Anda di halaman 1dari 5

Nama : Anggun Agustina Pratiwi

NIM : 22410642

Tugas Hukum Adat Masyarakat Baduy

 Nama masyarakat adat yang saya pilih adalah masyarakat adat baduy, kemudian
masyarakat adat baduy terletak di Provinsi Banten Kabupaten Lebak.
 Budaya atau karakteristik masyarakat adat baduy yaitu Suku Baduy Dalam masih
memegang teguh adat istiadat dengan menolak adanya teknologi dan
mempertahankan cara hidup yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Jika diamati,
Suku Baduy Dalam sehari-hari kerap menggunakan baju dan ikat kepala berwarna
putih yang melambangkan kesucian. Sementara Suku Baduy Luar diperbolehkan
menerima teknologi dan cara hidup masyarakat modern untuk menjalankan kehidupan
sehari-harinya. Dalam kesehariannya, Suku Baduy Luar kerap mengenakan pakaian
serba hitam dengan ikat kepala biru. Masyarakat Suku Baduy, terutama Baduy Dalam
bermata pencaharian sebagai petani atau penggarap ladang, serta memelihara ternak.
Sementara para perempuan Baduy memiliki keahlian menenun dengan tenun halus
untuk pakaian dan tenun kasar untuk ikat kepala serta ikat pinggang. Untuk membawa
peralatan sehari-hari, Suku Baduy juga membuat tas yang terbuat dari kulit pohon
terep yang bernama koja atau jarog. Dalam tatanan masyarakatnya, pemimpin Suku
Baduy disebut Pu’un, asisten pemimpin Suku Baduy disebut Jaro, dan pemimpin adat
disebut Kejeroan. Selain itu, masyarakat Suku Baduy sendiri dikenal memiliki
kepercayaan Sunda Wiwitan. Tempat sembahyang umat Sunda Wiwitan adalah
pamunjungan atau kabuyutan, yaitu tempat punden berundak yang biasanya terletak
di bukit. Suku Baduy dikenal memiliki berbagai tradisi, beberapa di antaranya cukup
khas dan terkenal akan keunikannya. Berikut adalah beberapa diantaranya. Gemar
Berjalan Kaki Masyarakat Suku Baduy dikenal orang yang sangat gemar berjalan
dengan kaki telanjang. Mereka akan berjalan kaki kemanapun meski jarak yang
ditempuh cukup jauh tanpa mengenakan alas kaki. Tidak mengenakan alas kaki dan
tidak menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi merupakan prinsip hidup
Suku Baduy untuk menjaga keselarasan dengan alam. Hal tersebut juga sudah
menjadi hukum adat setempat yang ada di wilayah masyarakat adat baduy.
 Disini sudah ada dasar pengakuan dari pemerintah mengenai keberadaan masyarakat
adat baduy yakni tertuang pada Peraturan Daerah Kabupaten Lebaknomor 32 Tahun
2001tentangperlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 32 Tahun 2001 tentang perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy.
Perda tersebut menyangkut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak, dan
Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/Kep.233/Huk/2002 tentang Penetapan Batas-
batas Detail Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes.
 Masyarakat Baduy memiliki sistem pemerintahannya sendiri yang disebut pikukuh
karuhun dengan tiga pemimpin adat atau yang lebih dikenal dengan istilah Puun
dengan kedudukan daerah (tangtu) yang berbeda yaitu, Cibeo, Cikartawana dan
Cikeusik. Dalam praktek kepemimpinan ketiga puun mempunyai fungsi yang berbeda
sesuai dengan kedudukan dan peranannya masing-masing dalam hirarki kekerabatan.
Dalam kedudukan ini Puun Cibeo berfungsi sebagai pemimpin politik yang
dihubungkan oleh garis keturunan yang paling muda dan Puun Cikeusik berfungsi
sebagai pemimpin agama yang ditentukan oleh garis keturunan yang paling tua,
sedangkan Puun Cikartawana kedudukannya di antara kepemimpinan agama dan
kepemimpinan politik. Kekuasaan agama dihubungkan dengan karuhun untuk
mewujudkan identitas budaya, lain halnya kekuasaan politik dihubungkan dengan
manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup duniawi.
 Opini yang dapat saya berikan disini yakni sejatinya masyarakat adat baduy harus
mendapat perlindungan hukum baik secara individu maupun kelompok. Melindungi
masyarakat adat terpencil, terutama dalam konsistensi hukum Indonesia, masih hanya
menganggap masyarakat adat terpencil sebagai suku yang terisolasi. Penghargaan
warga negara Indonesia di mata dokumen hukum (seperti orang Indonesia lainnya) di
mata dokumen hukum ( seperti orang Indonesia lainnya). Pelanggaran dan pelecehan
terhadap kebiasaan kebiasaan rakyat terhadap orang -orang sebenarnya adalah mereka
yang berpikir mereka telah dididik dan menjauh dari mundur. Keberadaan komunitas
Pribumi sebenarnya telah memperoleh bagian hukum di masing -masing negara dan
bahkan dokumen hukum internasional, tetapi masih ada banyak perdebatan dan
penjelasan tentang konten dan implementasi konten dan implementasi sebagai bagian
dari penduduk asli warga negara Indonesia. Kelahiran hukum adalah tentang halaman
6 desa di halaman 6 desa. Selain desa, dalam hukum 6/2014, ia juga mengakui
keberadaan desa -desa tradisional. Pemerintah daerah dapat mengatur persatuan
komunitas hukum dan menetapkannya di desa -desa tradisional melalui peraturan
regional. Selama Anda memenuhi tiga standar desa, yaitu, kesatuan hukum adat dan
hak -hak tradisionalnya dalam kehidupan nyata, dan sejalan dengan perkembangan
masyarakat, dan sejalan dengan prinsip -prinsip negara terpadu di Republik Indonesia.
Selain itu, nomor permentagri yang diterbitkan pada halaman 52 tahun 2014,
yang melibatkan kriteria untuk pengakuan dan perlindungan komunitas hukum, dan
dapat digunakan sebagai referensi bagi pengawas regional untuk memberikan
pengakuan dan pelindung komunitas hukum. Dengan payung hukum dari kedua
negara, pemerintah daerah disarankan untuk merumuskan kebijakan untuk mengenali
dan melindungi masyarakat adat. Provinsi Banten memiliki masyarakat adat dan 522
komunitas Kasepuhan, didistribusikan di beberapa sub -wilayah dan desa Bupati
Lebak. Semua masyarakat adat dan Casphan masih hidup, dan memiliki karakteristik
dan keunikan historis dan budaya mereka sendiri (Perda No.8/ 2015). Kabupaten
Lebak sudah memiliki pengakuan, perlindungan, dan otorisasi Perda No. 8/2015 dari
komunitas hukum Kasepuhan, dan Perda No. 32/2001, yang melibatkan kebiasaan
melindungi komunitas Baduy. Namun, tidak ada payung hukum di tingkat provinsi,
peraturan/peraturan regional yang tidak mengelola kebiasaan desa/komunitas hukum,
dan belum menerapkan kedua payung hukum ini. Selain itu, payung perlindungan
hukum yang ada belum mangokomodir, dan masyarakat adat yang rumit menghadapi
seluruh masalah. Berdasarkan latar belakang ini, penting untuk mempelajari kebijakan
perlindungan masyarakat adat Bangten untuk memahami hak dan kebutuhan
masyarakat adat dalam keberadaan mereka.
Isi Peraturan Regional Kabupaten Lebak 32/2001 meliputi: Peraturan Umum;
Hak Kebiasaan Komunitas Baduy meliputi: Pengecualian menentukan hak komunitas
Ulaya dan Baduy; pembatasan kebiasaan komunitas Baduy, termasuk: desa batas
batas dan alami, peraturan kriminal; peraturan investigasi; peraturan lain; dan
peraturan akhir. Peraturan ini lahir dalam inisiatif komunitas Baduy karena
terinspirasi oleh beberapa faktor: 1) jumlah penebangan ilegal dan penebangan di
daerah/tanah Baduy di daerah/tanah Baduy di output tanaman komunitas BADUY
BAGN; 3) Di daerah perbatasan Baduy, yaitu, transisi perbatasan yang dilakukan oleh
bagian luar Sobang, Muncang, dan Bojongmanik, dengan alasan bahwa negara yang
dimiliki oleh negara dimiliki oleh negara. Menurut hasil Jaro Baduy, Edih Mulyadi
(23/06/2016) sebelum Perda ini muncul, komunitas eksternal sebenarnya jam 17 di
daerah Baduy. Karena alasan dan masalah ini, komunitas Baduy mencoba mengatasi
Masalaah dengan para pemimpin komunitas Baduy di Kanekes, Departemen Layanan
Kehutanan dan Departemen Lingkungan, dan menyerahkannya kepada Presiden
Abdurahman Wahid. Tahap awal Jaro didesak oleh para pemimpin tradisional untuk
segera mempertimbangkan proposal untuk mengawasi hak atas kebiasaan. Selain itu,
Jaro Daenah berkoordinasi dengan pejabat pedesaan dan lembaga tradisional, dan
berkoordinasi dengan Menteri Urusan Domestik (Yogi S. M.), dan Erna Witular
menghadapi Presiden. Sebelum menyadari hak hak kebiasaan, hasil koordinasi
ditanggapi dengan baik.
Selain itu, Baduy Tribe bingung dengan pembukaan desa mereka. Ini memang
mengejutkan, terutama banyak orang yang akhirnya mengeluh tentang kehidupan
mereka. Orang -orang yang biasanya beristirahat di siang hari sekarang tidak dapat
memperoleh privasi setelah wilayah mereka digunakan sebagai tujuan wisata (Beni R.
Budiman, 5 September 2002). Daya tarik pariwisata suku Baduy adalah kehidupan
unik masyarakat di daerah tersebut. Karena keunikannya, pemerintah dibuka dengan
tempat -tempat wisata Indonesia pada 1980 -an tanpa berdiskusi dengan penduduk
setempat. Ini menunjukkan bahwa pemerintah benar -benar menghancurkan kebiasaan
suku Batu dan hak -haknya, karena bahkan dapat menyediakan ruang untuk
modernisasi melalui pengunjung yang dapat dimodernisasi, bahkan jika itu melanggar
kesederhanaan kebiasaan adat adat istiadat.
Dalam hal Konstitusi, komunitas hukum praktis Indonesia telah memperoleh
jaminan Pasal 18b (2) Republik Indonesia dan sesuai dengan prinsip -prinsip
pembangunan sosial dan prinsip -prinsip, dan Republik Indonesia, yang diatur oleh
hukum. Selain itu, peraturan umum dari semua pemerintah di wilayah pemerintah
tidak dapat segera diterapkan pada komunitas hukum adat Indonesia karena kekhasan
mereka. Oleh karena itu, perlu membuat beberapa penyesuaian untuk beradaptasi
dengan keberlanjutan komunitas adat yang ada. Pada saat yang sama, seperti yang
dijelaskan dalam Pasal 28i, Konstitusi pada tahun 1945, "identitas budaya dan hak -
hak komunitas tradisional dihormati oleh zaman dan peradaban." Pernyataan -
pernyataan ini secara resmi diatur, menunjukkan bahwa tidak ada kelompok
masyarakat adat yang dilupakan atau mungkin dilupakan selama proses
pengembangan. Dalam hal ini, komitmen internasional Indonesia untuk mengakui hak
-hak hak masyarakat adat dibatasi. Pada 13 September 2007, pemerintah Indonesia
menandatangani "deklarasi UNDRIP PBB" (UNDRIP). Berdasarkan hukum
pemerintah daerah berdasarkan Pasal 1 2014, Pasal 1), secara umum, pemahaman desa
adalah sebuah desa dan kebiasaan desa, atau desa yang disebut SO yang dinamai
dengan nama lain. Perbatasan antara antara Pengawasan persatuan dan manajemen
urusan pemerintah didasarkan pada inisiatif masyarakat, hak asal dan/atau hak
tradisional berdasarkan inisiatif masyarakat. Hak -hak ini diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintah nasional yang bersatu di Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.regulasip.id/book/14961/read
Suganda, Her. Suku Banten Mempertahankan Tradisi. Bandung: Kiblat Buku Utama, 2011).
Wahid, M. 2011. Sunda Wiwitan Baduya; Agama Penjaga Alam Lindung Di Desa Kanekes
Banten, Hikmah Journal Of Islamic 8(1): 23 – 30
Suganda, K.U. (2015). Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Membangun
Posisi Tawar Hak Atas Hutan Adat Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di
Tengah Arus Perubahan Dunia. 31 – 65.
https://biroumum.bantenprov.go.id/post/pemprov-banten-realisasikan-janji-perda-tentang-
desa-adat-warga-badui
https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/68
https://www.aman.or.id/wp-content/uploads/2016/02/Perda-Kab.-Lebak-No.-32-Tahun-
2001.pdf

Anda mungkin juga menyukai