan budaya, serta keanggotaan dalam kelompok, rasa saling percaya,
lembaga kemasyarakatan, pranata sosial dan tradisi yang mendukung
serta akses kepada kelembagaan sosial yang sifatnya lebih luas.

Ada berbagai macam kendala yang selama ini dihadapi oleh masyarakat
perdesaan dalam melaksanakan pembangunan antara lain:
- Keterbatasan kemampuan untuk mengolah dan memanfaatkan potensi
sumber daya alam yang tersedia.
- Keterisolasian dan keterbatasan sarana dan prasarana fisik.
- Lemahnya kemampuan kelembagaan terhadap peluang-peluang bisnis
yang ada jasa dan perdagangan.
- Terbatasnya akses masyarakat kepada sumber-sumber kemajuan
ekonomi yang antara lain meliputi: akses permodalan, akses teknologi
produksi, akses manajemen usaha, pengetahuan dan keterampilan
SDM yang ada, akses informasi pasar dan keberlanjutan usaha-usaha
produksi.

Esensi pemberdayaan masyarakat pada dasarnya menempatkan


masyarakat sebagai pusat perhatian sekaligus dipandang dan diposisikan
sebagai subyek bagi dirinya sendiri dalam proses pembangunan. Mereka
adalah sosok manusia utuh yang aktif, memiliki kemampuan berfikir,
berkehendak dan berusaha. Dalam kerangka pikir (mindset) demikian,
maka sebagaimana Jim Ife seperti dikutip Suharto (1997: 299)

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-39
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

mengatakan bahwa upaya pemberdayaan harus diarahkan pada tiga hal,


yakni:
- ENABLING, yakni membantu masyarakat desa agar mampu mengenal
potensi dan kemampuan yang mereka miliki, mampu merumuskan
secara baik masalah-masalah yang mereka hadapi, sekaligus
mendorong mereka agar memiliki kemampuan merumuskan agenda-
agenda penting dan melaksanakannya demi mengembangkan potensi
dan menanggulangi permasalahan yang mereka hadapi.
- EMPOWERING, yakni memperkuat dan daya yang dimiliki oleh
masyarakat desa dengan berbagai macam masukan (input) maupun
pembukaan akses menuju ke berbagai peluang. Penguatan disini
meliputi penguatan pada: modal manusia, modal alam, modal
finansial, modal fisik, maupun modal sosial yang mereka miliki.
- PROTECTING, yakni mendorong terwujudnya tatanan struktural yang
mampu melindungi dan mencegah yang lemah agar tidak semakin
lemah. Melindungi tak berarti mengisolasi dan menutupi dari
interaksi. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah
adanya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat
atas yang lemah.

Dalam beberapa kajian menunjukkan bahwa lembaga lokal


kemasyarakatan sebenarnya menjadi pilihan yang cukup kredibel sebagai
agen pembangunan. Hanya saja, ada persoalan umum yakni
keberadaannya selama ini masih memerlukan pembenahan, terutama
dari segi kapasitas sumber daya, organisasional maupun kapasitas
manajerial. Arah baru yang diharapkan adalah, bagaimana lembaga
kemasyarakatan itu berperan efektif dan optimal dalam pengelolaan
pembangunan desa dengan visi pemberdayaan.

Urgensi keberadaan lembaga kemasyarakatan disini diharapkan akan


menjadi wadah sekaligus agen penggerak dalam memfasilitasi,
memediasi, mengkomunikasikan sekaligus sebagai aktor dalam
mengembangkan partisipasi, mendayagunakan keswadayaan gotong

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-40
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

royong demi mewujudkan kemajuan, kesejahteraan dan kemandirian


masyarakat desa yang berujung kepada peningkatan pendapatan asli
desa. Optimalisasi pengembangan inisiatif lokal dalam rangka
peningkatan pendapatan, keswadayaan, dan kesejahteraan, akan mudah
dicapai apabila dikembangkan kerja sama kewilayahan antar lembaga
kemasyarakatan di tigkat desa.

Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan dalam Meningkatan


Pendapatan Asli Desa.
Dalam konteks pemberdayaan, beberapa prioritas terpenting yang bisa
dilaksanakan oleh lembaga kemasyarakatan desa antara lain (i)
Pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP), (ii) Pemenuhan
kebutuhan dasar terutama di bidang pendidikan kualitas SDM yang
produktif dan berdaya saing, kebutuhan gizi, maupun sarana dan
prasarana fisik sesuai kebutuhan, (iii) Pelestarian pranata dan kearifan
lokal, (iv) Partisipasi lembaga kemasyarakatan dalam pengambilan
keputusan pembangunan.

Kelembagaan Masyarakat Desa dalam Pengembangan Usaha Ekonomi


Produktif.
Lembaga yang bergerak di bidang ekonomi, memiliki kontribusi strategi
sebagai wahana dalam menggerakkan potensi ekonomi perdesaan.
Kerapuhan usaha ekonomi perdesaan selama ini, disebabkan belum
adanya kolaborasi efektif dari berbagai usaha ekonomi yang ada, agar
efisien dalam mengelola, efektif dalam mengembangkan usaha dan
optimal dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Oleh karena
itu dalam rangka penguatan kelembagaan ekonomi lokal perlu
dikembangkan berbagai kerjasama efektif antar pelaku usaha ekonomi
perdesaan.

Peran koperasi dan usaha bersama yang telah dirintis perlu


dikembangkan lebih optimal. Adapun beberapa prioritas yang dapat

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-41
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

diagendakan dalam rangka pengembangan usaha ekonomi produktif di


desa antara lain meliputi:

Pertama, penumbuhan usaha ekonomi sesuai karakteristik


kemampuan, peluang pasar dan prospektif desa, melalui:
1. Menemukenali, menggali dan mengaktualkan potensi ekonomi lokal
guna merangsang tumbuhnya peluang kerja, kesempatan kerja dan
berusaha.
2. Peningkatan akses permodalan yang diarahkan ke pengembangan
lembaga keuangan perdesaan yang berkelanjutan/sustainable.
3. Peningkatan pengetahuan, keahlian dan keterampilan teknis produksi,
budidaya, serta keterampilan usaha bagi SDM desa,
4. Peningkatan akses teknologi melalui upaya pengenalan, proses
transformasi dan pelatihan dengan tujuan meningkatkan keterampilan
dan nilai tambah produk.
5. Pembinaan kemampuan manajemen usaha.
6. Pengembangan akses informasi pasar agar pemasaran hasil usaha
berjalan lancar dengan harga yang menarik.
7. Pendampingan guna menjamin keberlanjutan usaha, sampai pada
kondisi masyarakat lebih dapat mandiri.
8. Pembinaan agar masyarakat mampu mengelola surplus usaha secara
proporsional dan tidak terjebak pada orientasi konsumtif yang
berlebihan.

Kedua, penguatan transaksi usaha ekonomi desa. Pada umumnya


usaha ekonomi masyarakat desa memiliki nilai transaksi ekonomi yang
rendah dan potensial memperoleh ancaman dari usaha industri dan
bisnis skala besar. Hal ini terjadi karena:
1. Usaha rakyat perdesaan umumnya termasuk usaha pasaran yang
mudah dimasuki semua orang.
2. Produsen tidak memiliki akses informasi pasar yang memadai.
3. Sering terjadi fluktuasi harga karena panen yang melimpah.
4. Ancaman dari produk subsitusi pabrikan yang relatif bermutu dan
lebih murah.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-42
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

5. Daya saing produk rendah karena keterbatasan modal, teknis


produksi, manajemen dan promosi.

Untuk menguatkan transaksi usaha masyaraka perdesaan, maka


diperlukan beberapa langkah, diantaranya: (a) peningkatan kualitas
produk, harga yang bersaing, efisiensi biaya produksi dan pembenahan
distribusi dan promosi, (b) diversifikasi produk dengan pengaturan sentra
produksi unggulan, (c) memfokuskan pada segmen pasar tertentu
sehingga terhindar dari persaingan frontal (d) perlindungan pemerintah
dalam bentuk subsidi, pembinaan, regulasi dan penetapan harga pasar,
(e) adanya jaringan informasi pasar untuk produk-produk usaha rakyat,
(f) kemitraan usaha dengan sektor usaha besar atas dasar saling
menguntungkan.

Ketiga, mengembangkan industri perdesaan dalam bentuk industri


pengelolaan hasil pertanian (agro-Industri) hal ini dirasa penting untuk
mengkaitkan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan untuk
meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Untuk itu perlu kiranya
dikembangkan adopsi Tehnologi Tepat Guna (TTP) guna mendukung:
1. Pengelolaan produksi agar memiliki nilai tambah tinggi.
2. Peningkatan jumlah produksi, efisiensi, produktivitas, mutu dan
keanekaragaman.
3. Penggunaan tenaga kerja lokal secara optimal.
4. Tersedianya teknologi murah, mudah perawatannya dan menjanjikan
keuntungan.

Keempat, mengembangkan kemitraan usaha atas dasar saling


menguntungkan saling memperkuat dan saling membutuhkan.
Adapun model kemitraan yang dikembangkan bisa berupa: (a) model
kemitraan produk, yakni inti- plasma, sub-kontak, vendor, (b) model
kemitraan permodalan, (c) modal kemitraan manajerial.

Kelembagaan Masyarakat Desa dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-43
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat perdesaan


secara mendasar terkait dengan peningkatan: kualitas ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan maupun infrastruktur lingkungan, strategi
pengelolaan pembangunan di masing-masing desa diharapkan mampu
menyentuh prioritas-prioritas penting pada bidang-bidang pokok di atas
sesuai dengan kebutuhan, peluang dan kemampuan yang ada. Apabila
bidang-bidang kebutuhan dasar di atas terpenuhi hal itu akan menjadi
kunci bagi peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemajuan dari
masyarakat desa secara keseluruhan.

Kelembagaan lokal diharapkan dapat mengembangkan peran dan


fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu dapat dilakukan dalam
bentuk santunan maupun perguliran modal. Hal ini disesuaikan dengan
karakteristik sasaran. Pada kelompok marginal dan rentan, tidak
dimungkinkan maupun berkembang dengan diberikan modal bergulir,
maka kepada mereka diberikan santunan secara hibah.

Namun kepada kelompok masyarakat yang berpotensi dan


berkemampuan mengembangkan usaha, maka bantuan itu pemenuhan
kebutuhan dasar selayaknya dilaksanakan melalui stimulan modal secara
bergulir. Demikian pula dalam pengadaan infrastruktur perlu
dipertimbangkan kemanfaatan sosial-ekonomi bagi pengembangan
fasilitas umum maupun pengembangan akses ekonomi desa. Dalam hal
pemenuhan kebutuhan dasar ini dapat dikembangkan institusiinstitusi
lokal semacam lumbung perdesaan, koperasi primer yang telah ada,
yayasan sosial, yayasan pendidikan maupun usaha untuk
mengembangkan lembaga keuangan perdesaan. Penguatan kelembagaan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar bisa dilaksanakan secara
terpadu, misalkan melalui pengembangan usaha ekonomi rakyat melalui
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes dirancang tidak sekedar
tidak sekedar sebagai instrumen penguatan ekonomi, namun secara
terpadu juga menyalurkan sebagian keuntungannya untuk keterjaminan
sosial warga dan pembangunan infrastruktur di desa.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-44
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Kelembagaan Masyarakat Desa dalam Pelestarian Tradisi dan Kearifan


Lokal
Tradisi merupakan nilai atau norma, kaidah atau keyakinan-keyakinan
yang masih dihayati dan dipelihara, bahkan dipatuhi oleh masyarakat
desa atau satuan masyarakat lainnya dalam rangka mewujudkan tertib
sosial dan kesejahteraannya. Tradisi itu sering kali terwujud secara lestari
dan berkembang berdasarkan ikatan keyakinan komunitas lokal.
Pelestarian tradisi penting dilakukan sebagai filter terdepan dalam
menghadapi budaya asing, khususnya sejalan dengan perkembangan
teknologi informasi yang sedemikian pesat lajunya. Disamping itu, tradisi
yang tumbuh pada suatu masyarakat pada dasarnya juga menjadi aset
atau modal sosial yang penting dalam rangka memberdayakan
(empowering) masyarakat demi mewujudkan kualitas hidup dan
kesejahteraan.

Selama ini masih berkembang pandangan sederhana mengenai


pengelolaan pembangunan yang beredar luas pada khalayak umum.
Proses pembangunan dimaknai secara sederhana sebagai perubahan
kehidupan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.
Modernitas dilakukan dengan memperkenalkan lembaga dan nilai-nilai
baru dengan menghancurkan tatanan nilai atau kelembagaan tradisional,
yang dipandang sebagai kendala terhadap jalannya proses modernisasi.
Dengan demikian, tolok ukur sukses pengelolaan pembangunan adalah
seberapa pesat nilai yang berlaku di masyarakat meninggalkan ikatan
nilai tradisi seperti: kekeluargaan, kegotong-royongan, nilai-nilai
keagamaan, adat-kebiasaan lokal, maupun pranata budaya yang
sebenarnya telah berurat dan berakar dalam formasi kehidupan sosial.
Pandangan semacam ini jelas mengandung kelemahan mendasar karena
mengabaikan asas kerakyatan serta mengabaikan nilai-nilai dan lembaga-
lembaga yang dirujuk secara pekat dan terbukti unggul sebagai kerangka
acuan dalam membina kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup
juga kesejahteraan masyarakat lokal.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-45
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Dampak lebih lanjut implementasi kerangka modernisasi dalam


pengelolaan pembangunan adalah masyarakat diberlakukan sebagai
kesatuan yang homogen. Terjadi keseragaman pola perubahan yang
didesiminasikan kepada seluruh sasaran pembangunan. Padahal,
masyarakat sebenarnya merupakan kesatuan komunitas yang cukup
memiliki keragaman nilai dan kelembagaan. Akibatnya, bantuan teknis
atau fasilitasi yang diberikan sering tidak sesuai dengan karakteristik
kondisi dan kebutuhan masyarakat yang memang berbeda-beda sesuai
dengan lokalitasnya. Sementara itu banyak aktifitas pembangunan yang
didasarkan pada nilai tradisi dan kearifan lokal justru menunjukkan
efektifitas dan efisiensi dalam prosesnya dan optimal dalam mewujudkan
hasil yang diharapkan. Nilai kearifan lokal di bidang pengembangan
partisipasi dan keswadayaan, pembangunan yang berwawasan kelestarian
lingkungan, pemanfaatan aset adat-budaya sebagai modal sosial dalam
mewujudkan kesejahteraan adalah serangkaian tema-tema yang
menunjukkan optimalitas pola pemberdayaan masyarakat dan
pengelolaan pembangunan yang berdasarkan penghormatan pada tradisi
lokal.

Penguatan kelembagaan di perdesaan dalam hal ini berarti


mengoptimalkan fungsi lokal yang berfungsi sebagai wadah: penerapan,
pelestarian, sekaligus pengembangan tradisi yang ada. Dalam hal ini
masyarakat diberikan wewenang untuk menggali sistem pengetahuan dan
nilai-nilai fungsional yang dibutuhkan agar mereka mampu berpartisipasi
dengan tetap berlandaskan pada jati diri dan akar budaya yang
dimilikinya. Seringkali pengembangan kelestarian dan kearifan lokal ini
tidak semata berorientasi sosial-kultural, namun juga ekonomi, semacam
pengembangan pariwisata lokal.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-46
Laporan Akhir
PT. INNERINDO DINAMIKA

Kelembagaan Masyarakat Desa dalam Pengambilan Keputusan


Pengelolaan Pembangunan
Pada jalur ini, agar kelembagaan lokal memiliki fungsi dan peran yang
optimal, maka seharusnya lebih meningkatkan kontribusi dan perannya
dalam pengelolaan pembangunan. Pengelolaan pembangunan partisipatif
memberikan peluang besar bagi masyarakat termasuk kelembangaan
lokal dalam pengambilan keputusan dan mendayagunakan keswadayaan
guna mengembangkan potensi dan menangulangi permasalahan yang
dihadapi dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang
lebih baik secara transformatif. Berbagai bentuk tindakan pengelolaan
pembangunan desa bisa meliputi kegiatan: (i) perumusan visi dan misi
bersama tentang makna, urgensi dan perioritas-perioritas pembangunan,
(ii) pengkajian potensi dan modal sosial yang dimiliki bersama dalam
mendukung harapan-harapan perubahan yang diinginkan, (iii)
melaksanakan dan mengendalikan program, (iv) melakukan evaluasi dan
refleksi bersama terhadap pelaksanaan program, dan (v) menyusun
Rencana Tindak Lanjut (RTL) program. Penyusunan RTL program ini
menandai siklus baru dalam upaya pencapaian mutu kehidupan
masyarakat yang lebih baik, lebih meningkat, lebih manusiawi,
merupakan langkah transformatif yang dilakukan secara terus menerus
melalui aksi-refleksi dari semua pihak tanpa terputus-putus.

Study Baseline Kebutuhan Intensifikasi Sumber Sumber Pendapatan Asli Desa


2-47

Anda mungkin juga menyukai