Anda di halaman 1dari 4

PANDANGAN HIDUP

MANUSIA INDONESIA

Disusun Oleh:

Karinska Salsabila P. (1606908142)


Lareta Sekar Puspitarani (1706021890)
Velladia Zahra Taqiya (1706022994)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2017
Pandangan dan Corak Sosial Manusia Indonesia
Kelas C
Pandangan Hidup Manusia Indonesia

Kelompok 1:
 Karinska Salsabila Priyatno 1606908142
 Lareta Sekar Puspitarani 1706021890
 Velladia Zahra Taqiya 1706022994
______________________________________________________________________

Pandangan dan Corak Sosial Manusia Indonesia

Tiap-tiap Negara mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan


riwayat dan corak masyarakatnya.1 Keistimewaan itu bersasal dari pandangan hidup dari
setiap individu di dalamnya dan negara itu sendiri. Pandangan hidup bagi negara itu
merupakan sebuah pedoman, patokan dan pertimbangan untuk mengambil segala
keputusan menyangkut jalannya segala kegiatan kenegaraan.
Dalam pidato Soepomo pada sidang ke-3 BPUPKI, ia memaparkan poin-poin
penting yag menjadikan sebuah dasar pemikiran untuk sesuatu atau pengambilan
keputusan. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah dari seseorang lain atau dari dunia
luar, golongan-golongan manusia, malah segala golongan makhluk, segala sesuatu
bercampur baur dan bersangkut-paut, segala sesuatu berpengaruh pengaruhi dan
kehidupan mereka bersangkut-paut. 2 Soepomo juga mengatakan bahwa jika kita ingin
mendirikan negara Indonesia sesuai dengan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka
kita harus berdasar pada aliran pikiran negara yang integralistik.3 Negara Indonesia terdiri
dari berbagai suku. Beragamnya suku tidak menghalangi kita sebagai warga negara untuk
bersatu dan saling melindungi seluruh golongan-golongan yang ada.
Sebelumnya kita sudah membahas tentang pandangan hidup bangsa Indonesia,
kita juga perlu mengetahui bagaimana masyarakat Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya dalam masyarakat.

1 Kusuma, R.M.A.B, PidatoSoepomo dalam Sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945, halaman 125
2 Ibid, halaman 126
3 Ibid, halaman 127
Di dalam hukum adat, manusia sama sekali bukan individu yang terasing, yang
bebas dari segala ikatan dan semata mata hanya ingat keuntungan sendiri, melainkan
terutama ialah anggota masyarakat. Dimana di lingkungan yang ia tinggali itu tercipta
suatu pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian itu tidak bersifat “pengorbanan”, yang
harus di berikan oleh individu untuk kebaikan umum. Didalam kesadaran rakyat,
kewajiban kemasyarkat semata-mata adalah fungsi sewajarnya dari kehidupan manusia.
Sebaliknya individu sebagai anggota masyarakat juga memiliki sejumlah hak, Akan
tetapi, dalam cara berfikir orang Indonesia, hak tersebut adalah hak kemasyarakatan. 4
Jadi, seseorang diharapkan dapat menjalankan hak-haknya sesuai dengan tujuan sosial
dalam masyarakat untuk suatu kepentingan bersama.
Masyarakat tidak dipandang sebagai badan tersendiri dengan susana kepentingan
sendiri. Masyarakat bukan susatu kekuasaan yang berdiri lepas dari manusia seorang-
seorang dan berhadapan dengannya. Masyarakat ialah keseluruhan dari sekalian anggota
perorangan, karena keinsafan kemasyarakatan dan keinsyafan individu bercampur baur.
Itulah sebabnya makna hukum adat mempunyi sifat kommunal (untuk bersama).5
Sifat itu sangat kuat pada golongan rakyat Indonesia yang khususnya suku Dayak,
Toraja, Batak, dan Bali. Semua golongan rakyat Indonesia mengalami pengembangan
individualisasi akibat dari perkembangan ekonomi dan pergaulan hidup dengan dunia
internasional. 6 Tetapi pada intinya orang Indonesia tetap memandang dirinya sebagai
makhluk sosial yang besamasyarakat, Mereka juga memandang lingkungan sekitarnya
masih mempertahankan hukum adat daerah masing-masing, meskipun diantaranya sudah
tidak mempertahankan hukum adat tersebut dengan baik. Tetapi mereka tetap hidup
bersmasyarakat tanpa individualisme.
Dilihat dari kedudukan indidividu dan masyarakat dalam hukum barat, negara-
negara Barat yang demokratis pada abad ke-19 terjadi kodifikasi-kodifikasi (pembukuan
hukum) dimana pada saat itu semangat individualism mencapai puncaknya.
Kesadarannya sebagai individu, manusia mengasingkan diri dari kehidupan sekitarnya. Ia
menonjolkan dirinya sebagai pusat kekuasaan, dimana ia selalu berusaha memperbesar

4 Supomo, Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, halaman 10


5 Ibid, halaman 11
6 Ibid, halaman 11-12
kekuasaan-nya.7 Untuk itu perlu dibatasi hak-hak setiap individu-indivvidu, tetapi hanya
seperlunya saja supaya terjamin terlaksana hak-hak semua orang untuk merdeka.8
Memasuki abad ke-20, di Eropa timbul aliran aliran pikiran baru. Orang mulai
melepaskan diri dari bentuk-bentuk zaman individualism. Timbul kesadaran sosial,
perubahan-perubahan sosial mulai berlaku. Itu menimbulkan paham-paham baru tentang
hukum yang lebih memusatkan perhatian kepada kemasyarakatan. Tapi dengan itu
individualisme di Barat sama sekali belum mati. Peter De Harven menyatakan bahwa dari
segi sosialisasi di dalam pergaulan hidup Barat, dia melihat suatu aliran yag bersifat
sebaliknya, Oleh karena itu, peradaban sudah semakin ruwet keperluan keperluan
manusia telah bertambah banyak dan orang makin tergantung yang satu kepada yang lain
sehingga mereka terpaksa menyusun diri dalam korporasi-korporasi itu yang lama
9
kelamaan menjadi golongan-golongan kekuasaan yang hebat. Jadi pada intinya
kehidupan bangsa barat sangat bertolak belakang dengan Indonesia, dimana bangsa Barat
hidup dengan individualime sedangkan bangsa Indonesia hidup bermasyarakat.
Negara nasional yang bersatu itu akan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur guna memegang teguh cita cita moral rakyat yang luhur. Maka Negara Indonesia
hendaknya juga memakai dasar moral yang luhur. Sebagai contoh, dalam Negara
Indonesia itu hendaknya dianjurkan para warga negara untuk cinta kepada tanah air,
ikhlas akan diri sendiri dan suka berbakti kepada tanah air, supaya mencintai dan berbakti
kepada pemimpin dan kepada negara; supaya takluk kepada Tuhan, supaya tiap tiap
waktu ingat kepada Tuhan. Itu semuanya harus dianjur-anjurkan, harus dipakai sebagai
dasar moral dari negara nasional yang bersatu ini. 10 Manusia tidak hanya sebagai
makhluk sosial, namun juga merupakan makhluk tuhan yang dimana kita harus taat
perintah dan menjauhi segala larngan-Nya. Pernyataan ini sesuai dengan dasar negara
kita pada sila ke-1 yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam segi sosial budaya, Indonesia terkenal dengan budaya gotong royongnya.
Hatta menegaskan bahwa kita mempunyai budaya gotong royong atau saling tolong
menolong untuk dapat mencapai tujuan bersama dalam sebuah organisasi ekonomi yang
dibangun dengan asas kekeluargaanyaitu Koperasi.11

7 Ibid, halaman 5
8 Ibid, halaman 6
9 Ibid, halaman 6-7
10 Kusuma, R.M.A.B, PidatoSoepomo dalam Sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945, halaman 130
11 Henley, D, Custom and Koperasi. The Co-operative Ideal in Indonsia, halaman 87-112

Anda mungkin juga menyukai