1)
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Banten
Jl. Syech Nawawi Al Bantani, (KP3B) Serang, Banten
Tlp. (0254) 267053 fax. (0254) 267052
2)
Laboratorium Bantenologi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Jl. Jendral Sudirman No.30 Serang - Banten 42118
E-mail: muhlisinsidik@gmail.com
ABSTRAK
Perlindungan terhadap masyarakat adat terpencil dewasa ini masih sekadar menganggap
masyarakat adat terpencil sebagai suku terasing yang merupakan aset budaya yang harus dilindungi
tanpa melihat adanya penghormatan terhadap hak-haknya. Kabupaten Lebak sudah memiliki
dua peraturan daerah yang berkaitan dengan perlindungan masyarakat adat Baduy dan Kasepuhan
Banten Kidul. Namun demikian, belum ada payung hukum di tingkat Provinsi Banten baik
berupa Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang
Masyarakat Hukum Adat. Selain itu pula belum ada pedoman pelaksanaan untuk kedua payung
hukum tersebut, sehingga payung hukum yang ada belum mangokomodir keseluruhan
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat yang kompleks. Untuk mengetahui kebijakan
Daerah mengenai perlindungan masyarakat adat dilakukan penelitian dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif melalui studi kepustakaan dan wawancara. Pengambilan data lapangan
dilakukan pada 15 Mei – 15 Juli 2016 di Desa Kanekes dan Kasepuhan Citorek dengan
mewawancari 13 informan kunci. Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum, perhatian
pemerintah Kabupaten Lebak terkait masyarakat adat/kasepuhan sudah dilakukan dengan
mengeluarkan dua Perda dan Peraturan Desa Kanekes. Namun, Perda terkait masyarakat Baduy
baru mengakomodir masalah hak ulayat, belum pada hal-hal lain yang sebenarnya sangat krusial
dan perlu segera diatasi. Masyarkat Baduy dan Masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum
menilai bahwa dua Perda tersebut sudah membantu mengatasi permasalahan yang ada, walaupun
dalam tataran teknis masih ditemui beberapa permasalahan. Masyarakat adat/kasepuhan berharap
ada Perda lain yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang muncul terkait masyarakat
adat. Selain itu juga pemerintah perlu proaktif mengawal iplementasi Perda tersebut.
Kata Kunci: Kebijakan pemerintah daerah, masyarakat adat Baduy, Kasepuhan Citorek.
28 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
2016). Suatu komunitas dikatakan sebagai pelaksanaan terhadap pasal-pasal yang
masyarakat adat bila warganya memiliki mengatur penghormatan, pengakuan dan
perasaan kelompok (in-group feeling), perlindungan tentang hak dan kewajiban
adanya pranata pemerintahan adat; adanya masyarakat adat sebagai bagian dari warga
harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; Negara Indonesia.
dan adanya perangkat norma hukum adat. Lahirnya Undang-Undang No. 6
Khusus pada kesatuan masyarakat hukum Tahun 2014 tentang Desa, merupakan
adat yang bersifat territorial juga terdapat angin segar bagi pengakuan masyarakat
unsur adanya wilayah tertentu (Bahar, 2008). adat yang mendiami nusantara ini. Di
Perlindungan terhadap masyarakat samping desa, dalam UU 6/2014, juga
adat terpencil khususnya dalam diakui adanya Desa Adat. Pemerintah
keberpihakan hukum Indonesia masih daerah dapat melakukan penataan kesatuan
sekadar menganggap masyarakat adat masyarakat hukum adat dan menetapkan-
terpencil sebagai suku terasing yang nya menjadi Desa Adat melalui sebuah
merupakan aset budaya Indonesia yang harus peraturan daerah. Asalkan tiga kriteria
dilindungi tanpa melihat adanya Desa Adat terpenuhi, yakni kesatuan
penghormatan terhadap hak-hak masyarakat masyarakat hukum adat beserta hak
adat sebagai warga negara Indonesia yang tradisionalnya secara nyata masih hidup,
seharusnya mendapat porsi yang sama di dan sesuai dengan perkembangan
mata hukum dan instrumen hukum lainnya masyarakat serta sejalan dengan prinsip
seperti masyarakat Indonesia yang lain. Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelanggaran dan pelecehan terhadap hak-hak Di samping itu, terbitnya Permendagri
ulayat masyarakat adat masih sering saja No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
terjadi, dan justru hal tersebut dilakukan oleh Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
pihak-pihak yang merasa dirinya berpendi- Hukum Adat, dapat dijadikan acuan bagi
dikan dan jauh dari keterbelakangan. kepala daerah untuk memberikan pengakuan
Keberadaan komunitas masyarakat dan perlindung-an masyarakat hukum adat.
adat sebenarnya telah mendapat porsi hukum Dengan adanya kedua payung hukum
dalam setiap instrumen hukum nasional nasional maka bagi pemerintah daerah
bahkan internasional, namun masih banyak disarankan untuk disegerakan memiliki
perdebatan dan tafsir terhadap isi dan kebijakan terhadap pengakuan dan
30 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
Tabel 1. Informan Kunci Masyarakat Adat Baduy dan Citorek
Gambar 1. Peta Wilayah Masyarakat Adat Baduy di Kabupaten Lebak Provinsi Banten
(Sumber: Iskandar, 1999)
32 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
dari kampung yang ada sudah melebihi batas mata pencaharian masyarakat Baduy di Desa
populasi yang ditentukan. Sedangkan Tanah Kanekes adalah membuat hasil tenun,
Dangka (disebut Kampung Dangka) adalah anyaman bambu, dan atap kiray, serta
areal yang secara administratif berada di luar menjual hasil hutan ke luar wilayah desanya.
wilayah Desa Kanekes, yang secara umum Pakaian Masyarakat Baduy Dalam
penduduknya masih memiliki keterikatan terdiri dari baju (jamang) berwarna putih,
kekerabatan dan kosmik dengan warga serta sarung tenun hitam bergaris putih (samping
tata aturan dan sistem yang berlaku di Tatar aros), dan ikat kepala warna putih (telekung),
Kanekes (Perdes Kanekes No. 01 2007). sabuk putih, dan gelang benang (gelang
Kampung Dangka menurut Hakim (2012) kanteh). Sedangkan Baduy Luar selalu
adalah kampung tempat pengasingan mengenakan kemeja kamprét dua rangkap
pelanggar adat. Tetapi menurut Permana (warna putih di dalam dan warna hitam di
(2010), Kampung Dongka merupakan buffer luar), sarung poléng hideung dengan ikat
zone atas pengaruh dari luar. pinggang adu mancung, dan ikat kepala yang
Masyarakat Baduy Dalam sangat terbuat dari kain mérong yang bermotif ba-
kokoh mempertahankan adat kebiasaanya tik warna biru gelap (lomar atau romal).
dibandingkan dengan Baduy Luar. Mereka Sekarang, banyak lelaki Baduy yang
menolak budaya luar yang tidak sesuai mengenakan celana berjahit sebatas lutut.
dengan adat istiadatnya dan senantiasa Bahasa yang digunakan Masyarakat
memegang teguh aturan-aturan adat Adat Baduy adalah Sunda Kuno yang tak
(pikukuh) yang diwariskan oleh leluhurnya. mengenal tingkatan tata bahasa. Sementara
Mereka pantang (teu wasa) untuk itu, kepercayaannya adalah beriman kepada
mengubahnya. Mereka juga sangat berhati- Allah dalam naungan Agama Sunda
hati dalam memperlakukan lingkungannya, Wiwitan. Mereka menyebutnya Batara
dan sangat memperhatikan keberlanjutan Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara
lingkungan alam tersebut (Danasasmita dan Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda
Djatisunda. 1984) Niskala (Yang Gaib). Mereka juga
Menanam padi di huma adalah mata mempercayai Sang Hiyang Keresa (Yang
pencaharian utama masyarakat Baduy, baik Maha Kuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang
yang tinggal di kampung dangka, penamping Menghendaki) sebagai pemegang kekuasaan
maupun kejeroan. Selain itu yang menjadi tertinggi. Tuhan Sunda Wiwitan bersemayam
34 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
perempuan dan 1365 laki-laki. Penduduk karena alasan pekerjaan dan perkawinan,
Desa Citorek adalah mayoritas pribumi, tapi tetap masih merasa terikat dengan adat
walaupun ada beberapa penduduk pendatang istiadat, sehingga ketika Upacara Seren Taun
lebih karena pekerjaan dan perkawinan yang mereka berusaha berkunung ke desa
menyebabkan mereka tinggal di desa asalanya.
tersebut. Di sisi lain penduduk Citorek juga Bentuk rumah masyarakat Citorek
ada yang tinggal di luar Desa Citorek juga sudah banyak yang menggunakan batu-bata
36 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
Pengaruh dari tindakan atau aktivitas Hak atas tanah dan sumber daya alam
pemerintah tersebut ialah: adanya pilihan merupakan salah satu hak paling penting bagi
kebijakan yang dibuat, output kebijakan, masyarakat adat sebab keberadaan hak
dan dampak kebijakan yang mempengaruhi tersebut menjadi salah satu ukuran
kehidupan masyarakat (Tangkilisan, 2003). keberadaan suatu komunitas masyarakat adat
Kebijakan pemerin-tah daerah yang (Arizona, 2010). Sedangkan Nababan (2009)
diharapkan oleh masyarakat adat adalah menyebutkan dari sekian banyak kategori
dalam perlindungan hak-hak masyarakat hak yang berhubungan dengan masyarakat
adat. adat, setidaknya ada empat hak masyarakat
Hak-hak Masyarakat Kasepuhan yang adat yang paling sering disuarakan, antara
harus diakui, dihormati, dilindungi, dan lain: 1) Hak untuk “menguasai” (memiliki,
dipenuhi oleh Pemerintah Daerah menurut mengendalikan) dan mengelola (menjaga,
Perda Kabupaten Lebak No 8 Tahun 2015 memanfaatkan) tanah dan sumber daya alam
adalah: 1) hak ulayat; 2) hak perorangan di wilayah adatnya; 2) Hak untuk mengatur
warga Kasepuhan atas tanah dan sumber diri sendiri sesuai dengan hukum adat
daya alam; 3) hak memperoleh pembagian (termasuk peradilan adat) dan aturan-aturan
manfaat dari sumber daya genetik dan adat yang disepakati bersama oleh
pengetahuan tradisional oleh pihak luar; 4) masyarakat adat; 3) Hak untuk mengurus diri
hak atas pembangunan; 5) hak atas sendiri berdasarkan sistem kepengurusan/
spiritualitas dan kebudayaan; 6) hak atas kelembagaan adat; dan 4) Hak atas identitas,
lingkungan hidup; 7) hak untuk mendapatkan budaya, sistem kepercayaan (‘agama’), sistim
layanan pendidikan khusus; 8) hak untuk pengetahuan (kearifan tradisional) dan bahasa
mendapatkan layanan kesehatan; 9) hak asli. Di tingkat Internasional, persoalan hak
untuk mendapatkan layanan administrasi atas tanah dan sumber daya alam ini sudah
kependudukan; 10) hak untuk mengurus diri diatur dalam United Nation Declaration on
sendiri; 11) hak untuk menjalankan hukum the Right of Indigenous Peoples (UNDRIP)
dan peradilan adat; 12) hak untuk didengar tahun 2007. Demikian pula pada tataran
aspirasinya dalam penyelenggaran nasional hak-hak masyarakat adat juga sudah
pemerintahan desa dan pemilihan kepala diatur oleh undang-undang seperti yang
desa; dan 13) hak-hak lain yang diatur dalam ditunjukkan oleh UU Pemerintahan Daerah,
peraturan perundang-undangan. UU HAM, UU Kehutanan, UU Sumber Daya
38 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
ketentuan lain-lain; dan ketentuan penutup. Presiden. Hasil koordinasi mendapatkan
Perda ini lahir atas inisiatif masyarakat respon yang baik hingga Perda hak ulayat
Baduy karena dilatarbelakangi oleh beberapa terwujud.
faktor yaitu: 1) banyaknya penebangan dan Walaupun Perda sudah diundangkan
pembalakan liar di wilayah/lahan Baduy oleh namun implementasinya masih mengalami
masyarakat luar Baduy; 2) pencurian hasil beberapa prmasalahanm diantaranya adalah:
tanaman masyarakat Baduy oleh orang luar; 1) sosialisasi masih minim, sehingga masih
dan 3) pergeseran batas wilayah yang ada kasus penebangan, pembalakan liar, dan
dilakukan oleh orang luar di daerah pencurian hasil hutan di wilayah perbatasan
perbatasan Baduy, yaitu Sobang, Muncang, Baduy; dan 2) adanya kasus rencana
Bojongmanik, dengan alasan bahwa tanah pengeboran minyak di wilayah Baduy.
yang digarap itu milik negara. Perda Kabupaten Lebak No. 8/2015
Berdasarkan hasil wawancara dengan tentang Pengakuan, Perlindungan dan
Jaro Baduy, Edih Mulyadi (tanggal 23/06/ Pemberdayaan Masyarakat Hukum
2016) sebelum Perda ini muncul, terdapat 17 Adat Kasepuhan
titik lahan yang digarap oleh masyarakat luar Isi Perda Kabupaten Lebak No. 8/2015
yang sebenarnya itu adalah wilayah Baduy. terdiri dari: ketentuan umum; asas, tujuan,
Karena alasan dan permasalahan tersebut, dan ruang lingkup; keberadaan dan
masyarakat Baduy berusaha mengatasi kedudukan hukum kasepuhan; wilayah adat;
masalaah tersebut bersama tokoh masyarakat hak masyarakat hukum adat kasepuhan;
Baduy di Desa Kanekes, Dinas Kehutanan, lembaga adat; hukum adat; pemberdayaan
dan Kementrian Lingkungan Hidup, sampai masyarakat hukum adat kasepuhan;
ke Presiden Abdurahman Wahid. penyelesaian sengketa; ketentuan penutup.
Tahap awal yang dilakukan Jaro Berdasarkan hasil wawancara dengan
mendesak para tokoh adat agar segera informan kunci, pada umumnya masyarakat
bermusyawarah atas usulan pembuatan perda di Citorek sudah mengetahui perda No.8/
hak ulayat. Selanjutnya, Jaro Daenah 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan
bersama pejabat Desa, tokoh lembaga adat, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat
melakukan koordinasi dengan Mentri Dalam Kasepuhan karena perda ini lahir dari
Negeri (Yogi S. M.), Menteri Lingkungan tuntutan masyarakat Citorek dan masyarakat
Hidup (Erna Witular) hingga menghadap ke adat lainnya yang menginginkan hak-hak
Tahap 1: Konflik
Tahap 2: Organisasi
Tahap 4: SK Bupati
Tahap 3: Koordinasi
Tahap 6: Legislasi
40 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
175/Kpts-II/2003 tentang perluasan Taman pembuatannya memakan waktu yang sangat
Nasional Gunung Halimun Salak oleh lama, sekitar 7 tahun (2009-2015). Orang-
pemerintah, luas Taman Nasional semakin orang yang terlibat dalam proses ini tidak
melebar dan mencakup wilayah adat. hanya kelompok-kelompok elit, seperti
Undang-Undang No.41/1999 tentang pemerintah, organisasi adat, atau NGO,
kehutanan menjelaskan bahwa “Hutan adat melainkan melibatkan semua unsur
adalah Hutan Negara yang berada di Wilayah masyarakat dari semua kalangan dengan
Masyarakat adat”. Atas dasar undang-undang tahapan sebagai berikut.
ini pihak Taman Nasional lebih leluasa dalam
mengelola lahan, bahkan bisa menuntut Harapan masyarakat adat terhadap
masyarakat ke ranah hukum. Undang- kebijakan pemerintah Daerah
undang tersebut menimbulkan konflik di Berdasarkan hasil wawancara dari
masyarakat, sehinga masyarakat mengajukan responden, beberapa harapan yang
banding ke Mahkamah Konstitusi. Akhirnya disampaikan msyarakat adalah berkaitan
MK merevisi poin dalam undang-undang dengan infrastruktur, sistem pemerintahan
tersebut yang disebut MK 35, yang berbunyi: khusus di masyarakat adat, perlindungan
“Hutan Adat adalah Hutan yang berada di tanah masyarakat adat, dukungan
Wilayah Masyarakat Adat”. pengembangan upacara adat, dan
Meskipun MK sudah merevisi undang- perlindungan eksistensi masyarakat adat.
undang tersebut, namun Citorek sebagai Masyarakat membutuhkan infra-
masyarakat adat belum diakui secara legal struktur yang baik, terutama akses jalan.
oleh pemerintah, karena berdasarkan Diakuinya Citorek sebagai masyarakat adat,
undang-undang No.41/1999, dalam point akan menjadi perhatian masyarakat dari luar.
yang lain, disebutkan bahwa keberadaan Akses yang mudah akan mendorong Citorek
masyarakat adat ditentukan oleh pemerintah menjadi desa Wisata yang pada gilirannya
daerah. Berdasrkan itulah masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya
Citorek mendorong pemerintah agar segera masyarakat. Salah satu hak masyarakat yang
membuat perda tentang masyarakat adat. juga harus dipenuhi adalah anggaran untuk
Menurut narasumber (H. Ace) perda Seren Taun dan pesta adat lainnya harus
no.8/2015 tentang kasepuhan adalah perda dianggarkan dari APBD. Masyarakat
yang sangat mahal karena proses berharap jangan sampai ada kesan
42 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah
implementasi dari dua Perda tersebut. Kehidupan Masyarakat Desa Kanekes,
Jakarta: Kemendikbud Direktorat Jendral
3. Pemerintah Provinsi Banten perlu segera Kebudayaan Proyek Penelitian dan
membuat Perda Masyarakat Adat yang Pengkajian Kebudayaan Nusantara
(Javanologi).
dapat Mengatasi berbagai Permasalahan
Masyarakat Adat. Hakim, L. 2012. Baduy Dalam Selubung
Rahasia. Serang: Biro Humas dan
Protokol Setda Provinsi Banten
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, J. dan B. S. Iskandar. 2005.
Pengobatan Alternatif Ala Baduy.
Arizona, Y. 2016. Memahami Masyarakat
Bandung: Humaniora
Adat: Pendekatan Evolusionis versus
Pluralis. Jakarta: Makalah FGD
Iskandar, J & R. Ellen. 1999. In situ
Perlindungan Konstitusional Masya-
conservatiom of rice landraces among the
rakat Hukum Adat P4TIK Mahkamah
Baduy West Java. Journal of
Konstitusi
Ethnobiology 19(1): 97 – 125.
Arizona, Y. 2010. Satu dekade legislasi
Nababan, A. 2009. Mengidentifikasi
masyarakat adat: Trend legislasi nasional
masyarakat adat di Indonesia:
tentang keberadaan dan hak-hak
Pandangan dan pengalaman AMAN,
masyarakat adat atas sumber daya alam
makalah dipresentasikan dalam
di Indonesia (1999-2009). dalam Ari-
Konsultasi CSO-KLH,16 Oktober, 2009.
zona, Y. (Ed.). 2010. Antara teks dan
konteks: Dinamika pengakuan hukum
Permana, C. E. 2010. Kearifan Lokal
terhadap hak masyarakat adat atas
Masyarakat Baduy dalam Mitigasi
sumber daya alam di Indonesia. Seri
Bencana. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Hukum dan Keadilan Sosial, Aman: 15
– 67.
Samosir, D. 2013. Hukum Adat Indonesia.
Medan: CV. Nuansa Aulia.
Bahar, S. 2008. Kebijakan Negara Dalam
Rangka Pengakuan, Penghormatan, Dan
Soekanto, S. 2012. Pengantar Penelitian
Perlindungan Masyarakat [Hukum]
Hukum. Jakarta: UI Press.
Adat Di Indonesia. Jogjakarta: Pusat
Studi Hak Asasi Manusia Universitas Is-
Sucipto, T. dan J. Limbeng. 2007. Studi
lam Indonesia.
Tentang Religi Masyarakat Baduy Di
Desa Kanekes Provinsi Banten,
Buku Kepustakaan Online. 2017. http://
Departemen Kebudayaan Dan Parawisata
20.unhamzah.web.id/id3/2822-2720/
Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni Dan
Kasepuhan-Ciptagelar_138010_20-
Film Direktorat Kepercayaan Terhadap
unhamzah.html
Tuhan Yang Maha Esa.
Danasasmita, S. dan A. Djatisunda. 1984.
44 Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Banten: Studi
Kasus Masyarakat Adat Baduy dan Citorek - Muhlisin, Helmy dan Ayatullah