Nama Kelompok
SDN 4 SOKANANDI
BANJARNEGARA
Suku Yang Ada Di Provinsi Banten
Suku Badui
Secara etnis Badui termasuk dalam suku Sunda, mereka dianggap sebagai suku
Sunda yang belum terpengaruh modernisasi atau kelompok yang hampir sepenuhnya
terasing dari dunia luar.
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada
kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang
agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan
masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah
tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang
Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada
nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, penulisan yang tepat adalah "Badui" dan
bukan "Baduy
Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan
adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas
sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak
era Soeharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup
mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes
masih menolak usaha pemerintah tersebut. Namun masyarakat Kanekes memiliki
caranya sendiri untuk belajar serta mengembangkan wawasan mereka hingga sepadan
dengan masyarakat di luar suku Badui.
Rumah adat Yang ada Di Provinsi Banten
Sulah Nyanda
Oleh karenanya, ketika ada salah satu masyarakat yang membuat rumah, maka
masyarakat Baduy akan berbondong-bondong saling membantu. Adapun secara
fungsi, sulah nyanda dipakai oleh masyarakat suku Baduy sebagai tempat tinggal.
Tentunya, tempat tinggal tersebut dijadikan sebagai tempat berlindung dan mencari
keamanan.
3. Material yang dipakai untuk pembangunan rumah secara keseluruhan terbuat dari
bahan alami seperti kayu.
4. Sementara itu, untuk bagian atapnya lebih sering menggunakan ijuk dan daun kelapa.
5. Bagian atap terbagi menjadi dua yaitu atap bagian kanan dan kiri. Atap bagian kiri
umumnya lebih panjang bila dibandingkan dengan atap yang kanan.
6. Tidak ada jendela satu pun yang bisa ditemukan di sulah nyanda.
7. Pada bagian lantainya menggunakan potongan bambu yang ditata sedemikian rupa.
Ciri khas yang ada tersebut membuktikan kalau rumah adat Banten ini begitu kental
akan nilai tradisional. Dari segi bahan pun lebih memilih bahan yang berhubungan
dengan alam menunjukkan kalau masyarakat Baduy ingin memanfaatkan sumber daya
alam dengan baik.
Pembagian ruangan dalam tempat tinggal tentunya akan memudahkan pemilik rumah
untuk mengorganisasikan rumah mereka. Sulah nyunda juga mempunyai pembagian
ruangannya sendiri ke dalam 3 bagian penting yaitu sosoro, tepas, dan ipah.
Sosoro merupakan bahasa Sunda untuk teras atau serambi. Ruangan ini biasanya
dijadikan sebagai tempat menerima tamu, tempat bermain anak, dan tempat
bercengkerama dengan keluarga atau masyarakat lain. Letak dari sosoro ini ada di
bagian selatan rumah.
Selanjutnya, terdapat bagian yang disebut dengan tepas yang letaknya ada di bagian
samping rumah dengan bentuk yang memanjang ke belakang rumah. Biasanya
ruangan ini dipakai untuk ruang keluarga. Ruangan tepas ini juga bersambung dengan
ruangan sosora dan membentuk huruf L.
Bagian yang ketiga disebut dengan ipah yang letaknya ada di bagian paling belakang.
Fungsinya adalah sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan makanan seperti beras
dan jagung. Lalu, tempat ini juga difungsikan untuk memasak atau bisa dikatakan
sebagai dapur.
Pakaian Adat Yang Ada di Provinsi Bnaten
Pakain adat Baduy merupakan salah satu pakaian yang biasa dikenakan oleh
masyarakat Banten yang pada dasarnya pakaian adat Baduy ini berasal dari sebuah
suku Baduy. Suku Baduy atau yang lebih sering dikenalnya dengan suku asli
masyarakat Banten.
Tidak Cuma ini saja, bahkan suku baduy juga dikenal dengan suku yang sifatnya lebih
menutup diri dari adanya pengaruh-pengaruh luar seperti dengan adanya kemajuan
teknologi dan perkembangan zaman. Selain itu, suku Baduy juga dibedakan menjadi
dua macam yakni suku Baduy dalam (yang dimana suku ini tidak ingin menerima dan
tidak ingin berinteraksi dengan masyarakat luar).
Sedangkan suku Baduy luar (suku ini masih bisa dan ingin menerima serta ingin
berinteraksi dari masyarakat luar, namun dengan batasan-batasan tertentu). Jika dilihat
dari kedua jenis suku Baduy ini memang seperti memiliki perbedaan yang mencolok
baik dari segi pakaian adatnya dan lainya, nah keterangan lebih jelasanya lihat
penjelasanya di bawah ini:
Pakaian jamang sangsang ini memiliki lubang dibagian lengan dan leher tanpa adanya
kerah. Selain itu pakaian jamang sangsang ini juga tidak memiliki kancing dan saku.
Dalam proses pembuatan baju jamang sangsang ini dijahit dengan menggunakan
tangan dan untuk bahan sendiri terbuat dari pintalan kapas asli yang berasal dari hutan.
Sedangkan untuk menutupi badan bagian bawahnya, biasanya masyarakat suku Baduy
menggunakan sarung yang berwarna hitam dan biru tua yang diikatkan dipinggang.
Lalu ada juga ikat kepala yang terbuat dari kain putih yang biasa digunakan sebagai
pembatas rambut.
Dibalik dari sebuah penggunaan warna putih ini pada pakaian adat Baduy dalam,
memang memiliki makna bahwa mereka tetap suci dan belum terpengaruhi oleh
budaya luar yang katanya lebih cenderung dapat merusak moral.
Di masyarakat Baduy luar ini kita bisa menemukan berbagai jahitan mesin, kancing,
kantong, selain itu bahan yang digunakanya dapat berupa dari berbagai bahan, intinya
tidak harus berupa kapas murni. Selain itu kita juga dapat membedakan orang suku
Baduy luar dengan orang seku baduy dalam salah satunya dengan cara melihat dari
ikat kepala yang digunakanya.
Biasanya ikat kepala yang digunakan oleh orang suku Baduy luar memilik warna biru
tua dan bermoti batik. Sedangkan untuk orang suku Baduy dalam umunya lebih
menggunakan ikat kepala dengan warna putih.
Masyarakat Banten memang memiliki pakaian adat tersendiri yang umunya digunakan
untuk acara pernikahan atau pengantinan. Baju pengantin Banten terdiri atas pakaian
adat pria dan pakaian adatBanten wanita yang di lengkapi berbagai aksessoris lainya
seperti halnya dengan penutup kepala, baju koko, kain samping, ikat pinggang, selop.
Sedangkan pakaian adatBanten untuk wanita ada hiasan-hiasan yang berupa seperti
kembang giyang, rangkaian bunga melati, kebaya, selendang, busana bawahan, dan
selop. Sedangkan untuk baju adatBanten modern saat ini terdapat tambahan
aksessoris-aksessoris lainya yang tujuanya untuk mempercantik tampilan dan
modelnya. Namun pada dasarnya bahan dan motifnya tetaplah sama dengan baju
adatBanten yang pada sebelumnya.
Nah, itu dia pembahasan kita meneganai pakaian adatBanten yang lengkap dengan
penjelasanya, dari situ semoga kita semakin dapat menambah kesadaran kita
terhadapat budaya bangsa kita sendiri yang tentunya memiliki makna dan bernilai seni
tinggi terutama untuk pakaian adat di nusantara ini.
Lagu Daerah Banten
Tong Sarakah (Banten)
Lagu Tong Sarakah adalah lagu yang penuh makna yang berasal dari provinsi Banten, mengingatkan kita
agar tidak bertindak serakah
Tari Tradisional Khas Provinsi Banten
Tari Cokek
Alat musik tradisional khas Tionghoa yang dibawa kala itu yaitu Rebab
dawai dua. Para musisi yang di datangkan dari Cina tersebut kemudian
memainkan musik yang mereka bawa dan pada waktu yang bersamaan band
milik Tan Sio Kek juga memainkan alat musik khas tempat Tangerang,
diantaranya yaitu gong ,kendang dan seruling.
Perpaduan antara alat musik yang berasal dari daratan Cina dengan alat
musik khas Tangerang inilah yang kemudian menjadi aransemen musik gres
yang di sebut dengan nama Gambang Kromong. Tan Sio Kek juga
mengmunculkan tiga orang wanita. Sesuai dengan permintaan Tan Sio Kek
tiga orang perempuan yang di undang tersebut diminta menari dan mengikuti
alunan-alunan musik Gambang Kromong yang dimainkan oleh para musisi.
Pada ketika perempuan tersebut membawakan tarian, para munculin yang
munculi pesta dan menyaksikan tari tersebut, kemudian penonton menyebut
penari itu dengan nama Cokek. Istilah Cokek yang digunakan tersebut yaitu
berasal dari istilah sebutan bagi anak buah Tan Sio Kek. Sejak itu pula
masyarakat Tanggerang Banten ini menyebut tarian tersebut dengan nama
Tari Cokek.
Pertama kali Tari Cokek hanya dimainkan oleh tiga orang, namun sekarang
Tari Cokek Sering di tampilkan dengan jumlah penari ludang keringh dari tiga,
yaitu lima hingga Tujuh orang penari perempuan sedangkan yang pria
bermain sebagai pemain musik yang mengiringi Tari Cokek tersebut. Pakaian
yang digunakan penari ketika menampilkan tarian ini yaitu mengenakan
pakaian perempuan khas Banten ibarat kebaya sedangkan untuk pakaian
serpihan bawahannya yaitu kain panjang. Pada umumnya warna kostum yang
dikenakan oleh para penari ini berwarna cerah dan relatif berkilau ketika
tidak sengaja cahaya ibarat warna merah, hijau, kuning, atau ungu. Para
menari ini juga dikompliti dengan sehelai selendang.
Tari Cokek tempat Tangerang ini biasanya dimainkan sebagai hiburan ketika
warga Cina Benteng mengadakan program pesta perkawinan. Sedangkan
Warga Cina Benteng ini sendiri yaitu merupakan warga keturunan Tionghoa
yang telah usang bermukim di Tangerang. Tari Cokek juga sering digunakan
sebagai tari penyambutan tamu kehormatan yang tiba ke Tangerang. Tari
Cokek yang di iringi dengan musik Gambang Kromong ini dibawakan dengan
gerakan yang lemah serta gemulai, dan itu menjadi ciri khas dari Tari Cokek
tersebut. Penari Cokek biasanya masuk kedalam kerumunan penonton,
kemudian ia menentukan dan mengajak penonton untuk diajak menari
bersama. Namun pada ketika Tari Cokek ditampilkan, tidak tiruana penonton
sanggup menari dengan penari Cokek tersebut.
Pecak bandeng merupakan salah satu makanan khas dari tanah kelahiran wakil presiden
kita, Ma’ruf Amin. Meski diolah dengan bumbu yang sederhana, namun cita rasa pecak
bandeng tetap menggugah selera.
Kenikmatan pecak bandeng akan semakin terasa jika disantap dengan sambal yang
dilengkapi dengan irisan jeruk nipis. Pecak bandeng dapat dengan mudah ditemukan di
warung-warung pinggiran kota Banten.
Senjata Tradisional Banten
Golok
Golok adalah senjata tradisional Banten yang berbentuk pisau besi besar, berat, panjang, dan
tajam. Golok memiliki gagang dan juga sarung yang terbuat dari kayu serta dihiasi oleh berbegai
macam ukiran. Golok digunakan oleh para jawara Banten untuk mengusir penjahah. Golok tidak
hanya perkakas dalam kehidupan sehari-hari, melainkan simbol keberanian dan ilmu kanuragan
pada masa kejayaan Kerajaan Banten. Sehingga golok selalu disampirkan di pinggang para jawara
banten pada masa itu. Ada beberapa jenis golok Banten, di antaranya: Golok sulangka Golok
sulangkar adalah golok yang terbuat dari besi sulangkar, yaitu besi hitam yang sudah tua dan
dipergunakan orang-orang jaman dulu. Dilansir dari Warisan Budaya Takbenda Indonesia, orang
Banten percaya bahwa bei-besi kuno memiliki aura mistis yang kuat di dalamnya. Baca juga:
Senjata Tradisional Khas Jawa Timur Aura magis tersebut dipercaya bisa membawa keberuntungan
dan wibawa pada pengguna golok sulangkar. Golok sulangkar ditempa oleh pandai besi dan
biasanya dilumuri racun hewan sehingga semakin mematikan bagi musuh, terutama dalam melawan
penjajah. Golok ciomas Adapun golok ciomas adalah golok asli Banten yang berkembang pada
jaman kerajaan Banten yang bernafaskan Islam. Risa Nopianti dalam jurnal berjudul Makna Ritual
Mulud dalam Mewujudkan Popularitas Golok Ciomas (2017) menyebutkan pembuatan golok ciomas
memiliki ritual dan persyaratan tertentu pada 12 Mulud (peringatan kelahiran Nabi Muhammad
S.A.W). Pandai besi golok ciomas juga merupakan keluarga pandai besi yang turun-menurun
membuat golok sejak masa Kerajaan Banten, sehingga golok ciomas tidak bisa dimiliki oleh orang
sembarangan.