Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi Klinis Hukum merupakan mata kuliah yang sifatnya wajib harus
ditempuh oleh setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Metro. Dengan memadukan ketiga aspek pelajaran, yakni :
kognitif, afektif dan psikomotorik, eksistensi Studi Klinis Hukum diharapkan
dapat melengkapi pengetahuan teoritis yang telah diperoleh mahasiswa di
bangku perkuliahan. Sehingga para mahasiswa tidak hanya memahami
hukum pada tataran teori belaka, melainkan juga memahami hukum dari
sudut pandang yang lebih luas, yakni dari implementasi hukum pada tataran
praktis.
Oleh karena itu untuk memperoleh pengalaman dan perbandingan antara
teori dan praktiknya, maka mahasiswa diwajibkan mengikuti kegiatan Studi
Klinis Hukum. Pada Kesempatan ini dilaksanakan pada Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Bali, Desa Adat Panglipuran, Dan
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Tujuan Kegiatan
Kegiatan Studi Klinis Hukum ini bertujuan untuk:
1. Agar lebih memahami terkait peran dari Lembaga yang berkompetensi di
bidang hukum baik hukum positif, hukum islam maupun hukum adat.
2. Agar lebih memahami lebih dekat terkait profil, mekanisme, peran serta
kedudukan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Pemerintah
Provinsi Bali, Desa Adat Panglipuran, Dan Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta.

1
BAB II
PELAKSANAAN STUDI KLINIS HUKUM

A. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia


Kunjungan pertama kegiatan Studi Klinis Hukum dilaksanakan di
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Pemerintahan Desa. Pokok bahasan dalam kegiatan ini adalah Pergeseran
Pemerintahan Desa (Asas Otonomi Desa) dalam hal ini disampaiakan oleh
Ibu Amanah Asri, S.E., M.Si. sebagai Kepala Sub Direktorat Penyusunan
Produk Hukum Desa Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa.
Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa. Dan desa
adalah pelopor system demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak
lama, desa telah memiliki system dan mekanisme pemerintahan serta norma
social masing-masing. Inilah yang menjadi cikal bakal sebuah Negara yang
bernama Indonesisa. Namun, sampai saat ini pembangunan desa masih
dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait
pembangunan desa terutama pembangunan sumber daya manusianya sangat
tidak terpikirkan. Istilah desa disesuaikan dengan asal-usul, adat istiadat, dan
nilai-nilai budaya masyarakat di setiap daerah otonom di Indonesia. Setelah
UUD 1945 diamandemen, istilah desa tidak lagi disebut secara eksplisit.
Dalam UU No. 6/2014 mendefinisikansekaligus menjelaskan bahwa
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintah,kepentingan masyarakat stempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia’.
Definisi tersebut dipahamisebagai upaca adanya pengakuan secara
substantive tentang kedaulatan desa, bahkan dapat dipahami sebagai
pengakuan (bukan pemberian) kewenangan pemerintah pusat, dan pemerintah
daerah terhadap eksistensi desa. Hal ini dipertegas dalam definisi
Kewenangan Desa yang dijelaskan dalam UU No.6/2014 Pasal 18 bahwa

2
kewenangan desa adalah “kewenangan yang dimiliki Desa meliputi
kewenangan di Bidang Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pelaksanaan
Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa berdasarkanberdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul dan adat istiaat Desa. Selanjutnya menurut Pasal 19 Kewenangan Desa
meliputi:
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. Kewenangan local berskala Desa;
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan soal empat kewenangan tersebut, jika di konteks-kan dengan
kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, maka posisi otonomi
desa, secara politik adalah equal, dimana prinsip desentralisasi, dekonsentrasi,
delegasi dan tugas pembantuan juga dilaksanakan di desa. Dengan kata lain,
posisi politik dan anggaran desa jika dilihat dari 4 bentuk dan atau jenis
kewenangan tersebut, sangat otonom, strategis dan setara dengan posisi
pemerintah daerah jika berhadapan dengan pemerintah pusat.
Ada beberapa prinsip atau asas yang harus dijadikan perhatian oleh para
pemangku kepentingan dalam melakukan pengaturan desa. Asas tersebut
diantaranya: rekognisi, subsidaritas, keberagaman, kebersamaan,
kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan keberlanjutan.
Desa memiliki hak otonom asli berdasarkan hukum adat, dapat
menentukan susunan pemerintahan, mengatur dan mengurus rumah tangga,
serta memiliki kekayaan dan asset. Oleh karena itu, eksistensi desa perlu
ditegaskan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun,
deregulasi dan penataan desa pasca beberapa kali amandemen terhadap
konstitusi Negara serta peraturan perundangannya menimbulkan prespektif
baru tentang pengaturan desa di Indonesia. Dengan di undangkannya

3
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, sebagai sebuah kawasan
yang otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait
pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala desa serta
proses pembangunan desa.
Untuk itu besar harapan menjelang usia Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa yang sudah menginjak hamper sewindu ini diharapkan
Otonomi Desa dapat memberi kedudukan yang strategis dan kewenangan
yang besar bagi desa untuk mengelola wilayah desa dengan didukung oleh
dana yang memadai sehingga tidak ada alas an bagi pemerintah desa di masa
yang akan dating tidak membangun desa secara maksimal.

B. Pemerintah Provinsi Bali


Dalam kunjungan Studi Klinis Hukum di Pemerintah Provinsi Bali
disambut oleh Kepala Biro Hukum Sekda Provinsi Bali. Beliau
menyampaikan bahwa dibali terdapat desa dinas dan desa adat. Kedua desa
ini berjalan beriringan dalam kehidupan di masyarakat bali. Didalam desa
adat terdapat peraturan yang disebut awig-awig yaitu suatu ketentuan yang
mengatur tata karma pergaulan hidup dalam suatu system masyarakat untuk
mewujudkan tata kehidupan yang ajeg dimasyarakat.
Terkait dilegalkannya sabung ayam dan penjualan arak dalam forum ini
juga dibahas. Dijelaskan bahwasanya sabung ayam atau biasa disebut tabuh
rah dilaksanakan dengan tujuan untuk meneteskan darah ayam ke permukaan
bumi. Tradisi ini adalah ritual bhuta yadnya yang memiliki tujuan sebagai
salah satu permohonan untuk meminta permohonan agar terlindungi dari
butha atau pengaruh negatif. Dalam pelaksanaannya, tabuh rah biasa
dilakukan di wilayah yang berada tidak jauh dari area pura. Tidak ada
aktivitas taruhan dalam pelaksanaannya.
Kebijakan hukum terkait pelaksanaan sabung ayam di Bali memiliki
perbedaan yang sangat kontras dengan wilayah lain. Di pulau Bali,
masyarakat tidak mengalami kesulitan ketika ingin melakukan aktivitas
sabung ayam. Hanya saja, sebagai catatan bahwa pelaksanaan sabung ayam di
Bali tidak boleh disertai dengan keberadaan uang taruhan.

4
C. DESA ADAT PANGLIPURAN
Desa adat Panglipuran adalah salah satu desa adat yang berlokasi di
Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Terkenal sebagai desa yang masih
menjalankan tradisi dan budaya-budaya tradisional yang kental. Keunikan
pertama dari Desa Adat Panglipuran ini adalah model bangunannya. Desa ini
dipenuhi dengan bangunan ala rumah penduduk yang terbilang cukup
sederhana. Ini merupakan desa adat yang berisi komplek pemukiman warga
yang ramah lingkungan. Terlihat bangunan masih memanfaatkan material
bebatuan serta pintu ukiran untuk mempercantik rumah.
Tempat ini dinobatkan sebagai desa adat terbersih di dunia, terlihat dari
kerapihan dan kebersihan pada desa tradisional ini. Desa adat Panglipuran
pernah mendapat beberapa penghargaan seperti:
- ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) pada tahun 2017
- Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Fondation
Berkat peniadaan alat transprtasi di dalamnya, desa ini berhasil
memenangkan penghargaan tersebut. Masyarakat tidak boleh mengendarai
kendaraan bermotor apabila masuk ke dalam desa ini. Hal ini agar desa tetap
terlihat asri dan bebas dari polusi.
Desa adat Panglipuran mengadopsi konsep Tri Mandala, yakni tata ruang
desa terbagi menjadi 3 antara lain:
-Utama Mandala : tempat masyarakat beribadah
-Madya Mandala : tempat pemukiman atau rumah tinggal penduduk
-Nista Mandala : zona untuk pemakaman penduduk
Pembagian wilayah tersebut diurutkan dari wilayah paling utara hingga
paling selatan. Masyarakat local di sini masih menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur nenek moyang. Tentunya ini bersifat turun temurun dan perlu selalu
dijaga.
Yang menarik di Desa Adat Panglipuran tidak hanya bentuk
pemukimannya saja tetapi hutan bamboo yang terletak disebelah utara di
belakang pura desa, menebang pohon bamboo harus melalui ijin tetua desa.
Hutan bamu tersebut menjadi tempat rekreasi menarik juga. Monumen taman

5
pahlawan terdapat di ujung sebelah selatan Desa Panglipuran bias menjadi
tempat edukasi bagi anak-anak sekolah. Selain itu ada namanya karang
memadu, jika ada warga yang melakukan poligami, maka orang tersebut akan
dikucilkan di tempat ini, sehinga akan merasa beban moral, tradisi yang
menghormati wanita dengan aturan melarang poligami. Sedangkan jika
ketahuan mencuri, maka si pencuri diwajibkan melakukan sesajian dengan
persembahan 5 ekor ayam dengan bulu berbeda pada 4 pura leluhur penduduk
setempat dan akan memberikan efek rasa malu kepada pelaku.

D. PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


Kewenangan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam
penyelenggaraan pemerintahan sebagai daerah otonom mengajukan
rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan Rancangan Peraturan Daerah
Istimewa. (Perdais). (Pasal 10UUK 13/2012).
Perdais adalah Peraturan Daerah DIY yang dibentuk oleh DPRD DIY
bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan kewenangan istimewa.
(Pasal 1 UUK 13/2012)
Pembentukan Produk Hukum Perdais dalam mekanisme pembentukannya
sama dengan Perda ( Perda DIY 2 Tahun 2019).
1. Keistimewaan DIY. Keistimewaan adalah Keistimewaan kedudukan
hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur
dan mengurus kewenangan istimewa. (Pasal 1 angka 2 UU 13/2012, UUK
DIY).
2. Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki
DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam UU Pemda. (Pasal
1 angka 3 UU 13/2012)
3. Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam
urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam UU
Pemda dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan dalam UUK DIY.
(Pasal 7 ayat 1 UU no. 13/2012)

6
4. Ketika UU Keistimewaan DIY dibentuk, pengaturan dalam UU Pemda
mencakup pula pengaturan mengenai Desa dan Pilkada.
Dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi
Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.
Terutama berkenaan dengan status dan kedudukan Sultan Hamengku Buwono
dan Adipati Paku Alam dalam memimpin penyelenggaraan keistimewaan
DIY. Pasal 6 UU 13/2012 Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi,
maksudnya adalah penyelenggaraan urusan keistimewaan dilaksanakan di
provinsi bukan di kabupaten/kota. Mengingat, paling tidak 5 alasan:
a. Keistimewaan DIY didasarkan pada sejarah dan hak asal-usul DIY;
b. Keistimewaan DIY sudah dan masih tetap hidup (exist), diterima dan
menjadi ‘milik’ seluruh masyarakat DIY;
c. Subsatansi keistimewaan DIY itu tidak hanya pengisian jabatan
Gubernur/ Wakil Gubernur, melainkan mencakup kelembagaan,
tanah, tata ruang dan kebudayaan.
d. Ruang lingkup penyelenggaraan dan tujuan keistimewaan DIY itu
meliputi seluruh masyarakat DIY yang ada di Kab/Kota, Kecamatan,
hingga Desa dan Kelurahan.
e. Susunan Pemerintahan NKRI dibagi atas Provinsi; Provinsi dibagi
atas Kab/Kota; Kab/Kota dibagi atas Kecamatan; Kecamatan dibagi
atas Desa/Kelurahan.
Maka:
a. Dilakukan penugasan urusan keistimewaan DIY kepada Kab/Kota,
Kecamatan (kapanewon/kemantren) dan Desa (kalurahan)/ kelurahan
di DIY.
b. Penugasan urusan keistimewaan DIY dan penataan kelembagaan asli
di Kabupaten/ Kota DIY sejalan dengan peraturan perundang-
undangan mengenai pemerintah daerah, kecamatan maupun tentang
desa.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kegiatan Studi Klinis Hukum yang telah dilaksanakan ke Kementerian
Dalam Negeri Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Bali, Desa Adat Panglipuran,
Dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bejalan dengan lancar. Didapat bahwa
hasil pelaksanaan tersebut memiliki peraturan hukum tersendiri dari tingkat pusat
hingga tingkat desa yang keseluruhan memiliki saling keterkaitan dalam kehidaupan
bermasyarakatan untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera Dalam Kegiatan ini
didapat pengetahuan dan pemahaman yang tidak diperoleh selama masa perkuliahan
yang hanya diterima berupa teoritis. Dalam dunia kerja tentu terdapat perbedaan
antara Teoritis dengan empiris di lapangan.

B. Saran
Dikarenakan masih dalam situasi Pendemi Covid-19, sehingga dalam
penerimaan materi dari masing-masing kunjungan tersebut ada yang dibatasi
hanya beberapa mahasiswa/I sehingga tidak semua mendapatkan materi secara
langsung. Diharapkan dala pelaksanaan Studi Klinis selanjutnya apabila dalam
penerimaan materi dibatasi dibagi menjadi beberapa ruangan sehingga seluruh
mahasiswa dapat menrima materi secara langsung dari para narasumber.

8
LAMPIRAN FOTO

1.1 Kunjungan di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia

1.2 Kunjungan di Pemerintah Provinsi Bali

9
1.3 Kunjungan di Desa Adat Panglipuran

1.4 Kunjungan di Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta

10

Anda mungkin juga menyukai