Anda di halaman 1dari 15

TUGAS HUKUM ADAT LANJUTAN

Observasi Terhadap Kedudukan Desa Adat Tegal Darmasaba


sebagai Badan Hukum

Oleh :
I Gusti Agung Angga Mahavira (1403005073)
Ni Wayan Evi Hariyastini (1403005074)
Luh Putu Esty Punyantari (1403005075)
Tannia Christianti Sukandar (1403005076)
Meilida Hijriyani (1403005077)
Agus Efendi (1403005078)
1403005077
Kelas : B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul Observasi Terhadap Kedudukan Desa
Adat

Darmasaba

sebagai

Badan

Hukum

ini

tepat

pada

waktunya.

Terselesaikannya karya tulis ini tidak bisa terlepas dari peran serta berbagai pihak
yang turut membantu. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Ibu I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari, S.H., M.Si., selaku dosen
pembimbing.
3. Rekan-rekan yang membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Disadari bahwa karya tulis ini tidak luput dari berbagai kekurangan, Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dalam rangka penyempurnaannya dari pembaca yang
budiman. Semoga karya tulis ini dapat memberi sumbangan bagi dunia ilmu
pengetahuan secara luas.

Denpasar, 22 Oktober 2015


Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar..i
Daftar Isi..ii
BAB I Pendahuluan
1.1

Latar Belakang Masalah.1

1.2

Rumusan Masalah..2

1.3

Tujuan Penulisan.2

1.4

Manfaat Penulisan..3

BAB II Pembahasan
2.1.Dasar Hukum Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat di Bali...4
2.2.Kehidupan Desa Adat Darmasaba Dalam Tatanan Hukum Adat5
2.3.Kedudukan Desa Adat (Badan Hukum/Bukan Badan Hukum)...7
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan...
9
3.2 Saran-Saran.9
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering di istilahkan
dengan kampung,yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota,yang
di huni sekelompok masyarakat di mana sebagian besar mata pencaharianya
sebagai petani sedangkan secara atmininistrastif desa adalah yang terdiri dari satu
atau lebih atau dusun di gabungkan hingga menjadi suatu daerah yang berdiri
sendiri atau berhak mengatur rumah tangga sendiri (otonomi). Desa memiliki
bentuk yang berbeda-beda menurut wilayahnya masing-masing, seperti di Bali
ada Desa Pakraman/ Desa Adat dan Desa Dinas.
Kehidupan masyarakat di bali tidak terlepas dari desa pakraman, desa
pakraman merupakan lembaga tradisional dan dikenal semenjak jaman kerajaan
dan keberadaanya dilestarikan dan berkembang baik sampai saat ini, istilah desa
pakraman di Bali dikenal juga dengan nama desa Dresta ataupun desa Adat, yang
memiliki wilayah ataupun ruang lingkup yang terdiri dari beberapa dusun/
lingkungan/ desa Dinas yang dikepalai oleh kepala Desa.
Desa Pakraman memiliki ikatan turun temurun di Kahyangan Tiga yang
terdiri dari Pura Desa, Puseh dan Dalem Setra, memiliki wilayah-wilayah tertentu,
aset-aset tanah milik desa, sehingga ada diistilahkan tanah ayah desa (tanah milik
desa yang ditempati oleh warga setempat) dan berhak mengurus rumah tangga
sendiri. Konsep terbentuknya Desa Pakraman sungguh sangat mulia, tujuannya
untuk pemersatu masyarakat Bali.
Untuk mencapai keteraturan dalam kehidupan masyarakat di Bali
khususnya desa adat, maka hukum adat sangat berperan, baik dalam sistem
perkawinan, waris, maupun tanah. Hukum adat yang berlaku di Bali tidak tertulis
seperti hukum pada umumnya. Hukum adat itu hanya tercatat dan berupa awigawig yang mengatur kehidupan masyarakat dalam desa tersebut.

Dewasa ini, banyak terjadi sengketa baik dalam desa adat itu sendiri
maupun antar desa adat satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, masyarakat tidak
banyak yang memahami mengenai hukum adat baik dari sengketa yang terjadi
ataupun penyelesaiannya. Selain hal itu, banyak kalangan yang memiliki
pemahaman bahwa desa adat bukan merupakan badan hukum karena desa adat
hanya menggunakan hukum adat yang bersifat non tertulis. Namun, disisi lain jika
kita mengkaji dan memahami apa itu badan hukum dan apa yang dimaksud
dengan desa adat maka kita mampu mengklasifikasikan apakah desa adat
merupakan bagian dari badan hukum.
Oleh karena hal tersebut, penulis melakukan observasi ke Desa Adat Tegal
Darmasaba dengan mengangkat judul Observasi Terhadap Kedudukan Desa Adat
Tegal Darmasaba sebagai Badan Hukum.
1. 2.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam karya tulis sebagai berikut.


1.2.1 Apakah dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan Desa Adat di
Bali?
1.2.2 Bagaimana kehidupan di Desa Adat Tegal Darmasaba dalam
tatanan hukum Adat?
1.2.3 Apakah Desa Adat Tegal Darmasaba merupakan badan hukum?
1. 3.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam karya tulis sebagai berikut.


1.3.1 Untuk mengetahui dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan
Desa Adat di Bali.
1.3.2 Untuk mengetahui kehidupan di Desa Adat Tegal Darmasaba
dalam tatanan hukum Adat.
1.3.3 Untuk mengetahui Desa Adat Tegal Darmasaba merupakan badan
hukum.

1. 4.

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diambil dari pengerjaan karya tulis ini
adalah :
1.4.1

Menambah wawasan pembaca untuk mengenal lebih jelas


mengenai desa adat baik dasar hukum, kondisi kehidupan di salah
satu desa yang dijadikan tempat observasi.

1.4.2

Dari segi praktis, yakni akan sangat berguna bagi para praktisi
hukum adat untuk mengetahui kondisi secara riil dalam tatanan
desa adat di Bali sehingga teori-teori mengenai hukum adat dapat
diaplikasikan sesuai dengan keadaan di desa adat.

1.4.3

Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang desa adat


sebagai badan hukum atau bukan badan hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat di Bali
UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 sendiri secara
eksplist mengatur satuan pemerintahan yang mempunyai pemerintahan daerah
hanya Provinsi, Kabupaten, dan Kota (vide Pasal 18 ayat (1) UUD 1945
Perubahan Kedua). Dengan demikian, pemerintahan desa adat yang berbentuk
kesatuan masyarakat hukum adat diatur dalam peraturan tersendiri. Pada dasarnya
kesatuan masyarakat hukum adat terbentuk berdasarkan tiga prinsip dasar, yaitu
genealogis, teritorial, dan/atau gabungan genealogis dengan teritorial. Yang diatur
dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ini adalah kesatuan
masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara genealogis dan
teritorial. Dalam kaitan itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 memungkinkan perubahan status
dari Desa atau kelurahan menjadi Desa Adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia atas prakarsa masyarakat. Demikian pula, status Desa Adat dapat
berubah menjadi Desa/kelurahan atas prakarsa masyarakat.
Implementasi dari kesatuan masyarakat hukum adat tersebut telah ada dan
hidup di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti huta/nagori di
Sumatera Utara, gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera
bagian selatan, tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman/desa adat di Bali,
lembang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku.
Desa Pakraman dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001
pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa Desapakraman adalah kesatuan masyarakat
hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama
pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan

kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan
harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Selain

konstitusi

dan

perundang-undangan

tersebut

diatas

dasar

penyelenggaraan pemerintahan desa adat adalah awig-awig. Awig-awig adalah


peraturan atau semacam hukum tertulis yang umumnya dimiliki suatu desa adat.
Awig-awig ini digunakan sebagai acuan pemimpin desa adat untuk menyelaraskan
hubungan antara pengurus/pemipin desa adat, masyarakat hukum adat dan kehidupan
sehari-hari dalam tatanan hukum adat serta untuk mengatur kehidupan hukum
kesatuan masyarakat hukum adat.

2.2 Kehidupan Desa Adat Darmasaba Dalam Tatanan Hukum Adat


Desa adat Darmasaba terletak di Br.Baler Pasar Tegal Darmasaba,
Abiansemal Kabupaten Badung. Desa Adat Tegal Darmasaba memiliki luas
wilayah sebesar 567 Ha yang terdiri dari pemukiman umum, bangunan
perkantoran, pasar, pura, pertokoan dan lain-lain. Selain memiliki wilayah yang
sangat luas, desa ini memiliki jumlah penduduk 6000 (8 banjar) dan memiliki
kuri-kuri sebanyak 604. Total penduduk 7500 (hingga penduduk

desa adat

Darmasaba dan desa adat Tegal).


Desa Adat Tegal Darmasaba berbatasan dengan Tukad Yeh Rarang
(Timur), Kepuh Kembar (Selatan), Tukad Padang Luwah (Utara), Tukad Biu
Metatu (Barat). Desa Adat Tegal Darmasaba layaknya desa adat lainnya yang ada
di Bali memiliki awig-awig tersendiri yang dibuat dan telah disepakati
sebelumnya oleh pengurus desa serta terus diterapkan dari dulu hingga sekarang.
Dalam kehidupan sehari-harinya krama adat tegal darmasaba bermata
pencaharian diantaranya berjualan canang, berjual jajan, dan mencari sapi. Selain
itu krama adat Br.Tegal memiliki kewajiban yaitu ngayah. Ngayah itu dapat
berupa bersih-bersih banjar, ngayah untuk upacara dewa yadnya, manusa yadnya,
pitra yadnya dan lain sebagainya. Apabila penduduk Br. Baler Pasar Tegal tidak
melaksanakan ayahan maka yang dilakukan pertamakali yaitu ditegur ,lalu apabila
tidak diindahkan maka akan dikenai sanksi ninggal kedaton (dikeluarkan dari
desa).

Di Desa Adat Tegal Darmasaba terdapat acara khas yaitu Pengepik


(wrespati pengepik) yang dilakukan oleh masyarakat adat dan Ngerebek atau
biasa disebut dengan Tekcor.
Dalam kehidupan Desa Adat Tegal Darmasaba tidak hanya dihuni oleh
penduduk asli namun juga penduduk pendatang .Dalam hal menjalankan
kewajiban terhadap desa adat antara penduduk pendatang dan penduduk asli dapat
disamakan yaitu menjalankan perarem dengan melaksanakan nyanggra kahyangan
tiga. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan jaman penduduk asli Desa
Adat Tegal Darmasaba mengembangkan potensi dirinya sehingga dalam
kehidupan ekonominya pun maju dalam arti memiliki kekayaan seperti
rumah,tanah dan investasi lainnya di luar Desa Adat Tegal Darmasaba .Terkait
dengan hal itu penduduk asli yang bertempat tinggal di kota dalam hal
melaksanakan kewajibannya terhadap tanah ayahan yang tidak dapat langsung
dilaksanakannya dapat memberikan urunan (sumbangan) minimal satu bulan
sekali. Mengenai batas umur untuk ngayah dalam Br.Baler Pasar Tegal tidak ada
batasan umurnya ,namun banjar mendorong untuk ngayah sedari dini untuk
melatih agar nantinya saat sudah berkeluarga terbiasa untuk ngayah dalam banjar.
Jika dalam suatu keluarga tidak memiliki keturunan maka tanah ayahan
yang dimilikinya diserahkan ke saudara ,jika tidak memiliki sanak saudara maka
tanah ayahan ini akan dikembalikan ke desa adat. Tanah desa di Br.Baler Pasar
Tegal disebut dengan PKD (Tanah Perkarangan Desa), yang dimana tanah-tanah
di desa Adat Tegal Darmasaba tidak memiliki sertifikat namun tidak boleh dijual
tetapi boleh dioalah dinikmati hasilnya demi kesejahteraan masyarakat desa adat
Darmasaba .
Apabila terjadi sengketa diantara masyarakat desa pakraman,yang pertama
turun ialah perbekel kemudian, kelian desa serta perangkat desa lalu melakukan
rembug atau musyawarah bersama.
Pemerintahan desa adat memiliki otonomi desa tersendiri, yang berdiri
sendiri dan berpegangan pada Tri Hita Karana. Hal tersebut ditandai dengan
adanya Lembaga Perkreditan Desa yang berada dibawah naungan desa adat.
Otonomi daerah tersebut memberikan kekuasaan kepada pengurus desa untuk

melakukan tindakan hukum apabila terdapat pelanggaran. Sanksinya disebut


dengan PenyangaSkara atau bayaran dengan mecaru.
Adapun struktur organisasi dari Desa Adat Tegal Darmasaba dapat
digambarkan sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI DESA ADAT TEGAL DARMASABA
B
P
E
N
T
N
T
D
U
E
J
S
U
A
H
A
A
D
A
T

2.3 Kedudukan Desa Adat (Badan Hukum/Bukan Badan Hukum)


Sebelum kita membahas apakah desa adat merupakan badan hukum, ada
baiknya kita membahas mengenai badan hukum. Badan hukum dalam bahasa
Indonesia diartikan sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan
akta yang otentik dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki
hak dan kewajiban atau disebut juga dengan subyek hukum. Subyek hukum dalam
ilmu hukum ada dua yakni, orang dan badan hukum. Disebut sebagai subyek
hukum oleh karena orang dan badan hukum menyandang hak dan kewajiban
hukum.
Sebagai subyek hukum, badan hukum juga memiliki kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum sebagaimana subyek hukum orang atau individu.
Namun, oleh karena bentuk badan hukum yang merupakan himpunan dari orangorang, maka dalam pelaksanaan perbuatan hukum tersebut, suatu badan hukum
diwakili oleh pengurusnya. Sebagai konsekuensinya, maka subyek hukum juga
dapat dianggap bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam hukum
perdata, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badann hukum menjadi

10

tanggung jawab badann hukum tersebut yang dalam pelaksanaannya juga diwakili
oleh pengurusnya.
Secara umum badan hukum dapat dibedakan dalam dua jenis lagi, yaitu
badan hukum publik dan badan privat. Badan hukum publik adalah badann hukum
yang didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut
kepentingan negara sedangkan badann hukum privat adalah badan hukum yang
didirikan atas dasar hukum perdata atau hukum sipil yang menyangkut
kepentingan orang atau individu-individu yang termasuk dalam badan hukum
tersebut.
Badan hukum publik merupakan subjek hukum ciptaan hukum untuk:

Memenuhi

kebutuhan-kebutuhan

bersama

dalam

setiap

kegiatankegiatan bersama.

Adanya tujuan-tujuan idiil yang ingin dicapai secara bersama. Contoh


badan hukum publik adalah masyarakat hukum adat, seperti dusun,
marga, desa, dan sebagainya, masyarakat hukum adat merupakan satu
kesatuan penguasa yang mempunyai kekayaan tersendiri berupa bendabenda materiil maupun benda immaterial yang diurus oleh pengurus
yang dipimpin oleh Kepala Adat.

Dengan demikian badan hukum publik mempunyai :


Pemimpin/ Pengurus
Harta kekayaan sendiri
Wilayah tertentu
Dari pembahasan mengenai badan hukum tersebut dapat kita lihat bahwa
desa adat merupakan badan hukum publik. Desa Adat Tegal Darmasaba memiliki
pemimpin atau pengurus, harta kekayaan sendiri dan memiliki wilayah tertentu.

11

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan ini adalah sebagai
berikut.
3.1.1

Dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan Desa Adat di Bali

tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mana Negara
mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat dan hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
dan prinsip NKRI; UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 pasal 18 ayat 2; Perda Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 pasal 1
ayat 4 tentang Desapakraman; dan Awig-awig yang dimiliki Desa Adat.
3.1.2

Kehidupan Desa Adat Tegal Darmasaba dalam tatanan hukum adat

yakni desa adat Darmasaba dalam kehidupan sehari-harinya memiliki


hak dan kewajiban layaknya subjek hukum sebagai bagian dari
kesatuan masyarakat hukum adat yang telah diatur tersendiri oleh awigawig yang dimiliki desa adat tersebut.
3.1.3

Desa Adat Tegal Darmasaba merupakan badan hukum publik

karena memiliki pengurus, harta kekayaan sendiri, dan memiliki


wilayah tertentu.
3.2 Saran-Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari pembuatan karya tulis ini adalah.
3.2.1

Diharapkan norma dan nilai Adat yang ada masih diterapkan dalam

masyarakat dan mampu memberi contoh pada masyarakat lain baik


yang memiliki karakteristik masyarakat yang sama maupun berbeda
aspek.
3.2.2

Masyarakat Desa Adat Tegal Darmasaba tetap mempertahankan

nilai-nilai toleransi antar warga agar dapat hidup rukun dan saling
menghargai dan menghormati antar masyarakat.

12

3.2.3
lain

Dengan adanya keterbatasan dalam karya tulis ini, kepada peneliti


diharapkan

untuk

mengadakan

penelitian

sejenis

dengan

mengambil wilayah penelitian yang lebih luas dan lebih terperinci


sehingga dapat ditemukan hasil yang lebih optimal.

13

DAFTAR PUSTAKA
https://subiantogeografi.wordpress.com/pengertian-desa-dan-kota/ [pada tanggal
12 Oktober 2015, pukul 14.34]
http://statushukum.com/badan-hukum.html [pada tanggal 12 Oktober 2015,pukul
14.55]
http://lsfciputat.blogspot.co.id/2014/02/subyek-hukum-dalam-hukum-adat.html
[pada tanggal 12 Oktober 2015,pukul 15.12]

LEMBAR LAMPIRAN
14

Lampiran Gambar

Ket: Foto bersama dengan Bapak Bendesa Desa Adat Tegal Darmasaba

Ket: Foto Bapak Bendesa Adat Tegal Darmasaba bersama istri

15

Anda mungkin juga menyukai