Anda di halaman 1dari 7

MAJELIS DESA ADAT (MDA)

PROVINSI BALI
Sekretariat: Gedung Lila Graha Majelis Desa Adat Provinsi Bali
Jln. Cok Agung Tresna No 67, Denpasar. Telp:081338719803
Email: mda.provbali@gmail.com

HASIL KEPUTUSAN PASANGKEPAN DIPERLUAS


MAJELIS DESA ADAT (MDA) BALI
========================================
Hari/tanggal : Kamis (Wraspati Umanis, Wuku Pahang), 20 Mei 2021
Pukul : 10.00 s/d 13.00 Wita
Tempat : Ruang Rapat Utama Gedung MDA Provinsi BaliJalan
Cok Agung Tresna No. 67 Denpasar
Pimpinan rapat : Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet

OM Swastiastu, OM Awighnamastu.
Pasangkepan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Diperluas, pada Kamis (Wraspati, Umanis
Wuku Pahang), 20 Mei 2021 membahas Tentang Pelaksanaan Surat Intruksi Majelis Desa Adat
(MDA) Provinsi Bali, Nomor 01/SI/MDA-PBali/VIII/2020, tertanggal 5 Agustus 2020, perihal Instruksi
Penyikapan terhadap Keberadaan Sampradaya di Wewidangan Desa Adat; dan Surat Keputusan
Bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali
Nomor:106 PHDI-Bali/XII/2020, Nomor:07/SK/MDA Prov.Bali/XII/2020 Tentang Pembatasan
Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya Non-Dresta Bali di Bali.

Pasangkepan dilaksanakan di Lantai 3 Gedung Lila Graha Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali
dihadiri oleh Prajuru Harian dan Nayaka Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Bandesa Alitan
Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan se Bali, dan Bandesa Madya (MDA) Kabupaten & Kota se-
Bali. Pasangkepan telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang selanjutnya menjadi
pedoman penyusunan kebijakan oleh seluruh Desa Adat di Bali dan MDA Bali di semua tingkatan
sebagai berikut :

I. DESA ADAT.
Adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah (Wewidangan),
kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tatakrama,
pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (Kahyangan Tiga
atau Kahyangan Desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas, ini maka sejatinya Desa Adat adalah lembaga tradisional
Umat Hindu Bali (Hindu Dresta Bali) yang tetap memberikan pengakuan terhadap Umat Hindu
Bali yang tidak "mipil", dan umat dengan keyakinan lain sebagai Saudara (nyame) di Desa
Adat, dengan hak dan kewajiban yang tentunya berbeda.

II. UNSUR POKOK DESA ADAT ADALAH : TRI HITA KARANA.


Tri Hita Karana merupakan tiga hubungan harmonis yang mesti dilaksanakan oleh umat
manusia guna terciptanya kebahagiaan.

Tiga Hubungan itu adalah: Parahyangan (Hubungan Ketuhanan), Pawongan (Hubungan


Kemanusiaan) dan Palemahan (Hubungan dengan Alam lingkungan).
III. NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI.
Tri Hita Karana ini kemudian dituangkan dalam visi pembangunan Daerah Bali "NANGUN SAT
KERTHI LOKA BALI" melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.

Nangun Sat Kerthi Loka Bali terdiri dari :


1. Atma Kerthi - Penyucian Atma ( Jiwa).
2. Sagara Kerthi - Penyucian Laut.
3. Danu Kerthi - Penyucian Sumber Air.
4. Wana Kerthi - Penyucian Tumbuh tumbuhan / Hutan.
5. Jana Kerthi - Penyucian Manusia.
6. Jagat Kerthi - Penyucian Jagat.

IV. TUGAS DESA ADAT.


Desa Adat memiliki tugas mewujudkan "kasukretan" (keharmonisan, kerukunan, kedamaian,
keamanan, ketertiban, kesehatan , kesejahteraan) Desa Adat secara sakala dan niskala.

Ini adalah tugas utama Desa Adat yang yang paling mendasar, termasuk tugas lain yang
diserahkan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Sejak lahirnya Desa Adat pada Tahun Caka 923 (Tahun 1001), saat masa kerajaan, masa
perjuangan mencapai kemerdekaan, dan ketika saat ini telah memasuki masa kemerdekaan,
hampir setiap program penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat di Bali, selalu
mendorong peran Desa Adat atau atas inisiatif sendiri, Desa Adat mengambil peran penting
dan strategis.

V. SURAT KEPUTUSAN BERSAMA


Surat Keputusan Bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa
Adat Provinsi Bali Nomor : 106/ PHDI- Bali/XII/2020 dan Nomor : 07/SK/MDA-Prov
Bali/XII/2020 memang terbatas pada Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran
Sampradaya Non- Dresta Bali di Bali, namun perlu dipahami bahwa setiap Desa Adat di Bali
mempunyai hak otonom untuk menjaga, melindungi, mengatur di wilayah hukum adatnya,
kerukunan, ketenangan, ketertiban dan kedamaian wilayahnya, karena atas kontribusi Desa
Adat yang demikianlah maka Bali dikenal luas sebagai daerah yang rukun, toleran, tertib,
aman dan damai.

VI. APAKAH DESA ADAT ADALAH NEGARA DALAM NEGARA?


Konsep negara di dalam negara di belahan dunia mana pun tidak dibenarkan. Lalu apa yang
dimaksud negara dalam negara? Apakah Hak-hak Otonom yang diberikan dan atau diakui oleh
negara diartikan sebagai negara di dalam negara?

Hak Otonom itu ada di mana pun, di setiap negara mana pun di dunia ini. Terlebih hak
otonom yang berkaitan dengan kesejarahan, yaitu sejarah asal usul pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila serta menjunjung tinggi Nilai
Bhinneka Tunggal Ika.
Di dalam kekuasaan negara akan selalu terdapat hak-hak otonom. Mulai hak otonom individu
atau perseorangan yang disebut sebagai Hak Asasi Manusia, seseorang mempunyai hak dan
mengatur dirinya sendiri tanpa boleh campur tangan negara seperti mau makan apa, mau pakai
baju warna apa, mau mandi, tidur, jam berapa bangun tidur dan aktivitas lain. Hal ini berlaku,
saat manusia mengeluarkan peraturan untuk dirinya, dan hubungan sosial saat dirinya akan
berinteraksi dengan pihak lain.

Keluarga atau rumah tangga punya hak otonom mengatur dirinya sendiri, membuat peraturan
untuk keluarganya, dan membuat peraturan atau tata tertib bagi orang lain yang memasuki atau
bertamu ke keluarganya atau masuk ke pekarangan rumahnya, tanpa boleh ada campur
tangan negara.

Demikian juga RT, RW, Banjar, Desa Adat, Kabupaten/Kota, Provinsi mempunyai hak otonom
dan atau diberikan atau diakui hak otonomnya oleh negara. Hak otonom untuk mengatur
wilayah pasti diberikan kepada institusi atau lembaga yang mempunyai wilayah
(wewengkon/wewidangan) kerja, karena kalau tanpa punya batas-batas wilayah bagaimana
mungkin mempunyai atau diberikan untuk mengatur wilayah?

Di dalam hak-hak otonom itu negara atau pemerintah pusat tidak boleh ikut campur,
sepanjang hak Otonom itu dilaksanakan sesuai dengan hak-hak otonomnya.

Kekuasaan Negara yang tidak akan didelegasikan kepada hak otonom adalah mempidana
orang lain, melakukan kekerasan kepada individu atau penjahat sekalipun, mempunyai hukum
pidana sendiri, mata uang sendiri, mempunyai angkatan perang sendiri, hubungan luar negeri
sendiri.

Kalau konsep ini dilanggar oleh RT, RW, Desa Adat, Kabupaten/Kota, Provinsi, maka dapat
diartikan ini sebagai sebuah wujud Negara di dalam Negara.

Namun, apakah Desa Adat yang saat ini telah mendapatkan pengakuan negara melakukan
tindakan seperti itu? Desa Adat adalah Lembaga yang juga sebagai subjek hukum yang
mempunyai wilayah, mempunyai Krama, mempunyai peraturan tata tertib yang disebut Awig-
Awig dan Pararem, di mana Awig-Awig yang dimaksud tidak berhak masuk ke ranah hukum
pidana.

Setiap subjek hukum mulai dari individu, rumah tangga, RT, RW, Desa, Desa Adat sampai
Provinsi punya hak otonom untuk mengatur, mengeluarkan peraturan, dan mengeluarkan
keputusan/kebijaksanaan untuk kepentingan wilayahnya. Kepentingan apakah yang
dimaksud? Tentunya peraturan atau keputusan terhadap masalah-masalah kerukunan,
keharmonisan, kenyamanan, kebersihan, kedamaian, keamanan, ketertiban, sopan santun,
kesehatan, kesejahteraan sampai keputusan hukum administrasi dan keperdataan.
Selanjutnya mari kita lihat hak-hak otonom Desa Adat, apakah ada yang melampaui hak-hak
negara atau bahkan mungkin malah membantu pemerintah atau bahkan negara. Apakah Desa
Adat melaksanakan hukum pidana, mata uang sendiri, angkatan perang sendiri, melakukan
politik luar negeri sendiri ?
Tentu jawabnya adalah tidak.

Oleh karena itu janganlah ada pihak yang menghembuskan opini seolah Desa Adat dengan
hak otonomnya itu adalah Negara dalam Negara. Jangan membuat masyarakat terutama yang
tidak paham hukum tata negara menjadi bingung dan salah paham.

VII. PELAPORAN-PELAPORAN KEPADA KEPOLISIAN.

Pelaporan-pelaporan kepada Kepolisian (Polres, Poltabes ataupun Polda Bali) oleh Desa
Desa Adat, dan atau Organisasi Krama Hindu Bali atau Pribadi-pribadi Krama Adat Bali
tentang keberadaan Ashram atau Ashram yang sangat meresahkan masyarakat, sangat baik
untuk dilaksanakan, sebagai dasar pihak kepolisian untuk menindak lanjutinya.

VIII. DEKLARASI/ PERNYATAAN SIKAP

Deklarasi-deklarasi dan atau pernyataan sikap tentang PENOLAKAN KEBERADAAN


SAMPRADAYA ASING DI BALI oleh DESA ADAT- DESA ADAT, PURI-PURI SE BALI, PARA
SULINGGIH HINDU BALI DAN KELOMPOK-KELOMPOK/ORGANISASI KRAMA HINDU BALI
sangat dibutuhkan.

IX. PARTISIPASI KRAMA HINDU BALI.

9.1 Krama Hindu Bali baik sebagai individu, kelompok/organisasi dapat membantu MDA dan
PHDI Bali di dalam berpartisipasi untuk ikut mengawasi, membina, mengedukasi,
mendata, mengevaluasi, melaksanakan penindakan terhadap kegiatan sampradaya
asing ( Non Hindu Dresta Bali) dan keberadaan Ashram-ashram Sampradaya Asing di
Bali dengan tetap berkoordinasi dengan Desa Adat di mana kegiatan Sampradaya Asing
itu terjadi, dan atau Ashram-ashram itu berada, dengan harus terlebih dahulu
berkoordinasi dengan Desa Adat setempat ( Desa Adat tetap sebagai "leading sector").
9.2 Krama Hindu Bali (Hindu Dresta Bali) baik secara kelompok ataupun pribadi dapat
menyampaikan laporan perihal Sampradaya Asing (Non Hindu Dresta Bali) dan atau
keberadaan Ashram-ashram Sampradaya Asing (Non Hindu Dresta Bali) kepada Desa
Adat, MDA KECAMATAN, MDA KABUPATEN/KOTA, maupun langsung ke MDA
PROVINSI BALI.

X. APAKAH PUTUSAN ATAU KEBIJAKAN DESA ADAT HARUS TERLEBIH DAHULU


BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN?

Desa Adat bukanlah Ormas, melainkan adalah lembaga yang mempunyai Wilayah Adat
(Wewidangan) dan mempunyai Hak Otonom yang diakui oleh Negara. Setiap lembaga atau
institusi selalu mempunyai hak untuk mengeluarkan Keputusan dan atau kebijakan yang
berkaitan dengan kewajiban, tugas dan tanggungjawabnya.
Jadi Keputusan dan atau kebijakan Desa Adat tidak perlu didahului oleh Keputusan
Pengadilan. Seandainya ada Pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan terhadap
keputusan dan atau Kebijakan Desa Adat, maka Pihak tersebutlah yang boleh atau
dipersilahkan menggugat ke Pengadilan untuk mendapatkan Keputusan yang adil.
XI. MASALAH KEBERADAAN SAMPRADAYA ASING ADALAH MASALAH HINDU
NUSANTARA, KHUSUSNYA HINDU BALI (HINDU DRESTA BALI).

Keberadaan Sampradaya Asing di Bali dengan sikap dan prilakunya yang SANGAT TERCELA
adalah ancaman dan bahaya besar bagi keberlangsungan Agama Hindu Bali (Hindu Dresta
Bali), Adat Bali, Budaya Bali dan Desa Adat di Bali. Itu berarti adalah ancaman dan bahaya
besar bagi kelangsungan Bali.

Dengan demikian maka ancaman dan bahaya besar yang datang dari keberadaan
Sampradaya Asing bukanlah merupakan bahaya dan ancaman besar bagi Desa Adat secara
sendiri-sendiri, melainkan adalah ancaman dan bahaya besar bagi Bali, BAGI SELURUH DESA
ADAT DI BALI baik yang di wewidangannya ada Ashram Sampradaya Asing maupun yang
tidak ada Ashram Sampradaya Asing nya.

Jadi masalah ini adalah masalah Bali secara satu kesatuan, menjadi masalah semua Desa
Adat secara satu kesatuan.

XII. MASALAH PERIJINAN SAMPRADAYA ASING.

Ijin-ijin beroperasi atau Dasar Hukum yang dimiliki oleh Sampradaya Asing dengan Ashram-
ashram mereka seperti : Akta Pendirian, IMB dst, tidaklah dapat dipergunakan untuk
pengambilan sikap dan perbuatan yang sangat tercela. Sikap dan perbuatan yang sangat
tercela itu sama dengan telah menyalahhgunakan ijin-ijin.

Oleh karena itu maka Pemerintah Daerah, dan atau Desa Adat dengan Kewenangan
otonominya berhak menghentikan segala kegiatan Sampradaya Asing tersebut dan sekaligus
BERHAK MENUTUP ASHRAM-ASHRAM SERTA FASILITAS LAIN YANG DIPERGUNAKAN
UNTUK KEGIATAN SAMPRADAYA ASING TERSEBUT.

XIII. TATACARA PENUTUPAN.

1. Didahului dengan Paruman Adat di Desa Adat, minimal Paruman Prajuru Adat.

2. Dilaksanakan dengan pendekatan persuasif agar Pihak Pengelola Ashram Sampadaya


Asing tersebut bersedia dengan sukarela menutup Ashram Mereka.

3. Kalau pendekatan persuasif tidak diindahkan oleh Pengelola Sampradaya Asing


tersebut maka penutupan ashram tetap dilaksanakan oleh Bandesa Adat dan atau
Prajuru Desa Adat dengan membacakan Surat Keputusan Penutupan Ashram yang
telah disepakati saat Paruman Krama/Paruman desa sebelumnya.

4. Diharapkan, baik disaat pendekatan persuasif maupun saat penutupan melalu


pembacaan putusan melibatkan Aparat Desa Dinas serta unsur Pemerintah, TNI/POLRI
yang ada di wewidangan Desa Adat.

5. Spanduk, Pengumuman, dan sejenisnya yang berkaitan dengan penutupan, dan


sebagai pelaksanaan SKB PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali, harus atas nama Desa
Adat.
XIV. EDUKASI DAN PEMBINAAN.

Edukasi dan pembinaan atau gerakan penyadaran bagi Krama Hindu Bali yang telah terpapar
Ajaran Sampradaya Asing ( Sampradaya Non Hindu Dresta Bali) tetap harus dilakukan, untuk
sebisa mungkin menyadarkan saudara-saudara yang terpapar untuk kembali yakin
melaksanakan Agama Hindu Bali (Hindu Dresta Bali). Pembinaan ini dilakukan oleh Prajuru
Adat, Tokoh Adat, Tokoh Agama yang ada di wewidangan Desa Adat atau dapat
mendatangkan Para Tokoh Penyadar dari luar Desa Adat yang bersangkutan.

XV. KESIMPULAN

1. Bahwa ditolaknya keberadaan Aliran Hare Krishna ( ISKCO) dan Sampradaya Asing lainnya,
sampai terjadi Penutupan-penutupan Ashram oleh Desa Adat di Bali SEBENARNYA
BUKANLAH KARENA PERBEDAAN KEYAKINAN YANG DIANUTNYA SEMATA, TETAPI
LEBIH KARENA TELAH MELAKUKAN KELAKUAN YANG SANGAT TERCELA YANG
TELAH MENIMBULKAN KERESAHAN, KEKHAWATIRAN, KEGADUHAN DAN KEKACAUAN
YANG MELUAS DI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA, KHUSUSNYA SANGAT TERASA
DI BALI, yang sangat bertentangan dengan Pancasila dan Nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika.

2. Oleh karena itu kami Desa Adat harus mengambil langkah-langkah kebijakan/keputusan
sesuai dengan kewenangan kami untuk menyelamatkan Agama Hindu Bali (Hindu Dresta
Bali), Adat Bali, Budaya Bali dan Desa Adat kami.

3. Perbuatan SANGAT TERCELA yang dilakukan oleh Hare Krishna (ISKCON) danSampradaya
Asing lainnya adalah sebagai berikut :
3.1) Telah melakukan upaya yang masif, sistematis dan terstruktur untuk menyebarkan
keyakinan dan cara beragama mereka yang sangat berbeda di tengah-tengah
masyarakat/Krama Adat Bali/Umat Hindu Bali (Hindu Dresta Bali) dan Hindu Nusantara
lainnya.

3.2) Sangat sering melalui tokoh-tokoh mereka telah mendiskreditkan tatacara keagamaan
Hindu Dresta Bali, Keyakinan Hindu Bali, juga Upacara Keagamaan Hindu Dresta Bali.

3.3) Telah sering melalui tokoh-tokoh mereka mendiskreditkan Adat Istiadat Bali dan Desa
Adat Bali.

3.4) Telah melaksanakan tindakan memanipulasi ajaran-ajaran luhur nan mulia Hindu Bali
dan Hindu Nusantara dengan telah menerbitkan dan menyebarluaskan buku-buku hasil
manipulasi tersebut.

3.5) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan penyebaran Hare Krishna dan
Sampradaya Asing lainnya tersebut adalah GERAKAN ASING yang berkolaborasi
dengan boneka-bonekanya di Indonesia, khususnya di Bali, untuk menggantikan dan
atau menghancurkan Agama Hindu Bali (Hindu Dresta Bali), Adat Bali, Budaya Bali dan
Desa Adat di Bali, mengganti dengan keyakinan, budaya, adat mereka, yang berarti
berencana MENGHANCURKAN BALI .
4. Bagi Desa Adat yang telah dipandang perlu berdasarkan Paruman/Pasangkepan Adat, untuk
menutup Ashram-ashram Sampradaya Asing, maka silahkan tutup Ashram.

5. Semua kebijakan, keputusan Desa Adat, termasuk untuk menutup Ashram tidak diikuti dan
atau tidak dengan cara-cara dan atau tindakan anarkis.

6. MDA Provinsi Bali pasti sangat mendukung Desa Adat dan siap mempertanggungjawabkan
dalam berbagai aspek baik aspek hukum dan sosial budaya.

Demikian, hasil kesepakatan Pasangkepan disampaikan untuk dapat dijadikan pegangan dan
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Notulen,

Made Abdi Negara.


Patajuh Panyarikan Agung.

Pangeter Pasangkepan,

Made Wena.
Patajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan.

Manggala Pasangkepan

Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet.


Bandesa Agung.

Anda mungkin juga menyukai