Anda di halaman 1dari 16

SAUJANA KAMPUNG BADUY BANTEN

Negeri 1001 Adat


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pilihan Saujana (TKA 644)

Disusun oleh:
Aulia Nastiti Utami
15/389201/PTK/44221

MAGISTER ARSITEKTUR PARIWISATA


DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2016
1. GAMBARAN UMUM KAMPUNG BADUY
Suku Baduy atau biasa disebut urang/orang Kanekes merupakan suatu kelompok
masyarakat adat sub-etnis Sunda yang menjadi salah satu suku asli Banten. Secara geografis,
letak permukiman suku Baduy terletak tepat di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten. Permukiman ini
berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari
Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut
mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata
mencapai 45%, dengan suhu rata-rata 20 C.

Sumber: http://www.dulang777.com/
Gambar 1
Peta Kampung Suku Baduy

Secara keseluruhan Suku Baduy berjumlah mencapai 12.000 orang (tahun 2014,
sumber: 360 MetroTV). Terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Tangtu, Panamping, dan
Dangka (Permana, 2001). Namun masyarakat pada umumnya mengenal dua kelompok suku
Baduy yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar.
Tangtu atau Baduy Dalam
Tangtu merupakan kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam),
yang paling ketat mengikuti adat. Baduy Dalam menempati kampung Cibeo,

Page | 1
Cikeusik dan Cikertawana. Ciri khas Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna
putih dan hitam serta memakai ikat kepala putih dan tanpa alas kaki. Jumlah
penduduk Baduy Dalam adalah sekitar 1500an orang (tahun 2014, sumber: 360
MetroTV).
Panamping atau Baduy Luar
Panamping merupakan merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan
wilayah Baduy Dalam. Wilayah Baduy Luar menempati 27 kampung di Desa
Kanekes yang masih terikat oleh beberapa hukum adat (namun tidak seketat Baduy
Dalam). Ciri khas Baduy Luar adalah pakaian sudah modern, beberapa masih
menggunakan ikat kepala.
Baduy Dangka
Dangka masih keturunan Suku Baduy yang tinggal di luar wilayah Kanekes, dan
pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan
Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam
buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001). Orang-orang yang menjadi
warga Baduy Dangka biasanya merupakan warga Baduy Dalam atau Luar yang telah
melakukan kesalahan besar hingga diasingkan oleh masyarakat Baduy Dalam dan
Luar.

Sumber: Putri dan Fatoni, 2015


Gambar 2
Suku Baduy Dalam (kiri) dan Baduy Luar (kanan)

Wilayah Suku Baduy telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah
Lebak pada tahun 1990. Wilayah permukiman Suku Baduy banyak dikunjungi wisatawan
maupun para ahli untuk melakukan penelitian. Namun, mayoritas dokumentasi berupa
video, foto, maupun rekaman mayoritas berasal dari Suku Baduy Luar. Hal ini disebabkan
karena Suku Baduy Dalam melarang adanya penggunaan alat-alat elektronik yang sudah

Page | 2
modern. Sehingga, pengunjung yang datang ke Baduy Dalam merekam dengan
menggunakan panca indera saja.
Daya tarik wisata yang dapat ditemukan pada kunjungan ke wilayah Suku Baduy
diantaranya adalah kealamian serta keasrian kawasan tempat tinggal. Hal ini disebabkan
karena kawasan tempat tinggal Suku Baduy berada di kawasan hutan. Tidak adanya
kendaraan bermotor di kawasan ini juga menjadi faktor pendukung daya tarik wisata. Untuk
mencapai kawasan permukiman Suku Baduy pengunjung harus berjalan kaki, karena adanya
larangan penggunaan kendaraan yang merupakan salah satu aturan adat yang harus dipatuhi.
Sebagai salah satu kampung yang masih menerapkan nilai-nilai adat dan budaya Suku
Baduy memiliki kesenian dan keterampilan lain yang dapat menjadi daya tarik wisata dan
sebagai salah satu sumber perekonomian masyarakat. Selain itu, kesenian dan keterampilan
tersebut juga menjadi bagian dari ritual atau cara dalam suatu upacara/acara adat lain yang
beberapa diantaranya dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu saja.
Angklung
Suku Baduy memiliki seni tradisi pertunjukan dengan alat musik angklung.
Angklung dari Baduy bernama angklung buhun. Angklung ini tidak bisa disaksikan
sembarang waktu, hanya dipertunjukkan setidaknya setahun sekali saat gelaran adat.
Bagi masyarakat Baduy, permainan kesenian angklung buhun sangat sakral. Buhun
dalam masyarakat setempat berarti tua. Atau dalam bahasa Sunda lain disebut baheula
atau zaman dulu. Angklung buhun berarti angklung tua atau angklung peninggalan.
Angklung buhun tidak hanya mencerminkan rasa seni masyarakat Baduy, tetapi juga
nilai-nilai spiritual.
Tenun
Salah satu keterampilan yang dimiliki kaum wanita Suku Baduy adalah menenun,
aktivitas membuat kain dengan cara ditenun; tenun Baduy. Tenun selain berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan sandang, juga memiliki fungsi sebagai identitas, khusunya
terhadap nilai-nilai adat yang juga melambangkan eksistensi suku Baduy. Bahan baku
pembuatan tenun dan peralatan menenun berasal dari potensi alam sekitar yang
dikumpulkan dan dibuat secara mandiri, tanpa campur tangan teknologi dan alat canggih
lainnya. Seni tenun telah menyatu dengan kegiatan tradisi dan keseharian suku Baduy.
Menenun mempunyai nilai estetika, kegiatan menenun juga memiliki makna ketaatan
untuk kaum wanita Baduy.

Page | 3
Sumber: http://budaya-indonesia.org/ dan http://beritasatu.com/
Gambar 3
Angklung Buhun dan Seni Tenun Suku Baduy

Akses dalam menuju Kampung Suku Baduy dapat ditempuh dengan menggunakan
kendaraan pribadi atau kereta yang menuju Kota Rangkasbitung. Setelah sampai, semua
jenis kendaraan yang digunakan tidak boleh lagi digunakan untuk menuju bagian dalam dari
kawasan kampung Suku Baduy. Fasilitas penginapan dapat menginap di salah satu rumah
penduduk suku Baduy. Namun karena adat yang melarang penggunaan listrik di kawasan
Baduy Dalam terutama, maka menginap tanpa listrik, gadget, dan kamar mandi menjadi
tantangan tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung. Hal ini yang menjadi daya
tarik wisata lain yang dapat ditemukan pada kunjungan ke wilayah Suku Baduy.

2. SEJARAH
Terkait asal usul Suku Baduy terdapat beberapa versi yang berbeda. Perbedaan ini
didasarkan oleh adanya beberapa penelitian yang dilakukan para ahli maupun pendapat dari
masyarakat Baduy sendiri. Namun terlepas dari adanya perbedaan pendapat tersebut,
eksistensi suku Baduy telah menambah keunikan saujana Indonesia.
a. Versi masyarakat Baduy
Orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa
atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan
Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan yang dianut, Adam
dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik
(mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
b. Versi beberapa peneliti
Garna, Y. (1993) dan Danasasmita, Saleh dan Anis Djatisunda (1986) yang dikutip
oleh https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes

Page | 4
Pendapat mengenai asal usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli
sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti
sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita
rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat
Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad
ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya
Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari
Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai
Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk
pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa
wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun menganggap bahwa
kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara
kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat
dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan
tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Kanekes
yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung
Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa
kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja
ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Kanekes sendiri dari
serangan musuh-musuh Pajajaran.
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun
1928, menyangkal teori tersebut. Menurut Van Tricht, orang Kanekes adalah
penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh
luar (Garna, 1993b: 146). Orang Kanekes sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa
mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda.
Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk
setempat yang dijadikan mandala' (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena
penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau
nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal
dengan kabuyutan Jati Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli,
asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda
Wiwitan.

Page | 5
3. WUJUD DAN KEUNGGULAN SAUJANA
Kepercayaan dan kepatuhan akan adat yang masih dipegang oleh masyarakat Suku
Baduy sampai sekarang menjadi ciri khas dari suku tersebut. Hal ini yang juga membedakan
antara suku Baduy dengan suku-suku lainnya. Selain itu juga menjadi poin penting bagi nilai
kearifan lokal yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Suku Baduy. Kondisi ini
tercermin pada beberapa sistem dan aturan yang berlaku pada masyarakat Suku Baduy.
a. Sistem Pertanian
Bertani adalah salah satu mata pencaharian masyarakat Baduy pada umumnya yang
dilakukan hampir seluruh masyarakat Baduy. Sebelum memulai masa tanam,
masyarakat Baduy melakukan ritual yang disebut ngaseuk, bersih lahan atau yang
disebut nyacar, membakar lahan supaya subur disebut ngadruk (Putri dan Fatoni,
2015). Selain bertani, mata pencaharian lain adalah berladang. Berlimpahnya kekayaan
alam meumudahkan Suku Baduy dalam menghasilkan kebutuhan sehari-hari. Hasil
berupa kopi, padi, dan umbi-umbian menjadi komoditas yang paling sering ditanam oleh
masyarakat Baduy. Hasil dari pertanian dan perkebunan inilah yang menjadi sumber
ekonomi utama suku Baduy.
Dalam sistem pertanian Suku Baduy terdapat aturan-aturan yang harus ditaati
diantaranya:
Meminimalkan mekanisme penggunaan cangkul untuk resiko erosi di setiap lahan
pertanian
Tidak menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan. Hewan berkaki empat
selain anjing sangat dilarang masuk ke desa suku Baduy demi menjaga kelestarian
alam
Padi hasil panen disimpan dalam lumbung padi, yang mana hanya dapat digunakan
ketika berlangsung suatu acara adat tertentu seperti pernikahan
Tidak diperbolehkan menjual beras atau gabah hasil bertani, jika memungkinkan
hanya diperbolehkan menukar/barter dengan barang lainnya. Namun untuk hasil
tani atau lainnya seperti buah dan ubi boleh diperjualbelikan
Pembuatan gula aren yang menjadi salah satu sumber penghasilan suku Baduy
hanya boleh dilakukan oleh masyarakat Baduy Luar, sedangkan Baduy Dalam
hanya minum air arennya, tidak boleh dibuat gula
Adat Baduy Dalam hanya memperbolehkan tanam padi setahun sekali dan hanya
menggunakan pupuk organik, tanpa campuran bahan kimia apapun

Page | 6
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/ dan http://travel.kompas.com/
Gambar 4
Sistem Pertanian Suku Baduy dan Bangunan Lumbung Padi (leuit)

b. Sistem Arsitektur
Rumah-rumah penduduk suku Baduy masih berupa rumah panggung, yang dibangun
dengan pondasi berupa bahan-bahan alam salah satunya adalah batu kali. Rumah suku
Baduy harus menghadap ke utara dan selatan,
hal ini merupakan pengaruh dari kepercayaan
yang diyakini suku Baduy. Saat membangun
bangunan rumah tinggal, seluruh warga akan
bergotong-royong membantu tanpa pamrih.
Selama proses pengerjaan warga akan
menyumbangkan bahan bangunan, komponen
rumah, atau tenaganya. Hal itu merupakan Sumber: http://images.detik.com/
Gambar 5
bentuk kebersamaan kolektif yang masih kuat Bentuk Bangunan Rumah Tinggal
Masyarakat Suku Baduy
dan dipelihara di kalangan suku Baduy,
terutama Baduy Dalam, hingga kini.
Terdapat 3 ruangan dalam rumah adat Baduy dengan fungsinya yang masing-masing
berbeda. Bagian depan difungsikan sebagai penerima tamu dan tempat menenun untuk
kaum perempuan. Bagian tengah berfungsi untuk ruang keluarga dan tidur, dan ruangan
ketiga yang terletak di bagian belakang digunakan untuk memasak dan tempat untuk
menyimpan hasil ladang dan padi. Semua ruangan dilapisi dengan lantai yang terbuat
dari anyaman bambu. Sedangkan pada bagian atap rumah, serat ijuk atau daun pohon
kelapa.
c. Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat suku Baduy yang disebut sebagai ajaran Sunda Wiwitan,
merupakan ajaran leluhur turun temurun yang berakar pada penghormatan kepada
karuhun atau arwah leluhur dan pemujaan kepada roh kekuatan alam (animisme).

Page | 7
Bentuk penghormatan kepada roh kekuatan alam ini diwujudkan melalui sikap menjaga
dan melestarikan alam; yaitu merawat alam sekitar (gunung, bukit, lembah, hutan,
kebun, mata air, sungai, dan segala ekosistem di dalamnya), serta memberikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada alam, dengan cara merawat dan menjaga hutan
larangan sebagai bagian dalam upaya menjaga keseimbangan alam semesta. Inti
kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak
yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting
dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa pun",
atau perubahan sesedikit mungkin. Seperti pepatah suku Baduy:
Lojor heunteu beunang dipotong, pndk heunteu beunang disambung
panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung
Pada suku Baduy Dalam ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan
Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika
semua ketentuan adat ini dilanggar maka akan berdampak buruk atau biasa disebut
kuwalat atau pamali bagi suku Baduy sendiri.
d. Adat, Larangan dan Sanksi
Sebagai salah satu suku yang memegang teguh prinsip adat, terdapat berbagai aturan
adat, pantangan, mapun sanksi dalam kehidupan masyarakat suku Baduy.
Tidak ada pendidikan formal bagi anak-anak masyarakat Baduy. Namun anak-anak
suku Baduy tetap diberi ilmu dan pengetahuan oleh orang tua untuk
mengembangkan nalarnya masing-masing. Meskipun tidak diperbolehkan
mengikuti pendidikan formal, anak-anak suku Baduy wajib mengikuti sekolah tani
yaitu untuk mengenal dan mengerti jenis-jenis tanaman.
Ada dua sistem pemerintahan yang dikenal suku Baduy, yaitu sistem nasional, yang
mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat
yang dipercaya masyarakat. Secara nasional, penduduk Kanekes dipimpin oleh
kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat,
sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Baduy yang tertinggi, yaitu
"Pu'un". Jabatan sebagai pemimpin adat tertinggi berlangsung turun-temurun,
namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya.
Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan
seseorang memegang jabatan tersebut. aturan dasar untuk menjadi Puun adalah

Page | 8
harus didampingi istri, dan tidak diperkenankan adanya poligami atau perceraian
dengan istri. Jika tidak ada istri yang mendampingi tidak dapat menjadi Puun.
Salah satu tradisi rutin yang dilakukan tanpa ada interaksi orang luar adalah tradisi
Kawalu yaitu salah satu tradisi ritual yang dipercaya oleh warga Baduy Dalam
sehingga perlu menghargai dan menghormati keyakinan agama yang dianut.
Selama menjalankan tradisi ini, kampung Baduy Dalam tertutup bagi segala bentuk
kunjungan tamu luar. Kondisi kampung Baduy Dalam sepi karena warga berpuasa
dan banyak memilih tinggal di rumah. Warga Baduy Dalam melaksanakan Kawalu
dengan khusyuk dan penuh kesederhanaan, sambil berdoa memohon kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa agar negara selalu diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera
karena jika negara aman maka masyarakatnya pun akan sejahtera.
Tradisi lain setelah Kawalu adalah Seba. Digelar satu bulan setelah Kawalu. Seba
adalah ungkapan syukur warga Baduy dengan membawa hasil-hasil bumi
(pertanian) yang dipersembahkan kepada pemerintah daerah. Warga Baduy akan
berjalan kaki dari Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, melewati kantor
Bupati Lebak hingga ke kantor Gubernur Banten di Kota Serang. Seba dilaukan
sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa. Warga Baduy secara rutin
melaksanakan yang terus dilakukan sampai sekarang setiap setahun sekali.
Keteguhan menjunjung tinggi adat yang berlaku pada kehidupan sehari-hari
masyarakat Baduy menciptakan adanya kedisplinan yang terlihat dengan
diberlakukannya sanksi bagi pelanggar adat. Hukuman ringan akan diberlakukan
salah satu contohnya adalah bagi warga yang saling beradu mulut, antara dua orang
atau lebih. Hukuman ringan tersebut berbentuk pemanggilan kepada yang
melakukan pelanggar aturan oleh Puun, pemimping adat tertinggi untuk diberikan
peringatan. Sedangkan hukuman/sanksi berat akan diberlakukan pada contoh
pelanggaran berupa selingkuh, melanggar aturan-aturan adat yang telah ditetapkan
seperti pelarangan menggunakan alat transportasi atau elektronik. Sanksi yang
diterapkan dapat berupa santet kepada pelanggar, atau bahkan dikeluarkan dari
Baduy Dalam ke Baduy Luar atau mungkin dikeluarkan dari luar Suku Baduy.

Page | 9
Tabel 1
Perbedaan dan persamaan Baduy Dalam dan Baduy Luar
Baduy Dalam Baduy Luar
Berpakaian hanya hitam-putih yang ditenun Berpakaian sudah modern
dan dijahit sendiri Beberapa masih ada yang memakai ikat
Memakai ikat kepala putih kepala, biasaya berwarna biru gelap
Tidak memakai alas kaki Beberapa sudah ada yang memakai alas kaki
seperti sandal
Dilarang menggunakan alat transportasi Sudah boleh menggunakan alat transportasi
apapun di luar kawasan permukiman
Tidak ada listrik Beberapa sudah ada bangunan yang teraliri
listrik
Dilarang adanya penggunaan alat elektronik Memperbolehkan penggunaan alat
apapun elektronik, beberapa dari warga sudah ada
yang familiar dengan barang-barang
elektronik
Status tanah adalah tanah adat yang tidak Tanah tidak boleh dijual oleh orang luar suku
boleh diperjualbelikan dan disewakan Baduy tapi boleh disewakan
Tidak menggunakan peralatan modern, misal Sudah menggunakan peralatan modern
untuk peralatan dapur atau pertukangan seperti peralatan makan (sendok, piring,
garpu), peralatan tidur (kasur), peralatan
pertukangan (gergaji, paku, palu)
Melarang kunjungan/tamu warga negara Sudah diperbolehkan menerima kunjungan
asing tamu yang berasal dari luar Indonesia
Tidak ada sekolah/pendidikan formal bagi anak-anak dan masyarakat suku Baduy, hanya ada
pendidikan non formal yang diperoleh dari keluarga dan orang dalam suku saja. Jika ingin
melanjutkan ke pendidikan formal diperbolehkan tapi keluar dari kampung dan dianggap
bukan lagi bagian dari masyarakat Baduy
Adanya usaha pelestarian alam sebagai bagian dari hidup dan tempat tinggal seperti dengan
menjaga kebersihan sungai dan keberlanjutan lahan pertanian
Pembangunan bangunan rumah berupa rumah panggung yang hanya diperbolehkan
menghadap utara/selatan
Sumber: Analisis Penyusun, 2016

Page | 10
4. PERMASALAHAN
a. Tidak adanya pengakuan identitas secara administrasi oleh pemerintah
Masyarakat adat suku Baduy tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai
simbol identitas warga negara Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
keyakinan yang dianut oleh suku Baduy dengan keyakinan yang telah ditetapkan oleh
kebijakan pemerintah. Padahal Baduy termasuk salah satu suku yang berusaha tetap
menjaga nilai-nilai kearifan lokal ciri khas masyarakat Sunda khususnya, dan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Berdasarkan hasil penelusuran data sekunder,
warga suku Baduy merasa membutuhkan adanya pengakuan, perlindungan, dan juga
jaminan dari negara secara resmi.
b. Tidak ada sistem sekolah/pendidikan formal
Tidak diperbolehkannya mengikuti sekolah/pendidikan formal membuat suku Baduy
tidak dapat membaca dan menulis, meskipun dapat menghitung. Salah satu prinsip yang
dipakai adalah anak tidak harus pandai, tapi harus mengerti cara mencari makan
sendiri, jangan sampai kelaparan. Aturan ini dipatuhi oleh masyarakat suku Baduy
Dalam dan Luar disebabkan karena adanya titah atau perkataan leluhur yang
mengatakan bahwa : Orang Baduy tidak boleh pintar, karena jika pintar bisa
keblinger, kalau pintar bisa memperdaya orang lain, maka akan banyak membuat
kesalahan. Yang penting aman, selamat, tercukupi sandang pangan, subur, makmur itu
sudah cukup.
c. Modernisasi
Seiring berkembangnya waktu dan perkembangan jaman, serta banyaknya kunjungan
tamu, memiliki dampak cukup signifikan terhadap kehidupan suku Baduy. Modernisasi,
menjadi hal yang tidak dapat dihindari oleh semua kalangan termasuk suku Baduy.
Kelonggaran adat yang ada di Baduy Luar terutama, yang memperbolehkan adanya
penggunaan listrik, peralatan modern, serta barang elektronik, kini menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Baduy Luar. Beberapa penduduk mulai dari orang tua, remaja,
hingga anak-anak di kampung Baduy Luar sudah sangat terbiasa dengan berbagai
bentuk modernisasi tersebut. kondisi ini dapat berdampak positif maupun negatif.
Positif : (1) mengenal dan menambah berbagai jenis pengetahuan baru yang tidak ada
di dalam kampung suku Baduy, (2) masyarakat dapat membaca (karena mayoritas orang
Baduy tidak bersekolah formal dan tidak dididik untuk dapat membaca dan menulis)
seiring dengan adanya penggunaan alat-alat elektronik seperi gadget.

Page | 11
Negatif : (1) pergeseran beberapa nilai budaya seperti komunikasi karena kini warga
Baduy Luar banyak yang sudah menggunakan alat-alat elektronik, (2) berkurangnya
tingkat ketahanan diri karena diperbolehkan menggunakan alat transportasi maka
kekuatan berjalan jauh menjadi menurun.

5. KEBERLANJUTAN
Pada era globalisasi, kemajuan teknologi, dan modernisasi jaman, orang Kanekes
berusaha tetap menjaga nilai-nilai kearifan lokal sebagai suku asli Indonesia, suku Baduy.
Seolah tak terpengaruh dan berada pada lokasi serta dimensi yang berbeda dengan
perkembangan jaman, suku Baduy tetap memegang teguh adat, norma, dan nilai yang
diturunkan oleh para leluhur nenek moyang. Kondisi ini sangat terasa di kampung Baduy
Dalam sampai sekarang, karena penerapan adat, aturan dan nilai-nilai dari leluhur tersebut
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Aturan sistem Aturan sistem Aturan sistem Aturan sistem


pertanian arsitektur transportasi kelistrikan Mempengaruhi

Aturan sistem Aturan sistem Aturan sistem


pendidikan berpakaian peralatan modern

Kepercayaan
pada leluhur
Berpengaruh/berdampak
pada keberlangsungan Kepatuhan dalam
akan : mengikuti aturan
adat

1. Kesadaran diri untuk tetap berupaya menjaga kelestarian alam


2. Menanamkan jiwa kesetiaan dan kedisplinan tinggi dalam menjaga kelestarian
alam serta keberlangsungan adat budaya Baduy
3. Menjaga adat budaya = menjaga identitas Suku Baduy
4. Identitas kuat Suku Baduy = menjaga identitas bangsa Indonesia

Sumber: Analisis Penyusun, 2016


Gambar 6
Bagan sebab-akibat keberlangsungan adat suku Baduy

Page | 12
6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
a. Kesimpulan
Suku Baduy merupakan salah satu suku asli Indonesia yang masih menerapkan sejumlah
aturan adat bagi seluruh anggota masyarakat bahkan pada tamu yang datang berkunjungan.
Adat memiliki peran penting dalam kehidupan suku Baduy. Sedangkan adat tersebut datang
dari kepercayaan yang dianut masyarakat suku Baduy dan titah atau perkataan para leluhur
nenek moyang. Pelanggaran adat yang dilakukan oleh setiap anggota masyarakat Baduy
akan diberikan hukuman, tergantung bentuk pelanggarannya. Setiap adat, aturan, bahkan
hukuman bagi pelanggar aturan dan adat yang berlaku memiliki maksud dan tujuan berbeda
yang menyangkut kelestarian dan keberlangsungan alam serta budaya juga menyangkut
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Baduy.
b. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat ditawarkan dalam permasalahan yang terjadi pada suku Baduy
anatara lain :
Melakukan penelitian, kajian, pembahasan, dan diskusi terkait pengakuan
identitas suku-suku budaya di Indonesia, khususnya Baduy, yang memiliki
keyakinan berbeda. Hal ini penting dilakukan sebelum adanya suatu pengambilan
keputusan atau kebijakan tertentu yang dikeluarkan pemerintah. Pelibatan
akademisi, para ahli sosial-budaya, pemerintah, dan tokoh adat suku-suku budaya,
khususnya Baduy perlu berperan dan bekerjasama dalam kajian yang dilakukan.
Melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing antara masyarakat dan
masyarakat adat. Pemerintah berkewajiban memenuhi hak setiap anggota
masyarakat, termasuk masyarakat suku-suku tertentu, dalam hal ini khususnya
Baduy. Anggota masyarakat suku-suku tertentu, dalam hal ini suku Baduy,
berkewajiban menjadi masyarakat yang taat aturan adat dan taat aturan nasional.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesenjangan maupun kecemburuan sosial antar
masyarakat dan pemerintah.
Mengadakan pengajaran pendidikan dasar bagi anak-anak suku Baduy oleh
pemerintah maupun relawan. Meskipun suku Baduy menolak adanya pendidikan
formal bagi masyarakatnya, namun pendidikan dasar seperti membaca, menulis,
berhitung, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dirasa perlu untuk diajarkan
kepada anak-anak suku Baduy. Pengajaran tidak harus berada di suatu ruangan dan
seragam atau buku-buku formal, pengajaran dapat dilakukan dengan mengirim

Page | 13
relawan untuk masuk dan mengajar pendidikan dasar bagi anak-anak suku Baduy
di dalam kampung Baduy sendiri. Namun sebelum masuk dan melakukan
pengajaran perlu dilakukan pendekatan, negosisasi, dan kerjasama terlebih dahulu
pada tokoh-tokoh adat suku Baduy. Jika tidak, dapat menimbulkan kesalahpahaman
dan dapat berujung penolakan bahkan pengusiran paksa dari kampung suku Baduy.
Terkait permasalahan modernisasi yang sudah masuk dalam keseharian suku Baduy
Luar terutama, agar pengaruhnya tidak berdampak negatif bagi kebudayaan suku
Baduy, solusi terbaik adalah berasal dari kelompok masyarakat suku Baduy
sendiri. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin melakukan penolakan terhadap
modernisasi yang sudah masuk pada keseharian suku Baduy Luar. Peran dari luar
dapat berasal dari pemerintah, akademisi, para ahli sosial-budaya untuk tetap
mengingatkan akan keberlangsungan adat dan budaya suku Baduy.

Page | 14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Suku Baduy Banten, dalam website


http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1073/suku-baduy-banten. Diakses
Senin, 13 Juni 2016
Anonim. 2014. Wisata Kampung Suku Baduy Banten, dalam website
http://www.bantenwisata.com/2014/11/wisata-kampung-suku-baduy-banten.html.
Diakses Senin, 13 Juni 2016
Anonim. 2015. Kahasanah Kebudayaan Suku Baduy, dalam website
http://dokumen.tips/documents/makalah-khasanah-kebudayaan-suku-baduy.html.
Diakses Senin, 13 Juni 2016
Anonim. 2016. Urang Kanekes, dalam website
https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes. Diakses Senin, 13 Juni 2016
Asdhiana, I Made. 2016. Jalankan Tradisi Kawalu, Wisatawan Dilarang Masuki Baduy
Dalam, dalam website
http://travel.kompas.com/read/2016/02/16/154200827/Jalankan.Tradisi.Kawalu.Wis
atawan.Dilarang.Masuki.Baduy.Dalam. Diakses Senin, 13 Juni 2016
Garna, Y. 1993. Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia,
Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta:
Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial
dengan Gramedia Pustaka Utama.
Permana, C.E. 2001. Kesetaraan Gender Dalam Adat Inti Jagat Baduy, Jakarta:
Wedatama Widya Sastra.
Putri, Sartika Devi dan Fatoni, Ari. 2015. Makalah: Suku Baduy, dalam Tugas Mata
Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni
Indonesia Surakarta
Riky. Tanpa Tahun. Suku Baduy, Bersinergi Dengan Alam Menjaga Aturan Adat, dalam
website http://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/suku-baduy-
bersinergi-dengan-alam-menjaga-aturan-adat. Diakses Senin, 13 Juni 2016
Sejati, Indra Kusuma. Tanpa Tahun. Pesona Suku Baduy Di Desa Wisata Kanekes
Banten, dalam website https://direktori-wisata.com/pesona-suku-baduy-desa-wisata-
kanekes-banten/. Diakses Senin, 13 Juni 2016

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai