”Eksistensi Suku Baduy Dengan Adat Istiadat Dan Hukum Yang Dimilikinya”
DISUSUN OLEH :
- DIMAS PURWANTO 3021210268
- DIANA SARI 3021210266
- ERIKA WAHYUNI 3021210238
- DHIYA ULHAQ 3021210258
- BUNGA SAPHIRA SYASTI 3021210253
- FEBRIANSYAH KUSUMA JATI 3021210252
SOSIOLOGI HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASILA
2021/2022
DAFTAR ISI
JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mengenal Suku Baduy …………………………………………………………………………….. 4
2.2 Masyarakat Suku Baduy Dalam Mempertahankan
Eksistensi Kebudayaannya ………………………………………………………………………. 6
2.3 Struktur Sosial Masyarakat Suku Baduy ………………………………………………….. 8
2.4 Implikasi Hukum Dan Adat Istiadat Suku Baduy ……………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara kepuluan terbesar di dunia dengan ribuan pulau
, karenanya Indonesia sering disebut Nusantara yang menggambarkan hamparan
pulaunya terbentang dari Sabang di Provinsi Aceh sampai Merauke di Provinsi Papua.
Dengan segala kekayaan dan keindahan alam yang dimiliki bumi nusantara selaras
dengan penghuninya dari berbagai suku bangsa , agama, adat, tradisi , budaya dan
Bahasa daerah yang berbeda – beda . Dengan segala perbedaan tersebut tidak
menjadikan masyarakat Indonesia tercerai berai , karena penduduk Indonesia
menjungjung tinggi sikap toleransi dan pluralisme. Keragaman suku – suku di
Indonesia dibuktikan dengan adanya Suku Baduy yang bermukim di kaki Gunung
Kendeng Desa Kanekes , Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten .
Masyarakat Baduy masih sangat tradisional , perubahan zaman yang begitu pesat
ternyata tidak mampu merubah keberadaan Suku Baduy untuk tetap memegang
teguh adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhurnya sampai sekarang
Suku Baduy adalah salah satu etnis yang tidak dapat terpisahkan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan posisi geografis dan administrative berada di sekitar
Pegunungan Kendeng Desa Kanekes Provinsi Banten . Bukanlah merupaka suku
terasing , tetapi suatu suku yang sengaja “ mengasingkan dirinya “ dari kehidupan
dunia luar ( menghindari modernisasi) , menetap dan menutup dirinya dari pengaruh
kultur luar yang dianggap negative dengan satu tujuan untuk menunaikan amanat
leluhur dan pusaka karuhun yang mewasiatkan untuk selalu memelihara
keseimbangan dan keharmonisan alam semesta . Pengaruh kesehariannya lebih
mengarah pada ciri- ciri kebegawanan , yaitu hidup sederhana apa adanya ,
membatasi hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan keduniaan atau materi yang
berlebihan , hidup dengan berpedoman pada pikukuh atau kaidah – kaidah yang sarat
nasihat dan penuh makna.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan , maka permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut .
1. Apa itu Suku Baduy ?
2. Bagaimana masyarakat Suku Baduy mempertahankan eksistensi
kebudayaanya?
3. Bagaimana struktruk sosial masyarakat Suku Baduy ?
4. Bagaimana implikasi hukum dan adat istiadat Suku Baduy ?
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan , maka karya tulis ilmiah atau
makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan mengenal lebih dalam Suku baduy .
2. Untuk memahami pola hidup masyarakat Suku Baduy Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten .
3. Untuk memahami bagaimana implikasi hukum dan adat istiadat Suku Baduy .
4. Untuk mengetahui struktur sosial masyarakat Suku Baduy Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten .
2
BAB II PEMBAHASAN
Suku Badui atau Baduy merupakan masyarakat adat yang hingga saat ini eksistensinya
masih terjaga hingga saat ini . Suku Baduy berasal dari Provinsi Banten. Mengutip dari
banten prov.go.id, suku ini tinggal di Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas
5.101,65 hektar di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidimar, Kabupaten Lebak.
Sementara itu perkampungan suku ini ada di area aliran Sungai Ciujung di Pegunungan
Kenceng. Kata “baduy” sebutan dari peneliti Belanda. Sebutan tersebut diberikan
karena suku di Banten itu memiliki persamaan dengan kelompok Arab Badawi yang
senang berpindah tempat. Suku Baduy dalam kesehariannya berbicara menggunakan
bahasa Sunda dan Indonesia. Meskipun memiliki kepercayaan yang berbeda, namun
sejatinya Baduy dekat dengan orang Sunda. Suku Baduy memiliki 3(tiga ) lapisan :
1. Baduy Dangka
Kelompok badui ini sudah tidak tinggal di tanah adat. Mereka juag sudah tidak
terikat aturan dan kepercayaan Badui. Masyarakat Baduy Dangka juga sudah
menempuh pendidikan dan mengerti tentang teknologi. Umumnya kelompok
ini memiliki usaha sebagai pemandu wisata, pemilik tempat makan hingga
penjual oleh – oleh .
2. Baduy Luar
Kelompok Badui Luar masih tinggal di dalam tanah adat dan masih menjunjung
kepercayaan Sunda Wiwitan. Hanya saja mereka sudah mulai memahami
pendidikan dan teknologi. Kelompok ini bisa dilihat dari kebiasaan mereka
berpakaian. Baduy Luar biasa mengenakan pakaian serba hitam dengan ikat
kepala berwarna biru. Kelompok ini umumnya berprofesi sebagai peternak
dan petani.
3
1. Baduy Dalam
Kelompok Suku Badui yang terakhir yaitu Baduy Dalam atau Baduy Jero.
Mereka tinggal di pelosok tanah adat dan masih menjunjung kepercayaan
Sunda Wiwitan. Kelompok ini biasanya mengenakan pakaian serba putih.
Mereka tidak mengenyam pendidikan dan tidak mengetahui teknologi.
Mereka hidup sangat sederhana, bahkan tak pernah mengenakan alas kaki.
Gaya hidup seperti itu merupakan cara untuk tetap dekat dengan Yang Maha
Esa. Kelompok ini umumnya berprofesi sebagai peternak dan petani. Baduy
Dalam dilindungi oleh Baduy Dangka dan Luar. Kedua kelompok tersebut
memiliki tugas untuk menyaring segala informasi dari luar sehingga adat
istiadat Suku Baduy tetap lestari.
• Pemerintahan Suku Baduy
Sama halnya dengan tatanan masyarakat pada umumnya, Suku Baduy juga memiliki
sistem pemerintahan. Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, sistem
pemerintahan Suku Baduy sebagai berikut:
4
• Agama Suku Baduy
Suku Baduy memang memiliki ciri khas tersendiri dan terkenal sebagai
kelompok yang menjunjung tinggi adat istiadat. Dalam hal kepercayaan atau
agama, suku ini juga memiliki keyakinan sendiri, agama Suku Baduy yaitu
Sunda Wiwitan. Kepercayaan tersebut merupakan keyakinan dengan dasar
penghormatan atau pemujaan kepada arwah nenek moyang (karuhun) dan
percaya pada satu kuasa yakni Batara Tunggal.
Pusat pemujaan atau ibadah mereka ada di puncak gunung yang diberi nama
Sasaka Domas atau Sasaka Pusaka Buana. Objek pemujaan tersebut pada sisa
komplek peninggalan megalitik berupa bangunan berundak yang memiliki
menhir dan arca. Tempat tersebut dipercaya menjadi lokasi berkumpulnya
para karuhun. Puun merupakan keturunan karuhun yang langsung mewakili di
dunia. Puun juga merupakan keturunan Batara Panjala. Puun juga memiliki
wewenang sebagai penguasa agama Sunda Wiwitan serta pemuka yang paling
suci dan seluruh perintahnya harus dipathui. Puun jugalah yang bertugas untuk
memimpin berbagai upacara yang dilangsungkan oleh Suku Baduy seperti
kawula, ngalaksa, serba, muja, dan tolak bala.
5
• Rumah Adat Suku Baduy
Suku Badui memiliki adat istiadat yang sangat kental. Salah satunya bisa
terlihat dari rumah adat yang mereka tempati. Rumah adat Suku Baduy
bernama Sulah Nyanda. Yang menjadi keunikan dari rumah adat ini yaitu
dibangun mengikuti kontur tanah. Hal tersebut erat kaitannya dengan aturan
adat yang melarang aktivitas merusak alam hanya demi mendirikan bangunan.
Maka tak heran, jika tiang satu rumah dengan rumah lain tidak sama, karena
menyesuaikan dengan kontur lahan. Pada bagian bilik dan lantai terbuat dari
anyaman bambu. Sedangkan atapnya menggunakan ijuk dari daun kelapa
kering. Rumah adat ini terbagi menjadi tiga bagian utama. Bagain depan
(sosoro), fungsinya untuk menerima tamu, tempat santai, dan menenun untuk
kaum wanita. Bagian tengah (tepas), biasanya digunakan untuk aktivitas
keseharian seperti tidur dan pertemuan keluarga. Bagian belakang (imah),
digunakan untuk tempat memasang dan menyimpan hasil panen.
Suku Badui merupakan salah satu suku adat yang terkenal dengan kemampuannya
dalam menjaga kelestarian alam sekaligus kearifan lokal. Suku ini merupakan etnis
Sunda yang hidup di alam pegunungan Kendeng, Desa Kenekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Orang Badui berpegang teguh pada cara
hidup tertutup, mereka terlepas dari dunia modern (dunia luar ).
6
Ed Davies dalam Reuters tahun 2008 menyebutkan, meskipun mereka dekat dengan
ibu kota Indonesia, orang Badui sekaligus juga tinggal di dunia yang seolah jauh karena
mereka hidup dalam pengasingan yang hampir total. Hal ini disimpulkan setelah
mengamati kebiasaan di suku Badui yang melarang menggunakan sabun,
mengendarai kendaraan, bahkan mengenakan sepatu. Beberapa antropolog
berpendapat bahwa mereka adalah keturunan imam dari kerajaan Hindu Jawa Barat
Padjajaran dan berlindung di bukit-bukit batu kapur tempat mereka sekarang tinggal,
setelah menolak masuk Islam pada abad ke-16.
2. Masyarakat sosial Badui terdiri dari Badui Luar dan Badui Dalam. Keduanya
punya kesamaan dan perbedaan dalam menjalankan aturan adat:
▪ Badui Dalam adalah kelompok yang masih memegang teguh adat dan
menjalankan segala aturan dengan baik. Sedangkan untuk Badui Luar,
sedikit banyak telah terpengaruh oleh budaya luar. Penggunaan barang
elektronik dan bahan-bahan kimia kemasan yang dilarang di Badui
Dalam, mendapat izin dari ketua adat yang disebut Jaro pada Badui
Luar.
▪ Kemudian, Badui Luar juga menerima kunjungan tamu baik itu
penduduk Indonesia maupun mancanegara. Mereka cukup terbuka,
hal ini tampak dari bagaimana mereka menyambut tamu untuk masuk
bahkan menginap di tempatnya. Salah satu ciri khas yang melekat kuat
adalah dominasi warna gelap pada Badui Luar, sebaliknya Badui Dalam
lebih sering memakai baju warna putih.
▪ Kesamaan keduanya dapat dilihat dari cara mereka bertahan hidup.
Baik Suku Badui Luar maupun Dalam sama-sama punya pekerjaan
sebagai petani. Inilah yang membuat hasil alam berlimpah, sehingga
dapat dinikmati sehari-hari.
7
3. Tata cara pernikahan, politik, dan hukum masyarakat Badui memiliki ciri khas
sendiri:
Langkah pertama, orangtua pria akan pergi ke Jaro (Kepala Desa) dengan daun
pinang. Kemudian membawa barang-barang seserahan yang di dalamnya
terdapat cincin baja putih sebagai mas kawin. Setelah itu, ada beberapa alat
untuk rumah tangga dan pakaian upacara pernikahan untuk wanita.
Masyarakat Badui memilih pemimpin dengan kriteria yang sudah tua dan
paling bijak dalam membawakan sukunya menjadi sukses. Mereka hanya
memilih berdasar kriteria itu, tidak ada promosi pemimpin sampai kampanye
seperti masyarakat di negara pada umumnya.
8
“Pamimpin teu pernah nyalonkeun diri na keur dipilih jadi pamimpin, tapi
pamimpin dicari jeung diseleksi geus para Tokoh Adat nu aya kriteria
jeung
syarat sacara Lahiriah sasuai jeung katentuan nu aya, jeung dibawa
ke forum musyarawah lembaga adat keur diputuskan berdasarkan
kasepakatan jeung pertimbangan Batiniah.” (Pemimpin tidak pernah
mencalonkan dirinya untuk dipilih menjadi pemimpin, tetapi pemimpin
dicari dan diseleksi oleh para Tokoh Adat yang ada dengan kriteria dan
syarat secara Lahiriah sesuai dengan ketentuan yang ada, kemudian
dibawa ke forum musyawarah lembaga adat untuk diputuskan
berdasarkan kesepakatan dengan pertimbangan Batiniah).
Keterangan:
A. PUUN
Dilihat dari struktur sosial pemerintahan adat Suku Baduy, maka
kedudukan puun sudah jelas yaitu sebagai pemimpin tertinggi adat
di Baduy. Fungsi dan tugas utamanya adalah pengambil keputusan
dan menetapkan hukum adat yang berlaku atas dasar hasil
musyawarah lembaga adat dan sekaligus penjamin
keberlangsungan pelaksanaan hukum adat di masyarakat Suku
Baduy. Puun dipandang sebagai kepala adat, pemimpin tertinggi
adat atau pemberi restu hukum adat. Puun tidak langsung
mengurus dan/atau memimpin senua kegiatan kemasyarakatan
secara operasional. Puun adalah sebagai pemberi keputusan
tertinggi terhadap hukum adat dalam rangka menjalankan amanah
wiwitan. Ruang lingkup dan gerak kehidupan anggota
masyarakatnya, kehidupan puun lebih mendekati pada kehidupan
seorang begawan/resi yang jauh dari nafsu kematerian. Suku Baduy
sangat jauh dari timbulnya persaingan kekuasaan apalagi
perebutan kekuasaan. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa
pemimpin/kekuasaan hanyalah sebuah kepercayaan dan amanat
dari leluhurnya bukan karena semata-mata didorong oleh
keinginan pribadi.
9
B. Jaro Tangtu
C. Jaro Warega
Jaro warega adalah khusus sebutan untuk mengurus dangka
kamancing yang sekarang dipindahkan ke kampong Cipondoh
Baduy, dan Dangka ini dipandang sebagai pusatnya jaro tujuh. Jaro
tujuh adalah petugas adat yang diangkat dari warga .Baduy luar
dengan tugas utamanya lebih dititikberatkan pada pelaksanaan
kebijakan/keputusan hukum adat dan sekaligus mengawasi
pelaksanaan hukum adat pada masyarakat Baduy termasuk
mengawasi pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum adat, baik
yang dilakukan oleh masyarakat Baduy sendiri ataupun
pelanggaran yang dilakukan oleh orang luar Baduy.
10
D. Jaro Dangka
Dangka adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat Baduy
tentang pembagian wilayah atau nama wilayah atau batas-batas
wilayah untuk mempermudah pembinaan, pengontrolan, dan
pengawasan kegiatan masyarakat Baduy, baik yang berada di
wilayah Baduy dan/atau masyarakat Baduy yang berada di luar
E. Jaro Pamarentah
Jaro pamarentah adalah bertugas sebagai penghubung antara
masyarakat adat Kanekes dengan Pemerintah Nasional, yang
tugasnya dibantu oleh “Pangiwa”, “Carik”, dan “Kokolot Lembut”
atau “Tetua kampung”.
F. Tangkesan
Tangkesan adalah salah satu pemangku adat Baduy yang berasal
dari warg Baduy luar berkedudukan di kampong Cicatang,
tangkesan ini memiliki charisma, wibawa yang cukup tinggi bahkan
disegani oleh seluruh warga Baduy, baik Baduy Dalam
maupun Baduy Luar termasuk dihormati oleh para pemimpin adat
Baduy. Tangkesan adalah tokoh adat yang memiliki pengaruh kuat
dalam mengangkat, melantik, dan memberhentikan para petugas
adat yang berada di Baduy Luar, tetapi tidak untuk pemangku adat
Baduy Dalam, tangkesan juga memiliki kelebihan dan kemampuan
berdoa dalam hal yang bersifat transcendental (suprnatural) untuk
keselamatan bumi alam, bangsa dan negara juga bagi
warga/masyarakat yang tertimpa masalah termasuk mendoakan
tentang masalah yang dihadapi puun.
11
2.4 Implikasi Hukum Dan Adat Istiadat Suku Baduy
12
Dalam bahasa Baduy “Seba” sendiri berarti seserahan. Maka Seba
Baduy merupakan tradisi seserahan hasil bumi serta melaporkan
berbagai kejadian yang telah berlangsung selama satu tahun
terakhir di Suku Baduy kepada Ibu gede dan Bapak gede atau
pemerintah setempat yang biasa disebut dengan upeti pada
kerajaan. Itu semua merupakan ungkapan rasa syukur
masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam karena telah
mendapatkan hasil panen yang melimpah. Kegiatan Seba ini
dilakukan tanpa paksaan dari pihak manapun. Masyarakat Baduy
berbondong-bondong membawa hasil taninya kepada
pemerintah.
13
Pikukuh baduy/larangan adat baduy :
Sejak dahulu masyarakat Baduy memang selalu berpegang teguh pada seluruh
ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala adat).
Patuhnya mereka kepada aturan tersebut menjadi pegangan mutlak untuk
menjalani kehidupan bersama. Selain itu, dorongan oleh keyakinan yang kuat,
hampir seluruh masyarakat Baduy tidak pernah menentang aturan yang telah
ditetapkan oleh Pu’un. Saat Seba Baduy berlangsung, biasanya ribuan masyarakat
Baduy dalam dan Baduy luar berbondong-bondong datang ke Kota Serang.
Masyarakat Baduy dalam yang mengenakan pakaian serba putih datang dengan
berjalan kaki, sedangkan rombongan masyarakat Baduy Luar datang dengan
menggunakan truk. Sebelumnya, masyarakat Baduy terlebih dahulu sudah
melakukan ritual adat Ngawalu dan Ngalaksa. Ngawalu adalah ritual yang diadakan
saat musim panen selama tiga bulan, biasanya pada saat ritual ini kawasan wisata
Baduy ditutup. Nah, selesainya ritual Kawalu ditandai dengan ritual selanjutnya
yakni Ngalaksa.
Pada saat inilah masyarakat Baduy mengadakan syukuran dengan saling berkunjung
ke tetangga dan saudara, bersilaturahmi dan mengirimkan makanan sebagai
ucapan rasa syukur. Dalam ritual Seba Baduy ini, selain memberikan seserahan
berupa hasil tani dan hasil bumi, terjadi pula dialog budaya antara masyarakat
Baduy dalam, Baduy luar, dan para panggede atau pejabat daerah Banten. Dalam
dialog inilah masyarakat adat Baduy menitipkan pesan kepada Pemerintah untuk
tetap menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan. Sebab, masyarakat Baduy
tinggal di kawasan hutan Gunung Kendeng, di mana terdapat kelestarian lingkungan
yang perlu dijaga, karena masyarakat Baduy percaya hal itu dapat menjauhkan dari
bencana.
14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kampung Suku Baduy masih bagian dari suku Sunda yang secara umum tidak
terlalu banyak berbeda pada suku Sunda lainnya. Secara khusus yang
membedakan Suku Baduy Provinsi Banten dengan suku Sunda lainnya adalah
cara cara berpakaian dan pelaksanaan tradisi sebagai bagian budaya hukum
yang masih teguh memegang budaya hukumnya yang bersumber dari
kebiasaan akar tradisi leluhur mereka masih dijaga baik.
3.2 Saran
Mari kita jaga, pelihara dan lestarikan benda cagar budaya khususnya
eksistensi kebudayaan Suku Baduy sebagai warisan yang mempunyai nilai
penting untuk ilmu pengetahuan sejarah kebudayaan bangsa, warisan budaya
itu sendiri serta kesadaran kepemilikannya, sangat berguna bagi kependidikan,
yaitu sebagai wahana dalam memupuk rasa kebanggaan nasional dan
memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa, serta untuk memperkaya
pengetahuan pada umumnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Wilodati, 2011. Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy. Bandung: Sinar
Baru