berlibur atau beralih sejenak dari hiruk pikuk keramaian kota dan kepenatan
dalam bekerja. Lingkungan desa yang masih cukup kental akan adat istiadat
Selain itu, udara di desa juga masih cukup bersih dan segar daripada di kota.
hal yang tidak dapat ditemukan di kota layaknya apa yang didapatkan dari
budaya dan adat istiadat yang masih kental, dan kerukunan serta solidaritas
Muntinghe yang merupakan seorang warga Belanda anggota dari Rad Van
terbentuknya desa itu sendiri, tidak ditemukan sumber yang pasti yang
Timur pada tahun 1381 M, desa sebagai unit terendah dalam struktur
pemerintahan Indonesia telah ada sejak lama dan murni dibentuk oleh
rakyat Indonesia, bukan bentukan atau warisan Belanda. Ada pula yang
desa pada masa kerajaan, desa pada masa kolonial, desa pada pasca
kemerdekaan, desa pada masa orde baru, dan desa pasca orde baru. Pada
masa kerajaan, desa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu desa alami dan desa
perdikan. Sedangkan pada masa kolonial atau yang sering disebut dengan
pasal 118 jo pasal 121 I.S. yaitu Undang-undang Dasar Hindia Belanda.
Dalam pasal ini, pada intinya menjelaskan bahwa penduduk negeri atau asli
untuk aturan yang lebih lengkap dan jelas diatur dalam aturan yang disebut
No. 490. Aturan ini berlaku sejak 1 Januari 1939 LN 1938 No. 681.
Berdasarkan ketatanegaraan Hindia Belanda, sebagaimana yang
Inlandsche gementee yang terdiri dari dua bentuk, yaitu Swapraja dan Desa
hal tertentu, yang disebut dengan nama Landshcap. Sedangkan bagi desa-
desa atau yang disama ratakan dengan desa, yaitu mereka yang tergabung
Bali, mereka disebut dengan Inlandsche Gemeente dan Dorp dalam H.I.R.
Ordonantie (IGO), undang-undang ini berlaku untuk Jawa dan Madura dan
di luar Jawa dan Madura yang berlaku ketika tahun 1906. Undang-undang
adanya desa, demokrasi, dan otonomi desa, dan pada tahun ini, pemerintah
merupakan cikal bakal pengaturan tentag daerah dan desa. Pada tahun 1941,
kondisinya sendiri.
desa dijadikan pengawas rakyat. Pada masa kolonial Jepang, hukum adat
Selama penjajahan Jepang, I.G.O dan I.G.O.B. secara formal terus berlaku,
hanya penyebutan nama kepala desa diseragamkan menjadi Kuco, dan cara
pemilhan dan pemberhentiannya diatur oleh Osamu Seirei No.7 tahun 2604
(1944). Desa-desa oleh Jepang dinilai sebagai bagian yang cukup vital untuk
Soekarno yang berisi tentang pencabutan desa perdikan. Setelah itu pada
penyeragaman desa. Selanjutnya pada masa reformasi atau pasca orde baru,
daerah kabupaten.
tahun 1999 dan yang terbaru UU No. 6 tahun 2014. Selain itu, juga ada dua
2001 dan PP No.77 tahun 2005. Mengenai UU No.19 tahun 1965, UU ini
mengganti UU No.19 tahun 1965 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan
pada era demokrasi reformasi. Dalam UU ini disebutkan bahwa jenis dan
tingkatan daerah yang berlaku yaitu daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Kemudian yang terbaru ada UU No.6 tahun 2014 yang ditandatangani pada
Peraturan Desa, Keuangan Desa, dan Aset Desa, Kedudukan dan Jenis
Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan. Selain itu,
wewenang yang dituangkan dalam BAB IV. Misalnya seperti yang tertulis
dalam BAB IV Pasal 18, kewenangan yang dimiliki desa diklasifikasikan
hak asal-usul, serta adat istiadat desa. Selanjutnya, pada pasal selanjutnya
perundang-undangan.
diantaranya yaitu: (1) desa sabagai hinterland, artinya adalah desa biasanya
perusahaan yang mencari tenaga kerja dari pedesaan; (3) desa sebagai
Indonesia; dan (4) desa merupakan mitra, karena tanpa disadari desa
merupakan awal dari terbentuknya kota, maka dari itu sebuah kota bisa
maju atau tidak bermula dari titik desa, oleh karena itu desa bisa disebut
sebagai mitra bagi pembangunan sebuah kota. Masyarakat desa bisa ditandai
dengan adanya ciri-ciri sebagai berikut: (a) sisi keagamaan masyarakat desa
lebih tinggi daripada masyarakat kota, dan juga cenderung lebih rukun serta
mengenal sesama dengan baik; (b) memiliki kehidupan sosial yang sangat
susah; (e) interaksi yang terjadi lebih banyak karena faktor pribadi, bukan
kepentingan; dan (f) perubahan sosial dari masyarakat desa tidak terlalu
terlihat.
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) desa agraris yang berisikan masyarakat
yang bermata pencaharian utama sebagai petani atay pemilik dan pengelola
utama di bidang insdutri baik yang berukuran kecil atau besar. contohnya
seperti desa penghasil sandal cibaduyut di Bandung atau desa yang menjual
peternak ikan atau tambak, dan mengolah hasil laut seperti ikan dan mutiara.
Menurut Perkembangannya, desa juga dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1)
desa swadaya, desa ini merupakan desa yang memiliki potensi khusus yang
dikelola dengan baik sehingga bisa membantu perekonomian warga di sana.
Desa tipe ini juga busa dikategorikan sebagai desa yang terpencil dan masih
kondisinya sudah lebih maju daripada desa tipe swadaya; (3) desa
Ikatannya, desa juga dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) desa geneanalogis,
kekeluargaan atau hubungan darah; (2) desa teritorial, yaitu desa yang
tertentu; dan (3) desa campuran, yaitu desa yang dipersatukan baik dari
dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat yang cukup besar untuk
Indonesia. Potensi desa diantaranya yaitu potensi fisik, potensi non fisik,
potensi desa menurut luas wilayah, dan potensi desa menurut tingkat
penduduknya. Potensi fisik yang dimiliki desa meliputi iklim dan cuaca,
flora dan fauna, tanah, dan juga air. Untuk potensi non fisik yaitu SDM
luas wilayah kurang dari 2km, desa kecil dengan luas wilayah antara 2km -
4km, desa sedang dengan luas wilayah antara 4km-6km, desa besar dengan
luas wilayah 6km - 8km, dan desa terbesar dengan luas wilayah 8km -
desa terkecil dengan kepadatan penduduk kurang dari 100 jiwa/km, desa
dengan kepadatan penduduk antara 500-1.500 jiwa/ km, desa besar dengan
kepadatan penduduk antara 1500-3000 jiwa/ km, dan desa terbesar dengan
yaitu pertama, dari segi kepadatan penduduk, penduduk kota lebih banyak
daripada di desa. Hal ini disebabkan karena biasanya penduduk desa pergi
hidup di desa bisanya masih dekat dengan lingkungan alam asli atau alam
ketujuh adalah dari segi solidaritas sosial yang dipengaruhi oleh pola
bukan berarti antara desa dengan kabupaten/kota dan antara desa dengan
desa, memfasilitasi kerja sama antar desa dalam satu daerah kabupaten/kota,
dikelola dengan baik, baik dari segi pemerintahan, lingkungan, atau sumber
pendapatan daerah yang sangat bermanfaaat. Di desa pula, banyak hal yang
tidak dapat kita temukan ketika kita telah meninggalkan desa dan tinggal di
DAFTAR REFERENSI :
https://www.scribd.com/doc/60566439/Sejarah-Terbentuknya-Desa
[4] Ranti Fatya Utami, “11 Undang-undang yang Mengatur Pemerintahan Daerah
mengatur-pemerintahan-daerah
[5] Utroq Trieha, “Inilah Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014”, diakses
undang-desa-nomor-6-tahun-2014/