Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT DI PROVINSI BANTEN: STUDI


KASUS MASYARAKAT ADAT BADUY DAN CITOREK

LOCAL GOVERNMENT POLICY TO THE INIDIGENOUS PEOPLE


PROTECTION IN PROVINCE OF BANTEN: CASE STUDY ON INDIGENOUS
POEPLE OF BADUY AND CITOREK

Muhlisin1), Helmy Faizi Bahrul Ulumi2), dan Ayatullah Humaeni2)

1)
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Banten
Jl. Syech Nawawi Al Bantani, (KP3B) Serang, Banten
Tlp. (0254) 267053 fax. (0254) 267052
2)
Laboratorium Bantenologi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Jl. Jendral Sudirman No.30 Serang - Banten 42118
E-mail: muhlisinsidik@gmail.com

ABSTRAK
Perlindungan terhadap masyarakat adat terpencil dewasa ini masih sekadar menganggap
masyarakat adat terpencil sebagai suku terasing yang merupakan aset budaya yang harus dilindungi
tanpa melihat adanya penghormatan terhadap hak-haknya. Kabupaten Lebak sudah memiliki
dua peraturan daerah yang berkaitan dengan perlindungan masyarakat adat Baduy dan Kasepuhan
Banten Kidul. Namun demikian, belum ada payung hukum di tingkat Provinsi Banten baik
berupa Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang
Masyarakat Hukum Adat. Selain itu pula belum ada pedoman pelaksanaan untuk kedua payung
hukum tersebut, sehingga payung hukum yang ada belum mangokomodir keseluruhan
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat yang kompleks. Untuk mengetahui kebijakan
Daerah mengenai perlindungan masyarakat adat dilakukan penelitian dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif melalui studi kepustakaan dan wawancara. Pengambilan data lapangan
dilakukan pada 15 Mei – 15 Juli 2016 di Desa Kanekes dan Kasepuhan Citorek dengan
mewawancari 13 informan kunci. Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum, perhatian
pemerintah Kabupaten Lebak terkait masyarakat adat/kasepuhan sudah dilakukan dengan
mengeluarkan dua Perda dan Peraturan Desa Kanekes. Namun, Perda terkait masyarakat Baduy
baru mengakomodir masalah hak ulayat, belum pada hal-hal lain yang sebenarnya sangat krusial
dan perlu segera diatasi. Masyarkat Baduy dan Masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum
menilai bahwa dua Perda tersebut sudah membantu mengatasi permasalahan yang ada, walaupun
dalam tataran teknis masih ditemui beberapa permasalahan. Masyarakat adat/kasepuhan berharap
ada Perda lain yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang muncul terkait masyarakat
adat. Selain itu juga pemerintah perlu proaktif mengawal iplementasi Perda tersebut.

Kata Kunci: Kebijakan pemerintah daerah, masyarakat adat Baduy, Kasepuhan Citorek.

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


27
ABSTRACT
Indigenous people are considered as cultural assets that need be protected regardless of their
respectful rights. There are two indigenous communities In Banten Province, Lebak Regency in
particular, Baduy and Kasepuhan Banten Kidul. While Lebak Regency has two local regula-
tions related to the protection of these indigenous communities, there are no regulations at the
provincial level. In addition, there are no operational guidelines to implement those two exist-
ing local laws. As a result, the regulations have been unable to accommodate the complex
problems faced by the indigenous communities. In relation to indigenous communities’ protec-
tion, this research aims to examine the current local and provincial government policies utilising
a qualitative-descriptive method through literature study and interview. Field data was col-
lected during May to July 2016 in Kanekes Village and Kasepuhan Citorek by interviewing 13
key informants. The study found that Lebak Regency has issued two local regulations related to
indigenous communities/kasepuhan protection, in addition to Kanekes Village Regulation. The
regulations related to Baduy society, however, barely accommodate the issue of ulayat rights,
not on broader issues that are actually very crucial and need to be addressed. Despite some
problems in the implementation level, the Baduy and Kasepuhan Citorek societies generally
consider that the two existing local regulations are beneficial. The Indigenous communities/
kasepuhan, furthermore, hope that there are another laws for other various problems that arise
related to indigenous peoples. In addition, the local and provincial governments also need to be
more active in guarding the implementation of the laws.

Keywords: local government policy, Baduy indigenous pople, Kasepuhan Citorek.

PENDAHULUAN terpencil; 3) perlindungan tradisi dan adat-


Sejak akhir tahun 90-an, perhatian istiadat; dan 4) pengakuan terhadap program
terhadap masyarakat adat mulai menyeruak pemberdayaaan komunitas adat terpencil.
khususnya bagi masyarakat adat terpencil di Masyarakat adat atau tepatnya disebut
Indonesia. Perhatian tersebut antara lain masyarakat hukum adat adalah komunitas
adalah perubahan istilah negatif suku manusia yang patuh pada peraturan atau
terasing dan masyarakat terbelakang hukum yang mengatur tingkah laku manusia
menjadi komunitas masyarakat terpencil atau dalam hubungannya satu dengan yang
masyarakat adat terpencil. Selain itu, lainnya, berupa keseluruhan dari kebiasaan
perhatian tersebut ditunjukkan dengan dan kesusilaan yang benar-benar hidup
adanya pengakuan dari pemerintah yang karena diyakini dan dianut, yang jika
berupa: 1) pengakuan eksistensi komu-nitas; dilanggar pelakunya mendapat sanksi dari
2) hak sosial dan ekonomi komunitas adat penguasa adat (Samosir, 2013; Arizona,

28 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
2016). Suatu komunitas dikatakan sebagai pelaksanaan terhadap pasal-pasal yang
masyarakat adat bila warganya memiliki mengatur penghormatan, pengakuan dan
perasaan kelompok (in-group feeling), perlindungan tentang hak dan kewajiban
adanya pranata pemerintahan adat; adanya masyarakat adat sebagai bagian dari warga
harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; Negara Indonesia.
dan adanya perangkat norma hukum adat. Lahirnya Undang-Undang No. 6
Khusus pada kesatuan masyarakat hukum Tahun 2014 tentang Desa, merupakan
adat yang bersifat territorial juga terdapat angin segar bagi pengakuan masyarakat
unsur adanya wilayah tertentu (Bahar, 2008). adat yang mendiami nusantara ini. Di
Perlindungan terhadap masyarakat samping desa, dalam UU 6/2014, juga
adat terpencil khususnya dalam diakui adanya Desa Adat. Pemerintah
keberpihakan hukum Indonesia masih daerah dapat melakukan penataan kesatuan
sekadar menganggap masyarakat adat masyarakat hukum adat dan menetapkan-
terpencil sebagai suku terasing yang nya menjadi Desa Adat melalui sebuah
merupakan aset budaya Indonesia yang harus peraturan daerah. Asalkan tiga kriteria
dilindungi tanpa melihat adanya Desa Adat terpenuhi, yakni kesatuan
penghormatan terhadap hak-hak masyarakat masyarakat hukum adat beserta hak
adat sebagai warga negara Indonesia yang tradisionalnya secara nyata masih hidup,
seharusnya mendapat porsi yang sama di dan sesuai dengan perkembangan
mata hukum dan instrumen hukum lainnya masyarakat serta sejalan dengan prinsip
seperti masyarakat Indonesia yang lain. Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelanggaran dan pelecehan terhadap hak-hak Di samping itu, terbitnya Permendagri
ulayat masyarakat adat masih sering saja No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
terjadi, dan justru hal tersebut dilakukan oleh Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
pihak-pihak yang merasa dirinya berpendi- Hukum Adat, dapat dijadikan acuan bagi
dikan dan jauh dari keterbelakangan. kepala daerah untuk memberikan pengakuan
Keberadaan komunitas masyarakat dan perlindung-an masyarakat hukum adat.
adat sebenarnya telah mendapat porsi hukum Dengan adanya kedua payung hukum
dalam setiap instrumen hukum nasional nasional maka bagi pemerintah daerah
bahkan internasional, namun masih banyak disarankan untuk disegerakan memiliki
perdebatan dan tafsir terhadap isi dan kebijakan terhadap pengakuan dan

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


29
perlindungan terhadap masyarakat adat. deskriptik kualitatif. Penelitian idilakukan
Provinsi Banten memiliki masyarakat di masyarakat adat Baduy dan masayarakat
adat Baduy dan 522 masyarakat kasepuhan Kasepuhan/Wewengkon Citorek pada
yang tersebar di beberapa kecamatan dan desa tanggal 15 Mei – 15 Juli 2016. Data
di Kabupaten Lebak. Semua masyarakat adat diperoleh melalui studi kepustakaan dan
dan kasepuhan ini masih hidup dan memilki wawancara langsung terhadap tigabelas
karakteristik dan keunikan historis dan informan kunci yang mengetahui
budayanya masing-masing (Perda No.8/ permasalahan masyarakat adat baik di
2015). Kabupaten Lebak sudah memiliki Baduy maupun Citorek (Tabel 1).
Perda No. 8/2015 tentang Pengakuan, Teknik analisis data yang digunakan
Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam penelitian ini adalah dengan
Hukum Adat Kasepuhan , dan Perda No.32/ menggunakan metode analisis kualitatif, yakni
2001 tentang Perlindungan atas Hak Ulayat data yang diperoleh dari hasil penelitian dipilih
Masyarakat Baduy. Namun demikian, belum dan diseleksi berdasarkan kualitas dan
ada payung hukum di tingkat Provinsi, belum kebenarannya sesuai dengan relevansinya
ada Perda/Pergub yang mengatur tentang Desa dengan materi penelitian, untuk kemudian
Adat/Masyarakat Hukum Adat, dan belum ada disusun secara sistematis dan dikaji dengan
pedoman pelaksanaan untuk kedua payung metode berfikir deduktif untuk menjawab
hukum tersebut. Di samping itu, payung permasalahan yang diajukan (Soekanto, 2012).
hukum yang ada belum mangokomodir
keseluruhan permasalahan yang dihadapi oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
masyarakat adat yang kompleks. Berdasarkan Gambaran Umum Masyarakat Adat di
latar belakang tersebut, adalah penting untuk Provinsi Banten
mengkaji mengenai kebijakan perlindungan Provinsi Banten memiliki masyarakat
masyarakat adat di Provinsi Banten untuk adat Baduy dan Kasepuhan Banten Kidul
memahami hak-hak dan kebutuhan yang seluruhnya berada di Kabupaten Lebak.
masyarakat adat dalam mewujudkan Masyarakat adat Baduy berada di Desa
keberadaannya. Kanekes, Kecamatan Leuwidamar.
Sementara Kasepuhan Banten Kidul berada
METODE PENELITIAN di Kecamatan Cibeber dan di wilayah
Penelitian ini menggunakan metode Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.

30 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
Tabel 1. Informan Kunci Masyarakat Adat Baduy dan Citorek

No. Informan Umur (th) Keterangan


1. Ahmadi 45 Tokoh masyarakat Citorek Barat
2. K.H. Marzuki 46 Tokoh Agama
3. Aki Calo 80 Kasepuhan Kampung Ciusul Citorek Kidul
4. Edih Mulyadi 45 Jaro Baduy
5. Sarnuki 45 Carik Kanekes
6. H. Ace 58 Anggota DPRD Kab. Lebak
(Tokoh Masyarakat Kasepuhan Citorek)
7. Jaih 35 Ciusul, Citorek Kidul
8. Jajang 40 Kepala Desa Citorek Timur
9. Jaro Narta (Atok) 40 Ciusul, Citorek Sabrang
10. Muh. Nur Sekdes Citorek Timur
11. Odih 37 Cipulus, Citorek Kidul
12. Remayudin 50 Citorek Barat
13. Ust. Zurjani 32 Citorek Sabrang

Masyarakat Adat Baduy – 30 oC dengan suhu udara rata-rata 20°C


Masyarakat Adat Baduy berada di (Suparmini, Setyawati, dan Sumunar, 2012).
Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar – Secara adminitrasif Desa Kanekes
Kabupaten Lebak. Secara geografis terletak diapit oleh 11 desa dari 6 kecamatan: Sebelah
pada koordinat 6°27’27" – 6°30’0" LS dan Utara berbatasan dengan Desa
108°3’9" – 106°4’55" BT (Perdes Kanekes Bojongmenteng, Desa Cisimeut Raya dan
No. 01 2007). Mereka bermukim tepat di Desa Nayagati (Kecamatan Leuwidamar).
kaki pegunungan Kendeng pada ketinggian Sebelah Barat berbatasan dengan Desa
300 – 1200 m dpl yang berbukit dan Parakan Besi, Desa Kebon Cau (Kecamatan
bergelombang dengan kemiringan tanah rata- Bojongmanik) dan Desa Karang Nunggal
rata mencapai 45%. Tipe tanahnya adalah (Kecamatan Cirinten). Sebelah Selatan
vulkanik (di bagian Utara), tanah endapan berbatasan dengan Desa Cikate dan Desa
(di bagian Tengah), dan tanah campuran (di Mangunjaya (Kecamatan Cijaku). Sebelah
bagian selatan). Suhu berkisar antara 16 oC Timur berbatasan dengan Desa

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


31
Karangcombong (Kecamatan Muncang), Cikatarwana dan Cikeusik. Baduy Luar
Desa Hariang dan Desa Cicalebang memiliki sekitar 49 kampung yang
(Kecamatan Sobang). menempati areal sisanya yang langsung
Masyarakat Adat Baduy dibedakan berbatasan dengan dunia luar. Selain
menjadi Baduy Dalam (Baduy Kajeroan) dan kampung-kampung tersebut terdapat wilayah
Baduy Luar (Panamping). Baduy Dalam yang disebut Babakan dan Tanah Dangka.
menempati sekitar 30% wilayah Baduy, Babakan merupakan perkampung-
terdiri dari tiga kampung, yaitu: Cibeo, baru yang dibentuk apabila jumlah populasi

Gambar 1. Peta Wilayah Masyarakat Adat Baduy di Kabupaten Lebak Provinsi Banten
(Sumber: Iskandar, 1999)

32 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
dari kampung yang ada sudah melebihi batas mata pencaharian masyarakat Baduy di Desa
populasi yang ditentukan. Sedangkan Tanah Kanekes adalah membuat hasil tenun,
Dangka (disebut Kampung Dangka) adalah anyaman bambu, dan atap kiray, serta
areal yang secara administratif berada di luar menjual hasil hutan ke luar wilayah desanya.
wilayah Desa Kanekes, yang secara umum Pakaian Masyarakat Baduy Dalam
penduduknya masih memiliki keterikatan terdiri dari baju (jamang) berwarna putih,
kekerabatan dan kosmik dengan warga serta sarung tenun hitam bergaris putih (samping
tata aturan dan sistem yang berlaku di Tatar aros), dan ikat kepala warna putih (telekung),
Kanekes (Perdes Kanekes No. 01 2007). sabuk putih, dan gelang benang (gelang
Kampung Dangka menurut Hakim (2012) kanteh). Sedangkan Baduy Luar selalu
adalah kampung tempat pengasingan mengenakan kemeja kamprét dua rangkap
pelanggar adat. Tetapi menurut Permana (warna putih di dalam dan warna hitam di
(2010), Kampung Dongka merupakan buffer luar), sarung poléng hideung dengan ikat
zone atas pengaruh dari luar. pinggang adu mancung, dan ikat kepala yang
Masyarakat Baduy Dalam sangat terbuat dari kain mérong yang bermotif ba-
kokoh mempertahankan adat kebiasaanya tik warna biru gelap (lomar atau romal).
dibandingkan dengan Baduy Luar. Mereka Sekarang, banyak lelaki Baduy yang
menolak budaya luar yang tidak sesuai mengenakan celana berjahit sebatas lutut.
dengan adat istiadatnya dan senantiasa Bahasa yang digunakan Masyarakat
memegang teguh aturan-aturan adat Adat Baduy adalah Sunda Kuno yang tak
(pikukuh) yang diwariskan oleh leluhurnya. mengenal tingkatan tata bahasa. Sementara
Mereka pantang (teu wasa) untuk itu, kepercayaannya adalah beriman kepada
mengubahnya. Mereka juga sangat berhati- Allah dalam naungan Agama Sunda
hati dalam memperlakukan lingkungannya, Wiwitan. Mereka menyebutnya Batara
dan sangat memperhatikan keberlanjutan Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara
lingkungan alam tersebut (Danasasmita dan Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda
Djatisunda. 1984) Niskala (Yang Gaib). Mereka juga
Menanam padi di huma adalah mata mempercayai Sang Hiyang Keresa (Yang
pencaharian utama masyarakat Baduy, baik Maha Kuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang
yang tinggal di kampung dangka, penamping Menghendaki) sebagai pemegang kekuasaan
maupun kejeroan. Selain itu yang menjadi tertinggi. Tuhan Sunda Wiwitan bersemayam

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


33
di Buana Nyungcung (Dunia Atas). Bahkan istratif berada di kecamatan Cibeber,
diyakini semua Dewa Agama Hindu tunduk Kabupaten Lebak. Wilayah ini
terhadap Batara Seda Niskala (Wahid, 2011; dikelilingi ooleh Taman Nasional Gunung
Sucipto dan Limbeng. 2007). Halimun Salak (TNGHS), berbatasan dengan
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan
Kasepuhan Banten Kidul Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak
Kasepuhan Banten Kidul adalah Provinsi Banten.
kelompok masyarakat adat sub etnis Sunda Setelah mengalami beberapa kali
yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, pemekaran menjadi lima desa, yaitu: Citorek
terutama di wilayah Kabupaten Timur, Citorek Tengah, Citorek Barat,
Sukabumi sebelah barat hingga ke Kabupa- Citorek Kidul dan Citorek Sabrang. Dari
ten Lebak, dan ke utara hingga ke Kabupaten kelima desa tersebut yang paling istimewa
Bogor. Kasepuhan merujuk pada adat adalah Citorek Timur, karena tempat
istiadat lama yang masih dipertahankan Kasepuhan Kaolot (Pupuhu) sehingga setiap
dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat acara besar diselenggarakan di Desa
Kasepuhan Banten Kidul meliputi beberapa Kaolotan Citorek Timur seperti Seren Taun,
desa tradisional dan setengah tradisional, Hajatan Masal, dan sebagainya.
yang masih mengakui kepemimpinan adat Luas Desa Citorek Timur sekitar
setempat. Terdapat beberapa Kasepuhan di 1.712,4 Ha, yang terdiri dari pesawahan,
antaranya adalah Kasepuhan Ciptagelar, pesawahan 24,8 Ha, perkebunan 129 Ha,
Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cisitu, kehutanan 1326,25 Ha, perkantoran
Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, 0,25 Ha, dan komplek pemakaman 0.32 Ha.
serta Kasepuhan Cibedug. Kasepuhan Sebelah Utara Desa Citorek Timur
Ciptagelar sendiri melingkup dua Kasepuhan berbatasan dengan Desa Suka Maju
yang lain, yakni Kasepuhan Ciptamulya dan kecamatan Sobang, sebelah Timur
Kasepuhan Sirnaresmi (Buku Kepustakaan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
Online, 2017). Provinsi Jawa Barat, Sebelah Barat
Salah satu keasepuhan Banten Kidul berbatasan dengan Citorek Tengah, Sebelah
yang berperan penting di Kabupaten Lebak Selatan Berbatasan dengan Citorek Sabrang.
adalah Wewengkon Adat Kasepuhan Jumlah penduduk desa Citorek Timur
Citorek. Kasepuhan Citorek secara admin- adalah 2685 jiwa, terdiri dari 1320

34 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
perempuan dan 1365 laki-laki. Penduduk karena alasan pekerjaan dan perkawinan,
Desa Citorek adalah mayoritas pribumi, tapi tetap masih merasa terikat dengan adat
walaupun ada beberapa penduduk pendatang istiadat, sehingga ketika Upacara Seren Taun
lebih karena pekerjaan dan perkawinan yang mereka berusaha berkunung ke desa
menyebabkan mereka tinggal di desa asalanya.
tersebut. Di sisi lain penduduk Citorek juga Bentuk rumah masyarakat Citorek
ada yang tinggal di luar Desa Citorek juga sudah banyak yang menggunakan batu-bata

Gambar 2. Peta Wilayah Wewengkon Citorek


(Sumber: Lampiran II Perda Kab. Lebak No. 08 Tahun 2015)

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


35
seiring dengan pembangunan sarana panen.
transportasi. Meskipun begitu masih ada Bagi masyarakat Citorek, padi sangat
beberapa rumah yang mempertahankan pantang dijual, termasuk menjual nasi. Hal
bentuk dan corak rumah dulu. Rumah ini sebagai antisipasi untuk menjaga
tersebut merupakan rumah yang terbuat dari kekurangan stok bahan makanan pokok,
hasil hutan masyarakat setempat, seperti sehingga terhindar dari bencana kelaparan.
kayu, bambu, daun kelapa/daun kirai. Rumah Masyarakat boleh menjual padi atau beras,
Masyarakat Adat Citorek disebut juga tapi dari sisa hasil panen sebelumnya.
dengan Rumah Panggung. Salah satu ritual masyarakat adat
Desa Citorek secara adat dipimpin Banten Kidul setelah panen padi adalah
oleh satu orang kasepuhan yang tinggal di Seren Tahun yang didahului dengan ritual
Citorek Timur. Kasepuhan mempunyai “Serah ponggokan” sebagai bentuk
perwakilan Setiap Desa yang disebut perwujudan permintaan maaf kepada Bumi
gurumulan. Struktur kasepuhan pada sebagai ibu yang telah digali, dicangkul,
dasarnya mirip dengan dengan struktur desa, dibakar, dan dibajak. Semua kegiatan ini
yaitu: kasepuhan sebagai kepala adat, berhubungan dengan cara-cara bertani,
kemudian dibawah kasepuhan ada keamanan mengolah lahan/tanah yang dilakukan oleh
adat, pangulu, jaro adat, baris kolot masyarakat adat, dan diakhiri dengan upacara
(perangkat adat), ronda adat yang bertugas syukuran kepada Sang Pencipta yang telah
keamanan kampung, dan indung beurang memberikan rejeki, sehingga kegiatan
atau paraji. pertanian berhasil dengan baik (Suganda,
Mata pencaharian masyarkat Citorek 2015).
pada umumnya adalah petani. Selain petani
ada yang pedagang, penambang emas. Di Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
antara mereka ada juga yang berjualan keluar Perlindungan Masyarakat Adat
wilayah Desa Citorek, seperti jualan tudung, Kebijakan pemerintah merupakan
dan lain-lain. Petani di Citorek adalah petani kebijakan publik, yang merupakan sejumlah
adat yang tidak memperhitungkan aktivitas pemerintah untuk memecahkan
keuntungan dan kerugian. Setiap masyarakat masalah di masyarakat, baik secara langsung
harus mempunyai minimal satu lumbung maupun melalui lembaga yang
padi, sebagai persediaan masyarakat setelah mempengaruhi kehidupan masyarakat.

36 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
Pengaruh dari tindakan atau aktivitas Hak atas tanah dan sumber daya alam
pemerintah tersebut ialah: adanya pilihan merupakan salah satu hak paling penting bagi
kebijakan yang dibuat, output kebijakan, masyarakat adat sebab keberadaan hak
dan dampak kebijakan yang mempengaruhi tersebut menjadi salah satu ukuran
kehidupan masyarakat (Tangkilisan, 2003). keberadaan suatu komunitas masyarakat adat
Kebijakan pemerin-tah daerah yang (Arizona, 2010). Sedangkan Nababan (2009)
diharapkan oleh masyarakat adat adalah menyebutkan dari sekian banyak kategori
dalam perlindungan hak-hak masyarakat hak yang berhubungan dengan masyarakat
adat. adat, setidaknya ada empat hak masyarakat
Hak-hak Masyarakat Kasepuhan yang adat yang paling sering disuarakan, antara
harus diakui, dihormati, dilindungi, dan lain: 1) Hak untuk “menguasai” (memiliki,
dipenuhi oleh Pemerintah Daerah menurut mengendalikan) dan mengelola (menjaga,
Perda Kabupaten Lebak No 8 Tahun 2015 memanfaatkan) tanah dan sumber daya alam
adalah: 1) hak ulayat; 2) hak perorangan di wilayah adatnya; 2) Hak untuk mengatur
warga Kasepuhan atas tanah dan sumber diri sendiri sesuai dengan hukum adat
daya alam; 3) hak memperoleh pembagian (termasuk peradilan adat) dan aturan-aturan
manfaat dari sumber daya genetik dan adat yang disepakati bersama oleh
pengetahuan tradisional oleh pihak luar; 4) masyarakat adat; 3) Hak untuk mengurus diri
hak atas pembangunan; 5) hak atas sendiri berdasarkan sistem kepengurusan/
spiritualitas dan kebudayaan; 6) hak atas kelembagaan adat; dan 4) Hak atas identitas,
lingkungan hidup; 7) hak untuk mendapatkan budaya, sistem kepercayaan (‘agama’), sistim
layanan pendidikan khusus; 8) hak untuk pengetahuan (kearifan tradisional) dan bahasa
mendapatkan layanan kesehatan; 9) hak asli. Di tingkat Internasional, persoalan hak
untuk mendapatkan layanan administrasi atas tanah dan sumber daya alam ini sudah
kependudukan; 10) hak untuk mengurus diri diatur dalam United Nation Declaration on
sendiri; 11) hak untuk menjalankan hukum the Right of Indigenous Peoples (UNDRIP)
dan peradilan adat; 12) hak untuk didengar tahun 2007. Demikian pula pada tataran
aspirasinya dalam penyelenggaran nasional hak-hak masyarakat adat juga sudah
pemerintahan desa dan pemilihan kepala diatur oleh undang-undang seperti yang
desa; dan 13) hak-hak lain yang diatur dalam ditunjukkan oleh UU Pemerintahan Daerah,
peraturan perundang-undangan. UU HAM, UU Kehutanan, UU Sumber Daya

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


37
Air, UU Perkebunan, UU Pengelolaan Raperda di atas, dapat diketahui bahwa
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan Provinsi Banten belum memiliki aturan
UU Perlindungan dan Pengelolaan khusus mengenai perlindungan masyarakat
Lingkungan Hidup. adat.
Di tingkat Provinsi Banten belum ada Lebak sebagai kabupaten di Provinsi
aturan-aturan khusus mengenai masyarakat Banten yang memiliki masyarakat adat
adat. Namun demikian setidaknya ada Baduy dan Kasepuhan Banten Kidul.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kabupaten Lebak memiliki setidaknya
Banten mengenai Budaya Daerah 2015 yang memiliki dua Peraturan Daerah yaitu: 1)
mengarah pada perlindungan masyarakat Perda Kabupaten Lebak No.32/2001 tentang
adat. Pasal yang menyentuh pada Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat
perlindungan masyarakat adat pada Raperda Baduy dan 2) Perda Kabu-paten Lebak No.
Budaya Daerah tersebut antara lain adalah: 8/2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan
Pasal 13 Pember-dayaan Masyarakat Hukum Adat
(1) Penyelenggaraan kebudayaan Kasepuhan. Di tingkat Pemerintahan paling
Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 dapat bawah, Desa Kanekes sudah memiliki Perdes
dilaksanakan oleh pranata No. 01/2007 tentang Saba Budaya dan
kebudayaan di Daerah.
Perlindungan Masyarakat Adat Tatar
(2) Pranata Kebudayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat Kanekes (Baduy).
(1) meliputi:
a. lembaga adat;
b. lembaga pengelola kebudayaan; Perda Kabupaten Lebak No. 32/2001
c. komunitas kebudyaan; dan tentang Perlindungan atas Hak Ulayat
d. komunitas adat
Masyarakat Baduy
Pasal 17 Isi dari Perda Kabupaten Lebak No. 32/
(1) Pemerintah Daerah bertanggung- 2001 mencakup: ketentuan umum; hak
jawab dalam melakukan
engembangan terhadap: ulayat masyarakat baduy yang meliputi:
a. warisan sejarah dan kebudayaan penetapan hak ulaya dan pengecualian
daerah;dan
terhadap hak ulayat masyarakat baduy; batas-
b. nilai-nilai tradisional yang
batas hak ulayat masyarakat baduy yang
berniiai luhur.
meliputi: batas desa dan batas alam,
Berdasarkan gambaran dua pasal
ketentuan pidana; ketentuan penyidikan;

38 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
ketentuan lain-lain; dan ketentuan penutup. Presiden. Hasil koordinasi mendapatkan
Perda ini lahir atas inisiatif masyarakat respon yang baik hingga Perda hak ulayat
Baduy karena dilatarbelakangi oleh beberapa terwujud.
faktor yaitu: 1) banyaknya penebangan dan Walaupun Perda sudah diundangkan
pembalakan liar di wilayah/lahan Baduy oleh namun implementasinya masih mengalami
masyarakat luar Baduy; 2) pencurian hasil beberapa prmasalahanm diantaranya adalah:
tanaman masyarakat Baduy oleh orang luar; 1) sosialisasi masih minim, sehingga masih
dan 3) pergeseran batas wilayah yang ada kasus penebangan, pembalakan liar, dan
dilakukan oleh orang luar di daerah pencurian hasil hutan di wilayah perbatasan
perbatasan Baduy, yaitu Sobang, Muncang, Baduy; dan 2) adanya kasus rencana
Bojongmanik, dengan alasan bahwa tanah pengeboran minyak di wilayah Baduy.
yang digarap itu milik negara. Perda Kabupaten Lebak No. 8/2015
Berdasarkan hasil wawancara dengan tentang Pengakuan, Perlindungan dan
Jaro Baduy, Edih Mulyadi (tanggal 23/06/ Pemberdayaan Masyarakat Hukum
2016) sebelum Perda ini muncul, terdapat 17 Adat Kasepuhan
titik lahan yang digarap oleh masyarakat luar Isi Perda Kabupaten Lebak No. 8/2015
yang sebenarnya itu adalah wilayah Baduy. terdiri dari: ketentuan umum; asas, tujuan,
Karena alasan dan permasalahan tersebut, dan ruang lingkup; keberadaan dan
masyarakat Baduy berusaha mengatasi kedudukan hukum kasepuhan; wilayah adat;
masalaah tersebut bersama tokoh masyarakat hak masyarakat hukum adat kasepuhan;
Baduy di Desa Kanekes, Dinas Kehutanan, lembaga adat; hukum adat; pemberdayaan
dan Kementrian Lingkungan Hidup, sampai masyarakat hukum adat kasepuhan;
ke Presiden Abdurahman Wahid. penyelesaian sengketa; ketentuan penutup.
Tahap awal yang dilakukan Jaro Berdasarkan hasil wawancara dengan
mendesak para tokoh adat agar segera informan kunci, pada umumnya masyarakat
bermusyawarah atas usulan pembuatan perda di Citorek sudah mengetahui perda No.8/
hak ulayat. Selanjutnya, Jaro Daenah 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan
bersama pejabat Desa, tokoh lembaga adat, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat
melakukan koordinasi dengan Mentri Dalam Kasepuhan karena perda ini lahir dari
Negeri (Yogi S. M.), Menteri Lingkungan tuntutan masyarakat Citorek dan masyarakat
Hidup (Erna Witular) hingga menghadap ke adat lainnya yang menginginkan hak-hak

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


39
masyarakat adat terlindungi oleh negara. aturan pemilihan yang sudah ditetapkan
Sebelum lahirnya Perda tersebut, pemerintah, tetapi berdasarkan sistem yang
Citorek hanya sebatas desa pada umumnya dibuat oleh masyarakat adat itu sendiri dan
berbasis masyarakat adat. Dengan adanya lembaga adat dikontrol oleh lembaga adat.
Perda Masyarakat Adat, eksistensi Salah satu faktor yang mendorong
masyarakat adat akan terjaga karena lahirnya Lahirnya Perda No.8/2015 adalah
masyarakat adat berbeda dengan masyarakat tumpang tindihnya pengeleloaan lahan
desa pada umumnya. Salah satu perbedaan antara masyarakat Citorek dengan Taman
sistem pemerintahan masyarakat adat dengan Nasional Gunung Halimun Salak. Pada
sistem pemerintahan desa pada umumnya mulanya Taman Nasional Halimun Salak
adalah dalam proses pemilihan Kepala Desa tidak mencakup masyarakat adat. Namun,
di mana masyarakat adat tidak mengikuti setelah dikeluarkannya SK Kemenhut No.

Tahap 1: Konflik

Tahap 2: Organisasi

Tahap 4: SK Bupati

Tahap 3: Koordinasi

Tahap 5: Penyusunan Perda

Tahap 6: Legislasi

Perda Masyarakat Adat

Gambar 1 : Tahapan Pembentukan Perda Masyarakat Adat

40 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
175/Kpts-II/2003 tentang perluasan Taman pembuatannya memakan waktu yang sangat
Nasional Gunung Halimun Salak oleh lama, sekitar 7 tahun (2009-2015). Orang-
pemerintah, luas Taman Nasional semakin orang yang terlibat dalam proses ini tidak
melebar dan mencakup wilayah adat. hanya kelompok-kelompok elit, seperti
Undang-Undang No.41/1999 tentang pemerintah, organisasi adat, atau NGO,
kehutanan menjelaskan bahwa “Hutan adat melainkan melibatkan semua unsur
adalah Hutan Negara yang berada di Wilayah masyarakat dari semua kalangan dengan
Masyarakat adat”. Atas dasar undang-undang tahapan sebagai berikut.
ini pihak Taman Nasional lebih leluasa dalam
mengelola lahan, bahkan bisa menuntut Harapan masyarakat adat terhadap
masyarakat ke ranah hukum. Undang- kebijakan pemerintah Daerah
undang tersebut menimbulkan konflik di Berdasarkan hasil wawancara dari
masyarakat, sehinga masyarakat mengajukan responden, beberapa harapan yang
banding ke Mahkamah Konstitusi. Akhirnya disampaikan msyarakat adalah berkaitan
MK merevisi poin dalam undang-undang dengan infrastruktur, sistem pemerintahan
tersebut yang disebut MK 35, yang berbunyi: khusus di masyarakat adat, perlindungan
“Hutan Adat adalah Hutan yang berada di tanah masyarakat adat, dukungan
Wilayah Masyarakat Adat”. pengembangan upacara adat, dan
Meskipun MK sudah merevisi undang- perlindungan eksistensi masyarakat adat.
undang tersebut, namun Citorek sebagai Masyarakat membutuhkan infra-
masyarakat adat belum diakui secara legal struktur yang baik, terutama akses jalan.
oleh pemerintah, karena berdasarkan Diakuinya Citorek sebagai masyarakat adat,
undang-undang No.41/1999, dalam point akan menjadi perhatian masyarakat dari luar.
yang lain, disebutkan bahwa keberadaan Akses yang mudah akan mendorong Citorek
masyarakat adat ditentukan oleh pemerintah menjadi desa Wisata yang pada gilirannya
daerah. Berdasrkan itulah masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya
Citorek mendorong pemerintah agar segera masyarakat. Salah satu hak masyarakat yang
membuat perda tentang masyarakat adat. juga harus dipenuhi adalah anggaran untuk
Menurut narasumber (H. Ace) perda Seren Taun dan pesta adat lainnya harus
no.8/2015 tentang kasepuhan adalah perda dianggarkan dari APBD. Masyarakat
yang sangat mahal karena proses berharap jangan sampai ada kesan

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


41
masyarakat mengemis kepada pemerintah Kasepuhan. Namun, Perda terkait
meminta sumbangan untuk acara Seren Taun. masyarakat Baduy baru mengakomodir
Selain itu, pemerintah juga harus masalah hak ulayat, belum pada hal-hal lain
memberikan otonomi kepada masyarakat yang sebenarnya sangat krusial dan perlu
adat dalam pemilihan Kepala Desa tidak segera diatasi.
melalui pemilihan kepala desa dengan Dua Perda tersebut lahir dari aspirasi
pencoblosan, tetapi melalui musyawarah masyarakat karena berbagai permasalahan
menurut adat. Menurut masyarakat adat Desa yang sebelumnya muncul. Masyarkat Baduy
Citorek, pemilihan melalui sistem pemilu dan Masyarakat Kasepuhan Citorek secara
hanya akan menimbulkan disharmoni antar umum menilai bahwa dua perda tersebut
masyarakat. Dalam tradisi masyarakat sudah membantu mengatasi permasalahan
Citorek, bagaimanapun perpecahan adalah yang ada, walaupun dalam tataran teknis
hal yang sangat dilarang, masyarakat Citorek masih ditemui beberapa permasalahan.
menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan. Masyarakat adat/kasepuhan berha-rap
Berkaitan dengan masalah tanah adat, ada Perda lain yang dapat mengatasi berbagai
pemerintah juga harus membuat sertifikat permasalahan yang muncul terkait
khusus untuk hutan atau lahan yang dikelola masyarakat adat, dan pemerintah perlu
masyarakat adat atas nama kasepuhan adat, proaktif mengawal Perda tersebut.
bukan atas nama pribadi.
Rekomendasi
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil kajian atas
Kesimpulan kebijakan pemerintah daerah terkait
Secara umum, perhatian pemerintah perlindungan keberadaan masyarakat adat di
daerah (Kab.Lebak) terkait masyarakat adat/ wilayah Provinsi Banten, ada beberapa
kasepuhan sudah dilakukan dengan rekomendasi yang perlu kami sampaikan
mengeluarkan 2 Perda, yaitu:1) Perda kepada pemerintah daerah:
Kabupaten Lebak No.32/2001 tentang 1. Hendaknya Pemerintah Kabupaten
Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat Lebak segera membuat pedoman
Baduy; 2) Perda Kabupaten Lebak No. 8/ pelaksanaan kedua Perda tersebut
2015 tentang Pengakuan, Perlindungan Dan 2. Pemerintah Kabupaten Lebak perlu pro-
Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat aktif mengawal dan mengontrol

42 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
implementasi dari dua Perda tersebut. Kehidupan Masyarakat Desa Kanekes,
Jakarta: Kemendikbud Direktorat Jendral
3. Pemerintah Provinsi Banten perlu segera Kebudayaan Proyek Penelitian dan
membuat Perda Masyarakat Adat yang Pengkajian Kebudayaan Nusantara
(Javanologi).
dapat Mengatasi berbagai Permasalahan
Masyarakat Adat. Hakim, L. 2012. Baduy Dalam Selubung
Rahasia. Serang: Biro Humas dan
Protokol Setda Provinsi Banten
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, J. dan B. S. Iskandar. 2005.
Pengobatan Alternatif Ala Baduy.
Arizona, Y. 2016. Memahami Masyarakat
Bandung: Humaniora
Adat: Pendekatan Evolusionis versus
Pluralis. Jakarta: Makalah FGD
Iskandar, J & R. Ellen. 1999. In situ
Perlindungan Konstitusional Masya-
conservatiom of rice landraces among the
rakat Hukum Adat P4TIK Mahkamah
Baduy West Java. Journal of
Konstitusi
Ethnobiology 19(1): 97 – 125.
Arizona, Y. 2010. Satu dekade legislasi
Nababan, A. 2009. Mengidentifikasi
masyarakat adat: Trend legislasi nasional
masyarakat adat di Indonesia:
tentang keberadaan dan hak-hak
Pandangan dan pengalaman AMAN,
masyarakat adat atas sumber daya alam
makalah dipresentasikan dalam
di Indonesia (1999-2009). dalam Ari-
Konsultasi CSO-KLH,16 Oktober, 2009.
zona, Y. (Ed.). 2010. Antara teks dan
konteks: Dinamika pengakuan hukum
Permana, C. E. 2010. Kearifan Lokal
terhadap hak masyarakat adat atas
Masyarakat Baduy dalam Mitigasi
sumber daya alam di Indonesia. Seri
Bencana. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Hukum dan Keadilan Sosial, Aman: 15
– 67.
Samosir, D. 2013. Hukum Adat Indonesia.
Medan: CV. Nuansa Aulia.
Bahar, S. 2008. Kebijakan Negara Dalam
Rangka Pengakuan, Penghormatan, Dan
Soekanto, S. 2012. Pengantar Penelitian
Perlindungan Masyarakat [Hukum]
Hukum. Jakarta: UI Press.
Adat Di Indonesia. Jogjakarta: Pusat
Studi Hak Asasi Manusia Universitas Is-
Sucipto, T. dan J. Limbeng. 2007. Studi
lam Indonesia.
Tentang Religi Masyarakat Baduy Di
Desa Kanekes Provinsi Banten,
Buku Kepustakaan Online. 2017. http://
Departemen Kebudayaan Dan Parawisata
20.unhamzah.web.id/id3/2822-2720/
Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni Dan
Kasepuhan-Ciptagelar_138010_20-
Film Direktorat Kepercayaan Terhadap
unhamzah.html
Tuhan Yang Maha Esa.
Danasasmita, S. dan A. Djatisunda. 1984.

Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah | Volume 1 Nomor 1 Juni 2017 | 27 – 44


43
Suganda, K.U. (2015). Komunitas
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
Membangun Posisi Tawar Hak Atas
Hutan Adat Hutan untuk Masa Depan
Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus
Perubahan Dunia. 31 – 65.

Suparmini, S. Setyawati, & D. R. S.


Sumunar. 2012. Pelestarian lingkungan
masyarakat Baduy berbasis kearifan
lokal. Laporan Penelitian Unggulan
UNY. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta

Toto Sucipto dan Julianus Limbeng. 2007.


Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy Di
Desa Kanekes Provinsi Banten, Jakarta:
Departemen Kebudayaan Dan Parawisata
Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni Dan
Film Direktorat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.

Wahid, M. 2011. Sunda Wiwitan Baduya;


Agama Penjaga Alam Lindung Di Desa
Kanekes Banten, Hikmah Journal Of
Islamic 8(1): 23 – 30.

44 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah

Anda mungkin juga menyukai