Anda di halaman 1dari 27

KEDUDUKAN DESA DALAM SISTEM

PEMERINTAHAN NASIONAL

Mata Kuliah : Sistem Pemerintahan Desa


Pertemuan I dan II
Pendahuluan
1. Masalah mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural :
a) kedudukan organisasional yang ambivalen antara
organisasi pemerintah formal dengan lembaga
kemasyarakatan;
b) ketidakjelasan status kepegawaian perangkat desa;
c) pembagian kewenangan yg tidak jelas.

2. Peranan hukum adat yg mengikat desa sebagai kesatuan


masyarakat hukum adat sudah mulai pudar digantikan oleh
hukum nasional yg tertulis.
3. Desa  hukum adat masih berlaku
Desa  hukum adat mulai surut
Desa - hukum adat praktis tidak berlaku lagi.

4. Sejak dari jaman Hindia Belanda sampai sekarang masih


digunakan sistem “memerintah secara tidak langsung” (indirect
rule) terhadap masyarakat desa. Sistem ini menempatkan desa
dengan pemerintahannya pada posisi marginal.

5. Secara sosiologis, desa dipandang sebagai tempat dengan nilai


-nilai tradisional yg menggambarkan keterbelakangan.
6. Secara administratif pemerintahan, desa lebih diposisikan sebagai
obyek kekuasaan.

7. Dari sistem pemerintahan negara Indonesia, pemerintahan desa


merupakan subsistem yang terlemah.
Kata bijak I : Kecepatan rombongan karavan akan ditentukan
oleh kecepatan gerobak yang paling lambat.

Kata bijak II : Kekuatan rantai terletak pada mata rantainya


yang terlemah.

8. Secara politis selama ini desa hanya dijadikan tempat pengumpulan


suara pada waktu PEMILU, setelah itu dilupakan.

9. Secara ekonomis, desa dipandang sebagai sumber bahan baku dan


tenaga kerja yg murah.
Pengertian
“Desa” di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr.
Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota
Raad van Indie pada masa penjajahan kolonial Inggris,
yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris
yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam
sebuah laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada
pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa
di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan di
kemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan
luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang
ada di Jawa (Soetardjo, 1984:36).
 Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi”
yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau
tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup,
dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas
(Soetardjo, 1984 : 15, Yuliati, 2003 : 24). Sesuai batasan
defenisi tersebut, maka di Indonesia dapat ditemui banyak
kesatuan masyarakat dengan peristilahannya masing-
masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatera
Selatan, Dati di Maluku, Nagari di Minang atau Wanua di
Minahasa. Pada daerah lain masyarakat setingkat desa juga
memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik mata
pencaharian maupun adat istiadatnya.
Bintarto (1983) yang memandang desa dari segi
geografi, mendefenisikan desa sebagai :
“Suatu hasil dari pewujudan antara kegiatan
sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil
dari perpaduan itu ialah suatu ujud atau penampakan
di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografi, sosial ekonomis, politis dan kultural yang
saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga
dalam hubungannya dengan daerah lain.“
Bouman (dalam Beratha, 1982 : 26) mendefenisikan
desa :
“Sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan
bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir
semuanya saling mengenal; kebanyakan yang
termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan
dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh
hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal
itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat,
ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.”
 Dalam istilah yang berbeda sebutan untuk desa dapat dilihat dari
tinjauan sudut pandang suatu daerah misalnya : di Aceh dipakai
nama “Gampong” atau “Meunasah” buat daerah hukum yang paling
bawah. Di daerah Batak, daerah hukum setingkat desa disebut
“Kuta” atau “Huta”. Di daerah Minangkabau daerah hukum yang
demikian dinamakan Nagari, di Sumatera Timur daerah hukum ini
dinamakan “Dusun” atau “Tiuh”, di daerah Minahasa diberi nama
“wanua”, di daerah Ujung Pandang diberi nama “Gaukang”.
 Sebutan Kepala Desa juga menggunakan istilah yang berbeda-beda
pada tiap-tiap bagian daerah seperti di daerah Tapanuli Kepala
desa disebut Kepala Nagari, di Sumatera Selatan disebut dengan
nama Pesirah, di daerah Jawa disebut dengan Lurah, di daerah Bali
disebut Tembukung, di daerah Sulawesi Utara disebut Hukum Tua,
di daerah Maluku disebut Kepala Nagari dan di berbagai daerah di
Papua disebut Kurano. Masih banyak lagi sebutan yang bercorak
ragam menurut istilah-istilah daerah setempat yang sebenarnya
mempunyai pengertian yang sama.
TIPOLOGI DESA
Susunan desa - desa membentuk persekutuan masyarakat
hukum dikategorikan atas 3 (tiga) tipe (Unang Sunaryo,
1984) yaitu:
Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan kepada
teritorial/wilayah tempat bersama sebagai dasar utama;
Tipe kesatuan masyarakat umum berdasarkan persamaan
keturunan/genetik (suku, warga atau calon) sebagai dasar
utama untuk dapat bertempat tinggal dalam suatu
wilayah tersebut;
Tipe kesatuan hukum berdasarkan atas campuran
(teritorial dan keturunan).
Demikian pula yang dikemukakan Soetardjo (1984),
bahwa bentuk Desa didasarkan atas 3 (tiga) sifat,
yakni:
Berdasarkan geneologis/keturunan (genealogische
rechtgemeenschappen)
Berdasarkan teritorial/wilayah (territorialle recht-
gemeenschappen);
Campuran antara geneologis dan teritorial.
Menurut Bintarto (1983 : 13) unsur-unsur yang harus ada dalam
suatu desa adalah:
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang
tidak produktif beserta penggunaannya, termasuk juga unsur
lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis
setempat.
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah, pertambahan,
kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk
desa setempat;
Tata Kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan
ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk
beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
CIRI UMUM DESA
 Desa umumnya terletak di atau sangat dekat dengan pusat wilayah
usaha tani (sudut pandang ekonomi);
 Dalam wilayah itu perekonomian merupakan kegiatan ekonomi
dominan.
 Faktor-faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan
masyarakatnya;
 Tidak seperti di kota ataupun kota besar yang penduduknya sebagian
besar merupakan pendatang populasi penduduk desa lebih bersifat
“terganti oleh dirinya sendiri”;
 Kontrol sosial lebih bersifat informal dan interaksi antar warga desa
lebih bersifat personal dalam bentuk tatap muka; dan
 Mempunyai tingkat homogenitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial
yang realitf lebih ketat daripada kota (Wiradi dalam Suhartono, 2000 :
16).
Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa adalah Kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
utk mengatur dan mengurus kepentingan masy setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI.

1. Pemerintahan Desa berada dalam Pemerintahan Daerah


Kabupaten/Kota
2. Diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan NKRI.
SUSUNAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA
MENURUT UU 32 TAHUN 2004

Pemerintah
Pusat
Nasional

Provinsi
Daerah

Kab/Kota

Kecamatan

Desa Kelurahan

16
Klasifikasi Desa
Berdasarkan pengaruh sejarah pemerintahan adat dan
modernisasi birokrasi, maka desa-desa di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Tipe self-governing community, atau biasa disebut sebagai “Desa
Adat” sebagai bentuk desa asli dan tertua di Indonesia. Konsep
“Otonomi Asli” sebenarnya berasal dari pengertian desa adat ini.
Desa Adat mengatur dan mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan
yang dimiliki tanpa campur tangan negara. Salah satu contoh tipe
desa ini yang masih tersisa adalah Desa Pakraman di Bali.
2. Tipe Local-state government, identik dengan “Desa Administratif”
sebagai satuan wilayah administratif yang berposisi sebagai
kepanjangan negara dan hanya menjalankan tugas-tugas
administratif yang berikan oleh negara. Desa administratif secara
substansial tidak memiliki otonomi dan demokrasi. Kelurahan yang
berada diperkotaan adalah contoh bentuk desa administratif.
3. Tipe Local-self Government. Tipe ini dulu disebut sebagai Desapraja
dan dapat juga disebut sebagai “Desa Otonom”, Bentuk desa ini
seperti halnya posisi dan bentuk Daerah Otonom di Indonesia.
Secara konseptual tipe ini didasarkan atas asas desentralisasi
sehingga memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
17
TINJAUAN KONSTITUSIONAL TENTANG DESA

1. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa : “ Negara MENGAKUI
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU”.
2. Pada Tap MPR Nomor IV/MPR/2000 rekomendasi nomor 7
dikemukakan mengenai kemungkinan adanya otonomi
bertingkat propinsi, kabupaten/kota serta desa. Kebijakan
politik tersebut perlu ditindaklanjuti dengan peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah dan
desa. Isinya yaitu sbb :
“Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan
kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya
perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat
mendasar terhadap UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya
penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945, termasuk
PEMBERIAN otonomi bertingkat terhadap Propinsi,
Kabupaten/Kota serta Desa/Nagari/Marga, dan sebagainya.”
PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG DESA
ANTARA UUD 1945 (Amandemen) Dengan TAP MPR NO
IV/MPR/2000 REKOMENDASI NOMOR 7
ASPEK YANG UUD 1945 Arah TAP MPR NO
DIBANDINGKAN IV/MPR/2000
Filosofi otonominya Pengakuan Pemberian
Sifat otonominya Tradisional Rasional
Bentuk kelembagaannya Self governing Self local government
community (lembaga (Lembaga pemerintah
kemasyarakatan) daerah skala lokal)
Status kepegawaiannya Bukan PNS PNS
Sumber keuangannya Pungutan dan Bantuan Bagian dari APBN dan
APBD
Hak memungut pajak dan Tidak ada Ada sesuai peraturan
retribusi atas nama Desa perundang-undangan
GAMBAR PERGESERAN PARADIGMA PENGATURAN
TENTANG DESA (UU NO. 32 TAHUN 2004)

OTONOMI PENGAKUAN
- ADD
- Sekdes diisi PNS
- Urusan Kab/Kota yg
MASA TRANSISI pengaturannya
diserahkan kpd Desa.
- Perdes ada dalam tata
urut per UU an
- Tugas Pembantuan kepada
Desa

OTONOMI PEMBERIAN
GAMBAR PERGESERAN PARADIGMA PENGATURAN
TENTANG DESA

OTONOMI PENGAKUAN

ARAH PERKEMBANGANNYA ???

OTONOMI PEMBERIAN
Pengaturan Tentang Desa Dari Masa ke
Masa
No Dimensi Waktu Produk Hukum Substansi
1 2 3 4
1 1906-1942 Inlandse Gemeente Ordonantie (IGO) Stbl. Desa di Jawa dan Madura
(Kolonial Belanda) 83 / 1906
2 1938-1942 Inlandse Gemeente Ordonantie Buiten- Desa di luar Jawa dan
(Kolonial Belanda) geweesten (IGOB) Stbl. 490/1938 Madura
3 1942-1945 UU No. 1 Tahun 1942 IGO dan IGOB masih
(Militer Je-pang) Osamu Seirei berlaku
4 1948-1965 UU No. 22/1948 Kemungkinan Desa
(Pemerin-tah RI) sebagai Daerah Tkt III
5 (Pemerin-tah RI) UU No. 1/1957 -
6 1965-1979 UU No. 19/1965 Desapraja
(Pemerin-tah RI)
7 1979-1999 UU No. 5/1979 Desa (sebutan secara
(Pemerin-tah RI) seragam)
8 1999-Skrg UU No. 22/1999 Desa / disebut dengan
(Pemerin-tah RI) UU No. 32/2004 nama lain
UU No. 22 Tahun 1999
Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten.

23
SUSUNAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA
MENURUT UU 22 TAHUN 1999

Pemerintahan
Pusat
Nasional

Provinsi
Pemerintahan Daerah

Kabupate Kota
n
Kecamatan Kecamatan

Desa Kel.

24
UU No. 5 Tahun 1979
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh
sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintah
terendah langsung di bawah camat dan berhak
menye-lenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam Ikatan NKRI.

25
SUSUNAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA
MENURUT UU 5 TAHUN 1979

Pemerintah
Pusat
Nasional

Provinsi

Kab/Kota

Kecamatan

Desa Kelurahan

26
TERIMA KASIH
ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai