Anda di halaman 1dari 7

RESUME

ADAT BUDAYA DAERAH

Kedudukan lembaga adat dalam menampung aspirasi masyarakat

Dosen pengampu : Yurdalena, SH, M.Pdi

Disusun oleh kelompok 8:

Ali mustofa

Jumaiyanti

Rohana

Prodi PAI

Ruang E

INSTITUT AGAMA ISLAM TEBO


KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT DALAM MENAMPUNG ASPIRASI MASYARAKAT

Lembaga adat, merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat adat itu sendiri, oleh
karena itu kedudukan lembaga adat sangat strategis untuk menampung aspirasi anggota
masyarakat adat maupun dalam proses penyelesaian sengketa antara anggota masyarakat adat
maupun antara wilayah adat, maupun antara warga masyarakat adat dengan pemerintah
dengan cara arif dan bijaksana dengan mempedomani norma adat bersendikan syarah dan
kitabullah, serta aturan adat yang mengatur segala sendi kehidupan bermasyarakat baik dalam
pengelolaan pemerintahan sebagai mana pepatah adat mengatakan:

Alam Nan Berajo

Rantau Nan Berjenang.

Negeri anan babathin.

Luhak Nan Berpenghulu

Kampung Nan Bertua.

Rumah Nan Bertengganai.

Adapun Peran Lembaga adat sebagaimana yang dinyatakan di dalam konsideren perda tersebut
adalah:

1. Bahwa adat istiadat kebiasaan masyarakat dan lembaga adat yang hidup ditengah-tengah
masyarakat memegang peranan penting dalam pergaulan dan dapat/mampu menggerakkan
pertisipasi masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan.
2. Bahwa adat istiadat kebiasaan masyarakat dan lembaga adat yang hidup yang bersendikan
syarah dan syarah bersendikan kitabullah perlu dibina dan dikembangkan sehingga secara
nyata dapat berdayaguna untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
serta memperkuat ketahanan nasional.

3. Bahwa pembinaan adat istiadat kebiasaan masyarakat lembaga adat di desa/kelurahan tidak
terlepas dari wilayah adat yang sudah ditentuikan di Propinsi Jambi yang disebut Marga,
mendapo, dan kampung.

Jadi, Lembaga Adat merupakan kegiatan sangat penting dalam kehidupan masyarakat, yang
diatur oleh hukum berdasarkan kebudayaan manusia, Untuk itulah perlunya disusun aturan
dalam rangka memberikan kerangka dasar terhadap tata upacara dari masing-masing peristiwa
dalam daur kehidupan manusia.

Sebagai masyarakt hukum adat penduduk Jambi dikenal dengan keteguha memeluk Agama dan
Adat Istiadatnya, kedrukunan hidup tercemin dalam kehidpan masyarakatnya, hal ini sudah
berlangsung sudah sejak lama. Adat dan Agama islam di jambi adlah merupakan satu jalan yang
tidak dipsiahkan antara satu dgn lainnya dengan titidk berat pada agama yaitu adat yang
bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah, syarat mengato, adat memekai, jadi
disini adat tidak boleh bertentangand egnan agama, yang bertentangan dengan agama tidak
boleh dipakai dalma kehidupan masyarakat.

pada garis besarnya hukm adat Jambi adalah sama, adanya perbedaan hanyalah dlaam
pelaksanaanya, hal ini tercermin dalam seloka adat: “Adat Serumpun/setepo, ico paaki yang
berlain”. Aturan adat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehiuapn masyarakt
jambi, sebelum zaman pemerintahan Belanda datang ke Jambi, aturan pemerintahan yang
berlaku adalah aturan adat, hal ini tercermin dlama seloka adat:
Berjenjang naik bertangga turun, bak tali berjalin berpintal tigo” yaitu pemerintah.Alim Ulama
dan cerdik pandai ketiganya menyatau menjadi. Adat istiadat telah berkembang sepnajng
sejarah selama berabad-abad. Pada zaman Hindia Belanda, hukum adat tetap dipertahankan
dlama melaksnaakan pemerintahan dan mengatur masyarkat dalma Marga, mendapo dan
kampung, dasr berlakunya dizaman belanda pasal 131 ayat 6 Indische Staats Regeling (IS)
berlakunya hukum adat dalam nmengatur desa adalah IGOB *Indische Gemente Ordonantie
Buitengewsten) Stb No.490, dengan nama “Peraturan Negeri otonomi diluar Jawa dan
Madura”. Dalam pasal 1 menegaskan: “Sususnan dan Hak-hak negeri dan susuanan badan
pengurus negeri dan sususan dari alat-alat negeri lainnya, terkecuali sebagimana disebut dlam
pasal 8, sedapt-dapatnya akan dibiarkan diatur menurut kemaun adat (adatrecht). Dalam pasal
itu juga disebutkan bahwa negeri adalah suatu Indische rechts Persooon yang diwakili oleh
kepala negeri, mempunyaiu rechts gebied (daerah hukum) sendiri.

Ketentuan ini dilaksnaakn dalam Marag ddengan pesirah sebagai Kepala marga, di Kerinci
dengan Mendapo yang dikepalai oleh kepala Mendapo, sedangkan di Kotamadya Jambi
Kmapung dikepalai oleh kepala Kampung. Berdasarkan undang-undang No.22 tahun 1948,
maka dibentuklah DPRD dan DPD pada setiap Marga, Mendapo dan Kampung, badan ini tidak
diterapkan akrena terjadi agrsi Belanda I dan II.

Kemudian tahu 1965, IGO dan IGOB dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 19 tahun
1965 tentang desaPraja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya daerah
tinghakt II diseluruh wilayah Republik Indonesia. Dalam Undang-undng ini belum memberikan
otonomi penuh kepada desa dan tidka sejalan denganadat istiadat shingga timbul banyak reaksi
dari rakyat akibatnya “Undang-undang tersebut tidak jadi diberlakukan.

Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.5 tahun 1979 tentang pokok-pokok


pemerintahan Desa. Undang-undang ini dan segala peraturan pelaksanaannya baru menjurus
kepada pengaturan pemerintahan saja, sedangkan dibidnag kemasyarkatan tidak diatur dan
terbaikan, akibatnya adanya perubahan tata nilai tidak daitru dan terabiakan, akibatnya adanya
perubahn tata nilai yang baru yang asing baginya selama ini. Untunglah pada taanggal 11 tahun
1984ditetapkan peraturan Menteri Dalam Negeri nomo 111 tahun 1984 tentang pembianaan
dan pengembangan adat istiadaat ditingkat desa/lkelurahan dalma peraturanini dinyatkaan
bahwa adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan yang hidup serta dipertahnakan didalm
pergaulan hidup sehari-hari dalma masyarakat sesuai dengan pancasila ( pasal 1, d) kemudian
pasal 1 point e tentang pembianan dan pengembangan adalah semua kegiatan dlamarangka
ememlihara dan memajuikan adat istiadat yang menunjang kelangsungan pembanguann dan
ketahan nasional serta tidak bertentangan dengan kepentingan umum danperaturn
perundangn yang berlaku pada pasal 2 menyebutkan: pembianan dan pengembanganadat
istiadat bertujuan agar adat istiadatmampu mendorong dan menunjnang kelangsungan
pembangunan dan ketahanan nasional dalam wawasan nusantara pada pasal 3 pembinaan dan
pengembangan adat istiadat harus diarhkan kepada terbinyanya stabiltias nasional yang
mantap, baik di bidang pertahanan keamanan dalma usaha menunjnag kelancaran pelaksanaan
tugas dibidang pemerintaan, pembangunan dan kemasyarakatan pasal 4 dalma
usahamelestarikan aparatur pemerintah pada semua tingaktan mempunyai kewajiban untuk
membian dan mengembangakan adat istiadat yang hidup dan bermanfaat dlaam pembanguan
sedangkan pasal 5, camt dan kepala desa/kepala kelurahan beserta perngkatnya wajib
melakukan pembianan dan pengembangan terhadap adat istiadat yang hidup dikkalangan
masyarkat diwilayanya.

Dengan demikian nampak kepada kita bahwa semua aparat pemerintahan baik apda tingkat
atas maupn pada tingakt bawah, terutama pejabat=pejabat yang langsung memeintah desa dan
kelurahan seperti camat dan kepaa desa/kepala kelurahan dengan segala perangkatnya wajbi
melakukan pembinaan terhadap adat istiadat ini, tenut saja halini termasuk segala badan dan
organisai yang selam ini telah mengurus dan megolah adat istiadat itu sendiri seprti lembaga
adat mulai dari tingkat pengurus pusatnya dipropinsi Jambi, tinagakt kabupaten, sapmai tingkat
bawahanya berkewajiban melaksanakan misi seperti yang telah ditetapkan dlam peraturan
Menteri Dalam Negeri no.11 tahun1984, dan Perda No.11 tahun 1991 tentangpembianan dan
pengembangan adat istiadat kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di
desa/kelurahan dalampropinsi daerah tingkat I jambi yang telah disahnkan oleh mendagri
tanggal 21 september 1992, ini berarti pemangku adat dan pengulu rakyat dengan sendirinya
merekia juga harus dan berkewajiban untuk ikut berperanaktif serta mengursu, mengelola dan
melaksnaakan serta menjaga tekanan yang sudahada ditengah-tengahmasyarakat hukum adat
tersebut.

Lembaga adat yang dipersonidikasikan dlama diri tuo=tuo tenggaian/pemangku adat ternyata
masih sangat besar pengaruh dan peranannya dalam kehidupan masyarakat di daerah hukum
adat dipedesaan, terutama dlam urusan keperdataan misalnya dlama pernanganan
urusanperkawiann, pembagian hartg warisan dan penyelesainan sengketa/ perkara yang timbul
antar sesame warga masyarakat danperkara-perkara adat lainnya.

Adanya kesetiakawanan sosial yang ditandai denganadanya rasa ekbersamaan, keluargan dan
gotong royong masih tetap hidup dlam jiwa masyarakat, kegiatan gotong royong dam bentuk
hiudp tolong menolong antar sesame warga masyrakat untuk kepentingan penghidupan dna
perekonomian rumah tangga juga masih ada hal ini ditandai dngan adanya kegiatan baselang,
ketalang petang, ngeluar kayu, dan lain-lainnya, terutama dalma rangak ikut sertanya
masyarakat secara aktif dlam “Berat samo dipikiul, ringan saom dijinjing, kebukit samo
mendaki, kelurah samo menurun, ado samo dimakan, idak sami dcari, terncam samo basah,
terjemur samo kering, malang samo merugi, untung samo-samo berlabo, sedekahk bak batu,
selerus bak bedil, kemudian serentak galah, ke ilir serngkuh gayung.

Adapun menurut Perda No.11 tahun 1991 tenang pembianan dan pengembangan masyarakt
dan lembaga adat desa/kelurahan dalam propinsi daerah tingakt I jambi.

. Lembaga Adat Propinsi Daerah Tingkat I Jambi berkedudukan di Ibukota Propinsi Daerah
Taingakt I Jambi dan Merupakn lembaga adat tertinggi adat tertinggai diwilatyah daerah tingkat
I Jambi.
2. Lembaga Adat Kabupaten/ Kotamadya daerah tingakt II berkedudukan diibukaot
kabupaten/kotamdya dan merupakan lembaga adat tertinggi adat tertinggi diwilyah
kabupaten/ kotamadya daerah tingkat II yang bersangkutan.

3. Lembaga Adat kecamatan berkedudukan diikubota kecamatn dan merupakan lembaga adat
tertinggi adat tertinggi diwilayah kecamtan yang bersangkutan.

4. Lembaga Adat desa/kelurahan berkedudukan diwlyah desa/kelurahan sesuai dengan


Udnang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemeirntahan desa merupakan lembaga adat
desa/kelurahan yang bersangkutan.

5. Lembaga Adat marga, mendapo dan kampung berkedudukan dibekas ibukota marga
mendapo dan kampung sebelum berlakunya undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang
pemerintahan desa.

Anda mungkin juga menyukai