Anda di halaman 1dari 29

MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN UU

DESA

Anti Mayastuti
SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA

MPR DPR DPD PRESIDEN BPK MA MK


NEGARA
LAINNYA
MENTERI2

DEKONSENTRASI DESENTRALISASI TUGAS DELEGASI


(DESENTRALISASI
PEMBANTUAN FUNGSIONAL)

PEMERINTAHAN BADAN
GUBERNUR &
DAERAH/ PENGELOLA
INSTANSI DAERAH PEMERINTAHAN BUMN,
VERTIKAL OTONOM DESA OTORITA,DLL

2
Desentralisasi dalam NKRI
Alasan filosofis desentralisasi
• Indonesia adalah Negara Hukum
Di dalam Negara Hukum terdapat pemencaran kekuasaan/kewenangan
Daerah otonom merupakan bentuk pemencaran kewenangan
• Indonesia adalah negara demokrasi
• Demokrasi menghendaki keterlibatan rakyat dalam menjalankan pemerintahan
Otonomi daerah merupakan perwujudan keterlibatan rakyat dalam pemerintahan di
daerah
• Indonesia negara pluralistik
Otonomi daerah merupakan perwujudan penghargaan terhadap pluralistik
• Indonesia negara kesejahteraan
Otonomi daerah mempercepat pemenuhan kebutuhan masyarakat
PENGATURAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945
Pasal 18 UUD Tahun Penjelasan Pasal 18 UUD Tahun 1945
1945
Pembagian daerah 1. Oleh karena Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia tak akan
Indonesia atas daerah mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah
besar dan kecil, dengan Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi
bentuk susunan dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek
pemerintahannya dan locale rechts gemeemschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka,
ditetapkan dengan semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di
undang-undang, daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah,
dengan memandang oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar
dan mengingati dasar permusyaratan.
permusyawaratan 2. Dalam teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
dalam sistem zelfbesturendelandschappen seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di
pemerintahan negara Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah
dan hak-hak asal-usul itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan
yang bersifat istimewa daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai
daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
Pengaturan Otonomi Daerah
Akibat dari perubahan setting politik:
1. UU No 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah
2. UU No 22 Tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah
3. UU No 1 Tahun 1957 tentang Pokok=Pokok Pemerintah Daerah
4. UU No 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah
5. UU No 19 Tahun 1965 tentang Desapraja
6. UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah
7. UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
8. UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
9. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
10. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
PENGATURAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Ketentuan Pendekatan Substansi Tanggung Jawab
Pasal 18 B ayat (2) Tata Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Negara mengakui dan
Pemerintahan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya menghormati,
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan selanjutnya diatur dalam
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik UU
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Pasal 28 I ayat (3) Hak Asasi Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati Negara menghormati
Manusia selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban
Pasal 32 ayat (1) Kebudayaan 1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di Negara menghormati
dan ayat (2) tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan dan menjamin
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan kebebasan masyarakat
nilai-nilai budayanya.
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional.
UUD 1945 Amandemen kedua justru menghilangkan istilah Desa. Pasal 18 ayat 1
menegasakan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten dan kota
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 ketentuan tersebut menurut Jimly Asshiddiqie
Pengakuan ini diberikan oleh negara :
(i) kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang
dimilikinya;
(ii) Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat;
(iii)masyarakat hukum adat itu memang hidup (masih hidup);
(iv)Dalam lingkungannya (lebensraum) yang tertentu pula;
(v) Pengakuan dan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukuran kelayakan
bagi kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembangan keberadaan bangsa;
(vi)pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai negara
yang berbentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
TIPOLOGI BENTUK KERAGAMAN DESA
No Tipe Desa Deskripsi Daerah

1 Ada adat tetapi tidak Adat sangat dominan. Desa tidak punya Papua
ada Desa pengaruh
2 Tidak ada adat tetapi Pengaruh adat sangat kecil. Desa modern Jawa, sebagian besar
ada Desa sudah tumbuh kuat Sulawesi, Kalimantan
Timur, sebagian Sumatera
3 Integrasi antara Desa Adat dan desa sama-sama kuat. Terjadi Sumatera Barat
dan Adat kompromi keduanya.
4 Dualisme/konflik Pengaruh adat jauh lebih kuat ketimbang Bali, Kalimantan Barat,
antara adat dengan Desa. Terjadi dualism kepemimpinan lokal. Aceh, NTT, Maluku
desa Pemerintah Desa tidak efektif
5 Tidak ada desa tidak Kelurahan sebagai unit administrasi (local Wilayah Perkotaan
ada adat state government). Tidak ada demokrasi
lokal
KONDISI DESA
(sebelum UU 6 Tahun 2014)

Kebijakan yang hanya UU 5/1974 tentang


bertujuan pada Politik Pengendalian Pemerintahan di Daerah
pertumbuhan ekonomi Negara UU 5/1979 tentang
Pemerintahan Desa

Penyeragaman, Pengawasan
Pengaturan, Pengendalian

Akibat yang terjadi di


masyarakat

EKONOMI SOSIAL POLITIK


Hilangnya sumber-sumber Hancurnya karakter Melemahnya kepemimpinan
ekonomi masyarakat seperti dan kearifan lokal politik dan sikap kritis
hutan, tanah, dan tambang masyarakat
SEJARAH PENGATURAN DESA
Zaman Belanda:
Swapraja dibiarkan hidup dan merupakan bagian dari pemerintahan penjajahan
berdasarkan suatu perjanjian.
Sedangkan volksgemeenschappen yang merupakan desa, nagari, dusun, marga,
kampong (gampong, kampuang) dan sebagainya, dibiarkan hidup tanpa
perjanjian dan perubahan sebagai persekutuan hukum teritorial Indonesia asli
yang mandiri.
Desa di Jawa diatur dengan Inlandsegemeente Ordonantie (IGO), sedangkan di
luar Jawa diatur dalam Inlandsegemeente Ordonantie voor Buiten Gewesten
(IGOB)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja
Tujuan pengundangan Undang-undang ini adalah untuk menjamin kesatuan masyarakat
hukum adat yang hidup dan berkembang pada saat itu dengan sedapat mungkin dijadikan
atau ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat III dengan atau tanpa melalui bentuk peralihan
Desapraja.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, terjadi penyeragaman bentuk Desa di
seluruh Indonesia yang berakibat matinya karakteristik yang dimiliki oleh desa-desa yang ada.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang menjadikan
Pemerintahan Desa dan segala hal terkait dengan desa, terkesan hanya bagian kecil dari
Pemerintah Daerah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
U N D A N G - U N D A N G N O M O R 6 TA H U N 2 0 1 4 T E N TA N G D E S A
DESA dalam UU No. 6 Tahun 2014
• Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KARAKTERISTIK
DESA
1. Kehidupan di desa berhubungan erat dengan alam
2. Orang desa sangat terikat pada daerah dan lingkungannya.
3. Menjunjung tinggi nilai kerukunan, sepenanggungan, dan tolong
menolong.
4. Masih mengandung corak feodalisme.
5. Memegang teguh adat istiadat sehingga terkadang “curiga” dengan
perubahan. (Siagian, 1983)
6. Memiliki rasa sepenanggungan, seperasaan, dan saling memerlukan (S
Soekanto)
KEDUDUKAN DAN JENIS DESA

 DESA BERKEDUDUKAN DI WILAYAH KABUPATEN/KOTA

 DESA TERDIRI DESA DAN DESA ADAT


Penyebutan Desa dan Desa adat disesuaikan dengan penyebutan
di daerah setempat

14
KEWENANGAN DESA
1. KEWENANGAN YG SUDAH ADA BERDASARKAN HAK ASAL USUL
(SEPERTI TANAH KAS DESA, ORGANISASI MASYARAKAT ADAT,
PRANATA DAN HUKUM ADAT, KELEMBAGAAN MASYARAKAT).
2. KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA (SEPERTI PASAR DESA,
SALURAN IRIGASI, JALAN DESA, TAMBATAN PERAHU).
3. KEWENANGAN YANG DITUGASKAN PEMERINTAH,
PEMERINTAH PROV, PEMERINTAH KAB/KOTA
4. KEWENANGAN LAINNYA YANG DITUGASKAN PEMERINTAH,
PEMERINTAH PROV, PEMERINTAH KAB/KOTA SESUAI
PERATURAN PERUNDANGAN
CATATAN:
 KEWENANGAN NOMOR 1 DAN 2, DIATUR DAN DIURUS OLEH DESA
 KEWENANGAN NOMOR 3 DAN 4, DIURUS OLEH DESA. ( PENUGASAN INI DISERTAI
BIAYA )

15
KEWENANGAN DESA
• Penjelasan UU Desa bahwa, “kesatuan masyarakat hukum adat yang ditetapkan menjadi Desa
Adat melaksanakan fungsi pemerintahan (local self government) maka ada syarat mutlak yaitu
adanya wilayah dengan batas yang jelas, adanya pemerintahan, dan perangkat lain serta
ditambah dengan salah satu pranata lain dalam kehidupan masyarakat hukum adat seperti
perasaan bersama, harta kekayaan, dan pranata pemerintahan adat.”
• Pasal 19 UU Desa menyebutkan bahwa:
“Kewenangan Desa meliputi:
1. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. kewenangan lokal berskala Desa;
3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah
Kabupaten/Kota; dan
4. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGATURAN DESA ADAT
UU Desa mengatur tentang Desa yang terdiri atas Desa dan Desa Adat
Pasal 6 ayat
(1) Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat
(2) Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan
penyebutan yang berlaku di daerah setempat.
Ketentuan Khusus Desa Adat pada Bab XIII.
Berdasarkan Pasal 96 dinyatakan: “Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan
menjadi Desa Adat.”
Pasal 97 secara spesifik mengatur mengenai pembentukan Desa Adat beserta dengan syarat-syarat
yang harus dipenuhi. Ayat-ayatnya menyatakan:
(1) “Penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 memenuhi syarat:
a.Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisional-nya secara nyata masih hidup, baik
yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisional-nya dipandang
sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan
c. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisional-nya sesuai dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memiliki wilayah dan paling kurang memenuhi salah
satu atau gabungan unsur adanya:
a. Masyarakat yang warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok;
b. Pranata pemerintahan adat;
c. Harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau
d. Perangkat norma hukum adat.
(3) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila:
a.Keberadaannya telah diakui berdasarkan undang-undang yang berlaku sebagai
pencerminan perkembangan nilai yang dianggap ideal dalam masyarakat dewasa ini, baik
un-dang-undang yang bersifat umum maupun bersifat sektoral; dan
b.Substansi hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan masyarakat
yang bersangkutan dan masyarakat yang lebih luas serta tidak bertentangan dengan hak
asasi manusia.
4) Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c hsesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila
kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai sebuah kesatuan poliyik dan kesatuan hukum yang :
c. Tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
d. Subatansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PP NO. 43 TAHUN 2014 : MEKANISME PENETAPAN DESA ADAT

Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengatur hal-hal yang


berkaitan dengan mekanisme penetapan desa adat.
Pasal 30 ayat (1) menjelaskan bahwa Penetapan desa adat dilakukan dengan
mekanisme:
pertama, pengidentifikasian Desa yang ada. Kedua, pengkajian terhadap desa yang
ada yang dapat ditetapkan menjadi desa adat.
Kemudian Pasal 30 ayat (2) menjelaskan bahwa pengidentifikasian dan pengkajian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota bersama majelis adat atau lembaga lainnya yang
sejenis.
Kemudian dalam Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa Bupati/ walikota menetapkan
desa adat yang telah memenuhi syarat berdasarkan hasil identifikasi dan kajian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
PP NO. 43 TAHUN 2014 : MEKANISME PENETAPAN DESA ADAT

Pasal 31 ayat (2) Penetapan desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam rancangan peraturan daerah. Pasal 31 ayat (3) Rancangan
peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disetujui
bersama dalam rapat paripurna dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur untuk mendapatkan nomor
register dan kepada Menteri untuk mendapatkan kode desa. Pasal 31 ayat
(4) Rancangan peraturan daerah yang telah mendapatkan nomor register
dan kode desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan menjadi
peraturan daerah.
Kewenangan Desa Adat Pasal 103 UU Desa
Kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a
meliputi:
a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;
b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;
d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah
yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara
musyawarah;
e. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang
berlaku di Desa Adat; dan
g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa
Adat.”
DESA PAKRAMAN DI BALI

Desa Adat di Bali yang disebut sebagai Desa Pakraman diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2001 tentang Desa Pakraman.
Keberadaan Perda ini mengukuhkan desa pakraman sebagai desa adat yang dilindungi oleh
pemerintah daerah dan diakui sebagai bagian dari negara. Pada bagian konsiderans menyebutkan
bahwa: “Desa Pakraman di Provinsi Bali yang tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah
secara berabad-abad, yang memiliki otonomi asli mengatur rumah tangganya sendiri, telah
memberikan konstribusi yang sangat berharga terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat
dan pembangunan”.
Kemudian dilanjutkan, bahwa “Desa Pakraman sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu dan nilai-nilai budaya yang hidup di Bali sangat besar
peranannya dalam bidang agama dan sosial budaya sehingga perlu diayomi, dilestarikan dan
diberdayakan”.
Desa Adat di Bali yang disebut Pakraman. Menurut Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001, “desa
Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan
tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat hindu secara turun-temurun dalam ikatan
Kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri
serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri”.
Pada desa-desa di Bangli yang menganut sistem pemerintahan tunggal, pranata desa (penjuru) ada
yang disebut sebagai Bendesa atau Kelihan Desa yang dibantu oleh penyarikan (sekretaris desa) dan
patengen (bendahara desa) serta penjuru lainnya. Adapun tugas utamanya ialah untuk menangani
kegiatan yang berkaitan dengan budaya, agama dan isu-isu sosial. Desa Pakraman juga memiliki
peraturan adat yang digunakan sebagai aturan khusus yang disebut dengan awig-awig. Awig-awig ini
biasanya mengandung ketentuan mengenai keagamaan, misalnya mengenai masalah bhuwana alit
(hubungan antara manusia dengan manusia) melainkan juga mengatur bhuwana agung (kehidupan
alam semesta). Selain awig-awig, aturan lainnya disebut dengan pararem yang biasanya digunakan
sebagai aturan tambahan. Kedua jenis aturan ini juga mengatur mengenai hal-hal yang tidak boleh
dilanggar beserta sanksi-sanksinya.
DESA KANEKES BADUI

Desa Kanekes masih tercatat sebagai desa dinas, sedangkan dalam praktiknya adalah sebagai desa adat.
Desa Kanekes sendiri terdiri dari 65 kampung yang terbagi menjadi dua suku, yaitu suku baduy dalam
(hanya ada 3 kampung, yaitu cikeusik, cikertawang dan cibeo) dan suku baduy luar.
Perbedaan mendasar antara baduy dalam dan baduy luar adalah ada pada pola penerimaan terhadap
perkembangan zaman, yang mana baduy luar sudah mulai menerima banyak perkembangan semisal
teknologi, sedangkan baduy dalam masih belum menerima dan sifatnya lebih tertutup.
Keberadaan Desa Kanekes ini juga sebenarnya sangat tergantung pada hak ulayat yang berdasarkan
pada Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001. Hak Ulayat yang dimiliki oleh
masyarakat baduy adalah komponen paling utama dalam menentukan kedudukan desa kanekes sebagai
desa adat. Hal ini dikarenakan masyarakat baduy dalam melaksanakan hubungannya dibatasi oleh
wilayah ulayatnya (sifat kewilayahan).
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN
LEMBAGA ADAT DESA

1. Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan desa yang ada dalam membantu


pelaksnaan fungsi penyelanggaraan pemerintah desa, pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa
2. Lembaga kemasyarakatan desa merupakan wadah partisipasi masyarakat desa sebagai mitra
pemdes
3. Tugas ; melakukan pemberdayaan masyarakat, ikut serta merencanakan dan melaksanakan
pembangunan serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa
4. Pelaksanaan program dan kegiatan dari pemerintah, provinsi, kab/kota dan lembaga non
pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang
sudah ada di desa
LEMBAGA ADAT DESA
1. PEMERINTAH DESA DAN MASYARAKAT DESA DAPAT MEMBENTUK LEMBAGA ADAT
DESA
2. LEMBAGA YANG MENYELENGGARAKAN FUNGSI ADAT ISTIADAT DAN MENJADI
BAGIAN DARI SUSUNAN ASLI DESA YG TUMBUH DAN BERKEMBANG ATAS
PRAKARSA MASYARAKAT
3. TUGAS : MEMBANTU PEMERINTAH DESA DAN SEBAGAI MITRA DALAM
MEMBERDAYAKAN, MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN ADAT ISTIADAT
SEBAGAI WUJUD PENGAKUAN TERHADAP ADAT ISTIADAT MASYARAKAT DESA

27
KETENTUAN KHUSUS DESA ADAT

• Pemerintah, pemprov dan pemkab/kota melakukan penataan kesatuan masyarakat


hukum adat dan ditetapkan menjadi desa adat (penetapan desa adat dilakukan hanya
1 kali)
• Desa adat ditetapkan dengan perda kab/kota dan sesuai persyaratan yang ditetapkan
• Syarat desa adat, a.L : KESATUAN MASY HUKUM ADAT BESRTA HAK
TRADISIONALNYA SECARA NYATA MASIH HIDUP, BAIK YG BERSIFAT TERITORIAL,
GENEALOGIS, DAN FUNGSIONAL
• Pembentukan desa adat dilakukan dengan memperhatikan faktor penyelenggaraan
pemerintahan desa, pembangunan desa, kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat
28
Thank
You!

Anda mungkin juga menyukai