Anda di halaman 1dari 2

MENGENAL SUKU BADUY

Privinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih berpegang teguh adat tradisi
yaitu Suku Baduy yang tinggal di Desa Kenekes Kecamatan Lewidamar Kabupaten Lebak.
Nama Baduy terselip diantara bnyaknya suku yang ada di Indonesia, kelompok ini hidup
bersama alam di pegunungan kendeng. Nama Baduy di ambil dari nama sungai yaitu Cibaduy
yang terletak di bagian utara desa kenekes.
Suku baduy terbagi dalam dua golongan yaitu baduy luar dan baduy dalam. Perbendaan yang
paling mendasar dari kedua suku ini adalah dalam menjalankan pikukuh atau aturan adat
pada saat pelaksanaannya. Baduy dalam masih memegang teguh adat dan menjalankan aturan
adat dengan baik, Namun untuk Baduy luar sebaliknya.
Masyarakat baduy luar sudah terkontaminasi dengan budaya luar baduy. Penggunaan barang
elektronik dan sabun di perbolehkan ketua adat ( Jaro ) dalam menjalankan aktivitasnya
sehari-hari. Selain itu baduy luar juga menerima para tamu wisatawan dan mengizinkan
mengunjungi hingga menginap di salah satu rumah baduy luar.
Perbedaan lainya terlihat dari cara berpakaian yang dikenakan. Baduy Dalam keseharian
terbalut dengan warna putih dan hitam , sedangakan baduy luar terbalut dengan serba hitam
dan biru yang bercorak batik khas baduy dalam keseharianya. Baduy dalam memiliki tiga
kampung yaitu Cikeusik, Cikertawana , dan Cibeo. Sedangkan kelompok masyarakat Baduy
luar tinggal di 50 kampung lainnya yang berada di bukit-bukit Gunung Kendeng.
Mata penceharian masyarakat suku baduy yaitu berladang dan bertani. Alamnya yang sangat
subur dan berlimpah mempermudah suku ini dalam menghasilkan kebutuhan sehari-hari.
Hasil berupa kopi, padi, dan umbi-umbian menjadi komoditas yang sering ditanam oleh
masyarakat baduy. Namun dalam praktek berladang dan bertani, Suku Baduy tidak
menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan mereka. Hewan berkaki empat selain
anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian alam.
Proses pelestarian alam juga berlaku saat membangun rumah adat mereka yang terbuat dari
kayu dan bambu. Hal ini juga terlihat dari kontur tanah yang masih miring dan tidak digali
demi menjaga alam yang sudah memberi mereka kehidupan. Terdapat 3 ruangan dalam
rumah adat Baduy dengan fungsinya yang masing-masing berbeda. Bagian depan difungsikan
sebagai tempat menerima tamu dan tempat menenun untuk kaum perempuan. Bagian tengah
berfungsi untuk ruang keluarga dan tidur, dan ruangan ketiga yang terletak di bagian
belakang digunakan untuk memasak dan tempat untuk menyimpan hasil ladang. Semua
ruangan dilapisi dengan lantai yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan pada bagian
atap rumah terbuat dari serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun
saling berhadap-hadapan dan selalu menghadap utara atau selatan. Faktor sinar matahari yang
menyinari dan masuk ke dalam ruangan menjadi alasan mengapa rumah di sini dibangun
hanya menghadap dua arah itu saja. Suku Baduy juga mengenal budaya menenun yang telah
diturunkan nenek moyang mereka.
Tradisi menenun ini menghasilkan kain tenun yang digunakan dalam pakaian adat Suku
Baduy. Kain ini bertekstur lembut untuk pakaian namun ada juga yang bertekstur kasar. Kain
yang agak kasar biasanya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat pinggang.
Selain digunakan dalam keseharian, kain ini juga diperjualbelikan untuk wisatawan yang
datang berkunjung ke Desa Kanekes. Tidak hanya kain, ada juga kain dari kulit kayu pohon
terep yang menjadi ciri khas dari Suku Baduy dalam urusan benda seni. Tas yang
bernama koja atau jarog ini digunakan Suku Baduy untuk menyimpan segala macam
kebutuhan yang diperlukan pada saat beraktivitas atau perjalanan.

Wilayah Suku Baduy telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah Lebak
pada tahun 1990. Kawasan yang melintas dari Desa Ciboleger hingga Rangkasbitung ini telah
menjadi tempat bermukimnya Suku Baduy yang menjadi suku asli Provinsi Banten.
Wisatawan juga bisa mengunjungi suku ini melalui Terminal Ciboleger sebagai
pemberhentian terakhir kendaraan bermotor.

Dari sini, pemandu akan mengajak wisatawan melintasi bukit masuk ke dalam hutan hingga
menemukan kampung terluar Desa Baduy Luar. Waktu yang ditempuh mencapai 1 jam
dengan jalan mendaki dan menurun. Namun bagi wisatawan yang ingin mengunjungi wilayah
Baduy Dalam bisa berjalan hingga waktu 7 jam sebelum tiba di Kampung Cibeo, salah satu
kampung dari 3 kampung Baduy Dalam.

(Narasumber : Ambu Jumsah “salah satu warga Baduy Luar”)

Anda mungkin juga menyukai