Berdasarkan data yang diperoleh oleh Tim Social Forestry Indonesia, Banten
merupakan wilayah yang berhutan paling luas di Jawa barat dengan 354.970 ha. Jenis
vegetasinya antara lain, Rasamala, Saninten dan Nyamplung. Di wilayah hutan Banten
itulah terdapat Desa Kanekes yang luasnya 5.101,85 ha. Dengan jumlah masyarakatnya
sekitar 5.000 orang yang tersebar di 10 kampung (dalam Wilodati, 1985:7). Desa Kanekes
adalah suatu daerah yang hampir tanpa daratan, karena hampir keseluruhan wilayah Desa
Kanekes adalah dataran tinggi yang berbukit-bukit.
2. Panamping
Panamping adalah kelompok yang dikenal sebagai baduy luar, yang tinggal di
beerbagai kampung dan tersebar mengelilingi wilayah Baduy dalam, seperti Cikadu,
Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar
berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam (Wilodati, 2011: 4).
Masyarakat Baduy Luar tidak seperti Baduy dalam yang sangat taat pada adat dan tidak
mau menerima kemajuan teknologi. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy Luar
sudah terpengaruh budaya luar dan kemajuan teknologi, tetapi mereka masih patuh
terhadap adat istiadat meski tidak seketat Baduy Dalam.
3. Dangka
Baduy dangka adalah suku baduy yang tinggal di luar wilayah Kanekes, berbeda
dengan Baduy Dalam dan Baduy Luar. Menurut Permana (dalam Astari, 2009: 8), mereka
tinggal di dua kampung yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Kampung Dangka berfungsi sebagai buffer zone atas pengaruh dari luar Kelompok etnis
baduy terbagi menjadi tiga yaitu, Baduy Dalam (Tangtu), Baduy Luar (Panamping), dan
Baduy Dangka. Ketiga kelompok Baduy tersebut tinggal di sekitar Desa Kanekes dan di
luar Desa Kanekes. Baduy dalam memiliki pakaian khas berwarna putih dan biru serta
memakai ikat kepala putih, Baduy Luar memiliki pakaian khas dan ikat kepala yang
berwarna hitam, sedangkan Baduy Dangka berfungsi sebagai buffer zone atas pengaruh
dari luar.
Selain bertani, bercocok tanam, serta berladang masyarakat Baduy juga menjual
hasilnya sebagai mata pecaharian. Mereka menjual buah-buahan yang didapat dari hutan
maupun ladang seperti durian, asam keranji, dan madu hutan.
Banyak souvenir khas suku baduy yang bisa kita dapatkan. Sepert di foto, bapak ini sedang membuat
tas khas suku baduy yang dikenal dengan KOJA. Koja terbuat dari bahan kulit kayu yang dianyam
dengan tangan.
Terbuat dari kulit kayu Pohon Teureup atau terap yang memiliki ketahanan
terhadap rayap, koja diproduksi dengan cara yang tradisional. Proses ini dimulai dengan
mencari jenis pohon tersebut di pedalaman hutan.
Setelah kulit pohon ditemukan, proses selanjutnya adalah mengambil kulit pohon
yang akan dijadikan sebagai bahan dasar tas koja. Kulit pohon ini akan dijemur sampai
kering lalu akan dijadikan serabut guna memudahkan dalam pembuatan benang.
Benang yang telah terajut kemudian disambung hingga menjadi bentuk tas yang
diinginkan. Umumnya lama proses pembuatan tas ini bisa membutuhkan waktu beberapa
hari hingga seminggu. Tergantung dengan kesediaan bahan baku dan kerumitan motif
yang dibentuk dalam tas koja.
Tas koja atau jarog digunakan Suku Baduy dalam menjalankan aktivitas sehari-
hari. Seperti berladang, bercocok tanam, hingga menangkap ikan disungai. Bentuknya
yang menyerupai kotak dan mudah dibawa menjadikan tas ini selalu terlihat mendampingi
dimana pun Suku Baduy berada.
Suku Baduy biasa membawa tas ini dengan cara dijinjing pada bagian pundak atau
disilangkan. Keunikan tas ini selain warnanya yang coklat kehitaman menyerupai kulit
kayu, tas koja ini akan membusuk secara alami ketika sudah tidak terpakai oleh
pemiliknya.
2. Kain Tenun
Kain tenun Suku Baduy dibuat dengan bantuan alam dan proses menenun
dilakukan oleh kaum perempuan Suku Baduy. Proses dimulai dengan kapas yang
dipintal hingga membentuk benang.
Dari benang inilah proses akan dilanjutkan dengan kegiatan menenun. Kegiatan
ini hanya boleh dilakukan oleh kaum wanita Suku Baduy. Mitos yang berkembang
menceritakan, apabila ada pihak laki-laki yang melakukan kegiatan menenun maka
perilaku laki-laki tersebut akan berubah menyerupai perilaku wanita.
Proses menenun bisa berlangsung mulai dari hitungan minggu hingga berbulan-bulan.
Lamanya proses ini disebabkan oleh besar dan kerumitan membuat motif kain. Biasanya
motif kain Suku Baduy berupa garis warna-warni dan motif yang terinspirasi dari alam.
Kain tradisional Suku Baduy selalu digunakan dalam pembuatan baju adat.
Terlebih lagi jika menyangkut dengan Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh
aturan adat. Pakaian harus terbuat dari kapas dan tidak boleh menggunakan mesin jahit
dalam pembuatannya.
Kain di sini didominasi dengan warna putih untuk Suku Baduy Dalam. Warna
ini diartikan dengan suci dan aturan yang belum terpengaruh dengan budaya luar.
Sedangkan bagi masyarakat Baduy Luar, kain berwarna hitam dan biru tua
menjadi warna yang sering dipakai. Untuk kaum perempuan kain digunakan dalam
membuat baju adat yang memiliki bentuk menyerupai kebaya.
Penggunaan kain tenun Suku Baduy tidak hanya diperuntukan bagi pakaian adat
saja. Majunya pariwisita di Baduy Luar dimanfaatkan para penduduk sekitar untuk
menjual kain kepada wisatawan yang datang berkunjung ke daerah mereka. Kain ini
biasanya dijadikan oleh-oleh sebagai tanda pernah berkunjung ke Suku Baduy. Selain
terdapat kain ikat kepala dan pakaian adat, kain tenun di sini juga bisa dijadikan taplak
meja atau hiasan cantik dekorasi rumah Anda.
Sebagian mata pencaharian wanita suku baduy adalah menenun. Kain-kain tenunan
ini juga menjadi souvenir cantik untuk para wisatawan yang mengunjungi kampung
ini.
Kain tenun yang sudah jadi dan siap dijual dipasar ciboleger
KLIPING
PEREKONOMIAN MASYARAKAT SUKU BADUY
Diajukan Untuk Memenuhi Mata Pelajaran Ekonomi
Disusun Oleh :
Nama : Mimin
Kelas : XI IIS 2
Disusun Oleh :
Nama : Nia Sulasih
Kelas : XI IIS 1
Disusun Oleh :
Nama : Aep Saepullah
Kelas : XI IIS 5
Disusun Oleh :
Nama : Rizki Algafari
Kelas : XI IIS 5